Anda di halaman 1dari 33

RESENSI NOVEL

HULUBALANG RAJA

ANGKATAN 20’
BALAI PUSTAKA
Hulubalang Raja adalah salah
satu karya sastrawan
angkatan 20-an atau angkatan
Balai Pustaka. Roman ini
hasil buah pena sastrawan
produktif Nur Sutan Iskandar,
yang diterbitkan oleh PN.
Balai Pustaka 1934.
Tema cerita
Termasuk roman sejarah,
perang segitiga antara raja
serakah bersama kompeni
melawan seorang raja
Pembela kebenaran yang
tanahnya tidak dijajah.
Setting cerita
Daerah Minangkabau
dan Aceh. Tepatnya
daerah Kota Hulu dan
Kota Hilir.
Alur : Maju.
Sudut pandang : Ke-III
Gaya penulisan : Menggunakan
bahasa melayu atau Minangkabau.
Dalam penulisannya masih terlihat
menggunakan ejaan jaman dulu dan
tanda baca yang belum sesuai dengan
EYD. Percakapannya banyak
menggunakan pantun berbalasan dan
majas.
Tokoh-tokohnya
 Sutan Ali Akbar atau Raja Adil,
adalah seorang anak raja di Hulu
yang bijak, jujur, baik, dan berani
yang memimpin perjuangan rakyat
melawan ketidakadilan yang
dilakukan oleh Raja Hilir atau Sutan
Muhammad Syah beserta kompeni.
Sutan Muhammad Syah adalah
seorang raja di Hilir yang
serakah, yang suka bekerja
sama dengan kompeni.
Ambun Suri adalah seorang
putri raja kota Hulu yang
diperistri oleh Sutan
Muhammad Syah. Dia
merupakan adik kandung Ali
Akbar.
Sutan Malakewi adalah seorang
pemuda yang awalnya mempunyai
moral yang tak baik, yaitu suka
menyabung ayam dan mempoya-
poyakan harta orang tuanya. Dia
diusir oleh orang tuanya dan
bekerja sama dengan kompeni dan
raja kota Hilir. Tapi kemudian dia
menjadi oarng baik yang melawan
ketidakadilan. Dialah Hulubalang
Raja.
Putri Rubiah adalah istri seorang kaya
kecil, yang merupakan orang tua
angkat Sutan Malakewi yang
menjalin hubungan dagang dengan
kompeni.
Sarayawa adalah putri Rubiah
atau orang kaya kecil, yang
merupakan pacar Sutan Malakewi.
Groenewegen adalah pimpinan
kompeni di daerah Pauh yang
kemudian meninggal.
Gruys adalah pimpinan kompeni daerah Pauh
yang menggantikan Groenewegen. Gruys
ini seorang pemimpin yang tak becus.
Verspreet adalah pimpinan kompeni
pengganti Gruys.
Andam Dewi adalah adik Sutan Malakewi
yang diculik oleh orang-orang Raja Adil,
yang kemudian jadi istri Sutan Ali Akbar
atau Raja Adil.
Putri Kemala Sari adalah istri Sutan
Muhammad Syah yang pencemburu, yang
mencelakakan Putri Ambun Suri.
Raja Hulu adalah ayah dari Sutan Ali Akbar
atau Raja Adil yang bijak dan saying
pada keluarga dan rakyatnya.
Putri Retno Gading adalah istri dari
Raja Hulu yang baik, lembut dan penuh
kasih sayang.
Selamat adalah seorang bujang yang
melayani Sutan Ali Akbar atau Raja Adil
yang baik dan patuh terhadap tuannya.
Pengetua Kampung adalah seorang
abdi dikerajaan Hulu yang patuh
terhadap rajanya.
Raja Lunang, Raja Air Haji, Raja Lakitan, Raja Batang
Kapas adalah Raja-raja yang ikut sayembara
memperebutkan Putri Ambun Suri, mereka
bernyali kecil yang hingga akhirnya mereka kalah
oleh Sutan Muhammad Syah.
Sultan Malafar Syah adalah ayah dari Sutan
Muhammad Syah yang serakah dan bengis.
Kembang Manis adalah dayang Ambun Suri yang
arif dan patuh pada tuannya.
Raja Maulana adalah mamanda Sutan Ali Akbar
yang mendukung perjuangan Sutan Ali Akbar, ia
menaruh dendam tak sudah kepada sultan tua
karena harta bendanya dirampas baginda dengan
tidak semena-mena.
Nahkoda Encik Marah adalah
