Anda di halaman 1dari 18

Judul Naskah Drama: Babad Tanah Minahasa.

Penulis Naskah Drama: Witho B. Abadi


Kategori: Naskah Drama Komedi yang tidak lucu.
Naskah Drama ini dimainkan oleh 5 orang. 4 Pria, 1
wanita. Menjadi 6 orang jika ditambah dengan Narrator.
Pemeran, berdasarkan pemunculan:
Narrator
Lumilumut
Karim A
Trotoar
Opo
Pemeran Pengganti
NARRATOR:
Ini adalah legenda rakyat yang diceritakan turuntemurun, dari mulut ke mulut tentang kisah cinta abadi
antara sepasang manusia.
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat
terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan
Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda
sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad
ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di
Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi
ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak
kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa
Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi
saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur,

Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga


1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas
wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia
beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan
dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan
dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam
wiracarita Ramayana.
(Narrator berhenti sejenak)
Mohon maaf, saya salah membaca naskah.
Inilah naskah yang sebenarnya.
Di sebuah tanah asing, seorang putri terdampar setelah
diusir dari kerajaannya. Ia ditolong oleh seorang laki-laki
dan dirawat di rumahnya. Beberapa hari kemudian, putri
itu akhirnya tersadar dari pingsannya.
Lumilumut membuka matanya. Kepalanya terasa pusing.
Ketika kesadarannya telah pulih, ia segera waspada dan
beranjak bangun namun rasa nyeri di pinggangnya
membuat ia harus kembali berbaring.
Setelah rasa nyeri di pinggangnya hilang, ia memandang
sekeliling. Ia berada di sebuah kamar yang sederhana
namun tertata rapi dan bersih.
(Pintu kamar terbuka, Karim A masuk dengan tongkat di
tangannya membawa semangkok obat. Ia masuk sambil
meraba-raba dengan tongkatnya, berjalan mendekati
tempat tidur dimana Lumilumut berbaring. Tongkat
kayunya meliuk-liuk ke sana ke mari mencari jalan hingga

akhirnya berhenti di dada Lumilumut.


Karim A:
Ih.. apa ini eh lombo-lombo
(menusuk-nusuk dada Lumilumut dengan perlahan dan
penasaran)
Lumilumut:
Woi ta pe dada itu tau!
(bangun dan duduk di kasur)
Karim A:
(Terkejut dan mundur beberapa langkah)
Oh, kamu sudah sadar. Maaf saya buta, jadi tidak tahu
kalau kamu sudah sadar.
Lumilumut:
Dimana ini?
Karim A:
(Duduk di samping Lumilumut)
Ini kita pe rumah.
(menyodorkan mangkok berisi obat kepada Lumilumut)
Minumlah dulu obat ini, biar kamu cepat sembuh
Lumilumut menerima mangkok berisi obat itu dan
meminumnya. Rasanya sangat pahit sehingga ia hampir
muntah. Namun ia memaksakan diri menghabiskannya
sedikit demi sedikit.

(GAYA DRAMA MURAHAN ON)


Karim A:
Siapakah namamu wahai wanita?
Lumilumut:
Namaku Lumilumut. Aku biasa dipanggil Lumut.
(GAYA DRAMA MURAHAN OFF)
Karim A:
Ooh, nama yang bagus. Kalau saya biasa dipanggil
(berdiri, menari berkeliling gaya opera)
Karim A
Lumilumut:
Anda seorang tabib?
Karim A:
(Kembali duduk di kasur sambil mengelus-elus
jenggotnya.)
(Gaya berpuisi sedih penuh perasaan)
Ahh.. semenjak saya buta, saya menjadi seorang ahli
massage alias tukang pijit. Tapi sebelum itu saya pernah
belajar ilmu pengobatan . . .
Sayang semenjak saya buta, saya sering salah meramu
obat sehingga banyak pasien saya yang mati.
Lumilumut:
(Menyemburkan obat di mulutnya)

Pfffffffffffff!!!
Mangkok di tangan Lumilumut terlepas. Dengan terbatukbatuk ia berusaha memuntahkan obat yang diminumnya.
Karim A:
(Gaya pidato)
Jangan khawatir! Sebab bukan saya yang meramu obat
itu. Saya membelinya di apotik dekat terminal.
Lumilumut:
Oooh, maaf, kita pe kira kwa.
Karim A:
(Masih gaya pidato)
Tidak apa-apa. Itu juga obat kadaluarsa yang saya beli
setengah harga.
Lumilumut:
Hoeeekkk!!
(Memasukkan jarinya sedalam mungkin ke dalam
kerongkongannya, memaksa diri memuntahkan sisa-sisa
obat yang terlanjur ditelan)
Karim A:
(Berpose narsis)
Saya memang tabib yang hebat. HUAHAHAHAHA!!!
Lumilumut:
Eh, kalu boleh tau, om yang da tolong pa kita kong bawa
kamari?

