Anda di halaman 1dari 10

Sinopsis Cerpen “Peradilan Rakyat” Karya Putu Wijaya

• Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang


pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.Kedatangan
pengacara muda ini kepada pengacara tua ini untuk berdialog masalah hukum di
Negara yang dirasakan lemah oleh mereka. Pengacara muda ini sedang
menangani suatu kasus dipersidangan, pengacara muda ini ditugaskan oleh
negaranya untuk membela seorang penjahat yang telah merugikan Negara.
Seorang penjahat yang mendapatkan seorang pengacara yang hebat. Penjahat itu
juga meminta pengacara muda itu untuk membelanya. Karena pengacara muda
itu adalah seorang pengacara yang professional maka dia menerimanya dengan
membela penjahat di persidangan, penjahat yang harusnya menjadi musuh
Negara dan juga rakyat. Pengacara itu membela penjahat itu dipersidangan bukan
karena uang, ancaman dari penjahat itu, bukan karena mengharapkan balas jasa
kelak dari penjahat itu ataupun untuk meraih publikasi krena kehebatannya
dalam membela melainkan karena keprofesionalannya menjadi seorang
pengacara. Pengacara muda itu tidak bisa menolak karena hal itu adalah
kewajiban seorang pengacara untuk membela siapapun diperadilan ketika
diminta mejadi seorang pembela.

• Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia
menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang
dan agung. Pengacara tua itu mendapat julukan Singa lapar dari sebuah buku
yang ditulis oleh sebuah Universitas diluar negeri.
Analisis Cerpen “Peradilan Rakyat” Karya Putu Wijaya

1. Pengacara ( SIMBOL ) pembela perkara yang bersifat profesional, tidak pernah


Memandang hal yang dibela itu benar atau salah

2. Pengacara Tua (penanda)

 orang yang dihormati oleh penegak hukum, tipe tokoh yang mudah sekali
dikenali dalam masyarakat Indonesia, pengacara yang juga ayahanda dari
pengacara muda (petanda).

3. Pengacara muda (penanda)

 angkatan muda, tokoh muda pemberani, yang digunakan pengarang


sebagai kaum muda Indonesia.kaum muda yang sesekali hanya mengikuti
arus pemerintah namun terkadang juga berani tetapi karena tuntutan kerja
ia bersifat profesional tidak memandang yang dibela benar atau salah.

4. Kursi Roda(penanda)

 tempat duduk pengacara tua (petanda).

5. Demonstran (penanda)

 kerumunan sangat marah dan hendak menggulingkan pemerintahan yang


sah. Rakya t (petanda).

Unsur- unsur instrinsik dari cerpen “Peradilan Rakyat” adalah sebagai berikut:
1.Tema: Keadilan di Masyarakat

2.Alur

Alur adalah urutan peristiwa yang berdasarkan hukum sebab akibat. Alur tidak
hanya mengemukakan apa yang terjadi, akan tetapi menjelaskan mengapa hal ini
terjadi. Kehadiran alur dapat membuat cerita berkesinambungan. Didalam cerita
cerpen “peradilan rakyat” tersebut adalah yang menjadi alur cerita tersebut
adalah alur maju yaitu Pengarang menyusun peristiwa-peristiwa secara berurutan
mulai dari perkenalan sampai penyelesaian antara lain:

- mulai melukiskan keadaan (situation) Seorang pengacara muda yang cemerlang


mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para
penegak hukum.Kedatangan pengacara muda itu untuk berdialog masalah hukum
di negara yang dirasakan lemah oleh mereka…………………..

