1. TERANG BULAN
***
2. MENCEGAT PARA PANGERAN DI GERBANG
Panji Tumbal menunggu kedatangan para pangeran yang akan
menghadiri pesta ulang tahun raja di depan gerbang istana yang
dijaga oleh dua orang pengawal.
Aryo Sumbu dan Aryo Jambu lewat, masuk ke dalam gerbang.
Panji Sakti dan Siti Asasin lewat, masuk ke dalam gerbang.
Aryo Bungsu lewat, masuk ke dalam gerbang.
Muncul Pangeran Rebo. Ia dicegat Panji Tumbal.
PANJI TUMBAL: Maaf, Pangeran, apa boleh saya bicara?
PANGERAN REBO: (berhenti dan menanggapi) Ah! Panji
Tumbal! Tentu saja. Tetapi, kenapa mesti di sini?
PANJI TUMBAL: Ini mendesak. Dan. Darurat.
DODOT:
Mengunjungi
rumah
pahlawan
TUMBAL:
Aduh,
belum
lagi
saya
berhasil
kepada
Pangeran
Rebo.
Beliau
kelihatan
RESO: Rupanya Raja Tua sudah tidak lagi tajam dalam melihat
kenyataan.. Anda ingin menjadi raja? --- Tidak, bukan?
PANJI TUMBAL: Tentu saja tidak.
RESO: Memang sudah saya duga. Lalu siapa calon Anda?
PANJI TUMBAL: Terserah kepada para pangeran nanti.
Hari ini mereka akan berbincang.
RESO: Penting. Itu penting.
PANJI TUMBAL: Itulah sebabnya Anda harus merestui saya.
RESO: Saya akan mengirim seribu tail emas Cina kepada Anda.
PANJI TUMBAL: Aduh, sungguh tidak saya sangka. Inilah
sikap yang jelas dan nyata.
RESO: Saya orang yang tegas.
PANJI TUMBAL: Memang! Aduh, Panji Reso, saya sangat
terharu dan sangat berterima kasih. Saya tidak akan melupakan
budi Anda untuk selama-lamanya.
RESO: Tapi, saya punya syarat.
PANJI TUMBAL: Apa itu?
RESO: Rahasiakan hubungan Anda dengan saya. Rahasiakan
semuanya ini. Sebab saya masih ingin main di dalam permainan
edan ini. --- Emas itu akan segera saya sampaikan kepada Anda.
PANJI TUMBAL: Saya paham dan setuju. Secara rahasia saya
akan menghubungi Anda lagi.
***
Tua
bertarung
dengan
Pangeran
Kembar
untuk
Seperti
gada
dari
besi.
Untunglah
hamba
bisa
RAJA TUA: Terima kasih, Aryo Lembu. Kita telah bersamasama membangun negeri ini. Kita dulu bersama-sama mengusir
penjajahan bangsa asing dari tanah air kita. --- Di hari ini saya
tegaskan, janganlah kita mengurangi kewaspadaan. Bahaya
penyusupan asing masih selalu mengancam. Karena itu, para
senapati harus mampu mendampingi aku dalam menjaga keutuhan
negara. Ingatlah pedoman pembangunan negara yang telah kita
tetapkan: tertib, rapi, aman, dan sejahtera.
ARYO LEMBU: Tertib, rapi, aman, dan sejahtera!
RESO: Yang Mulia, sebagai tetua dari semua panji, hamba
mengaturkan selamat ulang tahun, semoga panjang umur, selalu
jaya dan sentosa. Tadi malam bulan purnama. Hamba bermimpi
bulan turun ke atap istana. Lalu, bunga-bunga bertaburan di atas
peraduan Sri Baginda. Dan, burung dara putih hinggap di atas
tahta. Inilah firasat kemuliaan Paduka.
RAJA TUA: Bagus. Terima kasih. Pahlawan perang seperti kamu
memang sudah jelas jasanya. Sumbanganmu kepada negara dalam
menundukkan pemberontakan di Tegalwurung bersama dengan
Panji Tumbal telah kami beri anugerah sepantasnya. --- Di mana
Panji Tumbal?
RESO: Barangkali ia terlambat datang, Yang Mulia. Maklum
tugasnya berat di Tegalwurung, dan ia punya sifat yang tekun.
BONDO:
Panji
Bondo,
Adipati
Sendang
Pitu,
Yang
Mulia,
hamba
menghadap
mempersembahkan surat.
RAJA TUA: Reso, bawa dia kemari.
RESO: Baik, Yang Mulia. Kemari kamu! Bicara!
untuk
memungut
surat
itu
dari
Jagabaya,
lalu
baru
saja
mengusulkan
untuk
berunding
dengan
pemberontak.
RATU DARA: Paduka mencurigai putraku? Padahal, saya baru
saja membuktikan kesetiaan kepada tahta dan negara.
RAJA TUA: Aku tidak menyangsikan kamu dan tidak
melupakan jasamu. Aku juga tidak mencurigai Pangeran Rebo.
Tetapi, ini langkah pengamanan. Jangan kamu memohon lebih
jauh lagi untuk putramu! --Pangeran Rebo! Jangan kamu beranjak dari ibu kota, dan setiap
hari kamu harus melapor ke Balai Penghadapan sebagaimana para
panji! --- Pangeran Bindi! Laksanakan tugasmu. Tumpas
pemberontakan Panji Tumbal. Dan, amankan setiap kadipaten
yang kamu lewati di sepanjang jalan.
***
RATU
KENARI:
Kamu
berdua
berjuanglah
baik-baik.
RATU KENARI: Oleh karena itu, pertahankan diri Kalian baikbaik. Jagalah keselamatan diri Kalian lahir dan batin. Berilah
pelajaran kepada Panji Tumbal. Buktikan bahwa wahyu berada di
pihak ayahanda Kalian, Sri Baginda Raja.
Suara bende bertalu-talu.
RATU KENARI: Pergilah, anak-anakku! Membela raja adalah
mengabdi ketertiban dunia.
***
6. PANGERAN REBO DAN RATU DARA
RATU DARA: Kamu muram karena harga dirimu sebagai lelaki
dan sebagai pangeran terpukul habis.
REBO: Ibuku! Saya tidak peduli dengan harga diri. Semua yang
ada harganya bisa dibeli, bisa dihias, dan bisa dirias! --- Saya
terluka. Sri Baginda tidak adil terhadap saya.
RATU DARA: Jangan main pikiran separuh-separuh. Harga diri
bisa saja dikaitkan dengan nilai yang tidak pasaran. Seperti halnya
kamu, kamu kaitkan dengan rasa keadilan. Tapi, masalah yang
ingin aku bicarakan sebetulnya ini: kamu muram, kamu terpukul,
dan alasannya ada. Tetapi, jangan terlalu lama, anakku! Kamu
itu.
Aku
menuntut
agar
antara
ketiga
istri
***
7. DUA PANGERAN YANG SAKIT HATI
Pasukan berangkat dengan segenap kebesaran. Genderang.
Nafiri. Panji-panji. --- Sesudah semuanya berlalu, tinggallah
Pangeran Gada dan Pangeran Dodot dengan wajah yang muram.
GADA: Wajahmu muram.
DODOT: Begitu juga wajah Kakanda.
GADA: Keadaan buruk.
DODOT: Ya, keadaan memang buruk.
GADA: Keadaan tidak bisa diteruskan seperti ini. Laporan para
adipati harus diindahkan. Kebutuhan setiap kadipaten harus
dipenuhi. Kalau tidak, keutuhan justru akan berantakan. Kepala
memang penting, tetapi kaki dan tangan tak boleh diabaikan.
Kalau kaki dan tangan rusak, biarpun kepala tetap utuh, diri kita
menjadi lumpuh.
DODOT: Sudah jelas. Terlalu jelas.
GADA: Rupanya kita sepaham.
DODOT: Cara berpikir kita serupa.
GADA: Tetapi, Sri Baginda Raja, ayahanda kita, sangat berbeda
sikap dan pendapatnya.
Pangeran
Rebo
lemah.
Dan,
ayahanda
telah
otakku. --- Haaah! Aku melihat telaga darah dengan bunga teratai
putih yang mengapung di permukaannya. --- Aku melihat lima
bidadari mandi di telaga darah. Mereka bercengkerama. Tubuh
mereka seperti gading yang halus, licin, dan mengkilat. Dan,
wajah mereka kelimanya sama. Mirip. Serupa. Lima bidadari
kembar. --- Wajah mereka seperti wajah yang sudah aku kenal. Ya,
wajah yang aku kenal, entah di mana. Ah! Kecantikan yang nyata
tapi tak terjamah! --- Hai! Ini tata warna birahi ataukah suasana
medan laga? --- Merah, kuning, ungu, jingga, lila. Oooo, indah!
Merah. Merah. Telaga merah. Langit merah. Apa pula itu? Astaga!
Aku lihat tahta mengambang di telaga berdarah. --- Oh! Pesona
yang mengagumkan! --- Tahta itu menuju kemari. Ia melaju ke
arahku. Dihembus angin ke arahku! Aaak --Mimpiku sirna. Dahsyat. Apakah arti mimpiku ini? Telaga darah,
teratai, bidadari, dan tahta. Apakah arti semuanya ini? --- Tahta!
Siapa yang tidak menginginkan tahta? Aku menginginkan tahta!
Sri Baginda Raja telah tua. Ia mulai pikun. Pikun dan ngawur!
Para senapati resah. Para adipati resah. Pemberontakan terjadi.
Dan, para pangeran itu tak akan becus mengatasi keadaan.
Aku akan lebih becus menjadi raja. Sayang, aku cuma seorang
panji! --- Tetapi, aku punya akal. Kekacauan di negara ini justru
akan memberi jalan kepadaku. Rintanganku yang utama hanyalah
para pangeran. --- Nanti, aku cari jalan!
NYI RESO: Biasanya, kalau ada badai dan topan orang berteduh
dulu. Baru setelah topan dan badai reda orang meneruskan
perjalanannya.
RESO: Jangan menilai. Jangan menerka. Kamu kekurangan
bahan.
NYI RESO: Bertahun-tahun saya hidup mendampingi Kakanda
dengan jantung yang berdebar-debar.
RESO: Setiap orang punya kewajiban yang harus diselesaikan.
NYI RESO: Sungguh sayang kandunganku gersang.
RESO: Siapa tahu justru benihku yang gersang. --- Tidak punya
anak tidak lagi menjadi masalah dalam hidupku.
NYI RESO: Sangat sering Kakanda duduk melamun.
RESO: Hm.
NYI
RESO:
Kelakuan
Kakanda
banyak
menimbulkan
RESO: Jangan cengeng. Aku tidak kecewa kepada apa saja.--Aku prihatin. --- Aku punya cita-cita.
NYI RESO: Semua cita-cita sudah Kakanda capai. Kakanda
sudah mulia dan jaya. Semua orang menaruh rasa segan dan
hormat kepada Kakanda. Sekarang masih kurang apa?
RESO: Di balik gunung ada gunung, di balik cakrawala ada
cakrawala.
NYI RESO: Apakah yang Kakanda lihat di sana?
RESO: Tahta raja.
NYI RESO: Duh Gusti Jagat Dewa Batara!
RESO: Astaga! Kenapa kamu harus tahu! --- Cita-cita itu seperti
rajawali galak yang menggelepar-gelepar di dalam dadaku. Kini,
akhirnya lepas terbang, keluar dari kerongkonganku. --- Nyi Mas,
kalau kamu ingin aku selamat, jangan kamu buka rahasia batinku
ini.
NYI RESO: Hati-hati, Kakanda! Saya tidak bisa membayangkan
apa-apa, tetapi perasaan saya keruh dan rasa kecut mengalir ke
dalam mulut saya. --- Di depan Kakanda terbentang kenyataan ada
enam orang pangeran berdiri di sekeliling tahta, sedang di atas
tahta duduk seorang raja yang sakti mandraguna. Dan, mereka
semua dijaga oleh para senapati. --- Duh Gusti Jagat Dewa Batara!
Kini terbayang oleh saya banjir darah dan kilatan pedang.
saya. --- Duh Gusti Jagat Dewa Batara, saya tak kuat lagi
menanggung malu.
RAJA TUA: Nanti dulu!!
RESO: Yang Mulia, ada lagi penderitaan batin saya. Di rumah
saya berkaca. Saya kaget, kok kenyataannya saya sudah berubah
tua. Di dalam diri saya masih menggelegak jiwa kesatria yang
selalu membela raja, sebagaimana pernah saya buktikan di
pelbagai medan laga. Sebenarnya, saya pun sangat bernafsu untuk
memenggal kepala Panji Tumbal. Tetapi, apa boleh buat, bintangbintang yang lebih muda banyak yang muncul sehingga Sri
Baginda tak perlu lagi memakai pengalaman orang tua seperti
saya.
RAJA TUA: Salah! Salah! --- Orang tua dalam banyak hal lebih
hebat dari orang muda. Satu, karena pengalaman. Dua, karena
sudah teruji! --- Kamu lihat tidak, bagaimana dengan gampang aku
merobohkan putraku?
