Anda di halaman 1dari 11

Asal Mula Situ Bagendit

Diceritakan kembali oleh : Dani Aristiyanto Pada zaman dahulu hiduplah seorang janda yang kaya raya,bernama Nyai Bagendit. Ia tinggal di sebuah desa di daerah Jawa Barat. Nyai Bagendit mempunyai harta yang berlimpah ruah. Akan tetapi,ia sangat kikir dan tamak. Ia juga sangat sombong,terutama pada orang-orang miskin. Suatu hari Nyai Bagendit mengadakan selamatan karena hartanya bertambah banyak. Ketika selamatan itu berlangsung,datanglah seorang pengemis. Keadaan pengemis itu sangat menyedihkan. Tubuhnya sangat kurus dan bajunya compang-camping. Tolong Nyai,berilah hamba sedikit makanan,pengemis itu memohon. Melihat pengemis tua yang kotor dan compang-camping masuk ke rumahnya,Nyai Bagendit itu marah dan mengusir pengemis itu. Pengemis kotor tidak tahu malu,pergi kau dari rumahku,bentak Nyai Bagendit. Dengan sedih pengemis itu pergi. Keesokan harinya masyarakat disibukkan dengan munculnya sebatang lidi yang tertancap di jalan desa. Semua orang berusaha mencabut lidi itu. Namun,tidak ada yang berhasil. Pengemis tua yang meminta makan pada Nyai Bagendit muncul kembali. Dengan cepat ia dapat mencabut lidi itu. Seketika keluarlah pancuran air yang sangat deras. Makin lama air itu makin deras. Karena takut kebanjiran,penduduk desa itu mengungsi. Nyai Bagendit yang kikir dan tamak tidak mau meninggalkan rumahnya. Ia sangat sayang pada hartanya. Akhirnya,ia tenggelam bersama dengan harta bendanya. Penduduk yang lain berhasil selamat. Konon,begitulah asal mula danau yang di kemudian hari dinamakan Situ Bagendit. Amanat :Jadi orang janganlah kikir,sombong,dan tamak terhadap harta. Nilai :Moral,dalam kehidupan sehari-hari.

TOP

Labels: Cerita Rakyat, Folk Tales, Jawa Barat, Legenda

Asal Mula Situ Bagendit


Diceritakan kembali oleh : Dani Aristiyanto Pada zaman dahulu hiduplah seorang janda yang kaya raya,bernama Nyai Bagendit. Ia tinggal di sebuah desa di daerah Jawa Barat. Nyai Bagendit mempunyai harta yang berlimpah ruah. Akan tetapi,ia sangat kikir dan tamak. Ia juga sangat sombong,terutama pada orang-orang miskin. Suatu hari Nyai Bagendit mengadakan selamatan karena hartanya bertambah banyak. Ketika selamatan itu berlangsung,datanglah seorang pengemis. Keadaan pengemis itu sangat menyedihkan. Tubuhnya sangat kurus dan bajunya compang-camping. Tolong Nyai,berilah hamba sedikit makanan,pengemis itu memohon. Melihat pengemis tua yang kotor dan compang-camping masuk ke rumahnya,Nyai Bagendit itu marah dan mengusir pengemis itu. Pengemis kotor tidak tahu malu,pergi kau dari rumahku,bentak Nyai Bagendit. Dengan sedih pengemis itu pergi. Keesokan harinya masyarakat disibukkan dengan munculnya sebatang lidi yang tertancap di jalan desa. Semua orang berusaha mencabut lidi itu. Namun,tidak ada yang berhasil. Pengemis tua yang meminta makan pada Nyai Bagendit muncul kembali. Dengan cepat ia dapat mencabut lidi itu. Seketika keluarlah pancuran air yang sangat deras. Makin lama air itu makin deras. Karena takut kebanjiran,penduduk desa itu mengungsi. Nyai Bagendit yang kikir dan tamak tidak mau meninggalkan rumahnya. Ia sangat sayang pada hartanya. Akhirnya,ia tenggelam bersama dengan harta bendanya. Penduduk yang lain berhasil selamat. Konon,begitulah asal mula danau yang di kemudian hari dinamakan Situ Bagendit. Amanat :Jadi orang janganlah kikir,sombong,dan tamak terhadap harta. Nilai :Moral,dalam kehidupan sehari-hari.

