Anda di halaman 1dari 3

Naskah Monolog

Perempuan dalam Angkot

Karya : Alea Nareswari

Saya mencintai negeri ini. Lebih dari diri saya sendiri. Saya seorang perempuan.
Mana ada perempuan seperti saya yang dihargai karena mencintai negerinya
sendiri. Semua arus perjuangan ini dihargai karena seseorang laki-laki dan
memimpin.

Dulu saya pernah bercita-cita menjadi seorang legislator. Pernah bercita-cita


sebagai eksekutor. Duduk dibangku kehormatan, menerjemahkan keinginan
rakyat, mengawasi kebenaran. Tapi apa buktinya, siapa yang diterjemahkan
keinginannya, kebenaran mana yang diawasinya?

MENGACUNGKAN ROK MINI

Ini?. Katanya gara-gara ini. Gara-gara ini, katanya anakku, aku, ibuku, temanku,
keponakanku, nenekku, iparku, mertuaku, yang menggunakan ini layak
diperkosa. Mana-mana kebenaran yang diawasi?

Gara-gara ini saja, anakku harus kehilangan waktu bermainnya. Dicabik-cabik


harga dirinya. Dimana, dimana negara ini? Saya mencintai negeri ini, lebih dari
diri saya sendiri. Coba saya teriak begini.

KEADILAN. KEADILAN. KEADILAN HARUS DIPERJUANGKAN. AYO


SERENTAK TERIAK KEADILAN, KEADILAN, KEADILAN.

Siapa yang tidak sepakat? Semua sepakat, keadilan harus diperjuangkan.

(Sang perempuan mengacungkan rok mini, aransemen musik mengalun)

SANG PEREMPUAN MENIRUKAN KOMENTAR SANG PEJABAT.

“Ya, kalau tidak mau diperkosa jangan pakai rok mini ya.”

“seandainya saja,suatu hari kau di posisi kami,ucapanmu itu akan menjadi


makananmu sendiri,ludahmu akan kau jilati kembali’
“kau tak perlu berlagak paling benar,selama kau belum menjadi penguasa kau
tidak akan didengar”

Saya bosan mendengar umpatan seperti ini. Saya aneh mendengar umpatan ini.
Terdengar aneh bukan. Keadilan yang bagaimana? Saya pikir ini tidak layak.
Bagaimana rok mini bisa ditukar dengan kejahatan. Atau saya yang tidak tau
bahwa keadilan itu seperti apa? Karena saya seorang perempuan. Atau karena
saya hanya seorang perempuan pramuniaga.

Pada suatu kali seorang perempuan muda diperkosa ramai-ramai dalam angkot.
Kemudian dibunuh dan mayatnya dibuang. Kaca film angkot tertutup warna
hitam sehingga tidak terlihat oleh banyak orang. Pada waktu itu, sang
perempuan muda ingin kembali kerumahnya, sehabis bekerja. Sang perempuan
muda menggunakan rok mini, seperti punyaku ini. Tapi ternyata akhir hayatnya
menyedihkan sekali. Besoknya beramai-ramai media memberitakannya.

Saya sebagai seorang perempuan memang menjadi was-was setelah kejadian


itu. Betapa tidak, pertama saya setiap hari harus bolak-balik menggunakan
angkutan umum untuk menuju lokasi kerja saya dengan alat transportasi yang
jauh dari keamanan dan kenyamanan. Kedua karena saya perempuan. Karena
saya perempuan, yang tubuh saya hanya dianggap barang kejahatan saja.
Ketiga, karena pakaian saya yang dianggap tidak manusiawi ini.

Besoknya baru beramai-ramai razia dilakukan. Besoknya lagi beramai-ramai


jendela kaca angkot tidak boleh gelap lagi. Besoknya beramai-ramai baru
terlihat bagaimana kondisi transportasi dinegeri yang saya cintai ini. Bahkan
besoknya lagi, lagi cibiran-cibiran muncul.

SANG PEREMPUAN MENIRUKAN SENTILAN PEJABAT LAINNYA.

“perempuan yang menggunakan rok mini layak diperkosa”

“sepertinya otak kalian sudah diracuni oleh kemewahan,sehingga tiap kata yang
kalian ucap itu seperti dak ada landasan pemikirannya terlenih dahulu”

“mulutmu yang tak selaras demgan rokmu itu,jika saja kau memang wanita
benar benar,tak pantas kau pakai pakaian itu’

Bagaimana mungkin seorang pemimpin mengatakan itu kepada masyarakatnya.


Apakah serendah itu perempuan dimata para pemimpin itu. Sepertinya negeri
ini dipenuhi sarang-sarang pengghuni pemerkosa mungkin. Semua orang
menjadi pemerkosa jika melihat rok mini. Bedebah. Para bedebah ini melukai
hati rakyatnya sendiri.

Setelah diperkosa, keesokan harinya tercuat isu pengelolaan alat transportasi


yang aman, nyaman dan murah untuk masyarakat. Para pejabat bedebah ini
tidak mampu mengatur transportasi di Indonesia. Saya rasa karena banyak
sekali korupsi-korupsi dibawah dan disana sini. Dasar Para Bedebah.

Saya ini mencintai negeri ini, lebih dari diri saya sendiri. Bagaimana dengan
saya, kami, nasib para perempuan-perempuan.

Mengapa pula bumi ini disesaki oleh para bedebah.

Anda mungkin juga menyukai