RESO: Hamba memang melihat bagaimana usia makin membuat
Baginda tenang dan matang.
RAJA TUA: Tentu saja. Itu akibat dari godokan waktu.
RESO: Yang tidak bisa dicapai oleh orang muda.
RAJA TUA: Sebab belum sampai pengalamannya.
RESO: Betul Yang Mulia. Orang tua memang merupakan
kekayaan negara.
RAJA TUA: Tepat, Reso! Tepat! --- jadi tidak mungkin kamu
tidak saya pakai karena usiamu. Apalagi, sebetulnya, kamu kan
belum terlalu tua.
RESO: Memang belum matang dan mengkilat seperti Yang
Mulia.
RAJA TUA: Kalau kamu tekun menghayati kehidupan, kamu
pun akan bisa seperti saya.
RESO: Tetapi, kenapa hamba sekarang kena hukuman, Yang
Mulia!
RAJA TUA: Tidak! Tidak! Kamu tidak dihukum. Soalnya, aku
lagi marah-marah waktu itu. Kalau aku lagi marah jangan kamu
suka nimbrung. Sebab kamu kan melihat sendiri bagaimana kalau
aku marah.
RESO: Hal itu akan menjadi pelajaran bagi hamba. Hamba tidak
akan mengulangi lagi. --- Tetapi, sekarang bagaimana nasib
hamba?
RAJA TUA: Kamu diampuni. Kamu sudah bebas seperti biasa.
--- Aryo Bungsu!
BUNGSU: Yang Mulia!
RAJA TUA: Jelas, ya, Panji Reso sudah aku ampuni.
BUNGSU: Baik, Yang Mulia!
Semuanya
baik.
Masing-masing
menempati
lebih terbuka kepada hamba, dan lalu akan mengutarakan isi hati
yang sebenarnya.
RAJA TUA: Kalau begitu kamu saja yang aku serahi tugas
menyelidiki.
RESO: Sanggup, Yang Mulia.
RAJA TUA: Bagus! Coba juga kamu telaah seberapa jauh
pengaruh Ratu Dara kepadanya. --- Kamu tahu ibunya itu sangat
keras kemauannya, dan, juga, orangnya penuh dengan cita-cita.
Banyak wawasannya yang bagus, tetapi sangat sering ia,
kelihatannya, asal mau menang sendiri.
RESO: Apakah Sri Baginda mencurigai Sri Ratu Dara?
RAJA TUA: Aku tak tahu bagaimana merumuskannya, tetapi
jelas ia ingin anaknya nanti menggantikan aku menjadi raja. Aku
cuma khawatir kalau-kalau ia kurang sabar dalam mewujudkan
cita-citanya.
RESO: Hamba paham maksud paduka. Tetapi, apakah sudah ada
gejala yang menunjukkan ketidaksabaran seperti itu?
RAJA TUA: Lho, itulah tugasmu untuk menyelidikinya!
RESO: Hamba sanggup, Yang Mulia! Hanya saja, bila
diperkenankan hamba mohon Panji Sekti membantu hamba.
RAJA TUA: Panji Sekti?
RESO: Seorang panji istana juga, urusan jaga gerbang dan ronda
istana. Hamba berani menanggung dengan mempertaruhkan
kepala hamba bahwa ia patuh dan setia kepada Paduka.
RAJA TUA: Kalau kamu sudah berani menanggung, aku pun
membebaskannya juga. --- Baik, biar ia membantu kamu.
RESO: Terima kasih, Yang Mulia.
RAJA TUA: Sekalian bantu aku mengawasi para panji itu! --Aryo Bungsu, catat semua keputusanku ini!
BUNGSU: Hamba perhatikan, Yang Mulia!
RAJA TUA: Panji Reso, segera mulailah bekerja! Sewaktuwaktu kamu bebas menghadap aku!
RESO: Hamba merasa syukur dan bangga, Sri Baginda.
***
13. BERTUKAR PESAN DI HALAMAN ISTANA
Panji Reso bertemu dengan Panji Sekti di halaman istana.
SEKTI: Salam, Panji Reso.
RESO: Salam, Panji Sekti. Hari cerah, bukan?
SEKTI: Kita tidak bisa bicara di sini terlalu lama. Mereka
mengamati kita.
RESO: Tidak. Kita sudah bebas sekarang.
SEKTI: Jangan bikin kaget.
RESO:
Anda
selalu
gampang
kaget.
Tetapi,
begitulah
akan
mengamankan
mengutus
dan
empat
memeriksa
orang
kadipaten
senapati
untuk
masing-masing.
patuh dan setia kepada Sri Baginda. Jauhi hubungan dengan para
senapati dan pangeran yang resah. Tolak semua pendekatan dan
ajakan mereka. Tegaskan, akulah pusat pimpinan gerakan para
panji. Aba-aba yang harus dipatuhi hanyalah aba-aba dari aku! --Jelas?
SEKTI: Jelas, dan sudah saya hafalkan seketika. --- sebelum
saya berangkat, saya akan menyampaikan pesan dari Aryo Gundu.
Ia menunggu Anda di Serambi Balai Senjata. Sekarang giliran dia
untuk memimpin ronda dan jaga istana.
RESO: Aku akan mampir ke sana.
SEKTI: Sampai jumpa!
RESO: Sampai jumpa! Sekarang menghadapi macan. Terhadap
macan harus aku pakai cara yang lain lagi.
***
14. RUBAH DAN MACAN
Di Serambi Balai Senjata. Aryo Gundu didatangi Panji Reso.
RESO: Salam, Aryo Gundu.
GUNDU: Salam, Panji Reso.
RESO: Mencari aku?
GUNDU: Ya, memang! --- Di sini kita aman bicara. Saya sudah
menyiapkan semuanya.
REBO: Laporan dari Panji Tumbal, Panji Simo, dan Panji Ombo
sudah bertubi-tubi dipersembahkan kepada Sri Baginda. Semua
menyangkut saran mengenai kebijaksanaan yang seyogyanya
diterapkan di Kadipaten untuk memperbaiki keadaan.
RESO: Dan, saran-saran itu semuanya masuk di akal. Bagus
untuk kesehatan negara.
REBO: Tetapi, Sri Baginda hanya menyukai orang seperti
Pangeran Bindi. Suka olahraga dan selalu meng-iya-kan kata-kata
raja. --- Banyak orang mengira dialah calon raja untuk putra
mahkota.
REBO: Tetapi, ia bukan putra tertua.
RESO: Namun, dari istri yang pertama.
REBO: Menurut ibundaku, Baginda sudah mengumumkan ke
seluruh negara bahwa di antara para istri tak ada yang mempunyai
kedudukan pertama.
RESO: Itu betul. Antara lain sayalah saksinya. --- pangeran
Rebo, Anda merasa lebih berhak menjadi putra mahkota, bukan?
REBO: Ini bukan masalah keinginanku. Tetapi, dalam urusan
negara, segala sesuatu harus ada dasar dan alasannya.
RESO: Begitulah juga dasar pemikiran para Panji dan Adipati.
--- kami lebih menyukai Anda sebagai putra mahkota.
REBO: Kita harus hati-hati berpendapat dalam hal ini. Jangan
sampai terdengar raja dan beliau salah tangan.
***
16. KONON SITI ASASIN
Di rumah Panji Sekti. Seorang abdi membawa Siti Asasin
menghadap Panji Sekti.
ABDI: Hamba kembali, Raden!
SEKTI: Sudah kamu jumpai Siti Asasin?
ABDI: Tugas sudah saya selesaikan. Hadiah dari Raden sudah
saya sampaikan. Bahkan, sekarang orangnya ikut bersama saya.
SEKTI: Siapa?
ABDI: Siti Asasin, pembunuh bayaran itu, raden. Ia menunggu di
Pringgitan.
SEKTI: Sekarang kamu pergi, dan suruh ia masuk kemari.
ABDI: Baik, Raden.
Abdi pergi. Panji Sekti membenahi dandanannya. Siti Asasin
masuk.
ASASIN: Hormat saya, Raden.
SEKTI: Siti Asasin, kamu bikin saya kaget.
ASASIN: Bukankah Raden memanggil saya?
SEKTI: Betul! Betul! --- Tetapi, tidak saya duga secepat ini
kamu datang. Wah, saya telah merepotkan kamu.
serba
lancar.
Namun,
jangan
kamu
ragukan
tekad
yang
kuat.
Tetapi,
beliau
tidak
Gagasan
yang
bagus.
Pangeran
Rebo
memang
bahwa
permaisurinya
tidak
ada.
Dan,
RESO: Saya yakin kita bersama lebih kuat dari mereka. Sebagai
prajurit kita lebih utuh, tanpa noda, dan rakyat lebih suka kepada
kita.
Aryo Bungsu masuk.
BUNGSU: Salam!
SEMUA: Salam!
BUNGSU: Lihatlah, semua panji berada di sini.
RESO: Aku yang mengumpulkan mereka.
Rupanya mereka menyimpan rahasia yang baru sekarang aku
ketahui.
BUNGSU: Tentang pengkhianatan Pangeran Gada, Pangeran
Dodot, dan dua orang senapati?
RESO: Ya! Dan, dua orang senapati!
BUNGSU: Saya membawa perintah dari raja. Para Panji
dititahkan menghadap ke istana.
RESO: Kapan?
BUNGSU: Sekarang. Bersama saya!
RESO: Teman-teman, kita berangkat bersama.
***
20. BERHALA YANG MURKA
Jadi,
aku
tahu
banyak
rahasia
dan
niat
yang
TUA:
Bagaimana
pendapatmu,
Ratu
Dara?
RESO: Hm.
SEKTI: Sebenarnya saya kaget.
RESO: Kaget lagi?
SEKTI: Karena saya diangkat menjadi Senapati Pasukan
Berkuda.
RESO: Syukuri kesempatan yang baik.
SEKTI: Tetapi, seumur hidup saya belum pernah naik kuda.
RESO: Hm. Tadi pagi Anda berkata, ada masalah yang akan
Anda utarakan.
SEKTI: Ya, ada! Selama saya menjalankan tugas yang Anda
berikan saya dibantu oleh seorang pembunuh bayaran.
RESO: Hm.
SEKTI: Ia sangat ahli mengintai, menyelinap, mencuri, dan
membunuh. Tanpa meninggalkan jejak! Sudah sejak dulu ia
membantu saya. Dan, sekarang, kalau Anda menganggap perlu,
jangan ragu-ragu memakai tenaganya. Ia bisa dipercaya.
RESO: Hm.
SEKTI: Pangeran Bindi.. Sri Baginda
RESO: Hm. --- Siapa namanya?
SEKTI: Kalau Anda mau, bahkan Anda bisa bertemu orangnya.
RESO: Di mana?
SEKTI: Di sini.
RESO: Mana dia?
Mereka
akan
membantu
kita
melakukan
gerakan
***
23. BULAN DI SAAT TERANG TANAH
Di suatu tempat, di saat terang tanah. Aryo Reso berdiri
mengangkang.
Kepala
tunduk
menatap
tanah.
Napasnya
(membelai
suaminya)
Kakanda,
saya
sangat
dari kembennya) Lihatlah, ini racun yang tidak jadi saya minum.
Apakah Kakanda akan tega kalau melihat saya bunuh diri?
(mengusap wajah suaminya) Ia sangat tenang kalau tidur begini.
Kalau ia seperti ini saya akan bisa memilikinya seluruhnya, dan
selama-lamanya. (menusuk leher suaminya pelan dengan jari)
Kalau saya tusuk di sini, akan mati dan tidak bisa lari lagi dari
tanganku. --- Begitu pulas Kakanda tidur sehingga walau dibunuh
tak merasa apa-apa. (memandangi botol racun dengan tegang)
Duh Gusti Jagat Dewa Batara, hanya bila ia mati saya bisa bulatbulat memilikinya. (dengan tegang dan pelan-pelan ia buka
tutup botol racun, lalu membuka bibir bawah Aryo reso dan
meneteskan beberapa tetes cairan racun ke mulutnya. Aryo Reso
bereaksi sedikit dengan mengecap-ngecapkan mulutnya dan
secara refleks menelan racun itu) --- Cukup tiga tetes dulu.
Rasanya manis. Ia akan bermimpi minum madu. Kalau saya bunuh
dia seketika, akan ketahuan orang. Setiap hari akan saya tuang tiga
tetes ke dalam minumannya. Itu akan membuat ia pelan-pelan
sakit, dan lalu, akhirnya akan mati dengan kelihatan wajar.
(membelai-belai suaminya) Maaf, Kakanda berani membulatkan
tekad untuk mengejar cita-cita, yaitu tahta. Saya juga sudah
membulatkan tekad untuk mengejar cita-cita, yaitu memiliki
Kanda seluruhnya.
***
***
26. BERHALA YANG RETAK
Di Balai Penghadapan. Raja Tua dan Aryo Reso minum arak
bersama. Malam hari.
RAJA TUA: (sambil minum) Aku puas dengan kesetiaan para
panji. Tadi pagi, datang utusan yang membawa surat dari Aryo
Lembu. Ia melaporkan bahwa Kadipaten Watu Limo, Sendang
Pitu, dan Winongo dalam keadaan baik.