TOP

Labels: Cerita Rakyat, Folk Tales, Jawa Barat, Legenda

Asal Mula Situ Bagendit


Diceritakan kembali oleh : Dani Aristiyanto Pada zaman dahulu hiduplah seorang janda yang kaya raya,bernama Nyai Bagendit. Ia tinggal di sebuah desa di daerah Jawa Barat. Nyai Bagendit mempunyai harta yang berlimpah ruah. Akan tetapi,ia sangat kikir dan tamak. Ia juga sangat sombong,terutama pada orang-orang miskin. Suatu hari Nyai Bagendit mengadakan selamatan karena hartanya bertambah banyak. Ketika selamatan itu berlangsung,datanglah seorang pengemis. Keadaan pengemis itu sangat menyedihkan. Tubuhnya sangat kurus dan bajunya compang-camping. Tolong Nyai,berilah hamba sedikit makanan,pengemis itu memohon. Melihat pengemis tua yang kotor dan compang-camping masuk ke rumahnya,Nyai Bagendit itu marah dan mengusir pengemis itu. Pengemis kotor tidak tahu malu,pergi kau dari rumahku,bentak Nyai Bagendit. Dengan sedih pengemis itu pergi. Keesokan harinya masyarakat disibukkan dengan munculnya sebatang lidi yang tertancap di jalan desa. Semua orang berusaha mencabut lidi itu. Namun,tidak ada yang berhasil. Pengemis tua yang meminta makan pada Nyai Bagendit muncul kembali. Dengan cepat ia dapat mencabut lidi itu. Seketika keluarlah pancuran air yang sangat deras. Makin lama air itu makin deras. Karena takut kebanjiran,penduduk desa itu mengungsi. Nyai Bagendit yang kikir dan tamak tidak mau meninggalkan rumahnya. Ia sangat sayang pada hartanya. Akhirnya,ia tenggelam bersama dengan harta bendanya. Penduduk yang lain berhasil selamat. Konon,begitulah asal mula danau yang di kemudian hari dinamakan Situ Bagendit. Amanat :Jadi orang janganlah kikir,sombong,dan tamak terhadap harta. Nilai :Moral,dalam kehidupan sehari-hari.

TOP

Labels: Cerita Rakyat, Folk Tales, Jawa Barat, Legenda

Asal Mula Situ Bagendit


Diceritakan kembali oleh : Dani Aristiyanto Pada zaman dahulu hiduplah seorang janda yang kaya raya,bernama Nyai Bagendit. Ia tinggal di sebuah desa di daerah Jawa Barat. Nyai Bagendit mempunyai harta yang berlimpah ruah. Akan tetapi,ia sangat kikir dan tamak. Ia juga sangat sombong,terutama pada orang-orang miskin. Suatu hari Nyai Bagendit mengadakan selamatan karena hartanya bertambah banyak. Ketika selamatan itu berlangsung,datanglah seorang pengemis. Keadaan pengemis itu sangat menyedihkan. Tubuhnya sangat kurus dan bajunya compang-camping. Tolong Nyai,berilah hamba sedikit makanan,pengemis itu memohon. Melihat pengemis tua yang kotor dan compang-camping masuk ke rumahnya,Nyai Bagendit itu marah dan mengusir pengemis itu. Pengemis kotor tidak tahu malu,pergi kau dari rumahku,bentak Nyai Bagendit. Dengan sedih pengemis itu pergi. Keesokan harinya masyarakat disibukkan dengan munculnya sebatang lidi yang tertancap di jalan desa. Semua orang berusaha mencabut lidi itu. Namun,tidak ada yang berhasil. Pengemis tua yang meminta makan pada Nyai Bagendit muncul kembali. Dengan cepat ia dapat mencabut lidi itu. Seketika keluarlah pancuran air yang sangat deras. Makin lama air itu makin deras. Karena takut kebanjiran,penduduk desa itu mengungsi. Nyai Bagendit yang kikir dan tamak tidak mau meninggalkan rumahnya. Ia sangat sayang pada hartanya. Akhirnya,ia tenggelam bersama dengan harta bendanya. Penduduk yang lain berhasil selamat. Konon,begitulah asal mula danau yang di kemudian hari dinamakan Situ Bagendit. Amanat :Jadi orang janganlah kikir,sombong,dan tamak terhadap harta. Nilai :Moral,dalam kehidupan sehari-hari.