- peristiwa-peristiwa mulai bergerak (generating circumtanses) Belum lama ini


negara menugaskan aku (pengacara muda) untuk membela seorang penjahat
besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati - keadaan mulai memuncak
(rising action);
Seorang penjahat yang mendapat yang mendapat pengacara yang hebat.
Penjahat itu, juga meminta kepada pengacara muda untuk membelanya. Karena
pengacara itu profesional maka dia menerimanya dengan membela penjahat
dengan membela penjahat dipersidangan,penjaht yang seharusnya menjadi
musuh negara dan rakyat.
- mencapai titik puncak (klimaks Peradilan terhadap penjahat itu dimulai .
gambaran dari pengacara tua itu benar-benar terjadi sidang perkara yang
dilakukan oleh pengacara dan penjahat itu dimenangkan keduanya. Penjahat itu
bebas dengan tertawa lepas. Penjahat itu menerima kebebasnya dengan cepat
keluar negeri dan sulit untuk menjamahnya kembali.
- pemecahan masalah/ penyelesaian (denouement) Mengetahui hal tersebut
rakyat menjadi beramarah. Mereka turun kejalan dengan melakukan demontrasi
besar-besaran dimana-mana, gedung-gedung dipengadilan dibakar, dan
pengacara muda itu diculik dan dibunuh.

3.Latar
A.Latar tempat, yaitu latar mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin
berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu. Pada cerpen,
latar tempat ditunjukan pada kutipan cerpen sebagai berikut: Seorang pengacara
muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang
sangat dihormati oleh para penegak hukum. Latar tempat yang dimaksud,
merupakan kantor pengacara dimana tempat ayahnya seorang pengacara senior.
B.Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan “kapan” terjadinya
peristiwaperistiwa yang diceritakan. "Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di
sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam”. Latar waktu yang
tergambar dalam penggalan cerpen diatas adalah malam hari

C.Latar Suasana
Merupakan suasan yang dihadapi oleh para tokoh dalam cerpen “Rakyat pun
marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu
dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan
dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya
baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus
mengaum dan hendakmenggulingkan pemerintahan yang sah”
Latar Susana yang tegambar dalam cerpen diatas adalah menegangan dan
“Pengacara tua itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris jelitanya
membacakan berita-berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah negara
dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu.”
Latar suasana yang ditimbulkan pada penggalan cerpen diatas adalah kesedihan
pengacara tua karena kematian anaknya.

D.Latar Sosial, yaitu yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup
yang cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial juga
berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.

4.Penokohan
Penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab
penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana
perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita
sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan
sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam
sebuah cerita.

A.Pengacara Muda (anak): merupakan seorang pemuda yang kritis, tekun,


bersemangat cerdas dan profesional terhadap pekerjaannya sebagi seorang
pengacara. Hal tersebut berdasarkan kutipan dibawah ini: “Aku tidak datang
untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang
terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya
sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan
aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk
memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau
bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan
sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri” Dari kutipan diatas
menunjukkan bahwa pengacara muda tersebut cerdas, dan berpikir kritis. Ia
mencermati keadaan dan situasi, seorang pengacara muda yang bersikap adil dan
profesional pada pekerjaannya sebagai pengacara.

B.Pengacara Senior (ayah): tua, lemah dan sakit. Memiliki bijaksana,


penyayang, rendah hati. Hal tersebut berdasarkan kutipan: “Aku kira tak ada yang
perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku
bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia.”Pengacara
muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua
itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak.
Nampaknya sudah lelah dan kesakitan. Dari kutipan diatas, karakter tokoh ayah
yang menyayangi dan merindukan putranya. Pengacara senior sudah tampak
lemah dan tua.

C.Sekretaris, perhatian, baik, cantik jelita. Hal tersebut berdasarkan kutipan


dibawah ini: Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah
itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda.“Maaf, saya kira pertemuan
harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam.”
Dikemukakan, bahwa sekretaris yang cantik dan dan perhatian. Ia mengatakan
bahwa pengacara senior hendak beristirahat,
5.Sudut Pandang

Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara
sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala
sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang,
pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu
dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh
cerita. Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan
menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Sudut pandang yang terdapat dalam
cerpen Peradilan Rakyat adalah Sudut pandang orang ketiga yaitu sudut pandang
yang biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga
dengan menyebut nama tokohnya; Contohnya pada kutipan dibawah ini
“Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia
menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang
dan agung,. Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia
meneruskan ucapannya dengan lebih tenang” Berdasarkan pada kutipan diatas,
diketahui penggunaan tokoh “ia” dan subjek lain dengan kata ganti pengacara
muda.

