Anda di halaman 1dari 21

ORANG ASING

(Drama Satu Babak)

Judul Asli : Lithuania


Karya : Rupert Brook
Saduran : D. Djajakusuma

Interior sebuah rumah kampung di daerah Bumiayu, sebuah meja di


tengah. Di dinding belakang ada jendela, sebuah pintu dekat dinding kanan dapur
dan sebelah belakangnya rak dengan pinggan-pinggan dan lain-lain.
Malam hari di musim pancaroba. Di iuar jendela, tampak terang bulan,
remang-remang di kejauhan tampak pohon cemara. Di sebelah kiri meja
menghadap samping duduk orang asing sedang menghabiskan makannya. Gadis
duduk di kursi atau di amben kecil di depan dapur rnembelakangi publik,
sementara menengok-nengok ke arah orang asing. Ibu mondar-mandir antara
meja, amben dan rak, membawa piring-piring makanan dan lain-lain. Sebuah
lampu ada di atas meja.
Orang asing kira-kira berumur 27 tahun. Pakaiannya mahal dan bersih,
tingginya sedang, badannya agak lemah, kuning, kumis dan jenggot runcing
hitam, dan banyak bergerak.
Ibu umur kira-kira 45 tahun atau lebih, tingginya sedarg, badannya kuat
agak bungkuk karena keras bekerja, mukanya keras, pendiam tapi sekali-kali bisa
banyak bicara.
Gadis baru saja dewasa sedikit agak tinggi dari ibunya tapi badannya lebih
kuat, mukanya keras dan tak banyak bergerak.

Orang Asing : (mendorong kursinya ke belakang dan menghabiskan


minumannya) Enak, enak sskali. Sungguh aku rasa, baiklah aku
mengaso sekarang. Aku capek sekali habis jalan kaki lewat
hutan-hutan itu. Alhamdulillah aku rnujur sekali menemukan
rumah ini.
Ibu : Jika Ndoro mau menunggu sebentar suami datang dari ladang.
1
Orang asing : (berdiri) Apakah tidak takut sendiri di rumah terpencil ini, hanya
dua perempuan malam-malam seperti ini....
Ibu : Apa yang akan kami takutkan? Apa yang akan dirampok dari
kami. Dan siapalah yang mau dengen saya? Sinah akan
menghajar mereka. Ia lebih kuat dari kebanyakan lelaki.
Orang asing : (membungkuk dengan perasaan tidak enak!
Anak ibu, tegap badannya.
Ibu : Dia kuat. Dia harus bekerja di ladang dengan ayahnya.
Orang asing : Ah saya kira berat untuk mengurus segalanya hanya dengan
seorang lelaki dalam keluarga atau (jelas Ibu punya anak laki-
laki tentunya. (menyendiri)
Ibu : Tidak, dulu ada seorang. Ia minggat waktu berumur tiga belas
tahun.
Orang asing : (dengan ketawa kecil sopan agak gugup) Sayang. Aku sangka
wanita ingin ada orang yang akan melindunginya, dan kini
sebagai seorang ibu. Ibu tentu akan menerima kembali anak
itu bila ia pulang ke rumah untuk menolong Ibu di hari tua?
Ibu : (ragu-ragu) Ah, saya tidak tahu....
Gadis : Ia tenggelam (jengkel)
Orang asing : O, maaf. Tapi suami ibu selalu tinggalkan Ibu seorang diri....

Terdengar suara Bapak dari jarak agak jauh


Ibu : Itu dia. Biar saya songsong. Silakan Ndoro tunggu sebentar.
Sebaiknya Ndoro bertemu dia sebelum pergi tidur. (Ibu keluar).
Orang asing : (jalan agak kaku mendekati Gadis) Aku kira seorang gadis muda
dan manis seperti kau. kadang-kadang tentu akan merasa jemu
hidup bekerja terus-menerus di tempat seram seperti ini... meski
indah sekalipun...
Gadis : (setengah pada diri sendiri) Saya punya kegembiraan sendiri.
Orang asing : Enak di kota besar. Jalan-jalan terang benderang dan sibuk.

2
Darahmu akan mengalir lebih cepat. Sayang sekali kau tak akan
tahu. Tak sadarkah kau hanya akan jadi kasar dan tua di sini.
Tiap hari akan makin kaku dan bodoh. kerja, kerja, kerja,
kemudian kau akan seperti ibumu yang akhirnya kerdil dan jelek
kemudian mati. Nah apa katamu (ketawa sedikit, histeris) bila
mendadak datang seorang satria (melihat kepada Gadis) dan
berjanji akan membawa kau ke kota besar dan mernperlihatkan
segala sesuatu kepadamu... membelikan pakaian dan perhiasan...
dan memberikan padamu segala yang terbaik seperti seorang
putri....
Gadis : (berdiri ccpat dan berjalan menuju orang asing agak pincang)
Aku pincang digigit anjing, Ndoro ingin lihat? (Dia angkat
kainnya dan menunjukkan tempat di bawah lutut) Apakah kaki
seorang putri seperti ini? Lihat bekas ini (mernperlihatkan
tangannya). Gara-gara sebuah paku besar (lutut kiri orang asing
dipijat dengan tangannya dan menengok ke atas, senyum sedikit.
Orang asing teriak sedikit aan melangkah mundur agak kaget
Pernah Ndoro rasakan tangan seorang putri seperti ini? (diam
sejenak, Gadis jalan menuju ke pintu sebelah kiri lalu masuk)