TOP

Labels: Cerita Rakyat, Folk Tales, Jawa Barat, Legenda

Situ Bagendit Legenda dari Jawa Barat. Pada zaman dahulu kala disebelah utara kota garut ada sebuah desa yang penduduknya kebanyakan adalah petani. Karena tanah di desa itu sangat subur dan tidak pernah kekurangan air, maka sawah-sawah mereka selalu menghasilkan padi yang berlimpah ruah. Namun meski begitu, para penduduk di desa itu tetap miskin kekurangan. Hari masih sedikit gelap dan embun masih bergayut di dedaunan, namun para penduduk sudah bergegas menuju sawah mereka. Hari ini adalah hari panen. Mereka akan menuai padi yang sudah menguning dan menjualnya kepada seorang tengkulak bernama Nyai Endit. Nyai Endit adalah orang terkaya di desa itu. Rumahnya mewah, lumbung padinya sangat luas karena harus cukup menampung padi yang dibelinya dari seluruh petani di desa itu. Ya! Seluruh petani. Dan bukan dengan sukarela para petani itu menjual hasil panennya kepada Nyai Endit.Mereka terpaksa menjual semua hasil panennya dengan harga murah kalau tidak ingin cari perkara dengan centeng-centeng suruhan nyai Endit. Lalu jika pasokan padi mereka habis, mereka harus membeli dari nyai Endit dengan harga yang melambung tinggi. Wah kapan ya nasib kita berubah? ujar seorang petani kepada temannya. Tidak tahan saya hidup seperti ini. Kenapa yah, Tuhan tidak menghukum si lintah darat itu? Sssst, jangan kenceng-kenceng atuh, nanti ada yang denger! sahut temannya. Kita mah harus sabar! Nanti juga akan datang pembalasan yang setimpal bagi orang yang suka berbuat aniaya pada orang lain. Kan Tuhan mah tidak pernah tidur! Sementara iru Nyai Endit sedang memeriksa lumbung padinya. Barja! kata nyai Endit. Bagaimana? Apakah semua padi sudah dibeli? kata nyai Endit. Beres Nyi! jawab centeng bernama Barja. Boleh diperiksa lumbungnya Nyi! Lumbungnya sudah penuh diisi padi, bahkan beberapa masih kita simpan di luar karena sudah tak muat lagi. Ha ha ha ha! Sebentar lagi mereka akan kehabisan beras dan akan membeli padiku. Aku akan semakin kaya!!! Bagus! Awasi terus para petani itu, jangan sampai mereka menjual hasil panennya ke tempat lain. Beri pelajaran bagi siapa saja yang membangkang! kata Nyai Endit. Benar saja, beberapa minggu kemudian para penduduk desa mulai kehabisan bahan makanan bahkan banyak yang sudah mulai menderita kelaparan. Sementara Nyai Endit selalu berpesta pora dengan makanan-makanan mewah di rumahnya. Aduh pak, persediaan beras kita sudah menipis. Sebentar lagi kita terpaksa harus membeli beras ke Nyai Endit. Kata tetangga sebelah harganya sekarang lima kali lipat disbanding saat kita jual dulu. Bagaimana nih pak? Padahal kita juga perlu membeli keperluan yang lain. Ya Tuhan, berilah kami keringanan atas beban yang kami pikul. Begitulah gerutuan para penduduk desa atas kesewenang-wenangan Nyai Endit.