orang Tiku yang bekerja sama
dengan kompeni dalam
perdagangan. Tubuhnya tegap,
kehitaman warna mukanya dan
berkilat-kilat matanya.
Jurumudi Raja Gandam
adalah nahkoda kapal Raja
Maulana yang baik dan rajin.
Amanat
1. Kita harus menyayangi antar sesama
anggota keluarga serta kita juga harus
menjaga kehormatan dan nama baik
keluarga. Kekompakkan keluarga adalah
kekuatan yang tak terkalahkan.
2. Dalam mencari jodoh hendaknya jangan
tergesa-gesa apalagi melalui sayembara
karena jodoh itu ada ditangan Tuhan.
3. Apabila seorang suami ingin menikah lagi
hendaknya berbicara dahulu dengan istri yang
tua agar nantinya tidak timbul salah paham dan
mengakibatkan petaka.
4. Dalam menghadapi masalah yang sangat
sulit sekali pun hendaknya kita selalu berpikir
dingin dan bertawakal terhadap Tuhan YME.
5. Seorang suami haruslah bertanggung jawab
terhadap apa yang terjadi dengan istrinya.
6. Jangan sampai kecintaan kita terhadap
seseorang menimbulkan rasa cemburu yang
berlebihan, itu hanya akan merugikan diri
sendiri bahkan orang lain.
7. Kita harus berani dan ikhlas dalam
memerangi segala bentuk kebathilan dan
kejahatan.
8. Jangan sampai menghalalkan segala
cara apalagi mengkhianati bangsa sendiri
hanya demi kepentingan pribadi.
9. Tidak semua orang jahat selamanya akan
menjadi jahat.
10. Saling memaafkan akan menghapuskan
segala dendam dan permusuhan.
11. Keserakahan akhirnya hanya akan
menghancurkan diri sendiri.
12. Pemimpin yang arif adalah pemimpin yang
menyayangi dan peduli terhadap rakyatnya.
13. Jangan menjadi pengkhianat bagi bangsa
sendiri (musuh dalam selimut).
14. Jangan sampai kita dijajah di Negeri
sendiri.
15. Doa dan usaha adalah kunci untuk sukses.
16. Semakin kita diatas / berkuasa hendaknya
semakin rendah hati dan sopan kepada siapa
saja.
Ringkasan cerita / Sinopsis
Raja kota Hulu, yang merasa putrinya Ambun
Suri sudah saatnya dicarikan seorang suami.
Untuk itu dia mengundang para bangsawan
di daerah sekitar kota Hulu ataupun dari
daerah lainnya untuk mengadakan
peruntungan memperebutkan putrinya itu.
Namun ternyata para bangsawan itu, kecuali
Sutan Muhammad Syah seorang raja
serakah di kota Hilir yang berhasil
melampaui perlombaan yang digelarkan,
sehingga hanya dialah yang berhak melamar
Putri Ambun Suri. Lamaran Raja Sutan
Muhammad Syah yang sebenarnya sudah
mempunyai istri dan merupakan seorang raja
yang serakah itu dengan terpaksa harus
diterima oleh Raja Kota Hulu.
Rupanya Putri Kemala Sari, istri
Sutan Muhammad Syah merasa iri
dengan Ambun Suri madunya itu,
sehingga dia berniat mencelakakan
Ambun Suri. Dalam suatu
kesempatan niatnya itu dia
laksanakan dengan baik. Putri Suri
dicemplungkan ke sungai ke dalam
sungai ketika putri itu mandi di
sungai. Sehingga Putri Ambun Suri
lenyap dibawa arus sungai dan tak
tahu nasibnya lagi setelah itu.
Hilangnya Putri Ambun Suri itu ternyata membuat
Ali Akbar, kakaknya Putri Ambun Suri marah besar
setelah dia tahu bahwa yang mencelakakan adik
yang sangat dia cintai itu adalah Putri Kemala
Sari, istri tua Sutan Muhammad Syah itu.
Akibatnya terjadilah perang antara kedua belah
pihak, yaitu antara laskar pendukung Ali akbar
dengan laskar pendukung Sutan Muhammad
Syah. Cukup lama dan sengit pertempuran yang
terjadi, namun karena Sutan Muhammad Syah
mendapat bantuan dari kompeni maka pasukan