Orang asing duduk, tangan di kakinya. Masuk Ayah dan Ibu. Ayah ini sedang
tingginya, umurnya kira-kira 49 lahun. Kuat badannyu, rambutnya yang hitam
mulai memutih. Periang berwatak keras tapi lemah menghadapi persoalan.
Ibu : Ini suami saya (orang asing menghampiri Ayah, agak nervous.)
Orang asing : Apa Bapak tuan rumah di sini? Apa kabar, Pak? Istri Bapak
sangat baik membolehkan aku tidur di sini. Aku tersesat di hutan
dan kemalaman. Tapi aku sangat beruntung menemukan rumah
ini.
Ayah : Bagaimana Ndoro sampai dalam hutan dengan pakaian seperti
itu?

3
Orang asing : (agak bingung) Aku kesasar Aku coba-coba jalan kaki ke
Bumiayu. Hari sangat cerah... aku suka betul jalan kaki dan
kebetulan aku mengelilingi kota kecil daerah ini, ada...
urusan.... Ya urusan pemerintah
Ayah : Ndoro terlalu nyasar dari jalan besar. Ndoro tentunya sangat
lelah. Apalagi dengan kopor itu, Ndoro mungkin nanti bisa
dirampok.
Orang asing : (membuka kopornya) Ah, tak banyak isi kopor ini, hanya kertas-
kertas saja. (riang) Tetapi banyak bawa uang (mengeluarkan
uang) Lihat banyak uang. Dengan ini saya bisa beli rumah
sepuluh kali sebesar ini lengkap dengan isinya. Aku berani
bertaruh kalian belum pernah lihat uang begini banyak di atas
meja. (ia mengeluarkan lagi ketawa histeris dan minum tuaknya)
Ayah : (tercengang memandang orang asing) Tidak. Ndoro, memang
belum pernah (hening sejenak. Ibu jalan ke dapur).
Ibu : Tidak aman jalan dalam hutan membawa semua itu.
Orang asing : Tak ada seorang manusia aku jumpai hari ini. Atau sebuah
rumah. Inilah rumah pertama yang aku temui. Aku langsung
menuju kemari, dari hutan sebelah barat sana. Aku gembira
melihat ada lampu menyala.

Hening sejenak gadis datang lagi diam-diam melalui belakang dan duduk,
sementara orang asing bicara.
Orang asing : Sangat sunyi dan mengerikan di sini. Aku kira orang bisa jadi
gila karenanya... mendengar angin bertiup di dalam kayu,
menyaksikan malam mendatang, berbulan-bulan begitu.
(memhalik lihat orang-orang) Aku bilang terus terang, aku mulai
tak enak berjalan sendiri di hutan sehari suntuk di antara pohon-
pohon itu.
Ayah : Di sebelah sana, di lembah, ada beberapa rumah kira-kira tiga

4
menit dari sini, Ndoro tentu tak lewat sana, ya, di sana banyak
orang.
Ibu : (menyiapkan makanan lagi) Dia barangkali memang mau ke
sana.
Ayah : Banyak pekerjaan di ladang-ladang.
Orang asing : Tetapi di musim hujan keadaan lebih sukar bukan?
Ayah : Ya. musim hujan memang sudah dekat.
Orang asing : Saya pikir kalian tentu akan senang sesudah menabung barang
sedikit lalu pergi dari sini dan hidup di kota.
Ayah : Itu akan terjadi bila kambing bandot meneteki anaknya atau bila
ada rezeki jatuh dan langit di depan si miskin.
Ibu : Pak. (memarahi suaminya)
Ayah : Kita hampir-hampir tak dapat hidup dari tanah ini.
(pause)
Orang asing : Aduh capek benar aku jalan kaki dalam hutan itu. Baiknya aku
tidur saja sudah jauh malam tentunya.
Ayah : Kira-kira jam delapan lewat.
Orang asing : (tertawa) Tentu Bapak tak punya arloji. (diam sejenak kemudian
tertawa keras) Tentu tak tahu jam berapa mesti pergi tidur. Akan
aku pinjamkan arlojiku untuk semalam. Ya (jam dikeluarkan
dari sakunya) lihat. Emas betul, emas seluruhnya. Aku akan
gantungkan di sana di dinding itu. Aku bertaruh kalian belum
pernah lihat arloji emas tergantung di dinding. Ya kan