RESO: Hamba sudah dengar hal itu. Hamba ikut gembira.
RAJA TUA: Aku dengar para adipati masih di sini.
RESO: Justru karena mereka mendengar bahwa di kadipaten
mereka dalam keadaan baik-baik saja, maka mereka masih ingin
menikmati ibu kota.
RAJA TUA: Bagus. Bagus. --- Ayo, minum. Panji Simo dan
Panji Ombo belum juga kembali dari Hutan Roban.
RESO: Tiga hari perjalanan ke sana, dan tiga hari lagi ke mari.
Ditambah satu hari istirahat di hutan setelah mereka bertempur,
sambil meramu obat untuk mengawetkan kepala-kepala yang
mereka penggal.
RAJA TUA: Ya! (minum lagi) Kepala-kepala pengkhianat itu!
Aku ingat bagaimana dulu aku melakukan perjalanan untuk
menyatukan
pihak yang
menginginkan
entah
iblis
ia
telah menolong
aku
untuk
ternyata sama wajarnya dengan jilat-menjilat atau sogokmenyogok, sebagai bayaran untuk tercapainya satu tujuan. --Sudah begitu jauh. Apakah terlalu jauh? Alangkah dalam luka
batinku. Tetapi, aku bukan anak kemarin sore! Biarpun hancur aku
tak akan mundur. Seandainya pun dikalahkan tidak mungkin aku
ditundukkan.
***
29. MEMPERSEMBAHKAN KEPALA KEPADA RAJA
Genderang dan nafiri. Suasana kemenangan. Panji-panji, tombak,
dan segala macam senjata. --- Di Balai Penghadapan para panji
siap duduk di lantai, lalu masuklah Raja Tua diiringi Ratu Dara
dan Pangeran Rebo.
RAJA TUA: Selamat datang, pahlawanku! Dari suara genderang
dan gaya tingkah lakumu aku tahu bahwa Kalian telah menang.
Tugas telah Kalian tunaikan.
SIMO: Pertama-tama, hamba mengaturkan hormat kepada Sri
Baginda Raja. Sesudah itu kami memang ingin melaporkan bahwa
tugas telah kami tunaikan. Empat buah kepala yang Paduka
titahkan untuk dipenggal telah kami bawa.
RAJA TUA: Pancangkan kepala-kepala itu di atas tombak dan
pajanglah di alun-alun. Supaya rakyat tahu bagaimana jadinya
beliau
mengeluarkan
keris
kecil
dan menikam
jantungnya sendiri.
DARA: Duh Gusti Jagat Dewa Batara!
RAJA
TUA:
Aaaaak!
(menubruk
punggawa
mau
Tapi nasib Kalian sudah baik. Lahir sebagai pangeran dan pandai
menjalankan kewajiban. Sudah itu saja cukup. Jangan Kalian ikut
gerakan yang mokal-mokal. Serahkan hal yang tidak beres kepada
yang berhak dan berkewajiban mengatur. Kalian urus saja bagian
Kalian baik-baik dan lalu pulang, beristirahat, dan bergembira
bersama Ibu. Yang mau jadi pahlawan biarkan saja menjadi
pahlawan, tetapi Kalian cukup menjadi pangeran. Syukurilah nasib
Kalian yang baik ini. Tidak semua orang lahir sebagai pangeran.
Duh Gusti, saya terima nasibku sebagai istri raja yang kesepian.
Saya cukup bahagia asal saja saya tidak kehilangan putra-putra
saya. Tetapi sekarang ini, Duh Gusti, saya merasa ngeri di sini.
***
32. KETEGANGAN DI BANGSAL KEPANJEN
Sementara para prajurit berpesta, tokoh Gerakan Panji
berkumpul menunggu waktu.
SIMO: Jelas sudah. Sri Baginda menginginkan Pangeran Bindi
menjadi putra mahkota.
RESO:
Tenang!
Rencana
akan
berjalan
sebagaimana
dijadwalkan.
SIMO: Bagus. --- Meskipun agak terlambat saya mengucapkan
rasa berduka cita atas wafatnya Nyi Mas Reso.
***
34. PANJI TUMBAL TERPUKUL LAGI
Pagi hari. Di Kadipaten Tegalwurung. Panji Tumbal duduk di
tahta Kadipaten dihadap mata-mata.
TUMBAL: Mata-mata, kedatanganmu aku sambut dengan
gembira. Juga aku terharu akan keadaanmu.
MATA-MATA: Jangan dipikirkan keadaan saya, Raden. Saya
ikhlas dan gembira di dalam menjalankan kewajiban.
TUMBAL: Sudah tampak besar kandunganmu.
MATA-MATA: Tetapi, justru kandungan saya ini yang
memudahkan saya untuk menyelinap ke sana kemari.
TUMBAL: Aku tidak akan melupakan jasamu, Mata-mata.
MATA-MATA: Terima kasih, Raden.
TUMBAL: Sekarang apa yang hendak kamu katakan?
MATA-MATA: Aryo Gundu, Aryo Ronin, Pangeran Gada, dan
Pangeran Dodot sebenarnya akan bergabung dengan Anda.
TUMBAL: Memang, begitulah janji mereka. Dan, sekarang
dalam keadaan gawat ini aku menunggu kedatangan mereka.
MATA-MATA: Mereka tak akan datang. Panji Reso menjebak
dan mengkhianati mereka.
Itu
sekadar
dugaan.
Tetapi,
memang
masih
pengepungan.
muda,
ternyata
sangat
pandai
memimpin
Terima
kasih.
Sementara
aku
menghadapi
BOLO: Ya, kita bayangkan. Tetapi, tidak sejauh ini. --- Sekarang,
kita harus membicarakan hal itu dengan lebih teliti.
SEKTI: Saya setuju dengan isi semangat dan maksud Aryo Bolo.
--- Aryo Reso, kenapa sampai sejauh ini kita meleset dalam
menilai orang?
OMBO: Betul! Terus terang saja memang meleset jauh. Lantas
kenapa jadi begini?
RESO:
Rupanya,
tahta
memang
bukan
tempat
duduk
Tetapi,
semuanya
sudah
terlanjur.
Kita
harus
Mudah-mudahan
Anda
tidak
salah
memandang.
RESO: Selamat.
BOLO: Aryo Reso dan Aryo Sekti, selamat tinggal. --- Saya
mencium ada masalah gawat. Ini saya ucapkan dengan kegagahan.
Saya tidak hanya memprihatinkan Sri Baginda, tetapi saya kaget
melihat perkembangan diri teman-teman. Cacat-cacat yang dulu
tidak tampak di saat hidup dalam tekanan, kini muncul justru di
saat kita sudah menang. Banyak orang yang kuat menghadapi
tekanan, tetapi berantakan di dalam kemenangan.
RESO: Anda meragukan diriku?
BOLO: Saya mendapat firasat bahwa kita harus sama-sama
waspada. Apakah Anda tersinggung oleh ucapan saya?
RESO: Tidak! Anda telah merumuskan pikiran Anda dengan
baik. Aku memahami.
BOLO: Terima kasih. Kita sama-sama berdoa!
RESO: Tepat!
SEKTI: Saya sangat terkesan pada ucapan Aryo Bolo. Wataknya
baik.
RESO: Ya! Ia orang baik.
SEKTI: Sungguh berat tanggung jawab Anda.
RESO: Hm.
SEKTI: Apakah Anda merasa kesepian sesudah hidup sendirian
sebagai duda selama beberapa hari ini?
RESO: Tidak.
Kita
harus
segera
menikah,
semata-mata
demi
nalar yang lebih bisa diterima orang banyak. Apalagi, bila raja
berfirman bahwa Bagindalah yang menghendaki pernikahan ini.
REBO: Sekarang apa yang harus aku katakan?
RESO: Katakan ya, Yang Mulia. Sebab, kalau tidak, lebih baik
hamba meletakkan jabatan dan pergi bertani.
DARA: Ke mana Anda pergi akan saya ikuti.
RAJA: Oh, jadi aku dipojokkan! --- Baiklah, kalau memang
demi kerajaan Kalian aku kawinkan.
RESO: Terima kasih, yang Mulia!
DARA: Untuk selanjutnya, kita bertiga akan merupakan
persekutuan yang kuat yang memimpin kerajaan.
RAJA: Ternyata, menjadi raja itu lain dari yang aku bayangkan.
Aku merasa jalan hidupku telah membelok dengan tiba-tiba. Dan,
membawaku ke alam yang ganjil yang aku tidak mengerti sama
sekali. --- Sejak aku menjadi raja, hidupku, hidup orang yang
terperanjat.
***
38. DIBAWA BADAI KE SANA KEMARI
Siang hari. Di Balai Penghadapan. Ratu Kenari, Aryo Sekti, dan
beberapa pembesar ada di situ menghadap raja yang didampingi
Ratu Dara dan Aryo Reso.
RAJA: Perkawinan Aryo Reso dan Ratu Dara yang terjadi tiga
hari yang lalu, sebagaimana telah aku katakan, atas kehendakku.
Aku masih muda, tetapi aku tidak merasa kikuk atau gentar untuk
menjadi raja yang menguasai kerajaan yang luas dan besar ini.
Sebab, aku dibantu sepenuhnya oleh Aryo Reso, pahlawan besar
kerajaan, yang kini menjadi ayahku. Kini, tahta raja akan lebih
teguh dan sentosa. --- Sebagai penasihat dan pemangku raja, Aryo
Reso tidak lagi bernama Aryo Reso. Aku, kini, menganugerahinya
gelar yang sesuai dengan kedudukannya sebagai ayahku.
Sekarang, nama dan gelarnya adalah Panembahan Reso. --Sedang untuk diriku sendiri, kini aku juga mengambil keputusan
yang baru. Sejak kini, namaku bukan lagi Mahesa Kapuranta,
tetapi aku ganti menjadi Maharaja Gajah Jenar. --- Sudah saatnya,
aku menyadari dengan tegas bahwa aku raja satu-satunya di
wilayah kerajaan yang luas ini. Adanya kekuasaan tandingan tidak
aku izinkan. --- Oleh karena itu, aku mendesak perlu segera
adanya tanggapan yang tegas dari Panji Tumbal, Pangeran Bindi,
dan Pangeran Kembar terhadap tahtaku. Kalau mereka mengakui
kewibawaan tahtaku, maka harus segera datang menghadap
kemari dan menyatakan pengakuannya. Sedangkan, kalau mereka
melawan tahta, kepala mereka akan dipenggal. Tugas untuk
menyampaikan firmanku ini aku serahkan kepada Panembahan
Reso yang akan menunjuk para utusan.
bisa membayangkan
ini,
pasukan
kami
sedang
bersuka-ria
menari
mengitarinya.
BINDI: Inilah salah satu kemenangan yang penting di dalam
hidup kita. Adinda kembarku, aku sangat bangga pada Kalian
berduka cita. Kemudian beliau bunuh diri di halaman istana. --Tak lama kemudian Sri Baginda juga wafat.
KEMBAR I: Kita bertiga kehilangan raja dan bapak. Tetapi,
kemalangan Anda ditambah dengan kehilangan ibunda dan adik
kandung.
BINDI: Tidak hanya itu! Karena, ternyata, aku juga kehilangan
tahta! (kedua Pangeran Kembar tertegun) --- Panji Reso dan
para adipati telah merajakan Pangeran Rebo. Si dungu yang
seharusnya duduk di keranjang sampah itu kini duduk di atas
tahta.
KEMBAR II: Saya bisa membayangkan betapa ibu Anda
sebelum akhirnya bunuh diri. Kedua putra kandungnya wafat
dipancung bersama-sama.
BINDI: Tetapi, memang begitulah hukuman untuk orang yang
memberontak kepada Raja! --- Diam-diam rupanya mereka juga
menginginkan
tahta,
yang
menurut
orang
banyak
sudah
BINDI: Jadi, Kalian mau bersumpah bahwa Kalian akan matimatian membantu aku agar bisa duduk di atas tahta?
KEMBAR I: Pasti, kakanda! Itu pasti!
KEMBAR II: Jangan Kakanda ragu-ragu dalam hal itu.
KEMBAR I: Tetapi, ini bukan saat yang tepat bagi kita untuk
membicarakannya. Ini saat berkabung. Empat anggota keluarga
kita baru saja meninggal dunia.
BINDI: Urusan hidup dan mati bukanlah urusan orang gagah
seperti kita untuk direntang-panjangkan! --- Ayahanda sudah
sangat tua. Teman-teman Baginda seumur sudah wafat semuanya.
Ibuku seharusnya menyadari bahwa sudah selayaknya kedua
adikku kehilangan kepala karena memberontak terhadap raja.
Ibuku bunuh diri karena itu, sebenarnya sangat mengecewakan.
Rasa kecewa melebihi rasa dukaku. Baiklah! Yang lewat biarlah
lewat! Kewajiban kita yang nyata sebagai pangeran, pada saat ini
ialah menyelamatkan tahta dari tangan orang yang dungu. Ini
penting demi kelangsungan kejayaan kerajaan. --- Sekarang aku
minta Kalian bersumpah.