Sutan Ali Akbar semakin lama semakin terdesak.
Karena tak mampu melawan secara terbuka,
kemudian Sutan Ali Akbar lari ke hutan dan
melakukan perlawanan secara grilya. Sedangkan
daerah Sutan Ali Akbar yang bergelar Raja Adil itu
habis dibumihanguskan oleh laskar kompeni dan
Sutan Muhammad Syah.
Kehadiran kompeni di daerah itu
memang selalu mendapat reaksi negatif
dari kebanyakan penduduk, karena
kedatangan mereka disana dilihat dari
tingkah lakunya tidak hanya sekedar
berdagang akan tetapi ada maksud
hendak menguasai perdagangan secara
monopoli maupun menguasai tanahnya
sekalian. Kaum kompeni itu selalu
perlawanan sengit dari penduduk,
terutama perlawanan dari para
penduduk yang dipimpin oleh Sutan Ali
Akbar yang sangat sulit untuk dikuasai
oleh kompeni.
Dalam menumpas orang-orang atau rakyat yang tidak
setuju dengan kehadiran kompeni-kompeni itu, maka
kompeni selalu mencari dan minta bantuan pada raja-
raja atau siapa saja dari rakyat yang bersedia
bekerjasama dengan mereka. Nah dalam usahanya
menumpas para pemberontak itu, kompeni tidak hanya
dibantu oleh laskar Sutan Muhammad Syah tapi juga
oleh seorang gagah berani yang bernama Sutan
Malakewi. Sutan Malakewi ini ditugaskan oleh kompeni
untuk menumpas kaum pemberontak yang berada
didaerah Pauh. Berkat bantuan Sutan Malakewi, banyak
kaum pemberontak yang hancur. Namun satu laskar
pemberontak yang paling dia tumpaskan, yaitu laskar
yang dipimpin oleh Raja Adil atau Sutan Ali Akbar.
Malah dalam suatu pertempuran, pimpinan pasukan
kompeni yang bernama Groenewegen hampi tewas
digasak oleh Laskar Raja Adil, akan tetapi Groenewegen
selamat ditolong oleh Sutan Malakewi. Namun sejak
kecelakaan itu, Groenewegen terus mengalami sakit-
sakitan hingga sampai meninggal dunia.
Gruys yang menggantikan
Groenewegen ternyata tak becus
dalam melawan perlawanan
orang-orang pauh. Karena tak
becus, dia kemudian di gantikan
oleh Abraham Verspreet.
Verspreet yang di Bantu oleh
laskar-laskar yang dibawa dari
Ambon dan Bugis itu dan
bersama Sutan Malakewi
menggempur para pemberontak
habis-habisan.
Namun perlawanan rakyat terus saja gigih. Malah Sutan
Malakewi kalau tidak di selamatkan oleh laskar yang berasal
dari Bugis hampir tewas. Dia hanya terluka saja. Dan adik
Sutan Malakewi malah juga tertawan dan diculik oleh oarng-
orang Raja Adil. Setelah Sutan Malakewi sembuh dari lukanya,
Sutan Malakewi mencari adiknya dengan cara menyamar
sebagai rakyat biasa kedalam tubuh laskar Raja Adil. Namun
penyamarannya itu tak lama kemudian terbongkar. Sutan
Malakewi tidak dicelakai oleh Raja Adil karena ternyata
perempuan yang dia culik itu, yang sekarang dia telah jadikan
istri itu, ternyata adik kandung Sutan Malakewi. Melihat
kenyataan itu, rupanya Sutan Malakewi juga tidak bias berbuat
apa-apa, karena musuh besarnya itu sekarang telah menjadi
adik iparnya sendiri. Kemudian keduanya, karena sudah
menjadi saudara saling melupakan permusuhan masa lalunya.
Sutan Malakewi kemudian membawa Raja Adil dan Adnan
Dewi adiknya itu ke kedua orang tuanya. Dan ternyata orang
tua Sutan Malakewi menerima kedatangan mereka dengan
sukacita. Tidak lama kemudian pesta penyambutan Raja Adil
dan istrinya itu dilanjutkan pesta besar berikutnya, yaitu pesta
perkawinan antara Sarayawa dengan Sutan Malakewi yang