Gadis di belakangnya memandang ibu, Ibu pada Gadis, Ayah memandang satu
persatu, lalu mengetuk-ngetuk meja (pause).
Ibu : (mengangkat lampu) Boleh saya mengantar Ndoro ke kamar?
Orang asing : Tentu. Aku benar-benar harus tidur. (menengok ke arah arloji)
Nah, coba lihat (menghampiri Gadis). Selamat malam, Dik.
(Gadis berdiri kaku dan membungkuk). Selamat malam (pada

5
Bapak). Aku takut sebagian besar dari makanan Bapak telah
saya habiskan. Aku minta maaf. Tapi akan kuganti. Kalian tak
akan menyesal berbaik budi kepada saya. (menghampiri Ayah
seperti mau bersalam. Ragu-ragu lalu mengikuti Ibu ke pintu
kanan)
Ayah : (pada orang asing) Ah, makanan orang miskin. Tapi saya
senang sebab Bapak suka.
Ibu : (di depan pintu) Kamarnya sangat jelek. Kami tidur sebelah
kanan. Bapak tak usah takut akan terganggu kami.
Gadis berdiri dekat api, Ayah duduk makan di ujung meja.
Ayah : (sambil makan) Kau selalu bicara tentang laki-laki. Itu ada
seorang buat kau. Kenapa kau diam saja. Dia perhatikan kau
dan mabuk.
Gadis : (membawa lauk pauk) Laki-laki lemah tangannya kaya
perempuan laki-laki jelek begitu.
Ayah : Kau takut. Kau memang selalu takut.
Gadis : Dia bukan laki-laki. Dia banci, kecil begitu: lemah dan cerewet
seperti Bapak.

Ayuh mendekati Gadis tangkap Gadis pada lengannya dengan keras. Sendok di
tangan Gadis jatuh ke tanah. Gadis meronta melepaskan tangannya dan pukul
langan Ayah dengan mengeraskan suaranya.
Gadis : Jika berani pukul, aku bunuh nanti.

Gadis menuju ke depan dan duduk. Ibu datang bawa lampu di meja dan
dimatikannya.
Ibu : Apa yang kaubawa dari hutan? Tidak bawa apa-apa. Hutan
terkutuk. Tak ada binatang, tak ada burung. (semua diam mati)
(duduk sebelah Ayah) Kita tak punya apa-apa. Bagaimana
kalau nanti hujan mulai datang.

6
Ayah : Aku lapar. Tak pernah cukup makan di rumah setan ini. Tak
bisa hidup kita dari tanah mi.
Ibu : Telah kuberikan sebagian makanan padanya. Aku tahu dia kaya.
kita akan dapat persen dari dia. Mungkin makan delapan hari.
Ayah : Lalu?
Ibu : Kita sampai sekarang masih bisa hidup.
Ayah : (berdiri marah) Aku sudah bosan di sini. Aku pergi ke kota. Di
sana ada duit. Buat apa aku tinggal di sini dan makan buat kamu
berduaan aku sendiri. Aku akan pergi sendiri. (melihat arloji)
Lihat itu. Mengapa dia harus punya itu, sedang kita mati
kelaparan? Kita akan hidup setahun dengan barang itu. Dari
mana dia dapat barang itu? Siapa dia sebenarnya? Mengapa dia
bicara seperti itu.
Ibu : Dia mabuk sedikit. Dia orang kaya.
Ayah : Dia gila kataku. Siapa pernah mendengar orang jalan di hutan
karena suka kalau tidak karena gila. Dengan pakaian mentereng.
Membawa kopor lagi.
Gadis : Tak ada orang yang lihat dia datang kemari.
Ibu : Jika dia gila, kita bisa dapat hadiah karena memelihara dia.
Orang tuanya tentu kaya Dia tidak gila tetapi aneh. Apa yang
membikin dia gila. Buat apa dia datang kemari. Uang itu
semuanya--caranya dia ngomong. Kaukira semua itu dia punya?

Ibu dan Gadis saling memandang sebentar menggerakkan kepalanya


Ibu : Jika bukan kepunyaannya...
Ayah : Dia seperti maling. Lagak lagunya seperti maling. Barangkali
dia mencuri. Dia lari, sembunyi, sebab itu dia datang kemari.
Ibu : Kalau dia maling, kita akan dapat hadiah melaporkan dia.
Ayah : (mengambil arloji) Barang emas ini dan uang itu. Apa haknya
baraag ini. Mungkin banyak orang kelaparan karena dia