Suatu siang yang panas, dari ujung desa nampak seorang nenek yang berjalan terbungkukbungkuk. Dia melewati pemukiman penduduk dengan tatapan penuh iba. Hmm, kasihan para penduduk ini. Mereka menderita hanya karena kelakuan seorang saja. Sepertinya hal ini harus segera diakhiri, pikir si nenek. Dia berjalan mendekati seorang penduduk yang sedang menumbuk padi. Nyi! Saya numpang tanya, kata si nenek. Ya nek ada apa ya? jawab Nyi Asih yang sedang menumbuk padi tersebut Dimanakah saya bisa menemukan orang yang paling kaya di desa ini? tanya si nenek Oh, maksud nenek rumah Nyi Endit? kata Nyi Asih. Sudah dekat nek. Nenek tinggal lurus saja sampai ketemu pertigaan. Lalu nenek belok kiri. Nanti nenek akan lihat rumah yang sangat besar. Itulah rumahnya. Memang nenek ada perlu apa sama Nyi Endit? Saya mau minta sedekah, kata si nenek. Ah percuma saja nenek minta sama dia, ga bakalan dikasih. Kalau nenek lapar, nenek bisa makan di rumah saya, tapi seadanya, kata Nyi Asih. Tidak perlu, jawab si nenek. Aku Cuma mau tahu reaksinya kalau ada pengemis yang minta sedekah. O ya, tolong kamu beritahu penduduk yang lain untuk siap-siap mengungsi. Karena sebentar lagi akan ada banjir besar. Nenek bercanda ya? kata Nyi Asih kaget. Mana mungkin ada banjir di musim kemarau. Aku tidak bercanda, kata si nenek.Aku adalah orang yang akan memberi pelajaran pada Nyi Endit. Maka dari itu segera mengungsilah, bawalah barang berharga milik kalian, kata si nenek. Setelah itu si nenek pergi meniggalkan Nyi Asih yang masih bengong. Sementara itu Nyai Endit sedang menikmati hidangan yang berlimpah, demikian pula para centengnya. Si pengemis tiba di depan rumah Nyai Endit dan langsung dihadang oleh para centeng. Hei pengemis tua! Cepat pergi dari sini! Jangan sampai teras rumah ini kotor terinjak kakimu! bentak centeng. Saya mau minta sedekah. Mungkin ada sisa makanan yang bisa saya makan. Sudah tiga hari saya tidak makan, kata si nenek. Apa peduliku, bentak centeng. Emangnya aku bapakmu? Kalau mau makan ya beli jangan minta! Sana, cepat pergi sebelum saya seret! Tapi si nenek tidak bergeming di tempatnya. Nyai Endit keluarlah! Aku mau minta sedekah. Nyai Endiiiit! teriak si nenek.

Centeng-centeng itu berusaha menyeret si nenek yang terus berteriak-teriak, tapi tidak berhasil. Siapa sih yang berteriak-teriak di luar, ujar Nyai Endit. Ganggu orang makan saja! Hei! Siapa kamu nenek tua? Kenapa berteriak-teriak di depan rumah orang? bentak Nyai Endit. Saya Cuma mau minta sedikit makanan karena sudah tiga hari saya tidak makan, kata nenek. Lah..ga makan kok minta sama aku? Tidak ada! Cepat pergi dari sini! Nanti banyak lalat nyium baumu, kata Nyai Endit. Si nenek bukannya pergi tapi malah menancapkan tongkatnya ke tanah lalu memandang Nyai Endit dengan penuh kemarahan. Hei Endit..! Selama ini Tuhan memberimu rijki berlimpah tapi kau tidak bersyukur. Kau kikir! Sementara penduduk desa kelaparan kau malah menghambur-hamburkan makanan teriak si nenek berapi-api. Aku datang kesini sebagai jawaban atas doa para penduduk yang sengsara karena ulahmu! Kini bersiaplah menerima hukumanmu. Ha ha ha Kau mau menghukumku? Tidak salah nih? Kamu tidak lihat centeng-centengku banyak! Sekali pukul saja, kau pasti mati, kata Nyai Endit. Tidak perlu repot-repot mengusirku, kata nenek. Aku akan pergi dari sini jika kau bisa mencabut tongkatku dari tanah. Dasar nenek gila. Apa susahnya nyabut tongkat. Tanpa tenaga pun aku bisa! kata Nyai Endit sombong. Lalu hup! Nyai Endit mencoba mencabut tongkat itu dengan satu tangan. Ternyata tongkat itu tidak bergeming. Dia coba dengan dua tangan. Hup hup! Masih tidak bergeming juga. Sialan! kata Nyai Endit. Centeng! Cabut tongkat itu! Awas kalau sampai tidak tercabut. Gaji kalian aku potong! Centeng-centeng itu mencoba mencabut tongkat si nenek, namun meski sudah ditarik oleh tiga orang, tongkat itu tetap tak bergeming. Ha ha ha kalian tidak berhasil? kata si nenek. Ternyata tenaga kalian tidak seberapa. Lihat aku akan mencabut tongkat ini. Brut! Dengan sekali hentakan, tongkat itu sudah terangkat dari tanah. Byuuuuurrr!!!! Tibatiba dari bekas tancapan tongkat si nenek menyembur air yang sangat deras. Endit! Inilah hukuman buatmu! Air ini adalah air mata para penduduk yang sengsara karenamu. Kau dan seluruh hartamu akan tenggelam oleh air ini!