KEMBAR I: Saya bersumpah!
KEMBAR II: Saya bersumpah!
BINDI: Bagus! Aku puas! --- Coba, bawa Panji Tumbal kemari.
KEMBAR II: Baik. Saya ambil dia (pergi).
Pangeran
Bindi
menduduki
seluruh
Kadipaten
dia
menyingkirkan
Maharaja
kita?
Itu
saja
persoalannya.
BAMBU: Dengan dukungan Anda sebagai pemangku, Maharaja
kita pasti akan bisa menumpas tandingannya di Tegalwurung!
JAMBU: Besar kepercayaan kami kepada Anda untuk bisa
mengatasi keadaan ini, Panembahan.
LEMBU: Dari sejak masih tinggal di istana, Pangeran Bindi
sangat mengerikan tingkah lakunya. Tanpa ragu-ragu saya akan
membantu Anda untuk membela Maharaja kita.
RESO: Aryo Sumbu, apakah Anda juga mempunyai kemantapan
seperti itu?
SUMBU: Jelas dan tegas, ya, Panembahan!
RESO: Setelah Anda semua beristirahat beberapa hari, bantulah
Sri Baginda untuk memerangi para pemberontak. Anda semua
mempunyai pengalaman yang luas di dalam pertempuran.
sangat
dibutuhkan
oleh
negara
untuk
mengatasi
perpecahan.
RESO: Jadi, Anda menganggap aku dibutuhkan oleh negara!
Tetapi, mengenai suka atau tidak suka terhadap diriku itu
bagaimana? Anda termasuk orang yang suka atau tidak suka?
SEKTI: Termasuk yang suka dan tidak suka.
RESO: Apa yang Anda tidak suka pada diriku?
Syukurlah.
Sekarang
tuntaskan,
uraikan
seluruh
Aku
menyadari
kekuranganku,
aku
menyadari
duduk
di
atas
tahta,
tetapi
ingin
membela
dan
RESO: Itu, bukan rencanaku dari semula. Itu suatu unsur yang
tidak terduga yang ternyata sangat membantu rencanaku. --- Anda
lihat, setiap rencana dan usaha kalau benar-benar diperjuangkan
akan punya nasib sendiri. Nasib baik atau buruk yang kita harus
berani menanggung atau mensyukuri.
SEKTI: Anda tidak merencanakan dari semula untuk punya
hubungan asmara dengan Ratu Dara! --- Lalu, istri Anda
wafat.
RESO: Aku menyuruh Siti Asasin untuk membunuhnya.
SEKTI:
Dan,
lalu,
kita
bersama-sama
merencanakan
pembunuhan terhadap Raja Tua dengan bantuan Ratu Dara! --Tetapi, siapa yang meracun Anda? Saya menduga Anda diracun
oleh istri Anda.
RESO: Memang. Asasin yang mengungkapkan rahasia ini! --Istriku, karena ketakutan menentang cita-citaku untuk menjadi
raja.
SEKTI: Kenapa cita-cita segawat itu mesti diungkapkan kepada
istri?
RESO: Itulah kelemahanku! --- Semakin ketakutan, tingkah-laku
istriku semakin berbahaya untuk keamanan rahasia cita-citaku.
Lalu aku bunuh dia.
SEKTI: Alangkah kotornya isi tengkorak kekuasaan. Itulah
sebabnya, kepala raja harus dihias dengan mahkota.
telah
bertemu.
Bagaimanakah
sekarang
sikap Anda
kepadaku?
SEKTI: Saya akan membantu Anda menjadi raja dan
menyelamatkan kerajaan.
RESO: Sebagai jantan dengan jantan: tuluskah Anda?
SEKTI: Tulus dan sadar. --- Beribu-ribu pendeta dan orang
beragama juga pernah mendukung Asoka Wardana yang jalan
kekuasaannya bersimbah darah, tetapi pada akhirnya, lalu menjadi
raja yang mulia.
RESO: Aku tidak akan menghibur nuraniku dengan persamaan
seperti itu. Aku tetap ingin menjadi raja dan membela negara,
tetapi juga dengan rela menanggung akibat dari dosa-dosaku.
dulu
menduduki
dan
menguasai
beberapa
wilayah
Kadipaten.
Pasukan mereka akan kita gabungkan dengan pasukan kita seperti
halnya pasukan Tegalwurung di sini.
KEMBAR II: Tetapi, mereka juga merampok desa-desa yang
mereka duduki itu.
MAHARAJA: Selamat
datang semuanya.
Terutama
aku
Apakah
gunanya
peperangan?
Peperangan
bahwa
Pangeran
Bindi
bisa
mendapatkan
Terus,
bagaimana
bila
Panembahan
Reso
hal
mokal-mokal
kiranya
toh
terjadi
juga,
maka
Ia
bukan
lelaki
yang
sejati.
Ia
tak
mampu
orang
terkesiap.
Panembahan
Reso
pelan-pelan
Anda lebih cepat dari aku. Aku tadi lamban karena didorong
perasaan jijik dan ngeri, begitu menyadari bahwa istriku ternyata
tega mengkhianati raja yang juga putranya. --- Pengawal!
Singkirkan jenazah ini. Uruslah baik-baik bersama jenazah raja.
Ada urusan negara yang lebih utama untuk kami bereskan di sini.
PENGAWAL: Baik, Yang Mulia!
Jenazah disingkirkan.
BOLO: Saya kagum pada kekuatan Anda untuk menerima ujian
batin yang berat ini. Tidak perlu memberikan kata-kata hiburan
dan peringatan. Karena, Anda sudah bisa menguasai diri dan
menyadari adanya tugas kita bersama yang mendesak di depan
mata, ialah: tugas membela negara!
LEMBU: Seperti Anda, saya pun telah mengalami puluhan
pertempuran. Kita telah puluhan kali menyaksikan sahabat karib,
atau bahkan saudara, gugur di dekat kita, dan kita tetap bisa
menguasai diri. Oleh karena itu, meskipun kelihatan kejam, saya
tega untuk meminta kepada Anda, marilah kita terus bekerja
sekarang juga. Pimpinlah kami agar bisa bertindak hari ini juga
membela negara yang sedang dilanda bencana.
SIMO: Panembahan, saya juga memohon. Di Watu Songo, saat
ini juga, terjadi banyak bencana yang sama besarnya dengan
bencana yang menimpa hidup pribadi Anda.
JAMBU: Jangan lagi kita memilih raja seperti berjudi untunguntungan. Kita harus memilih orang yang sudah terbukti mutu dan
kemampuannya untuk kita rajakan.
BOLO: Tepat! Tepat! Marilah kita rajakan orang yang telah
terbukti sanggup memimpin, telah terbukti diakui pengaruh
kewibawaan
pribadinya,
telah
terbukti
punya
wawasan
sampai
sekarang
kehidupan
pribadinya
bersih
dari
kembali keutuhan kerajaan dalam tempo empat puluh hari. --Apakah ada pertanyaan?
LEMBU: Hamba kira sudah jelas semuanya.
RESO: Bagus. Berangkatlah Kalian ke pos masing-masing
malam ini juga.
LEMBU: Atas nama semua bala tentara hamba memohon restu
Sri Baginda Raja.
RESO: Restu aku berikan.
Semua memohon diri dan pergi.
Tinggallah Aryo Sekti dan Panembahan Reso.
SEKTI: Yang Mulia, hamba merasa bangga melihat Paduka
duduk di atas tahta. Kita telah mengadakan pertemuan dari hati ke
hati, dan dari hati ke hati pula hamba berkata bahwa
sesungguhnyalah Paduka pantas menjadi Raja.
RESO: Terima kasih karena kamulah yang telah mempersiapkan
jalan terakhir menuju tahta. Kalau istriku tidak kamu tikam, entah
apa pula yang bakal ia ocehkan. Barangkali rahasia kebusukanku
bakal terbuka.
SEKTI: Jangan terlalu menyesalkan noda di masa lampau.
Karena, nyatanya, tahta telah mampu membentuk Paduka menjadi
manusia baru.
Tamat
Depok-Bandung
10 Juli 1986
***
2. MENCEGAT PARA PANGERAN DI GERBANG
Panji Tumbal menunggu kedatangan para pangeran yang akan
menghadiri pesta ulang tahun raja di depan gerbang istana yang
dijaga oleh dua orang pengawal.
Aryo Sumbu dan Aryo Jambu lewat, masuk ke dalam gerbang.
Panji Sakti dan Siti Asasin lewat, masuk ke dalam gerbang.
Aryo Bungsu lewat, masuk ke dalam gerbang.
Muncul Pangeran Rebo. Ia dicegat Panji Tumbal.
DODOT:
Mengunjungi
rumah
pahlawan
TUMBAL:
Aduh,
belum
lagi
saya
berhasil
kepada
Pangeran
Rebo.
Beliau
kelihatan
menghindar.
ARYO GUNDU: Pangeran Gada dan Pangeran Dodot, saya
mohon jangan Pangeran Rebo dibawa di dalam pembicaraan
semacam ini. Juga tidak, nanti, di serambi Balai Senjata.
PANGERAN GADA: Saya setuju.
PANGERAN DODOT: Saya paham.
ARYO GUNDU: Perkenankan saya memilih siapa-siapa yang
akan kita ajak bermusyawarah nanti.
PANGERAN GADA: Baik.
ARYO GUNDU: Sekarang kita berpisah. --- Selamat bekerja,
Panji Tumbal.
PANJI TUMBAL: Terima kasih. --- Mohon restu, Pangeran.
PANGERAN GADA: Saya beri restu baik, selamat tinggal!
(berjalan pergi)
PANGERAN DODOT: Selamat, sahabatku, selamat! (berjalan
pergi)
ARYO GUNDU: Hormat saya pada Anda sangat besar.
(berjalan pergi)
***
Tua
bertarung
dengan
Pangeran
Kembar
untuk
Seperti
gada
dari
besi.
Untunglah
hamba
bisa
BONDO:
Panji
Bondo,
Adipati
Sendang
Pitu,
Yang
Mulia,
hamba
menghadap
untuk
mempersembahkan surat.
RAJA TUA: Reso, bawa dia kemari.
RESO: Baik, Yang Mulia. Kemari kamu! Bicara!
JAGABAYA: Hamba memimpin pasukan pengawal istana hari
ini. Seorang utusan datang menggebu dengan kuda. Ia datang dari
Tegalwurung membawa surat dari Panji Tumbal untuk Sri
Baginda. Katanya surat yang sifatnya sangat penting. Ia mohon
tolong agar hamba yang menyampaikan kepada Sri Baginda,
sedangkan ia sendiri begitu selesai bicara terus melompat ke
punggung kuda, dan setelah mohon maaf karena diburu oleh
urusan yang maha gawat lalu pergi melaju ditelan debu.
RAJA TUA: Bawa kemari surat itu!
Reso
memungut
surat
itu
dari
Jagabaya,
lalu
RAJA TUA: Tidak aku duga! --- Ini surat dari Panji Tumbal. Ia
tidak datang dan menyatakan diri telah memberontak. Kadipaten
Tegalwurung telah ia kuasai.
Ada yang kaget dan ada yang pura-pura kaget.
PANGERAN REBO: Kita harus berbuat sesuatu. Tahta dan
negara harus kita selamatkan. Kita dalam bahaya.
RESO: Tenang, Pangeran!
PANGERAN REBO: Ayahanda, apa yang dia inginkan!
RAJA TUA: Apa maksudmu? Apa yang dia inginkan?
PANGERAN REBO: Maksud saya, ia masih bisa diajak bicara
dan dicegah.
RAJA TUA: Tolol! Apa maksudmu, kita akan mengajak
pemberontak itu untuk berunding? Hah? --- Lemah! Itulah pikiran
orang yang kurang olahraga. Apa jadinya nanti dengan
kewibawaan tahtaku? Nantinya, setiap orang bisa memberontak
dan akan diajak berunding! --- Tidak! --- Kewibawaan tahta tidak
boleh diragukan sedikit pun. Setiap pemberontakan harus
ditumpas, dan si pemberontak harus dipenggal kepalanya. Sayang,
ia harus mati. Pahlawan yang gagah dan setia. Kenapa tiba-tiba ia
jadi begini?
baru
saja
mengusulkan
untuk
berunding
dengan
pemberontak.
RATU DARA: Paduka mencurigai putraku? Padahal, saya baru
saja membuktikan kesetiaan kepada tahta dan negara.
RAJA TUA: Aku tidak menyangsikan kamu dan tidak
melupakan jasamu. Aku juga tidak mencurigai Pangeran Rebo.
Tetapi, ini langkah pengamanan. Jangan kamu memohon lebih
jauh lagi untuk putramu! ---
Pangeran Rebo! Jangan kamu beranjak dari ibu kota, dan setiap
hari kamu harus melapor ke Balai Penghadapan sebagaimana para
panji! --- Pangeran Bindi! Laksanakan tugasmu. Tumpas
pemberontakan Panji Tumbal. Dan, amankan setiap kadipaten
yang kamu lewati di sepanjang jalan.