7
mencuri. Dia kaya maling.
Gadis : Dia kecil dan lemah.
Ayah : (bersandar dekat meja) Aku bekerja, pelihara kamu berdua.
Bekerja sekuat tenaga dan aku dan aku akan mati kelaparan.
Tapi dia maling, dia seorang diri dan dia punya banyak uang.
Jika Tuhan ada, apa itu akan dibiarkan?
Ibu : Pak!
Pause
Ayah : (seperti tak suka dan makin keras) Kita sama-sama punya hak
apa artinya uang buat orang buruan seorang diri. seperti dia.
Ibu : Hessstt... dia nanti bangun. (kurang keras) Peduli apa kaleu dia
dengar.
Gadis : Dia tidur nyenyak. Terlalu capek. (cahaya lampu berkurang)
Pause
Ayah : Mengapa kau pandang aku?
Ibu : (memeras tangannya mendekati dapur) Kita akan kelaparan di
musim hujan nanti.
Ayah : (gemetar). Mengapa kau lihat aku. Apa yang kalian pikir. Aku
tak mengerti apa yang kalian pikir.
Ibu : Kau gemetar, Pak. Sampai-sampai mejanya ikut gemetar
Pause
Ayah : Mengapa aku dipandang juga. Aku tak tahan melihat matamu
(pause lebih panjang) (hampir menangis) Aku pernah
bunuh orang sekali... sekali... dalam perkelahian. Ya, Tuhan,...
aku... tidak. (mereka berpandangan, berdiri diam) Aku harus
berpikir... bilang apa-apa... besuk....
Gadis : Sekarang
Ayah : Dia tamu kita.
Ibu : Dia maling.

8
Diam sejenak. Gadis pasang lampu.
Ibu : (dengan suara rendan dan cepat) Dia tidur cuma sekali. Ia tidak
akan melawan. Kami akan pegang dia. Tak ada orang yang tahu.
Kita harus dapatkan uang itu.... Kau pengecut.

Sementara itu Ayah ambil pisau yang terselip di dinding, ambil lampu dari
tangan Gadis dengan tak sadar. Dan maju beberapa langkah menuju kamar
orang asing. Kedua wanita itu mengikutinya.
Ayah : Aku tak bisa. (maju beberapa langkah menggokke belakang).
Kau kotor. Tunggu di sini. Kau tak boleh sentuh dia. Aku akan
bereskau. (cepat masuk kamar tamu)

Gadis berdin dekat pintu kamar orang asmg. Ibu kembali ke dapur. Hening suara
terdengar tak terang, pelan-pelan Gadis melangkah dekati pintu. Mendadak
Ayah/lampu ditaruh di meja. Duduk lemas pada meja, gemetar. Ibu mendekat,
pause. Ayah menggeleng
Gadis : Pisaunya bersih.
Ibu : Sudah beres? (bertanya pada ayah)
Ayah : Aku... (meringkus) Tidak. Aku rasa rnau muntah. Aku tak
bisa. Aku tak jadi masuk. Aku bekerja sehari-harian. Aku iadi
sakit (batuk dan gerakan lehernya).
Ibu : Mesti!
Ayah : Aku tak bisa... seperti ini. Tuak. Aku perlu tuak.
Ibu : Sudah habis diminumnya. Mesti kau melakukannya.

Ayah terhuyung-huyung ke dinding belakang dan mengenakan baju


Ayah : (merogoh kantongnya) Aku ke warung dulu beli tuak. Aku ada
duit sedikit. Aku mesti minum tuak, kalau tidak. tak bisa aku
kerjakan itu. Aku akan minum sampai setengah mampus. Ya,

9
Tuhan (tegakkan badannya dan bicara lebih teratur). Jika aku
kembali nanti, lihatlah aku akan siap tikam siapa saja. Aku
sekarang capek dan sakit. Aku tak bisa bunuh orang kalau
kerongkonganku mambu dan merasa sakit. Aku telah bekerja
sehari suntuk. (membuka pintu) Aku akan segera kembali. Aku
bersumpah, akan aku bunuh dia. (keluar).

Bayanganya nampak di balik jendela jalan ke kiri jalan agak cepat. Ibu dan
Gadis ikuti ia lewat kemudian mendengarkan sebentar. Tak dengar suara-suara
dari kamar orang asing. Ibu matikan lampu. Mereka duduk di tempat masing-
masing di dekat api. Gadis besarkan api dengan menaruh beberapa potong kayu
di api.
Ibu : Dia tak qpa-apa ...
Gadis : Dia pengecut.
Ibu : Dia bukan pengecut. Dia terlalu banyak pikir. Kau tak mengerti
kalau dia sudah mabuk... beres. Dia tidak akan pikir lagi.
Gadis : Kalau aku mau bunuh orang. Aku tak perlu minum tuak lebih
dahulu.
Ibu : Ya. Kau akan... aku takut dia tidak akan...
Gadis : Dia akan mabuk.
Ibu : Uangnya tak cukup untuk jadi mabuk... di samping itu ia telah
tahu apa yang mesti dilakukannya kalau kembali.
Gadis : Dia keluar untuk lari. (diam sejenak) Tak betah aku rnenungu.
Ibu : Dia akan bertindak jika kembali. (berdiri ke arah pintu orang
asing. Kemudian kembali ke tempat semula, berdiri). Aku kenal
dia (mengambil arloji dan mengamat-amatinya) Apa kau kira
dia pencuri?
Gadis : Aku tak tahu. Pokoknya kita akan jadi kaya. Kita akan pindah
dari sini. (menggantungkan kembali arloji) Sama saja di mana-
mana. Tapi yang pasti kita akan mati kelaparan.