Setelah berkata demikian si nenek tiba-tiba menghilang entah kemana. Tinggal Nyai Endit yang panik melihat air yang meluap dengan deras. Dia berusaha berlari menyelamatkan hartanya, namun air bah lebih cepat menenggelamkannya beserta hartanya. Di desa itu kini terbentuk sebuah danau kecil yang indah. Orang menamakannya Situ Bagendit. Situ artinya danau dan Bagendit berasal dari kata Endit. Beberapa orang percaya bahwa kadang-kadang kita bisa melihat lintah sebesar kasur di dasar danau. Katanya itu adalah penjelmaan Nyai Endit yang tidak berhasil kabur dari jebakan air bah. Sumber: http://www.dongengkakrico.com/

Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita rakyat parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya. Beribu-ribu tahun yang lalu, tanah Parahyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang ratu yang hanya mempunyai seorang putri. Putri itu bernama Dayang Sumbi. Dia sangat cantik dan cerdas, sayangnya dia sangat manja. Pada suatu hari saat sedang menenun di beranda istana, Dayang Sumbi merasa lemas dan pusing. Dia menjatuhkan pintalan benangnya ke lantai berkali-kali. Saat pintalannya jatuh untuk kesekian kalinya Dayang Sumbi menjadi marah lalu bersumpah, dia akan menikahi siapapun yang mau mengambilkan pintalannya itu. Tepat setelah kata-kata sumpah itu diucapkan, datang seekor anjing sakti yang bernama Tumang dan menyerahkan pintalan itu ke tangan Dayang Sumbi. Maka mau tak mau, sesuai dengan sumpahnya, Dayang Sumbi harus menikahi Anjing tersebut. Dayang Sumbi dan Tumang hidup berbahagia hingga mereka dikaruniai seorang anak yang berupa anak manusia tapi memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Anak ini diberi nama Sangkuriang. Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring se lalu ditemani bermain oleh seekor anjing yang bernama Tumang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia, bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa. Pada suatu hari Dayang Sumbi menyuruh anaknya pergi bersama anjingnya untuk berburu rusa untuk keperluan suatu pesta. Setelah beberapa lama mencari tanpa hasil, Sangkuriang merasa putus asa, tapi dia tidak ingin mengecewakan ibunya. Maka dengan sangat terpaksa dia mengambil sebatang panah dan mengarahkannya pada Tumang. Setibanya di rumah dia menyerahkan daging Tumang pada ibunya. dayanng Sumbi yang mengira daging itu adalah daging rusa, merasa gembira atas keberhasilan anaknya. Segera setelah pesta usai Dayang Sumbi teringat pada Tumang dan bertanya pada pada anaknya dimana Tumang berada. Pada mulanya Sangkuriang merasa takut, tapa akhirnya dia mengatakan apa yang telah terjadi pada ibunya. Dayang Sumbi menjadi sangat murka, dalam kemarahannya dia memukul Sangkuriang hingga pingsan tepat di keningnya. Atas