***
4. PANGERAN BINDI MOHON DIRI KEPADA IBUNDA
RATU PADMI: Ketegaranku telah luntur karena sakit-sakitan.
Ayahandamu Sri Baginda Raja, kurang menaruh perhatian lagi
kepadaku. Aku tidak lagi menjadi sumber daya hidupnya. Tetapi,
Baginda sangat mengindahkan kamu. Aku bersyukur karena itu.
Dan, sekarang, Baginda telah memberimu tugas yang penting dan
mulia. Laksanakan tugasmu dengan baik.
BINDI: Dengan restu ibu saya akan berusaha sekuat tenaga.
Yang aku perhatikan hanyalah keadaan ibu.
RATU PADMI: Jangan kamu kehilangan semangat. Dari hari
pertama perkawinanku dengan Sri Baginda Raja, aku telah sadar
bahwa aku tidak kawin dengan kepala rumah tangga, tetapi kawin
dengan kekuasaan. Ternyata, tidak ada bakatku untuk bermain
dengan kekuasaan. Aku hanya memahami, tetapi tanpa naluri.
Dan, bersikap diam terhadap permainan kekuasaan. --- Sekarang,
aku lihat kamu dan adik-adikmu, Pangeran Gada dan Pangeran
KENARI:
Kamu
berdua
berjuanglah
baik-baik.
REBO: Ibuku! Saya tidak peduli dengan harga diri. Semua yang
ada harganya bisa dibeli, bisa dihias, dan bisa dirias! --- Saya
terluka. Sri Baginda tidak adil terhadap saya.
RATU DARA: Jangan main pikiran separuh-separuh. Harga diri
bisa saja dikaitkan dengan nilai yang tidak pasaran. Seperti halnya
kamu, kamu kaitkan dengan rasa keadilan. Tapi, masalah yang
ingin aku bicarakan sebetulnya ini: kamu muram, kamu terpukul,
dan alasannya ada. Tetapi, jangan terlalu lama, anakku! Kamu
tidak boleh terlalu lama kehilangan daya. Lihatlah di alam raya.
Semua tumbuh-tumbuhan berebut cahaya matahari. Di hutan dan
di pekarangan tumbuhan yang kena lindung tumbuhan lain akan
kerdil untuk selama-lamanya. Pendeknya, alam mengajarkan kita
untuk berani bergulat. Kita harus kuat, karena yang kuat akan
menetapkan aturan di dalam kehidupan.
REBO: (tertawa kecil tapi cerah, dan penuh rasa sayang kepada
ibunya) Ibu tidak perlu mengkhawatirkan diri saya. Kalau orang
punya ibu seperti ibundaku, tak perlu ia khawatir akan jadi lemah.
Dengan segenap cara ibu akan membangkitkan semangat saya.
Ibunda, saya gundah. Saya tidak setuju dengan cara ayahanda
memerintah. Terlalu kasar ungkapan kekuasaannya sehingga
menimbulkan kesan menantang. Padahal, cukup banyak orang
perkasa di negeri kita. Menurut pendapat saya, kekuasaan bisa
itu.
Aku
menuntut
agar
antara
ketiga
istri
Pangeran
Rebo
lemah.
Dan,
ayahanda
telah
Senjakala. Cahaya merah bercampur dengan warna keemasan. --Muncul Panji Reso.
RESO: Senja merah padam. Seperti darah yang muncrat dari
luka. Gunung menjadi serupa tembaga. Alam menjadi bersifat
jantan. --- Ah, apa yang aku lihat ini? --- Rupanya aku bermimpi
lagi. Kau, mimpi, selalu menyergapku selagi aku berjaga. Candu
mimpi yang gaib, mari, kuhisap kamu. Biar penuh paru-paruku
dengan hawamu, dan lalu meresap ke dalam darah, sumsum, dan
otakku. --- Haaah! Aku melihat telaga darah dengan bunga teratai
putih yang mengapung di permukaannya. --- Aku melihat lima
bidadari mandi di telaga darah. Mereka bercengkerama. Tubuh
mereka seperti gading yang halus, licin, dan mengkilat. Dan,
wajah mereka kelimanya sama. Mirip. Serupa. Lima bidadari
kembar. --- Wajah mereka seperti wajah yang sudah aku kenal. Ya,
wajah yang aku kenal, entah di mana. Ah! Kecantikan yang nyata
tapi tak terjamah! --- Hai! Ini tata warna birahi ataukah suasana
medan laga? --- Merah, kuning, ungu, jingga, lila. Oooo, indah!
Merah. Merah. Telaga merah. Langit merah. Apa pula itu? Astaga!
Aku lihat tahta mengambang di telaga berdarah. --- Oh! Pesona
yang mengagumkan! --- Tahta itu menuju kemari. Ia melaju ke
arahku. Dihembus angin ke arahku! Aaak ---
GADA: Demi rakyat dan demi negara aku siap menjadi raja dan
menegakkan keadilan.
GUNDU: Kalau begitu kita harus segera bergabung dengan Panji
Tumbal.
RONIN: Bagaimana dengan para panji dan adipati yang lain?
GUNDU: Menurut Panji Tumbal mereka semua berada di
belakangnya. Tetapi, sekarang mereka dilarang meninggalkan ibu
kota.
RONIN: Kalau memang sudah bertekad untuk berontak, kenapa
mereka tidak kita ajak merat dari ibu kota?
GUNDU: Semua tergantung Panji Reso. Di dalam saat seperti
ini, dialah yang mampu menggerakkan para panji.
DODOT: Kenapa ia tidak dihubungi?
GUNDU: Kita harus waspada. Ia dan para panji yang lain sedang
diawasi. Tetapi, saya akan berusaha menghubungi. Sesudah itu
akan kita tetapkan bagaimana siasat kita.
GADA: Baik. Usahakan Anda berhasil memastikan dia ke pihak
kita. Banyak orang menaruh rasa segan kepadamu. Sampai di sini
dulu. Bila terlalu lama kita bersama, bisa orang menaruh curiga.
***
11. RUMAH PANJI RESO
Pagi hari yang cerah. Reso dilayani Nyi Reso minum teh.
NYI RESO: Kakanda tidak tidur di rumah semalam.
RESO: Hm.
NYI RESO: Para panji diawasi, tidak boleh meninggalkan ibu
kota.
RESO: Hm.
NYI RESO: Biasanya, kalau ada badai dan topan orang berteduh
dulu. Baru setelah topan dan badai reda orang meneruskan
perjalanannya.
RESO: Jangan menilai. Jangan menerka. Kamu kekurangan
bahan.
NYI RESO: Bertahun-tahun saya hidup mendampingi Kakanda
dengan jantung yang berdebar-debar.
RESO: Setiap orang punya kewajiban yang harus diselesaikan.
NYI RESO: Sungguh sayang kandunganku gersang.
RESO: Siapa tahu justru benihku yang gersang. --- Tidak punya
anak tidak lagi menjadi masalah dalam hidupku.
NYI RESO: Sangat sering Kakanda duduk melamun.
RESO: Hm.
NYI
RESO:
Kelakuan
Kakanda
banyak
menimbulkan
sudah teruji! --- Kamu lihat tidak, bagaimana dengan gampang aku
merobohkan putraku?
RESO: Hamba memang melihat bagaimana usia makin membuat
Baginda tenang dan matang.
RAJA TUA: Tentu saja. Itu akibat dari godokan waktu.
RESO: Yang tidak bisa dicapai oleh orang muda.
RAJA TUA: Sebab belum sampai pengalamannya.
RESO: Betul Yang Mulia. Orang tua memang merupakan
kekayaan negara.
RAJA TUA: Tepat, Reso! Tepat! --- jadi tidak mungkin kamu
tidak saya pakai karena usiamu. Apalagi, sebetulnya, kamu kan
belum terlalu tua.
RESO: Memang belum matang dan mengkilat seperti Yang
Mulia.
RAJA TUA: Kalau kamu tekun menghayati kehidupan, kamu
pun akan bisa seperti saya.
RESO: Tetapi, kenapa hamba sekarang kena hukuman, Yang
Mulia!
RAJA TUA: Tidak! Tidak! Kamu tidak dihukum. Soalnya, aku
lagi marah-marah waktu itu. Kalau aku lagi marah jangan kamu
suka nimbrung. Sebab kamu kan melihat sendiri bagaimana kalau
aku marah.
RESO: Hal itu akan menjadi pelajaran bagi hamba. Hamba tidak
akan mengulangi lagi. --- Tetapi, sekarang bagaimana nasib
hamba?
RAJA TUA: Kamu diampuni. Kamu sudah bebas seperti biasa.
--- Aryo Bungsu!
BUNGSU: Yang Mulia!
RAJA TUA: Jelas, ya, Panji Reso sudah aku ampuni.
BUNGSU: Baik, Yang Mulia!
RESO: Hamba sangat berterima kasih, Yang Mulia! --- Lalu,
bagaimana dengan para panji yang lain? Mereka semuanya setia
dan kagum kepada Sri Baginda.
RAJA TUA: Soal itu nanti dulu. --- Reso, ini masalah langkah
pengamanan. Mereka akan diselidiki dan diperiksa dulu, sesudah
terbukti beres, mereka pun akan dibebaskan.
RESO: Apakah hamba akan diperiksa juga?
RAJA TUA: Lho, kamu kan sudah diperiksa. Langsung oleh aku
sendiri.
RESO: Maaf, hamba tidak menyadari.
RAJA TUA: Baru saja tadi, sambil lalu, kamu sudah aku periksa.
Kalau memang sudah ahli memeriksa, yang diperiksa tidak akan
tahu. --- Lha, ini lagi bedanya antara anak muda yang belum
berpengalaman dan orang tua yang sudah kenyang asam dan
garam. Kalau anak muda, matanya pencilakan, belum melihat apa-
apa. Kalau orang tua yang matang, dengan sekali melirik, ia sudah
melihat semuanya.
RESO: Hamba kagum, Yang Mulia. --- Lalu, kapan para panji itu
akan selesai diperiksa?
RAJA TUA: Lha, itu makan waktu. Biasa kan, sebab Aryo
Bungsu masih muda, ia memerlukan lebih banyak waktu untuk
bekerja. --- Dan lagi, kenapa tergesa-gesa? Biar mereka istirahat
dulu di ibukota. --- Kamu mengerti, bukan?
RESO: Tentu, Yang Mulia. Sebetulnya, ini langkah yang
bijaksana. Saat ini negara sedang gawat. Orang yang setia itu lebih
terjaga dan aman di ibu kota.
RAJA TUA: Tepat! Tepat! Jadi, mereka itu sebetulnya tidak
ditahan, tetapi dijaga demi keamanan mereka sendiri. --- Nah,
nanti kalau kepala Panji Tumbal sudah dipenggal dan di Kadipaten
yang lain terbukti tidak ada keterlibatan apa-apa, mereka boleh
pulang, menjalankan tugas mereka seperti biasa. Sementara itu,
aku sudah memerintahkan agar besok pagi Aryo Lembu, Aryo
Jambu, Aryo Bambu, dan Aryo Sumbu berangkat, untuk
memeriksa dan mengamankan Kadipaten dengan membawa
pasukan mereka masing-masing. --- Aryo Bungsu!
BUNGSU: Yang Mulia!
RAJA TUA: Keadaan para panji baik-baik saja, bukan?
BUNGSU:
Semuanya
baik.
Masing-masing
menempati
Anda
selalu
gampang
kaget.
Tetapi,
begitulah
akan
mengamankan
mengutus
dan
empat
memeriksa
orang
kadipaten
senapati
untuk
masing-masing.
***
14. RUBAH DAN MACAN
Di Serambi Balai Senjata. Aryo Gundu didatangi Panji Reso.
RESO: Salam, Aryo Gundu.
GUNDU: Salam, Panji Reso.
RESO: Mencari aku?
GUNDU: Ya, memang! --- Di sini kita aman bicara. Saya sudah
menyiapkan semuanya.
RESO: Urusan apa?
GUNDU: Saya dan beberapa teman merasa resah dengan sikap
raja yang tidak adil terhadap Anda dan para panji sebagai adipati
di kadipaten-kadipaten.
RESO: Hm.
GUNDU: Secara terbuka saya bicara. Kami memihak kepada
Panji Tumbal. Kami setuju terhadap pemberontakannya.
RESO: Begitu! --- Setuju atau tidak, apa bedanya?
GUNDU: Apa maksud Anda?
RESO: Aku kecewa!
GUNDU: Kecewa?
RESO: Kenapa para aryo, senapati hanya bisa setuju dan tidak
setuju? --- Kami para panji bergerak dan bertindak. Tetapi, apa
yang dilakukan para senapati kecuali setuju dan tidak setuju?
ibu kota. Lalu seluruh Kadipaten bergolak melawan tahta. --Bagaimana jawaban Anda?
RESO: Aku mulai tertarik pada pembicaraan Anda.
GUNDU: Sudah saya duga.