10
Gadis : Kesal menunggu. (pause) Seseorang harus melakukannya
segera. Tak usah banyak pikir. Tambah mempersulit saja.
(pergi perlahan-lahan ke jendela) Terang di luar. (tiba-tiba) Tak
seorang pun yang melihat dia kemari bukan? Lagi, pula tak ada
yang tahu kalau dia makan di sini.
Gadis : Tidak. Mereka tak akan melihat dari jalan. (kembali duduk) Lagi
pula siapa yang akan datang malam seperti ini.
Gadis : Kadang-kadang mereka datang.
Ibu : Ya kadang-kadang mereka datang untuk menemui kau bukan?
Anak-anak muda seminggu sekali. Ketika aku masih gadis.
Gadis : Ibu selalu cemburu padaku
Ibu : Cemburu! Ketika aku masih sadis. Berpuluh-puluh pemuda
mengikuti aku.
Gadus : Tidak jadi tua dan pencemburu.
Ibu : Kau selalu benci padaku. Aku ibunya, kau keliru membenci
ibumu, kau aneh.
Gadis : Ibu yang benci padaku. Memang henar kau ibu, tapi sekarang
cinta telah berubah.
Ibu : Kau tahu bagaimana menjadi ibu. Dan tak akan pernah tahu.
(muncul orang asing. Ibu dan Gadis agak kaget)
Bapak mau apa?
Orang asing : Oh. apakah suami Ibu tidak ada?
Ibu : Ia sedang keluar sebentar. Ada sesuatu yang mengganggu Tuan?
Orang asing : Tidak. Ibu tahutidakAku ingin bicara dengan Bapak. Saya
kira saya harus melakukannya malam ini juga. Tapi tak apalah.
Kapan suami ibu akan kembali?
Orang asing : Kapan suami Ibu akan kembali?
Ibu : Sayasaya tidak tahu, Ndoro.
Gadis : Mungkin dia datang agak lambat
Orang asing : (maju beberapa langkah) Oh, lebih baik besok saja.

11
Orang asing : (pergi cepat ke jendela) Di luar sangat dingin. Kita akan segera
tidur. Dan pintu-pintu akan kukunci. Biar Bapak nanti
menyusul. Ada sesuatu yang Ndoro inginkan?
Orang asing : Ah, tidak. Saya kira Bapak ada. Ada sesuatu yang ingin saya
jelaskan, sebelum saya tidur. Tapi biarlah. (mau kembali ke
kamarnya).
Ibu : Apakah pembicaraan kami tadi mengganggu Ndoro? Omongan
kami terlalu keras barangkali.
Orang asing : Oh, tidak. Tidak apa-apa. Ibu tak apa-apa. Sayasaya tidur
sebentar dan tiba-tiba terbangun. Saya jatuh, kagethingga saya
tidak bisa tidur lagi sebelum saya jelaskan persoalannya.
Ibu : Ndoro akan tidur nyenyak. Terlalu capek. Tuan tak akan dengar
apa-apa lagi.
Orang asing : (mendadak) Ya. Maafkan aku bikin kalian kaget. Aneh (pause).
Besok saja.... Aku akan tidur nyenyak. (kembali ke arah
kamarnya.)
Ibu : (masih di depan jendela) Ya, Ndoro tentu sangat lelah. (Gadis
berdiri, orang asing masuk kamarnya. Ibu melangkah ke depan).

Action : Ibu dan Gadis bicara bisik-bisik.


Ibu : Apa dia maksud? Kenapa dia keluar?
Gadis : Tak tahu aku.
Ibu : Dia dengar?
Gadis : Aku kira tidak. Barangkali kaget terbangun.
Ibu : Atau dia gila.
Gadis : Kelakuannya aneh-aneh saja sejak dia datang..
Ibu : Mungkin dia mabuk karena tuak yang diminum sedikit itu.
Laki-laki suka berbuat aneh kalau dia mabuk.
Gadis : Mungkin dia datang lagi.
Ibu : Akan berabe jadinya.

12
Ketukan di pintu, mereka saling berdekapan, mereka memandang keliling ketukan
lagi. Ibu berbisik.
Ibu : Kita harus buka.