perbuatannya itu Dayang Sumbi diusir keluar dari kerajaan oleh ayahnya. Untungnya Sangkuriang sadar kembali tapi pukulan ibunya meninggalkan bekas luka yang sangat lebar di keningnya.Setelah dewasa, Sangkuriang pun pergi mengembara untuk mengetahui keadaan dunia luar. Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Segera saja dia jatuh cinta pada wanita tersebut. Wanita itu adalah ibunya sendiri, tapi mereka tidak saling mengenali satu sama lainnya. Sangkuriang melamarnya, Dayang Sumbi pun menerima dengan senang hati. Sehari sebelum hari pernikahan, saat sedang mengelus rambut tunangannya, Dayang Sumbi melihat bekas luka yang lebar di dahi Sangkuriang, akhirnya dia menyadari bahwa dia hampir menikahi putranya sendiri. Mengetahui hal tersebut Dayang Sumbi berusaha menggagalkan pernikahannya. Setelah berpikir keras dia akhirnya memutuskan untuk mengajukan syarat perkawinan yang tak mungkin dikabulkan oleh Sangkuriang. Syaratnya adalah: Sangkuriang harus membuat sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit lalu membuat sebuah perahu untuk menyusuri bendungan tersebut. Semua itu harus sudah selesai sebelum fajar menyingsing. Sangkuriang mulai bekerja. Cintanya yang begitu besar pada Sangkuriang memberinya suatu kekuatan aneh. Tak lupa dia juga menggunakan kekuatan yang dia dapat dari ayahnya untuk memanggil jin-jin dan membantunya. Dengan lumpur dan tanah mereka membendung air dari sungai dan mata air. Beberapa saat sebelum fajar, Sangkuriang menebang sebatang pohon besar untuk membuat sebuah perahu. Ketika Dayang Sumbi melihat bahwa Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, dia berdoa pada dewa-dewa untuk merintangi pekerjaan anaknya dan mempercepat datangnya pagi. Ayam jantan berkokok, matahari terbit lebih cepat dari biasanya dan Sangkuriang menyadari bahwa dia telah ditipu. Dengan sangat marah dia mengutuk Dayang Sumbi dan menendang perahu buatannya yang hampir jadi ke tengah hutan. Perahu itu berada disana dalam keadaan terbalik, dan membentuk Gunung Tangkuban Perahu(perahu yang menelungkub). Tidak jauh dari tempat itu terdapat tunggul pohon sisa dari tebangan Sangkuriang, sekarang kita mengenalnya sebagai Bukit Tunggul. Bendungan yang dibuat Sangkuriang menyebabkan seluruh bukit dipenuhi air dan membentuk sebuah danau dimana Sangkuriang dan Dayang Sumbi menenggelamkan diri dan tidak terdengar lagi kabarnya hingga kini. Sumber: www.bapusda.com

sal Usul Gunung Tangkuban Perahu


Print This Post

tangkuban perahu Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita rakyat Parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya. Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Seekor babi hutan betina bernama Wayungyang yang tengah bertapa ingin menjadi manusia meminum air seni tadi. Wayungyang hamil dan melahirkan seorang bayi cantik. Bayi cantik itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Dayang Sumbi sangat cantik dan cerdas, banyak para raja yang meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima. Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Galau hati Dayang Sumbi melihat kekacauan yang bersumber dari dirinya. Atas permitaannya sendiri Dayang Sumbi mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik bertenun, toropong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan suaminya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Dayang Sumbi pun menikahi Si Tumang dan dikaruniai bayi laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring selalu ditemani bermain oleh Si Tumang yang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia, bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan, gagah perkasa dan sakti. Pada suatu hari Sangkuriang berburu di dalam hutan disuruhnya Si Tumang untuk mengejar babi betina yang bernama Wayungyang. Karena si Tumang tidak menurut, Sangkuriang marah dan membunuh Si Tumang. Daging Si Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah Si Tumang, kemarahannya pun memuncak serta merta kepala Sangkuriang dipukul dengan senduk yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga luka dan diusirlah Sangkuriang. Sangkuriang pergi mengembara mengelilingi dunia. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di

tempat Dayang Sumbi, tempat ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenal bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi ibunya, begitu juga sebaliknya. Terjalinlah kisah kasih di antara kedua insan itu. Tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah puteranya, dengan tanda luka di kepalanya. Dayang Sumbi pun berusaha menjelaskan kesalahpahaman hubungan mereka. Walau demikian, Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan membendung sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya. Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung ukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan mejadi Gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang, bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi bermohon kepada Sang Hyang Tunggal agar maksud Sangkuriang tidak terwujud. Dayang Sumbi menebarkan irisan boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), ketika itu pula fajar pun merekah di ufuk timur. Sangkuriang menjadi gusar, dipuncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu. Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang mendadak menghilang di Gunung Putri dan berubah menjadi setangkai unga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke alam gaib (ngahiyang).

Anda mungkin juga menyukai