Bukang! Bukang kita. Kita talalu hina kalu mo samakan


deng orang yang da tolong pa ngana itu. Bahkan untuk
mencuci bajunya pun aku tak layak!
Lumilumut:
Lalu, siapakah gerangan orang tersebut yang telah
menolong saya?
Di depan pintu muncul Trotoar.
Trotoar:
(Menunjuk dadanya)
Itu aku!
Lumilumut:
(histeris)
Aaahh.. Suleeee
Trotoar:
Bukan! Aku bukan Sule!
Lumilumut:
Lalu, siapa anda?
Trotoar:
(Pose)
Im Batman!
Bukan!
Aku adalah

(menari berkeliling gaya opera)


Karim B!!!
Karim A:
Ruci! Kita pe nama so Karim A, masa le ngana Karim B.
Cari nama laeng kwa.
Trotoar:
Baiklah!
Aku adalah
(menari berkeliling gaya opera)
Agneeeeer!!!
Karim A:
Yah noh. So rusak ni cirita kalu Agner pe nama ada di
sejarah Minahasa.
Trotoar:
Baiklah!
Sebenarnya aku adalah
(menari berkeliling gaya opera)
Tro Toooooooar!
Karim A:
Perkenalkan, ini Trotoar. Dialah yang menyelamatkanmu
dan membawamu ke sini.
Lumilumut:
Oh, terima kasih. Aku tak dapat membalas kebaikanmu.

Trotoar:
Nyanda perlu. Waktu kita ganti ngana pe baju kita so
pegang-pegang pa ngana. Anggap jo lunas.
Lumulumut:
Ih.. macico!
Tiba-tiba terdengar suara tawa. Seorang perwira Kerajaan
Utara bernama Opo masuk.
Opo:
Hahahahaha
Trotoar:
Sapa ngoni? Mo ba apa dimana deng sapa?
Opo:
Aku adalah
(menari berkeliling gaya opera)
Ooooo pooooo!!!
Dan aku adalah panglima dari Kerajaan Utara.
Kami mencari seorang gadis bernama Lumilumut. Kami
tahu dia berada di sini.
Trotoar:
Nyanda ada nama Lumilumut di sini!
Lumilumut:
Kita! Kita pe nama Lumilumut. Kyapa da perlu apa?

Karim A:
Iiiiihh pa bodok daaang.
Opo:
Anak buah! Seret wanita itu kemari!
Trotoar:
Anak buah sapa ini? Ngana da maso cuma sandiri.
Opo:
Oh, io kote, lupa.
Lumut! Kau harus ikut untuk menjadi istriku!
Trotoar:
(Menghadang)
Tunggu!
Dia bukan Lumilumut!
Namanya adalah Wawu!
Opo:
Nga pe kira torang biongo? Napa Wawu sana da bakar
ikang di pante.
Minggir! Atau kau akan menjadi mayat!
Trotoar:
Baiklah!
Silahkan. Ayo jangan sungkan-sungkan, anggap saja
rumah sendiri.
(mempersilahkan para tentara (Opo sendiri) untuk
menangkap Lumilumut)

Lumilumut:
Ih, ih ih bagimana le ini. Masa ngana se biar dorang mo
loku pa kita.
Trotoar:
Kalau begitu kau harus melangkahi mayatku!
Opo:
Rupanya kau punya nyali juga anak muda.
Sebutkan account Facebookmu biar aku tahu siapa yang
kubunuh!
Trotoar:
Cih, aku tak sudi menerima permintaan pertemanan
dengan orang seperti kau!
Opo:
Rupanya kau memang sudah bosan hidup! Bersiaplah
menerima kematianmu!
(bersiap bertempur)
Trotoar:
Tunggu!
Opo:
Ada apa?
Trotoar:
Update status dulu di FB hehehe.

(mengambil HP dan update status)


Sedang bertarung dengan @Opo, panglima Kerajaan
Utara.
Oke, klar!
Opo:
Sekarang terimalah kematianmu!
(bersiap menyerang)
Karim A:
Tunggu!
(memanggil Trotoar dan Opo mendekat. Menjelaskan
dengan gaya wasit tinju)
Dilarang memukul wajah, dilarang memukul di bawah
perut, belakang kepala, kemaluan dan punggung.
Paham?
Okay, Fight!
(Trotoar dan Opo memasang kuda-kuda tempur)
Trotoar:
Karim, cepat bawa Lumut pergi dari sini.
Karim A:
Ayo kita pergi. Kau tunjukkan jalan.
(Lumulumut segera membawa Karim pergi).
Opo:
Sekarang tinggal kita berdua. Menyerahlah.