Gadis mengangguk cepat. Gadis pergi ke dekat api ambil arloji yang
dimasukkannya ke dalam kutang. Ibu pelan-pelan buka pintu mengintip buka
pintu lebar.
Ibu : Ah, kau Siman. Masuklah. (ia songsong seorang anak muda,
membawa sesuatuanak muda membersihkan kaki, dia agak
tinggi mukanya kuat dan bersih/umur 23 tahun)
Ibu : Kok malam-malam.
Anak muda : Belum lagi setengah sembilan. Saya mampir sebentar saja.
Ibu : Kami sudah berkemas-kemas mau lekas tidur.
Anak muda : Saya cuma singgah menghaturkan ini (letakkan barang itu.)
Ibu : Kau terlalu baik (memperhatikan bai ang itu).
Anak muda : Saya mau berdiang sebentar biar agak panas. (Gadis dan Anak
muda bersama menuju ke api)
Ibu : Aku mau tidur. (angkat lentera dan menuju ke kamarnya)
(tertuju kepada Gadis) Lekas menyusul ya. (Ibu masuk kamar
pintu kedua, Gadis memperhatikan barang itu)
Anak muda : Enak di sini. Becek dan dingin di luar.. Ayahmu ada?
Gadis : Dia pergi minum.
Anak muda : Ibumu bijaksana, meninggalkan kita berdua.
Gadis : Dia belum tidur.
Anak muda : (tersenyum) Dia tak mengintip. Tak ada suaranya,
Gadis : Dia belum....
Anak muda : Aku tak mengerti, mengapa engkau tidur begitu cepat. Kau
jarang datang, ya, Man.
Anak muda : Mungkin aku tak akan kemari, kalau aku tahu... kalian tidak

13
peramah di rumah ini.
Gadis : Baik benar. Kau bawakan ini.
Anak muda : Baru kudapat tadi.
Gadis : Aku ingin... barangkali Ibu... mau mengunci pintu.
Anak muda : Tak senang kau, aku datang? Ah, aku sangat lelah, lebih baik
aku pergi tidur saja.
Anak muda : Kau tidak ke ladang siang tadi. Aku cari-cari.
Gadis : Banyak pekerjaan di rumah (mendekati anak-muda). Pergilah
sekarang. Datanglah lagi... .kapan saja. (mendadak buru-buru)
Pergilah dulu!
Anak muda : (meletakkan tangan di bahu Gadis) Kenapa kau tak suka bicara.
Aku tak mengerti watakmu.
Gadis : (melepaskan diri dari anak muda) Pergilah sekarang. Nanti
ketemu lagi.
Anak muda : (cepat menangkap tangan Gadis waktu tangannya jatuh dari
bahunya) Tidak. Aku akan tinggal sebentar.
Gadis : melepaskan diri) Pergi! Kalau aku tak mau?
Gadis : (tangkap dia pada lengannya dengan keras dan mendorong)
Pergi kataku....
Anak muda : (mereka seperti bergulat) Kau tak begitu kuat (Gadis lepas
kemudian Gadis dipegang lagi. Gadib terdorong ke belakang
menubruk meja? Hingga berbunyi. Anak muda lepaskan Gadis.
Gadis bersandar pada meja. Anak muda tersenyum)
Gadis : Kau habiskan tenagamu.
Anak muda : Kau tidak begitu kuat.
Gadis : Pergilah kupinta.
Anak muda : Aku akan datang lagi.
Gadis : Ya, besok datanglah.
Anak muda : Aku datang agak siangan, jumpai aku di jalanan....
Gadis : Baik.

14
Anak muda : Ada yang ingin kukatakan
Gadis : Aku harus tidur sekarang.
Anak muda : Salaman dulu. (Gadis melengos) Selamat tidur. (Anak muda
keluar. Gadis menutup pintu perlahan-lahan)
Ibu : (cepat keluar kamarnya) Sudah pergi dia (Gadis mengangguk)
(dengan tangannya menunjuk kamar orang asing) Ah,
bagaimana kalau dia keluar tadi? Orang lain pun bisa datang.
Banyak anak muda yang menanyakan kau, bukan?
Gadis : Ah gila... kita mesti dapatkan uang itu. Aku pergi dari sini.
Ibu : Kau kira orang akan perhatikan kau di kota? Gadis kota cantik-
cantik.
Gadis : Dia mesti datang lekas. Dia mesti bertindak (duduk). Pause
Gadis : Sudah lebih dari satu jam
Ibu : Baru lima menit. (pause)
Ibu : (mendadak bangun). Apa itu
Gadis : Apa?
Ibu : Langkah orang
Gadis : Di mana?
Ibu : Di luar, ayahmu, barangkali.
Gadis : Aku tak dengar apa-apa.
Ibu : Mungkin orang lain (pause sepi)
Ibu : Jika dia sekali ini tak berani lagi
Gadis : Dia pengecut.
Ibu : (berubah) Bosan aku menunggu. Seperti ada orang yang
mengintip kita.
Gadis : (berdiri dan berjalan pincang ke arah sebuah peti di dekat api
mencari-cari di dalamnya).
Ibu : Lagi apa kau?
Gadis : Pisau ini tua dan kuat.
Ibu : Duduk saja kau. Ayahmu segera kembali.

15
Gadis : (sedang mencari sesuatu dalam peti lain). Aku bisa gila,
menunggu. (berdiri dengan kapak di tangannya). Tak begitu
tajam, tapi kuat.
Ibu : Apa maksudmu?
Gadis : (pasang lampu di meja). Diam. Kita bereskan sendiri saja.
Ibu : Dia kecil dan lemah. Ambil sarung itu, lemparkan di atas
kepalanya dan dekap supaya tangannya tak bisa keluar. Tahan
yang kuat. (ibu mengambil sarung, Gadis mengangkat lampu).
Ibu : (jalan ke arah kamar orang asin). Ayuh lekas, yah, Nabi!
Syukur!
Gadis : Taruh lampu itu di atas lemari. (pelan-pelan mereka masuk ke
dalam kamar).