RESO: Tetapi, aku memerlukan waktu untuk menghadapi para
panji yang sekarang dengan ketat diawasi.
GUNDU: Kalau begitu kami akan berangkat lebih dulu malam
ini.
RESO: Beri aku waktu satu hari. Tunggu aku di mata air di hutan
Roban. --- Mudah-mudahan aku bisa menginsyafkan para panji
bahwa pangeran Gada dan Pangeran Dodot betul-betul di pihak
kita.
GUNDU: Tidak akan sulit. (mengeluarkan sebuah surat) Ini ada
surat untuk para panji dari Pangeran Gada. Di sini disebutkan
bahwa kami berempat sudah bertekad untuk berontak bersama
Panji Tumbal, dan minta dukungan mereka untuk merajakan
Pangeran Gada. (menyerahkan surat)
RESO: Tidak aku sangka akan segampang ini.
GUNDU: Mudah-mudahan memang lancar. --- Jadi, bagaimana
siasatnya agar para panji bisa merat dari ibu kota, saya serahkan
kepada Anda.
RESO: Beres. Itu memang urusanku. --- yang pasti aku akan
menyusul Anda.
RESO: Pangeran! Kuasai diri! Anda dituntut oleh kewajiban. --sekarang saya mohon pertolongan. Pertemukan saya dengan Ratu
Dara besok pagi, ketika matahari terbit, di sini. Pesankan pada
beliau ini penting dan tidak bisa ditunda. --- Jangan lupa!
Ceritakan kepada beliau semua isi pembicaraan kita.
REBO: Baik. Malam ini saya akan ke ibu.
RESO: Siapa tahu pertemuan saya dan Ratu Dara besok pagi bisa
mengubah nasib kita dan nasib negara.
REBO: Akan saya sampaikan hal itu juga.
RESO: Terima kasih. Sekarang saya mohon diri.
REBO: Salam.
***
16. KONON SITI ASASIN
Di rumah Panji Sekti. Seorang abdi membawa Siti Asasin
menghadap Panji Sekti.
ABDI: Hamba kembali, Raden!
SEKTI: Sudah kamu jumpai Siti Asasin?
ABDI: Tugas sudah saya selesaikan. Hadiah dari Raden sudah
saya sampaikan. Bahkan, sekarang orangnya ikut bersama saya.
SEKTI: Siapa?
SEKTI: O, ya?
***
17. SUASANA RUMAH TANGGA
Rumah Panji Reso di waktu malam. Nyi Reso sedang membuat
wiron dua atau tiga kain. Panji Reso pulang.
RESO: Belum tidur, Nyi Mas? Hari sudah lewat tengah malam.
NYI RESO: Ada kain yang harus saya wiru. Apakah makan
malam saya hidangkan sekarang, ataukah Kakanda mau mandi
dulu?
RESO: Aku sudah makan dan mandi di istana.
NYI RESO: Jadi, sudah ada yang mengurus Kakanda.
RESO: Hm.
NYI RESO: Cantikkah ia?
RESO: Dua lelaki tua, si Kuncung dan si Bagong, pelayan di
Bangsal Kepanjen.
NYI RESO: Lalu pijat di mana?
RESO: Tidak pijat.
NYI RESO: Kadang-kadang saya tergoda untuk pergi jauh-jauh ke
luar dari rumah. Berjalan ke mana saja hati saya mau. Tak perlu ada
tujuan yang nyata. Masuk hutan, keluar hutan. Masuk pasar, keluar
pasar.
RESO: Hm.
NYI RESO: Apakah Kakanda menganggap wajar semua
pertanyaan dan omongan saya?
RESO: Memang, agak kacau isi pikiran kalimat-kalimatmu.
NYI RESO: Apakah Kakanda tidak akan bertanya apakah saya
lagi cemburu?
RESO: Hm. Apakah kamu lagi cemburu.
NYI RESO: Duh Gusti, begitu tidak acuhnya Kakanda bertanya.
Saya kira Kakanda tidak peduli, apakah saya dalam keadaan
cemburu atau tidak. Kakanda laju saja terus dengan urusan
Kakanda! Apakah ucapan saya ini akan Kakanda tanggapi lagi
dengan hm?
RESO: Barangkali kamu lagi mules. Salah makan, barangkali?
NYI RESO: Bagaimana bisa salah makan, kalau seharian saya
tidak bisa makan?
RESO: Kalau begitu, itu hawa orang lapar.
NYI RESO: Duh Gusti! Saya kacau, saya putus asa, saya
bertingkah jelek karena saya butuh perhatian.
RESO: Hm. --- Nyi Mas! Kemari kamu!
NYI RESO: Saya ingin dekat dengan Kakanda. (mendekat ke
suaminya)
serba
lancar.
Namun,
jangan
kamu
ragukan
RESO: Betul.
RATU DARA: Saya melawan pencalonan Pangeran Bindi
menjadi putra mahkota kalau hal itu terjadi.
RESO: Belum tentu terjadi, tetapi bisa terjadi. Pangeran Bindi
memang ingin menjadi raja.
RATU DARA: Kenapa para panji lebih menyukai Pangeran
Rebo untuk naik tahta?
RESO: Meskipun Pangeran Rebo kelihatan ragu dan kurang
mencerminkan
tekad
yang
kuat.
Tetapi,
beliau
tidak
RESO: Itulah firasat yang saya dapatkan sejak tadi pertama kita
berjumpa.
RATU DARA: Ini bukan pertama kalinya kita berjumpa.
RESO: Tetapi, tadi serasa untuk pertama kali.
RATU DARA: Aneh.
RESO: Mungkin juga, saya dipengaruhi mimpi.
RATU DARA: Mimpi?
RESO: Saya kemarin mimpi melihat Anda menjadi kembar
lima.
RATU DARA: Terus?
RESO: Anda mandi di telaga.
RATU DARA: Anda melihat saya mandi?
RESO: Cuma dalam mimpi. --- Mimpi itu kiriman alam. Tak ada
manusia yang bisa merancang mimpinya.
RATU DARA: Saya tidak merasa mendapat firasat buruk. --Saya merasa baru mereguk arak yang lembut dan berbau bunga
tanjung. --- Roh dan badan saya bersih dan segar. Saya merasa
aman. Terbebas dari segala beban.
RESO: Saya akan selalu melindungi Sri Ratu. Rakyat dan para
panji menaruh hormat kepada Ratu Dara yang terkenal berani
bebas bicara kepada raja.
RATU DARA: Para panji tidak dendam kepada saya karena
tertahan di ibu kota?
RESO: Itu tergantung dari segi mana orang memandang. --Tetapi, sekarang kita bekerja. Saya pergi dari sini dan Anda harus
segera ke istana.
RATU DARA: Kita akan segera bertemu lagi.
RESO: Kapan saja, bila ada pesan dari Anda. --- Salam,
Pangeran.
REBO: Salam.
RESO: Salam, Sri Ratu.
RATU DARA: Salam! --- Nanti malam aku kirimkan pesan.
(Keduanya bertatapan sejenak, lalu Panji Reso pergi)
REBO: Sikap ibu agak ganjil kepadanya.
RATU DARA: Orang ganjil selalu melihat semuanya serba
ganjil. --- Lebih berguna kamu perhatikan dirimu. Bila kamu gagal
menjadi raja, siapa pun yang menjadi raja akan memenggal kepala
kita. Itulah kenyataan kekuasaan. Bagi kamu hal itu menakutkan.
Tetapi, bagiku justru menggugah gairahku.
***
19. PARA PANJI BERKUMPUL LAGI
Pagi hari itu juga. Di rumah Panji Sekti. --- Panji Reso, dan
semua panji.
SEKTI: Nah, semua sudah berada di sini. Tugas sudah saya
laksanakan.
SIMO: Perkembangan begitu cepat. Ini semua di luar dugaan.
OMBO: Gusti Yang Murbeng Jagat ternyata memberkati
perjuangan yang benar.
SEKTI: Dan, juga berkat usaha ahli dari Panji Reso.
BONDO: Hal itu harus diakui.
WONGSO: Kita sudah memilih pimpinan yang benar.
RESO: Hal itu jangan dilebih-lebihkan. Kesediaan Anda semua
untuk mematuhi semua rencana dengan setia merupakan
sumbangan yang lebih menentukan. --- Tetapi, kita bukan orang
lemah yang suka saling memuji. Yang memuaskan kita adalah
melihat terlaksananya cita-cita menjadi kenyataan. Sekarang, hal
itu belum tercapai. Kita masih berada di ambang permulaan.
SIMO: Panji Reso, apakah Anda ingin menjadi raja?
(Semua terkesima oleh pertanyaan yang serta-merta itu)
RESO: Kenapa bertanya begitu?
SIMO: Tidak ada salahnya bila Anda, saya dan semuanya
bersikap waspada. Sebentar akan terjadi kekacauan kekuasaan.
Tahta akan menjadi godaan bagi siapa saja. Mulai sekarang harus
RESO: Itu rupanya inti uneg-uneg Anda. --- Calon raja yang saya
bayangkan tentu saja seorang pangeran. Tetapi, bukan Pangeran
Gada karena ia bukan pangeran pertama dan juga bukan putra
tertua dari istri tertua. Yang punya perhatian pada urusan kadipaten
tidak hanya ia seorang. Pangeran Rebo juga punya perhatian yang
sama. Kenapa kita menolak untuk terlibat dengan Panji Tumbal
yang sudah kita bicarakan kemarin dulu.
SEKTI: Pangeran Gada ingin memperalat Panji Tumbal untuk
kepentingan hasrat pribadinya. Padahal, hasrat pribadi itu tak
punya dasar. Jelas sekarang. Jadi, jangan sampai ada salah pikiran
bahwa Panji Reso lupa daratan. Sudah sekian banyak jasanya
kepada negara, tetapi hidupnya tetap sederhana. Apakah kita ini?
Kenapa berani menyangsikan mutu pikiran seorang pahlawan?
RESO: Cukup! Luapan perasaan akan menjadi kabut bagi
pikiran. Aku setuju dengan langkah waspada Panji Simo. Dan,
tidak aku dengar kalimat dari siapa juga yang menyangsikan
kepemimpinanku.
SIMO: Tidak.
SEMUA: Tidak.
RESO: Baik. Aku akan tetap memimpin Gerakan Para Panji ini.
--- Jangan aku disiram dengan puji-pujian lagi. Tetapi, beri aku
keterlibatan kerja. --- Dan, sekarang kita akan menetapkan
pangeran yang mana yang akan kita calonkan menjadi raja. Ada
dua calon yang punya dasar untuk bisa diterima oleh rakyat.
Pertama Pangeran Rebo, ke dua Pangeran Bindi. Sekarang mari
kita bicara.
SIMO: Panji Tumbal pernah mengusulkan kepada saya untuk
merajakan Pangeran Rebo.
WONGSO: Tetapi, para senapati lebih dekat kepada Pangeran
Bindi.
OMBO: Itu karena mereka sama-sama kotor di dalam hal
keuangan.
BONDO: Hanya saja sifat Pangeran Rebo yang tidak gagah
harus kita pertimbangkan.
SIMO: Benar. Tetapi, beliau mempunyai ibu yang gagah dan
tajam pikirannya. Ratu Dara dengan sendirinya akan menjadi
pendamping yang memberi kekuatan dan kewibawaan.
BONDO: Ratu Dara memang mengagumkan. Sebetulnya, sampai
sekarang ia juga yang menjadi sumber kekuatan Raja Tua. Tanpa
Ratu Dara, Sri Baginda hanya akan menjadi berhala yang lucu.
WONGSO: Dan, jangan lupa! Pangeran Rebo belum terlambat
untuk dibina.
SIMO: Sebagai Panji Istana, Panji Reso, dan Panji Sekti bisa
langsung membinanya.
RESO:
Gagasan
yang
bagus.
Pangeran
Rebo
memang
mengumumkan
bahwa
permaisurinya
tidak
ada.
Dan,
Sebab aku tidak bisa ditipu. Aku punya seribu mata dan seribu
telinga.
Jadi,
aku
tahu
banyak
rahasia
dan
niat
yang
TUA:
Bagaimana
pendapatmu,
Ratu
Dara?
RESO: Hm.
SEKTI: Ia sangat ahli mengintai, menyelinap, mencuri, dan
membunuh. Tanpa meninggalkan jejak! Sudah sejak dulu ia
membantu saya. Dan, sekarang, kalau Anda menganggap perlu,
jangan ragu-ragu memakai tenaganya. Ia bisa dipercaya.
RESO: Hm.
SEKTI: Pangeran Bindi.. Sri Baginda
RESO: Hm. --- Siapa namanya?
SEKTI: Kalau Anda mau, bahkan Anda bisa bertemu orangnya.
RESO: Di mana?
SEKTI: Di sini.
RESO: Mana dia?
SEKTI: Asasin! Kemari!
Siti Asasin muncul.
RESO: Dia?
SEKTI: Ya. --- Anda kaget! Namanya Siti Asasin.
ASASIN: Salam, Aryo Reso!
RESO: Salam. --- Siti Asasin?
ASASIN: Ya, betul!