Trotoar:
Tidak akan pernah!
Opo:
Kalau begitu matilah!
Hiaaat
(Opo menyerang Trotoar)
Trotoar:
Tunggu!
Opo:
Ih, bagimana le ini dari tadi tunggu-tunggu trus!
Trotoar:
Kita kan pemeran utama, nda mungkin mo main adegan
berbahaya.
(berteriak memanggil pemeran pengganti)
Pemeran pengantiiiii
(Pemeran pengganti masuk dan mengambil posisi
tempur)
Opo:
Ah, so ruci komang ini. Masa ngana pake pemeran
pengganti kita nda?
Trotoar:
(menghibur Opo)

So bagitu po. Itu no depe beda antara jadi barol deng jadi
musuh.
Opo:
Sudah! Ayo selesaikan pertarungan ini!
(Adegan laga)
(Setelah pertarungan sengit, Opo berhasil menjatuhkan
Pemeran Pengganti dan menodongnya)
Opo:
Sekarang pergilah ke neraka!
(bersiap membunuh pemeran pengganti)
Trotoar:
Tunggu!
Opo:
No skarang mo tunggu apa le komaling?
Trotoar:
Sabar kan so abis adegan laga, jadi somo kita ulang
yang main.
(Trotoar menggantikan posisi pemeran pengganti)
Opo:
Sekarang pergilah kau ke neraka!
(bersiap membunuh Trotoar)

Trotoar:
Tunggu!
Opo:
(berhenti, berkacak pinggang dengan sangat kesal,
menarik napas panjang, geleng-geleng kepala)
So sesat komaling ini, so sesat.
(menenangkan dirinya)
Kyapa komang skarang? Bilang jo.
Trotoar:
Bagini, kita kan pemeran utama ni cirita. Kalu kita mati
berarti tamat dang ni cirita.
Opo:
Hi, kong bagimana dang?
Trotoar:
Yaaaa, berarti musti ngana yg mati. Nimbole kita.
Opo:
Ha? Memang musti bagitu so?
Trotoar:
Yah, so bagitu di naskah, mo bagimana lei.
Opo:
(pasrah)
No mana-mana jo dang.

(Trotoar berdiri lalu membunuh Opo. Opo terkapar


meregang nyawa)
Trotoar:
Wahai panglima Kerajaan Utara. Kau memang hebat, tapi
sayang, kemampuanmu tak dapat menandingi golok
saktiku!
Opo:
Ho oh, mana mana jo pa ngana.
Trotoar:
Hahaha akulah Trotoar, pendekar terhebat di tanah ini!
(Lumilumut dan Karim A masuk)
Lumilumut:
Trotoar untunglah kau selamat.
Trotoar:
Lumut sekarang tidak ada lagi yang akan
mengganggumu
(Trotoar berlari ke sudut panggung, Trotoar ke sudut
panggung yang satunya lagi)
(GAYA DRAMA MURAHAN ON)
Lumilumut:

Oh Trotoar
Trotoar:
Oh Lumut
(Dialog diulang-ulang selama Trotoar dan Lumilumut
saling mendekat)
Trotoar:
Oh Lumut ada yang ingin aku katakan padamu
Lumilumut:
Katakanlah wahai Trotoar pahlawanku katakanlah
Trotoar:
Sebenarnya aku
Lumilumut:
Katakanlah Katakan jangan ragu
Trotoar:
Sebenarnya aku mencintai.
Lumilumut:
Oh aku juga mencintaimu
(bergerak memeluk Trotoar)
Trotoar:
(menghindar dari pelukan Lumilumut)
Karim!

(Trotoar dan Karim A saling berpegangan tangan dengan


mesra.)
Lumilumut:
(menangis, kemudian mendekati mayat Opo, mengambil
pedangnya)
(bersuara lirih)
Kalu memang nda ada yg cinta pa kita, lebe bae mati!
(Trotoar dan Karim A tidak mempedulikan)
(senyap)
Lumilumut:
(bersuara lebih keras)
Kalu memang nda ada yg cinta pa kita, lebe bae mati!
(Trotoar dan Karim A tidak mempedulikan)
(senyap)
Lumilumut:
(Berteriak keras)
Woi, mo bunuh diri kita!
(Trotoar kaget dan bergegas mencegah Lumilumut bunuh
diri, namun terlambat, Lumilumut terlanjur mati duluan)
Karim A:

Mati dia?
Trotoar:
Io
Karim:
Yah noh, rusak cirita.
Trotoar:
Adoh, kong bagimana dang ini?
Biar besae, mar cuma dia satu-satunya parampuang di
tanah ini.
(Berteriak sambil menghadap langit)
Kong bagimana torang mo membangun peradaban
daaaaaaang!
NARRATOR:
Demikianlah akhir dari cerita ini. Trotoar hidup berdua
dengan Karim sampai saatnya Toar dan Lumimuut datang
ke tanah ini dan membangun peradaban Minahasa.

Anda mungkin juga menyukai