6.Gaya Bahasa

Bahasa dalam cerpen memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi
sebagai penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai
perasaannya. Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam
memberdayakan bahasa cerpen ialah dengan menggunakan perbandingan,
menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan
sebagainya. Melebih-lebihkan kata sehingga menampilkan unsur-unsur sasta yang
indah dan menarik. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai
kalimat-kalimat khas. Menurut Sumadiria (2006 :147—160) mengemukakan
macam-macam gaya bahasa adalah sebagai berikut.
1. Majas Perbandingan
A.Gaya bahas perumpamaan,contohnya: penjahat itu licin seperti belut;
rakus seperti monyet;seperti kucing dan anjing; seperti singa yang lapar; bagai air
dengan minyak. Pada cepen gaya bahasa perumpamaan adalah sebagai berikut:

 Mereka menyebutku Singa Lapar.


 Jangan membunuh diri dengan deskripsi-deskripsi yang menjebak kamu ke
dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air,
bagai suara alam
 Keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencari
keadilan yang kalau perlu dingin.

2. Metafora, contohnya; anak emas, buah bibir, buah tangan, mata keranjang,
jinak-jinak merpati, air mata buaya dsb. Pada cerpen metafora, adalah sebagai
berikut:

 Dengan gemilang dan mudah ia mempencundangi negara dipengadilan


dan memerdekaan kembali raja penjahat itu.

3. Depersonikfikasi, gaya bahasa yang mengandaikan manusia atau segala hal


yang hidup, bernyawa, sebagai benda-benda mati yang kaku dan beku. Pada
cerpen contohnya adalah sebagai berikut:

 Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke
jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa.

4. Personifikasi, gaya bahasa perbandingan yang mengandaikan benda-benda


mati, termasuk gagasan atau konsep-konsep yang abstrak, berperilaku seperti
manusia yang menggerakan seluruh tubuhnya. Pada cerpen gaya bahasa
personifikasi adalah sebagai berikut:
Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang
merebak diseluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata
menetes di pipi pengacara besar itu.

B.Majas Pertentangan
Hiperbola, gaya bahasa yang pernyataan yang melebih-lebihkan jumlahnya
ukurannya, atau sifatnya dengan maksud memberikan penekanan pada suatu
pertanyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan
pengaruhnya. Pada cerpen contoh gaya bahasa hiperbola adalah sebagai berikut:
 Tetapi kamu sebagai ujung tombak pencarian keadilan di negeri yang
sedang, dicabik-cabik korupsi ini.

 Namun yang lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan


menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya.

 Jangan membunuh diri dengan deskripsi-deskripsi yang menjebak kamu ke


dalamdoktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air,
bagai suara alam

 Tapi aku tolak mentah-mentah.

 Keadilan tak boleh menjadi sebuah taeter, tetapi mutlak hanya pencari
keadilan yang kalau perlu dingin dan beku.

 Yang tua memicingkan mata dan mulai menembak lagi.

 Juga bukan ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari


organisasi kemanusian di mancanegara yang benci negaramu, bukan?

 Entah luluh oleh senyum dibibir wanita yang memiliki mata yang sangat
indah itu.

 membebaskan bajingan yang ditakuti oleh seluruh rakyat dinegeri ini


untuk terbang lepas kembali seperti burung diudara.

 Ia merayakan kemenangan dengan pesta kembang semalam suntuk, lalu


meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi.

 Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang


sah.

 Penjahat besar yang akan terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat.


b.Ironi , merupakan gaya bahasa berupa sindiran yang berbentuk
kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan
hati.

Pada cerpen adalah sebagai berikut:


 Tidak seperti pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Maksudnya,
saat ini banyak pengacara yang bekerja dengan tidak profesional. Menjual
kejujuran demi kepentingan pribadi atau kelompok.