bergelar Hulubalang Raja itu.


Kutipan
“ Kalau hanya perkara itu yang kautanyakan,
senanglah jua rasa hatiku; dapat kujawab dengan
segera. Dengarlah! Adapun adat berkorong kampung,
adat beranak kemenakan, kalau beranak laki-laki, dari
kecil dinanti besar; setelah besar, dipanggil gelar. Jika
beranak perempuan, maka dari kecil anak itu dinanti
besar; setelah besar, diajar tahu. Dan jika ia sudah
tahu, artinya sudah pandai menjaga kesopanan diri
dan aturan rumah tangga dan lain-lain, lalu dicarikan
suami.”
“Memang elok dan molek adik Sutan Ali Akbar itu.
Badan tinggi lampai, berisi penuh, pinggang sering
ramping; raut muka bagai bundar telur, mata tajam
memanah hati, kulit licin kuning langsat, bibir
merah lagi halus dan tutur kata sedap manis.
Meskipun ia kaya raya, anak orang besar pula
dalam negeri, tetapi ia tidak pernah meninggikan
diri”.
“ Tentang hal itu tak dapat dibantah perkataan
Sutan,” kata orang kaya di Hilir dengan perlahan-
lahan. “Sebab benar belaka. Rakyat di Hilir boleh
dikatakan tiada berhak sedikit juga atas miliknya.
Ada bersawah, tapi padinya sebahagian besar untuk
Sultan; ada berladang, berkebun lada dan lain-lain,
tapi hasilnya bahagian Malafar Syah. Mana rakyat
yang kaya didaerah Inderapura ini? Kalau masih
berbulu, masih dapat dicukur, selalu dicukur juga
oleh Sultan tua itu.”
“Oleh karena kita tiada dapat memutuskan
perkara ini, tiada lebih baikkah kita
pulangkan timbangan kepada si Ambun
sendiri, Ayah? Kalau kusut di ujung, patut
kita lari ke pangkal, bukan?”

“Tak baik orang perusuh, Nak hati rusuh


bawa bergurau, supaya lapang kira-kira. Dan
kuterangkan kepadamu apa sebabnya
gelanggang tiba-tiba sunyi sepi, apa
sebabnya orang mengurai bulang, lain tidak
karena nan dimaksud hamper sampai dan nan
diamal hamper pecah.”
“Kami berdua bagai anak balam, Bunda. Seekor jantan
seekor betina. Hilang satu, hilang keduanya. Beri izin
hamba berjalan, pergi mencari ambun Suri sampai dapat
atau sampai ketahuan: hilang berimba, mati berkubur.”

“Ali Akbar,” kata ayahnya, seraya memegang tangan orang


muda itu dengan cepat sigap. “Hendak kemana engkau?
Rupanya engkau tidak sedikit jua sayang kepada kami.
Jangan diperturutkan daya iblis. Ingat bundamu! Atau
barangkali engkau suka, kami kehilangan akal dan
meluluskan diri pula? Kalau begitu kehendakmu, mari kita
masuk laut keempat-empatnya.”