RESO: Banyak pengalamanmu?
ASASIN: Sudah sepuluh tahun.
RESO: Kamu memakai panah?
RESO: Anda juga menimbulkan gairah dan berahi saya. --Tetapi saya juga melihat di dalam mimpi saya tahta yang
mengapung di telaga darah.
RATU DARA: Itulah tahta yang akan kita rebut untuk anakku.
RESO: Pada akhirnya, bila semua pangeran yang menjadi lawan
sudah kita singkirkan, kita harus membunuh raja.
RATU DARA: Tentu saja! Bunuhlah dia untuk saya. Oh! Di
dalam hati dia bukan lagi raja, juga bukan lagi suami saya. Tadi
siang, dia mengungkapkan bahwa pikirannya penuh dengan
Pangeran Bindi. Setinggi langit dipujinya bangsat itu. Seakan-akan
sudah ia pastikan bahwa si Bindi akan mengganti menjadi raja.
RESO: Saya akan mengirim seorang pembunuh bayaran kemari.
Ia seorang wanita tetapi sakti. Pelihara untuk sementara di sini. --Pada saat Panji Ombo datang membawa kepala pemberontak itu,
Sri Baginda, sesuai dengan kebiasaannya, pasti akan berpesta.
Bikinlah Baginda mabuk seberat-beratnya sampai tumbang, lalu
tidurkan dia. Selanjutnya, biar pembunuh yang saya kirimkan
mencabut nyawanya. Ingat! Harus sampai tumbang! Sebab ilmu
silatnya tinggi. Bila tidak tumbang, biar pun mabuk, dia masih
berbahaya. --- Nanti, sesudah Sri Baginda wafat, Pangeran Rebo
kita naikkan ke tahta. Para Panji masih saya minta tinggal di ibu
kota.
Mereka
akan
membantu
kita
melakukan
gerakan
Kepala
tunduk
menatap
tanah.
Napasnya
(membelai
suaminya)
Kakanda,
saya
sangat
semuanya kepada Sri Ratu. Lalu, kamu akan tinggal bersama Ratu
Dara untuk dua atau tiga hari. Dan, pada saat yang ditentukan, dan
jalan sudah disiapkan, bunuhlah Sri Baginda Raja.
ASASIN: Membunuh raja?
RESO: Sekarang kamu kaget.
ASASIN: Tidak saya duga akan mendapat kesempatan semacam
ini. Ini justru tantangan yang menggiurkan. Inilah kesempatan baik
bagi saya untuk mendapatkan kepuasan bekerja.
RESO: (kembali mengurut dada kirinya, menghembuskan napas
lewat mulut, menyeka dahi, dan membasahi bibirnya yang kering)
Berapa upah yang kamu minta?
ASASIN: Banyak.
RESO: Seribu tail emas cukup.
ASASIN: Itu banyak sekali.
RESO: Tidak apa.
ASASIN: Terima kasih. --- Dada kiri Anda nyeri?
RESO: Sedikit saja.
ASASIN: Sedikit sesak? Dan mulut Anda terasa kering? Anda
sakit?
RESO: Ah, tidak. Semalam aku begadang. Barangkali, sekarang
sedikit mau masuk angin.
ASASIN: (mengulurkan tangan) Boleh saya memeriksa nadi
Anda?
pihak yang
menginginkan
RAJA TUA: Karena itu, kita harus keras dan tegas terhadap
pikiran yang neko-neko. Bukannya aku kejam kepada rakyat,
tetapi aku belajar dari pengalaman.
(minum lagi) Oh, aku sangat mencintai rakyat! Aku suka
menikmati alam desa, makan jagung, dan gaplek bersama mereka.
--- Oh, aku tak akan lupa bahwa ketika aku luka-luka sehabis
pertempuran, aku dirawat oleh orang desa. Aku merasa berhutang
budi kepada rakyat. Dan, kini, aku membalas dengan menciptakan
dunia yang tertib, rapi, aman, dan sejahtera. Paham kamu?
(minum lagi)
RESO: Paham, yang Mulia.
RAJA TUA: Dan, kini, anak-anakku sendiri yang akan
menghancurkan cita-citaku! Aku cintai mereka. Aku ajari sendiri
mereka memanah, ilmu silat, dan naik kuda, tapi hasilnya kok
begini! (minum) Di mana salahnya?
RESO: Ibarat telur yang busuk, sebentar lagi mereka akan
dihancurkan.
RAJA TUA: Katakan, Reso, apa sudah betul kalau kusuruh
penggal kepala mereka?
RESO: Yang kita pertahankan keutuhan negara, Yang Mulia! Ini
masalah cita-cita padukan.
RAJA TUA: Ya! Cita-cita! --- Tetapi, apa perlu kepala mereka
dipenggal? Apa tidak cukup kita penjara atau kita asingkan ke luar
kerajaan?
RESO: Lalu, nanti, akan ada lagi yang untung-untungan
mencontoh mereka kalau memang taruhannya tidak seberapa.
RAJA TUA: Oh! Penderitaan kekuasaan! Aku telah menyuruh
membantai anak-anakku sendiri! (minum lagi) Kenapa kamu
tidak minum?
RESO: (minum) Dari tadi hamba minum, Yang Mulia.
RAJA TUA: Bagus. --- Kamu pernah membunuh.
RESO: Hamba sering berperang, Yang Mulia.
RAJA TUA: Di luar perang?
RESO: Belum pernah sebenarnya.
RAJA TUA: Aku juga sering berperang. --- Tetapi, sekarang di
luar perang aku terpaksa membunuh. --- Aku merasa berdosa.
RESO: (terengah-engah) Jadi, Anda akan mencabut hukuman
penggal?
RAJA TUA: Hahahaha! Aku berputar-putar, berkejar-kejaran
dengan diriku sendiri. --- Ayo, raja, kamu telah memulai cita-cita
dengan pedang, kini harus kamu pertahankan dengan pedang juga!
Kalau tidak, pedang orang yang akan memakan kamu! --- Kenapa
kamu, aryo? Kamu seperti orang sakit.
entah
iblis
ia
telah menolong
aku
untuk
ternyata sama wajarnya dengan jilat-menjilat atau sogokmenyogok, sebagai bayaran untuk tercapainya satu tujuan. --Sudah begitu jauh. Apakah terlalu jauh? Alangkah dalam luka
batinku. Tetapi, aku bukan anak kemarin sore! Biarpun hancur aku
tak akan mundur. Seandainya pun dikalahkan tidak mungkin aku
ditundukkan.
***
29. MEMPERSEMBAHKAN KEPALA KEPADA RAJA
Genderang dan nafiri. Suasana kemenangan. Panji-panji, tombak,
dan segala macam senjata. --- Di Balai Penghadapan para panji
siap duduk di lantai, lalu masuklah Raja Tua diiringi Ratu Dara
dan Pangeran Rebo.
RAJA TUA: Selamat datang, pahlawanku! Dari suara genderang
dan gaya tingkah lakumu aku tahu bahwa Kalian telah menang.
Tugas telah Kalian tunaikan.
SIMO: Pertama-tama, hamba mengaturkan hormat kepada Sri
Baginda Raja. Sesudah itu kami memang ingin melaporkan bahwa
tugas telah kami tunaikan. Empat buah kepala yang Paduka
titahkan untuk dipenggal telah kami bawa.
RAJA TUA: Pancangkan kepala-kepala itu di atas tombak dan
pajanglah di alun-alun. Supaya rakyat tahu bagaimana jadinya
beliau
mengeluarkan
keris
kecil
dan menikam
jantungnya sendiri.
DARA: Duh Gusti Jagat Dewa Batara!
RAJA
TUA:
Aaaaak!
(menubruk
punggawa
mau
Tapi nasib Kalian sudah baik. Lahir sebagai pangeran dan pandai
menjalankan kewajiban. Sudah itu saja cukup. Jangan Kalian ikut
gerakan yang mokal-mokal. Serahkan hal yang tidak beres kepada
yang berhak dan berkewajiban mengatur. Kalian urus saja bagian
Kalian baik-baik dan lalu pulang, beristirahat, dan bergembira
bersama Ibu. Yang mau jadi pahlawan biarkan saja menjadi
pahlawan, tetapi Kalian cukup menjadi pangeran. Syukurilah nasib
Kalian yang baik ini. Tidak semua orang lahir sebagai pangeran.
Duh Gusti, saya terima nasibku sebagai istri raja yang kesepian.
Saya cukup bahagia asal saja saya tidak kehilangan putra-putra
saya. Tetapi sekarang ini, Duh Gusti, saya merasa ngeri di sini.
***
32. KETEGANGAN DI BANGSAL KEPANJEN
Sementara para prajurit berpesta, tokoh Gerakan Panji
berkumpul menunggu waktu.
SIMO: Jelas sudah. Sri Baginda menginginkan Pangeran Bindi
menjadi putra mahkota.
RESO:
Tenang!
Rencana
akan
berjalan
sebagaimana
dijadwalkan.
SIMO: Bagus. --- Meskipun agak terlambat saya mengucapkan
rasa berduka cita atas wafatnya Nyi Mas Reso.
***
34. PANJI TUMBAL TERPUKUL LAGI
Pagi hari. Di Kadipaten Tegalwurung. Panji Tumbal duduk di
tahta Kadipaten dihadap mata-mata.
TUMBAL: Mata-mata, kedatanganmu aku sambut dengan
gembira. Juga aku terharu akan keadaanmu.
MATA-MATA: Jangan dipikirkan keadaan saya, Raden. Saya
ikhlas dan gembira di dalam menjalankan kewajiban.
TUMBAL: Sudah tampak besar kandunganmu.
MATA-MATA: Tetapi, justru kandungan saya ini yang
memudahkan saya untuk menyelinap ke sana kemari.
TUMBAL: Aku tidak akan melupakan jasamu, Mata-mata.
MATA-MATA: Terima kasih, Raden.
TUMBAL: Sekarang apa yang hendak kamu katakan?
MATA-MATA: Aryo Gundu, Aryo Ronin, Pangeran Gada, dan
Pangeran Dodot sebenarnya akan bergabung dengan Anda.
TUMBAL: Memang, begitulah janji mereka. Dan, sekarang
dalam keadaan gawat ini aku menunggu kedatangan mereka.
MATA-MATA: Mereka tak akan datang. Panji Reso menjebak
dan mengkhianati mereka.
Itu
sekadar
dugaan.
Tetapi,
memang
masih
pengepungan.
muda,
ternyata
sangat
pandai
memimpin
Terima
kasih.
Sementara
aku
menghadapi
BOLO: Ya, kita bayangkan. Tetapi, tidak sejauh ini. --- Sekarang,
kita harus membicarakan hal itu dengan lebih teliti.
SEKTI: Saya setuju dengan isi semangat dan maksud Aryo Bolo.
--- Aryo Reso, kenapa sampai sejauh ini kita meleset dalam
menilai orang?
OMBO: Betul! Terus terang saja memang meleset jauh. Lantas
kenapa jadi begini?
RESO:
Rupanya,
tahta
memang
bukan
tempat
duduk
Tetapi,
semuanya
sudah
terlanjur.
Kita
harus
Mudah-mudahan
Anda
tidak
salah
memandang.
RESO: Selamat.
BOLO: Aryo Reso dan Aryo Sekti, selamat tinggal. --- Saya
mencium ada masalah gawat. Ini saya ucapkan dengan kegagahan.
Saya tidak hanya memprihatinkan Sri Baginda, tetapi saya kaget
melihat perkembangan diri teman-teman. Cacat-cacat yang dulu
tidak tampak di saat hidup dalam tekanan, kini muncul justru di
saat kita sudah menang. Banyak orang yang kuat menghadapi
tekanan, tetapi berantakan di dalam kemenangan.
RESO: Anda meragukan diriku?
BOLO: Saya mendapat firasat bahwa kita harus sama-sama
waspada. Apakah Anda tersinggung oleh ucapan saya?
RESO: Tidak! Anda telah merumuskan pikiran Anda dengan
baik. Aku memahami.
BOLO: Terima kasih. Kita sama-sama berdoa!
RESO: Tepat!
SEKTI: Saya sangat terkesan pada ucapan Aryo Bolo. Wataknya
baik.
RESO: Ya! Ia orang baik.
SEKTI: Sungguh berat tanggung jawab Anda.
RESO: Hm.
SEKTI: Apakah Anda merasa kesepian sesudah hidup sendirian
sebagai duda selama beberapa hari ini?
RESO: Tidak.
Kita
harus
segera
menikah,
semata-mata
demi
nalar yang lebih bisa diterima orang banyak. Apalagi, bila raja
berfirman bahwa Bagindalah yang menghendaki pernikahan ini.
REBO: Sekarang apa yang harus aku katakan?
RESO: Katakan ya, Yang Mulia. Sebab, kalau tidak, lebih baik
hamba meletakkan jabatan dan pergi bertani.
DARA: Ke mana Anda pergi akan saya ikuti.
RAJA: Oh, jadi aku dipojokkan! --- Baiklah, kalau memang
demi kerajaan Kalian aku kawinkan.