Gadis di depan, pause. Terdengar gerak-gerik pelan-pelan. Teriak, pukulan,


rintihan yang terhenti karena pukulan. (pukulan yang kuat bertubi-tubi selagi ini
berlaku. Ibu keluar kamar mengeluh. Pukulan berhenti).
Ibu : (habis tenaga, jatuh di kursi di samping meja) Ya, Tuhan.
Berhenti, ya Tuhan....

Gadis keluar kamar pelan-pelan, lampu di tangan kiri, kapak di tangan kanan
dipegang kuat. Nafas terengah-engah
Ibu : (hentikan keluhuya) Kenapa kau pukul terus.
Gadis : (taruh lampu di meja) Tak tahu aku....
Ibu : Kau terus saja pukul. Kukira kau gila. Dia mula-mula berteriak
panggil-panggil ibu...
Gadis : (berdiri) Tidak.
Ibu : Dia panggil ibunya. Ibunya tak akan tahu. Kau terus saja pukul.
Kauubiadab kenapa kau terus juga.
Gadis : Tak bisa aku berhenti. (jalan memutar dan berdiri dekat api)

16
Ibu : Kenapa kau terus saja pukul? Kukira kau gila. Aku benci
padamu.
Gadis : Aku tak tahu
Pause
Ibu : Kenapa kau pegang juga kapak itu?

Gadis lemparkan kapak ke dalam peti. Ia membalik dan duduk di kursinya.


Ibu : Tak akan aku pakai lagi sarung itu.
Gadis : Tak perlu lagi. (pause)

Ibu pelan-pelan bersihkan meja dan angkat piring-piringnya. Gadis


menundukkan kepala tangan menutup mukanya dan mulai mengeluh.
Ibu : Sudahlah. Dia takkan lagi bergerak. Ayahmu mesti tanam dia
juga di hutan sekarang. Atau besok. Kita akan pergi dari sini.
Sebelum musim hujan. Kita tak akan miskin lagi. (terdengar
sayup-sayup di mar, agak jauh) Apa itu? Ayahmu pulang. (suara
bertambah keras) Siap-siaplah. Ia tidak sendiri. Aku dengar ia
ngomong-ngomong. Mungkin dengan orang lain. Bangunlah.
Lihatlah sendiri kila harus siap.
Gadis : (cepat berdiri) Selesai. Kita bisa bilang sudah selesai semuanya.
Aku senang kita bisa pergi. Kita akan kaya. Aku akan kaya dan
pakai baju sutra.
Ibu : (mencela) Itu ayahmu. Ada orang yang menyebut namanya
siapa sih, bersama dengan dia? Gila dia.
Gadis : Dia mabuk. (orang ketuk-ketuk pintu).
Ibu : Dia ditangkap (ke piintu dan membukanya).

Tukang warung bersama anaknya masuk. Ayah di antara mereka tukang warung
tinggi, periang kira-kira 40 tahun, anaknya 18 tahun. Kurus agak hitam, tukang
warung menjinjing sandal. Di tangan kanannya anaknya lemas hampir jatuh dia

17
hanya pakai sandal. Tukang warung dan anaknya dengan pandang licik dan
muka merah dan Gadis berdiri.
Tukang warung : Selamat malam. Yu, kami bawa pulang. Suamimu (ketawa)
Ibu : Pak?
Tukang warung : Dia mau pulang sendiri. Dia bilang ada pekerjaan menunggu
(ketawa).
Tukang warung : Dia bilang dia harus pergi diam-diam. Dia lepaskan sandal.
(menjinjing sandal tinggi-tinggi). Kami tak dapat menahannya.
Dia bilang harus pergi diam-diam. Dia mau pergi diam-diam
lucu lucu

Ayah tertidur, terjatuh di lantai dekat kamar.


Tukang warung : Ini, bantu dia. Dia keder kena angin malam. Kasih dia air.
Seteguk, biar bangun.

Anak menuang tuak dalam gelas di meja menggoyang-goyang badan Ayah dan
meminumkan.
Anak : Dia datang di warung ada yang mesti aku lakukan katanya
gemetar dan pucat. Ya Tuhan minum katanya (ketawa
terkekeh-kekeh).
Tukang warung : Waktu aku datang dia sudah mabuk buta. Dia tentu tidak makan
seharian. Kalau tidak masakan sudah mabuk baru tigas gelas.
Dia membual tentang nasib baiknya. Kita semua minum karena
dia dapat nasib baik minum sepuas-puasnya katanya.