Orang muda itu mendekatkan mulutnya ke telinga ayahnya,


lalu berbisik. “Sebelum hamba putar negeri ini, belum
senang hati hamba. Dengan sendirinya, kalau kehidupan
sultan sudah terancam, Kemala Sari takkan senang diam
lagi. Dosanya akan menghukum jiwa raganya, Ayah!”
“Ali Akbar, anakku,” kata Raja di Hulu dengan suara agak gemetar,
serta memperhatikan air muka anaknya. “Sampai kesitu tiada
terpikir olehku! Ingat, apa dan betapa akibat perbuatanmu itu kelak
kepada negeri dan rakyat. Tiada ada sesuatu putar negeri,
pemberontakan atau peperangan yang tidak menelan dan
memusnahkan nyawa dan harta benda rakyat, Buyung!”

Bagi Sultan Ali Akbar sambutan sedemikian berharga sekali; dapat


melipur sedih dan dukacitanya, karena maksudnya tiada sampai dan
lebih-lebih lagi, karena ayah bundanya yang sangat dikasihinya telah
menjadi kurban kelaliman pada malam pemberontakan yang pertama
itu. Raja di Hulu dan putri Retno Gading telah mati dibunuh laskar
sultan; rumahnya dibakar dan harta bendanya dirampas, bersama-
sama dengan kepunyaan isi kampung Hulu sekalian.

“Tetapi dalam peperangan Tuan jadi Hulubalang, jadi panglima besar.


Sampai hatikah Tuan menembaki bangsa Tuan sendiri, sekalipun Tuan
tidak segan-segan akan membunuh hamba ini? Hamba, yang dalam
pemandangan Tuan hanya sebagai burung lepas di udara saja?
Hamba, yang Tuan perangi dengan tentara kompeni; hamba, yang
Tuan kejar-kejar ke dalam rimba sebagai binatang perburuan?”
Di dalam mesjid dan surau, sesudah sembahyang
maghrib sengaja orang membaca doa akan
menyatakan sama-sama bersyukur akan bahagia
yang dilimpahkan Tuhan kepada keluarga panglima
muda itu.
“Ya, kebanyakan cita-cita tak sesuai dengan
takdir.” Kata Raja Adil dengan tersenyum masam
seraya memandang kepada istrinya. “Tuhan
berbuat sekehendaknya. Kemalangan berturut-
turut, bertimpa-timpa pada diri hamba.
Sungguhpun demikian dalam kemalangan hebat yang
akhir itu hamba sudah beroleh bahagia besar;
ketika itu barulah hamba tahu dan insyaf, betapa
setia si Andam Dewi kepada hamba ini… Eh, jadi
dari Airhaji dengan apa Tuan kemari?”
Ketika berhadapan dengan Raja Adil, orang besar-besar itu
hendak bersikap sebagai menyambut kedatangan seorang
raja yang berdaulat. Akan tetapi Raja Manyuto yang rendah
hati dan sopan itu berharap benar-benar, agar supaya orang
memandang akan dia tidak lebih dan tidak kurang daripada
sebagai anggota keluarga Sutan Malakewi biasa saja. Dan
pengharapannya itu pun dibenarkan dan dikuatkan oleh
istrinya.

“Ha, ha,” tertawa sekalian anggota keluarga yang beruntung


itu bersama-sama. “Ha, ha, ha,! Benar, kalau kemauan
tetap sama-sama ada, keyakinan tiada goyang, tak dapat
tiada niat yang baik dan suci tercapai jua lambat-laun.”

Ucapan itu menggerakkan mata tiap-tiap orang akan lebih


memperhatikan korenah Sutan Malakewi dan wajah putrid
Sarayawa dengan kasih mesra, sehingga kedua muda remaja
itu tersipu-sipu kemalu-maluan, tetapi berasa sebagai di
kayangan.
DISUSUN OLEH :

REVA REGINA OKTAVIANTI


NIM. 0605112
KELAS BAHASA-B
NO.ABSEN : 11

Anda mungkin juga menyukai