7.Amanat

Melalui amanat, pengarang dapat menyampaikan sesuatu, baik hal yang,bersifat


positif maupun negatif. Dengan kata lain, amanat adalah pesan yang ingin
disampaikan pengarang berupa pemecahan atau jalan keluar terhadap persoalan
yang ada dalam cerita. Adapun unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada
di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun cerita
sebuah karya. Pada cerpen diatas cerpen diatas adalah sebagai berikut:
1.Dalam memilih pilihan hidup itu, kita seharusnya sebagai manusia
menggunakan pikiran serta perasaan, sehingga pilihan yang kita ambil tersebut
tidak merugikan diri sendiri.

2.Banyaknya mafia-mafia di negeri ini merupakan bukti kebobrokan moral di


Negara ini yang mana hokum bisa diperjual belikan.

3.Kita sebagai manusia yang mempunyai akhlak hendaknya menjalani sebuah


pekerjaan yang menjadi tanggung jaawab sesuai dengan norma-norma yang
berlaku secara professional, sehingga hal-hal yang merugikan orang lain apalagi
menyengsarakan orang lain dapat dihindari. Bukan tidak mungkin bila rakyat telah
marah, maka akan lupa diri dan bisa melakukan hal-hal diluar batas kewajaran

2. UNSUR- UNSUR EKSTRINSIK


Putu Wijaya, salah satu sastrawan besar Indonesia, saat ditemui pada hari
Kamis, 27 Agustus 2009, menyatakan kesediaannya untuk menjadi penulis tamu
dalam kegiatan MataKataKita yang diselenggarakan komunitas EnamPENA. Putu
Wijaya akan berpartisipasi dengan menulis sebuah cerita pendek untuk
dikolaborasikan dalam buku braille bersama para pemenang sayembara, baik dari
masyarakat mata awas dan penyandang tunanetra. Putu Wijawa adalah seorang
sastrawan kelahiran Tabanan, Bali. Selain skenario film dan sinetron, lebih dari 30
novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esei, juga artikel lepas dan
kritik drama telah ditulisnya. Disamping itu, gelimangan penghargaan telah
diterima Putu Wijaya. Beberapa diantaranya seperti SEA Write Award 1980 di
Bangkok, tiga Piala CItra untuk penulisan skenario, serta meraih Profesional
Fellowship dari The Japan Foundation Kyoto Jepang (1991-1992).

BAB IV

PENUTUP

A.SIMPULAN

Cerpen Peradilan Rakyat karya Putu Wijaya adalah cerpen yang berani
menceritakan betapa ironisnya peradilan yang ada di negeri ini. Yang menjadi
tokoh utama dalam cerpen ini adalah seorang pengacara muda yang cerdas, dan
berpikir kritis. Ia mencermati keadaan dan situasi, seorang pengacara muda yang
bersikap adil dan profesional pada pekerjaannya sebagai pengacara. Dia
mempunyai ayah yang juga seorang pengacara yang disegani pada masanya.
Permasalahan muncul ketika seorang oknum pejabat yang banyak melakukan
pelanggaran hukum meminta bantuannya untuk menjadi pengacaranya. Dalam
hal itu dia menghadapi gejolak antara mau membantunya atau tidak. Secara
pribadi dia tidak ingin menjadi pengacaranya tetapi secara profesional dia tidak
bisa menolak klien yang meminta bantuannya sebagai pembela di pengadilan.
Akhirnya dia meminta pendapat kepada ayahnya sebagai seorang pengacara
bukan sebagai anak. Tetapi kasus itulah yang akhirnya membawanya dalam
kehancuran. Dari sini Putu Wijaya menggambarkan keindahan serta realitas
bagaimana seorang pengacara muda yang sangat cerdas tetapi minim
pengalaman hidup dijatuhkan oleh sebuah kasus yang merupakan sandiwara
pengadilan belaka yang sarat akan unsur – unsur politik. Putu wijaya dalam
cerpen ini juga mengkritik soal banyaknya mafia – mafia kasus (markus) yang
telah membudadaya dalam negeri ini. Keadaan Negara yang sedang carut maruk
membuat para pelaku mafia kasus bisa menghindari jeratan hukum apabila
mereka bisa menyewa pengacara terkenal dan menyuap aparat negara.

Anda mungkin juga menyukai