RESO: Terima kasih, yang Mulia!
DARA: Untuk selanjutnya, kita bertiga akan merupakan
persekutuan yang kuat yang memimpin kerajaan.
RAJA: Ternyata, menjadi raja itu lain dari yang aku bayangkan.
Aku merasa jalan hidupku telah membelok dengan tiba-tiba. Dan,
membawaku ke alam yang ganjil yang aku tidak mengerti sama
sekali. --- Sejak aku menjadi raja, hidupku, hidup orang yang
terperanjat.
***
38. DIBAWA BADAI KE SANA KEMARI
Siang hari. Di Balai Penghadapan. Ratu Kenari, Aryo Sekti, dan
beberapa pembesar ada di situ menghadap raja yang didampingi
Ratu Dara dan Aryo Reso.
RAJA: Perkawinan Aryo Reso dan Ratu Dara yang terjadi tiga
hari yang lalu, sebagaimana telah aku katakan, atas kehendakku.
Aku masih muda, tetapi aku tidak merasa kikuk atau gentar untuk
menjadi raja yang menguasai kerajaan yang luas dan besar ini.
Sebab, aku dibantu sepenuhnya oleh Aryo Reso, pahlawan besar
kerajaan, yang kini menjadi ayahku. Kini, tahta raja akan lebih
teguh dan sentosa. --- Sebagai penasihat dan pemangku raja, Aryo
Reso tidak lagi bernama Aryo Reso. Aku, kini, menganugerahinya
gelar yang sesuai dengan kedudukannya sebagai ayahku.
Sekarang, nama dan gelarnya adalah Panembahan Reso. --Sedang untuk diriku sendiri, kini aku juga mengambil keputusan
yang baru. Sejak kini, namaku bukan lagi Mahesa Kapuranta,
tetapi aku ganti menjadi Maharaja Gajah Jenar. --- Sudah saatnya,
aku menyadari dengan tegas bahwa aku raja satu-satunya di
wilayah kerajaan yang luas ini. Adanya kekuasaan tandingan tidak
aku izinkan. --- Oleh karena itu, aku mendesak perlu segera
adanya tanggapan yang tegas dari Panji Tumbal, Pangeran Bindi,
dan Pangeran Kembar terhadap tahtaku. Kalau mereka mengakui
kewibawaan tahtaku, maka harus segera datang menghadap
kemari dan menyatakan pengakuannya. Sedangkan, kalau mereka
melawan tahta, kepala mereka akan dipenggal. Tugas untuk
menyampaikan firmanku ini aku serahkan kepada Panembahan
Reso yang akan menunjuk para utusan.
bisa membayangkan
ini,
pasukan
kami
sedang
bersuka-ria
menari
mengitarinya.
BINDI: Inilah salah satu kemenangan yang penting di dalam
hidup kita. Adinda kembarku, aku sangat bangga pada Kalian
berduka cita. Kemudian beliau bunuh diri di halaman istana. --Tak lama kemudian Sri Baginda juga wafat.
KEMBAR I: Kita bertiga kehilangan raja dan bapak. Tetapi,
kemalangan Anda ditambah dengan kehilangan ibunda dan adik
kandung.
BINDI: Tidak hanya itu! Karena, ternyata, aku juga kehilangan
tahta! (kedua Pangeran Kembar tertegun) --- Panji Reso dan
para adipati telah merajakan Pangeran Rebo. Si dungu yang
seharusnya duduk di keranjang sampah itu kini duduk di atas
tahta.
KEMBAR II: Saya bisa membayangkan betapa ibu Anda
sebelum akhirnya bunuh diri. Kedua putra kandungnya wafat
dipancung bersama-sama.
BINDI: Tetapi, memang begitulah hukuman untuk orang yang
memberontak kepada Raja! --- Diam-diam rupanya mereka juga
menginginkan
tahta,
yang
menurut
orang
banyak
sudah
BINDI: Jadi, Kalian mau bersumpah bahwa Kalian akan matimatian membantu aku agar bisa duduk di atas tahta?
KEMBAR I: Pasti, kakanda! Itu pasti!
KEMBAR II: Jangan Kakanda ragu-ragu dalam hal itu.
KEMBAR I: Tetapi, ini bukan saat yang tepat bagi kita untuk
membicarakannya. Ini saat berkabung. Empat anggota keluarga
kita baru saja meninggal dunia.
BINDI: Urusan hidup dan mati bukanlah urusan orang gagah
seperti kita untuk direntang-panjangkan! --- Ayahanda sudah
sangat tua. Teman-teman Baginda seumur sudah wafat semuanya.
Ibuku seharusnya menyadari bahwa sudah selayaknya kedua
adikku kehilangan kepala karena memberontak terhadap raja.
Ibuku bunuh diri karena itu, sebenarnya sangat mengecewakan.
Rasa kecewa melebihi rasa dukaku. Baiklah! Yang lewat biarlah
lewat! Kewajiban kita yang nyata sebagai pangeran, pada saat ini
ialah menyelamatkan tahta dari tangan orang yang dungu. Ini
penting demi kelangsungan kejayaan kerajaan. --- Sekarang aku
minta Kalian bersumpah.
KEMBAR I: Saya bersumpah!
KEMBAR II: Saya bersumpah!
BINDI: Bagus! Aku puas! --- Coba, bawa Panji Tumbal kemari.
KEMBAR II: Baik. Saya ambil dia (pergi).
Pangeran
Bindi
menduduki
seluruh
Kadipaten
dia
menyingkirkan
Maharaja
kita?
Itu
saja
persoalannya.
BAMBU: Dengan dukungan Anda sebagai pemangku, Maharaja
kita pasti akan bisa menumpas tandingannya di Tegalwurung!
JAMBU: Besar kepercayaan kami kepada Anda untuk bisa
mengatasi keadaan ini, Panembahan.
LEMBU: Dari sejak masih tinggal di istana, Pangeran Bindi
sangat mengerikan tingkah lakunya. Tanpa ragu-ragu saya akan
membantu Anda untuk membela Maharaja kita.
RESO: Aryo Sumbu, apakah Anda juga mempunyai kemantapan
seperti itu?
SUMBU: Jelas dan tegas, ya, Panembahan!
RESO: Setelah Anda semua beristirahat beberapa hari, bantulah
Sri Baginda untuk memerangi para pemberontak. Anda semua
mempunyai pengalaman yang luas di dalam pertempuran.
sangat
dibutuhkan
oleh
negara
untuk
mengatasi
perpecahan.
RESO: Jadi, Anda menganggap aku dibutuhkan oleh negara!
Tetapi, mengenai suka atau tidak suka terhadap diriku itu
bagaimana? Anda termasuk orang yang suka atau tidak suka?
SEKTI: Termasuk yang suka dan tidak suka.
RESO: Apa yang Anda tidak suka pada diriku?
Syukurlah.
Sekarang
tuntaskan,
uraikan
seluruh
Aku
menyadari
kekuranganku,
aku
menyadari
duduk
di
atas
tahta,
tetapi
ingin
membela
dan
RESO: Itu, bukan rencanaku dari semula. Itu suatu unsur yang
tidak terduga yang ternyata sangat membantu rencanaku. --- Anda
lihat, setiap rencana dan usaha kalau benar-benar diperjuangkan
akan punya nasib sendiri. Nasib baik atau buruk yang kita harus
berani menanggung atau mensyukuri.
SEKTI: Anda tidak merencanakan dari semula untuk punya
hubungan asmara dengan Ratu Dara! --- Lalu, istri Anda
wafat.
RESO: Aku menyuruh Siti Asasin untuk membunuhnya.
SEKTI:
Dan,
lalu,
kita
bersama-sama
merencanakan
pembunuhan terhadap Raja Tua dengan bantuan Ratu Dara! --Tetapi, siapa yang meracun Anda? Saya menduga Anda diracun
oleh istri Anda.
RESO: Memang. Asasin yang mengungkapkan rahasia ini! --Istriku, karena ketakutan menentang cita-citaku untuk menjadi
raja.
SEKTI: Kenapa cita-cita segawat itu mesti diungkapkan kepada
istri?
RESO: Itulah kelemahanku! --- Semakin ketakutan, tingkah-laku
istriku semakin berbahaya untuk keamanan rahasia cita-citaku.
Lalu aku bunuh dia.
SEKTI: Alangkah kotornya isi tengkorak kekuasaan. Itulah
sebabnya, kepala raja harus dihias dengan mahkota.
telah
bertemu.
Bagaimanakah
sekarang
sikap Anda
kepadaku?
SEKTI: Saya akan membantu Anda menjadi raja dan
menyelamatkan kerajaan.
RESO: Sebagai jantan dengan jantan: tuluskah Anda?
SEKTI: Tulus dan sadar. --- Beribu-ribu pendeta dan orang
beragama juga pernah mendukung Asoka Wardana yang jalan
kekuasaannya bersimbah darah, tetapi pada akhirnya, lalu menjadi
raja yang mulia.
RESO: Aku tidak akan menghibur nuraniku dengan persamaan
seperti itu. Aku tetap ingin menjadi raja dan membela negara,
tetapi juga dengan rela menanggung akibat dari dosa-dosaku.
dulu
menduduki
dan
menguasai
beberapa
wilayah
Kadipaten.
Pasukan mereka akan kita gabungkan dengan pasukan kita seperti
halnya pasukan Tegalwurung di sini.
KEMBAR II: Tetapi, mereka juga merampok desa-desa yang
mereka duduki itu.
MAHARAJA: Selamat
datang semuanya.
Terutama
aku
Apakah
gunanya
peperangan?
Peperangan
bahwa
Pangeran
Bindi
bisa
mendapatkan
Terus,
bagaimana
bila
Panembahan
Reso
hal
mokal-mokal
kiranya
toh
terjadi
juga,
maka
Ia
bukan
lelaki
yang
sejati.
Ia
tak
mampu
orang
terkesiap.
Panembahan
Reso
pelan-pelan
Anda lebih cepat dari aku. Aku tadi lamban karena didorong
perasaan jijik dan ngeri, begitu menyadari bahwa istriku ternyata
tega mengkhianati raja yang juga putranya. --- Pengawal!
Singkirkan jenazah ini. Uruslah baik-baik bersama jenazah raja.
Ada urusan negara yang lebih utama untuk kami bereskan di sini.
PENGAWAL: Baik, Yang Mulia!
Jenazah disingkirkan.
BOLO: Saya kagum pada kekuatan Anda untuk menerima ujian
batin yang berat ini. Tidak perlu memberikan kata-kata hiburan
dan peringatan. Karena, Anda sudah bisa menguasai diri dan
menyadari adanya tugas kita bersama yang mendesak di depan
mata, ialah: tugas membela negara!
LEMBU: Seperti Anda, saya pun telah mengalami puluhan
pertempuran. Kita telah puluhan kali menyaksikan sahabat karib,
atau bahkan saudara, gugur di dekat kita, dan kita tetap bisa
menguasai diri. Oleh karena itu, meskipun kelihatan kejam, saya
tega untuk meminta kepada Anda, marilah kita terus bekerja
sekarang juga. Pimpinlah kami agar bisa bertindak hari ini juga
membela negara yang sedang dilanda bencana.
SIMO: Panembahan, saya juga memohon. Di Watu Songo, saat
ini juga, terjadi banyak bencana yang sama besarnya dengan
bencana yang menimpa hidup pribadi Anda.
JAMBU: Jangan lagi kita memilih raja seperti berjudi untunguntungan. Kita harus memilih orang yang sudah terbukti mutu dan
kemampuannya untuk kita rajakan.
BOLO: Tepat! Tepat! Marilah kita rajakan orang yang telah
terbukti sanggup memimpin, telah terbukti diakui pengaruh
kewibawaan
pribadinya,
telah
terbukti
punya
wawasan
sampai
sekarang
kehidupan
pribadinya
bersih
dari
kembali keutuhan kerajaan dalam tempo empat puluh hari. --Apakah ada pertanyaan?
LEMBU: Hamba kira sudah jelas semuanya.
RESO: Bagus. Berangkatlah Kalian ke pos masing-masing
malam ini juga.
LEMBU: Atas nama semua bala tentara hamba memohon restu
Sri Baginda Raja.
RESO: Restu aku berikan.
Semua memohon diri dan pergi.
Tinggallah Aryo Sekti dan Panembahan Reso.
SEKTI: Yang Mulia, hamba merasa bangga melihat Paduka
duduk di atas tahta. Kita telah mengadakan pertemuan dari hati ke
hati, dan dari hati ke hati pula hamba berkata bahwa
sesungguhnyalah Paduka pantas menjadi Raja.
RESO: Terima kasih karena kamulah yang telah mempersiapkan
jalan terakhir menuju tahta. Kalau istriku tidak kamu tikam, entah
apa pula yang bakal ia ocehkan. Barangkali rahasia kebusukanku
bakal terbuka.
SEKTI: Jangan terlalu menyesalkan noda di masa lampau.
Karena, nyatanya, tahta telah mampu membentuk Paduka menjadi
manusia baru.
Tamat
Depok-Bandung
10 Juli 1986