Ayah mendadak. Hhss (mencoba berdiri dan merayap di dinding jatuh lagi).
Ibu : (teriak) Pak
Tukang warung : (gembira) Nah, aaa. Tak apa-apa lihat, dia loncat-loncat di tanah
seperti kelinci pincang. Aku mesti diam-diam masuk katanya

18
kami ketawa. Setengah mati ketawa. Terpuji Tuhan kataku
Aku tahu kau nasib baik tak akan kelaparan lagi. Kami semua
minum (tuang tuak di gelas dan minum).

Ibu dan Gadis memandang melihat Ayan, dia selalu bangun dan berdiri, gemetar
mengangkat tangan.
Ayah : Diam. Diam. (menganggukkan kepala).

Ibu lari kepadanya dan memapahnya, takut lihat tukang warung.


Anak : (ketawa kecil). Dia terus saja bilang Diam ada yang mesti aku
lakukan, diam-diam. Katanya tak boleh ada bunyi. Ia lepaskan
sandalnya dan loncat-loncat di halaman seperti seperti
kelinci pincang.
Ibu : (pada tukang warung). Kau tahu
Tukang warung : (ketawa kecil) Banyak tahu
Ibu : (terang) Tentu kau akan dapat bagianmu dari nasib baik itu.
Tukang warung : (gembira) Aku akan dapat bagianku. Aku bilang padanya. Kita
semua dapat sedikit-sedikit. Hari ini besar. (menunjukkan ke
kamar orang asing). Orangnya tentu di sana barangkali. (Ibu
mengangguk) capek tentunya (ketawa).
Ibu sesudah diam sebentar tinggal Ayah
Ibu : Jadi, dia sudah cerita? Kau lihat dia juga
Tukang warung : Ya, saya lihat. Sampai di desa dia masuk warungku. Aku takkan
pernah kenal dia, jika dia tidak kenal aku lebih dulu. Sesudah 10
tahun! Kami minum tuak bersama-sama dia. Dia ceritakan
leluconnya. Aku yang pertama-tama akan kasih selamat
mereka besok pagi. Sebab jarang orang ketemu anaknya
kembali, setelah anaknya minggat Ayahnya senang punya anak
laki-laki lagi, kataku.
Pause

19
Anak melambai-lambai dengan gelasnya bicara berahasia.
Anak : Pak, ada yang mesti aku kerjakan (jatuh di tanah dan terhuyung-
huyung karena mabuk)
Ibu : (tak sadar) Anak, anak laki-laki (bersandar pada meja, Gadis
berdiri membantu).
Tukang warung : (ketawa gelak). Semua sampai hampir semaput mendengar. Dia
bilang padaku akan kulakukan begini. Aku akan ketuk pintu dan
aku bilang aku orang kaya yang kesasar di hutan dan aku perlu
penginapan, aku akan perlihatkan uangku, aku akan perhatikan
muka mereka dan pandang mereka. Dan esok harinya aku akan
bilang. Lihat inilah anakmu yang telah meninggal dan yang
kembali. Sangat gembira tampaknya. Kau tak akan bisa simpan
rahasiamu semalam-malaman, kataku. Dan rupanya memang
tak bisa. Aku tahu dia tak bisa simpan rahasia itu, Akulah yang
pertama-tama akan kasih selamat pada mereka besok pagi,
kataku. Biarlah sekarang aku kasih selamat kamu semua (minum
dari gelasnya, pause.
Ibu : (menunduk melihat ke arah meja)
Gadis : Paman kenal dia? (Gadis masuk dari belakang) pause
Tukang warung : (keras) Ya, tentu. Waktu dia cerita tentang masa lampau, kenapa
kalian memandang seperti itu, apa dia tak datang kemari?
Gadis : Dia datang.
Pause
Tukang warung memandang tajam
Tukang warung : Apakah kau tidak gembira. (Ibu pergi ke kursi dan berkata)
Ibu : Ia berteriak Ibu (lalu duduk)
Tukang warung : Tentu dia akan berbuat sesuatu
Ayah : (jalan, tiba-tiba). Sesuatu telah terjadi. (Ibu tiba-tiba berteriak)
Gadis : Berhenti, Ibu!
Tukang warung : Ada apa ini, apa yang telah kalian lakukan? (tukang warung dan

20
anaknya mundur). Kenapa kau memandang seperti itu? Apakah
dia tidak menceritakan bahwa dia anakmu?
Gadis : Tidak
Tukang warung : Apa yang telah kalian lakukan? Di mana dia sekarang?
Ayah : Jangan ada suara! (pause)
Ibu : Dia berteriak Ibu. Kau terus saja memukulnya!
Tukang warung : Apa yang kalian telah lakukan? Kalian telah (tukang warung
memandang terus mungkin mau pergi).
Anak : (melihat Gadis) Lihat di tangannya. Ayah!
Tukang warung : Kau telah (lari)
Gadis : Berhenti. Ibu!
Ayah : Tenang-tenang, jangan ribut. (jatuh)
Gadis : Mereka akan memasukkan saya dalam penjara.

Selesai

21

Anda mungkin juga menyukai