Anda di halaman 1dari 14

Ufi aminatun

09101063
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK
Identitas pasien :
No rekam medik: 090800094
Nama Anak: M.W
Umur: 6 Tahun
Jenis kelamin : Laki- Laki
Nama Ayah / Ibu :Tn. Y
Pekerjaan ayah / Ibu: Guru
Agama :islam
Anamnesis : alloanamnesis
Keluhan Utama : Bentol-Bentol di seluruh wajah sejak 1 hari ini
Keluhan tambahan
RPS :bentol- bentol sejak sejak satu hari ini,bentol di wajah,tangan, kaki
dan badan
Riwayat Kelahiran : normal di tolong oleh bidan
RPD: tidak ada mengalami hal seperti ini sebelumnya.
RPK : keluarga tidak mengalami hal serupa.
Riwayat Imunisasi: lengkap, mendapatkan imunisasi dasar 1 bulan: BCG,
usia 2-3 bulan, hep B1, II,III, polio I,II, dan DPT I,II, usia 4 bulan,DPT III
dan polio III,usia 9 bulan, polio IV dan campak
Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis
Keadan umum : baik
Kesadaran :composmentis
Vital sign : BB 28kg, N 100 x/menit, nafas.28x/menit T, 37,2 0c
Kepala : tidak ada keleinan, rambut tidak mudah dicabut, wajah Nampak
bentol-bentol merah

Mata : konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, gangguan penglihatan (-)


pupil isokor
Hidung : epistaksis(-) kotoran(-)
Mulut : kotor (-)
Leher : Pembesaran kelenjar gondok (-), Pembesaran limfonodi(-),
peningkatan JVP (-)
Thorax:
Paru-Paru :
I: simetris, dinding datar,tidak tampak massa,
Pa : vocal fremitus sama pada kedua paru
Per : sonor pada seluruh lapangan paru
Au : suara nafas vesikuler di kedua paru, ronkhi -/-, whezing -/Jantung :
I:terlihat pulsasi iktus cordis
Pa : pulsasi ictus cordis teraba
Per :

Batas atas: SIC 3 linea parasternalis sinistra


Batas kanan : SIC 5 linea sternalis dextra
Batas kiri : SIC 5 linea midclavicularis sinistra

Au : bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-),

Abdomen:
I :datar dan simetris, tidak terdapat scar, tampak merah pada kulit
Au : bising usus 2x/menit
Per : timpani, nyeri ketok (-), shifting dullnes (-)
Pal : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), benjolan (-), hepatomegali (-)

Ekstremitas atas :tonus normal, gerakan normal, LGS normal, nyeri (-),
kemerahan pada kulit(+)
Ekstremitas Bawah :tonus normal, gerakan normal, LGS normal, nyeri (-)
kemerahan pada kulit(+)
Pemeriksaan penunjang :Pemeriksaan Laboratorium, Tes Alergi,
Diagnosa kerja : Urtikaria
Diagnosa Banding : Dermatitis atopic,Urtikaria pigmentosa
Penatalaksanaan:
Edukasi kepada pasien:
Menjelaskan

kepada

pasien

tentang

penyakit

urtikaria

dengan

menggunakan bahasa verbal


Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres,
alcohol, dan agen fisik.
Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab,
biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit,
Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga
penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain:
1. Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik
maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan diuretik)
menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang
secara non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan
histamin, misalnya opium dan zat kontras.
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat
reaksi imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur,
ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.
3. Gigitan atau sengatan serangga
Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini
lebih banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).
4. Bahan fotosenzitiser
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu
binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe
I).
6. Kontaktan

Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk


tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya
insect repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik.
7. Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor
tekanan, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun
non imunologik. Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda tumpul
beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut
dermografisme atau fenomena Darier.
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi
bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit.
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler
10. Genetik
Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang
menunjukkan penurunan autosomal dominant.
11. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria,
reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.

Patogenesis
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan
cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai
kemerahan. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting
substance of anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau
basofil.
Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast
atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut (gambar 10). Pada yang

nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate)


memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia
seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein,
polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik
misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya
belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan
mediator. Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan
pemijatan dapat langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya
demam, panas, emosi, dan alcohol dapat merangsang langsung pada pembuluh
darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang
kronik; biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena
adanya reseptor Fc bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi
degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak
pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen
juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternatif
menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel
mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik
dan kompleks imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria
akibat kontak dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan penangkis
serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor
secara genetik menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.

Gejala dan Tanda


Gejala

Gejala urtikaria adalah sebagai berikut:


a. Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.
b. Biduran berwarna merah muda sampai merah.
c. Lesi dapat menghilang dalam 24 jam atau lebih, tapi lesi baru dapat mucul
seterusnya.
d. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare,
muntah dan nyeri kepala.
Tanda
Tanda urtikatria adalah sebagai berikut:
e. Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadangkadang bagian tengah tampak lebih pucat.
f. Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat.
g. Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi,
respiratory distress, stridor, dan gastrointestinal distress.
h. Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika
ditekan, maka merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat
meninggalkan perubahan pigmentasi.
i. Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan
objek tumpul dan diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15
menit.
j. Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa pada angioedema.
Diagnosis Banding
1. Angioedema
Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa, dan lapisan
submukosa yang terjadi pada saluran napas dan saluran cerna. Angioedema dapat
disebabkan oleh mekanisme patologi yang sama dengan urtikaria, namun pada
angioedema mengenai lapisan dermis yang lebih dalam dan jaringan subkutaneus.
Karakteristik dari angioedema meliputi vasodilatasi dan eksudasi plasma ke
jaringan yang lebih dalam daripada yang tampak pada urtikaria, pembengkakan

yang nonpitting dan nonpruritic dan biasanya terjadi pada permukaan mukosa dari
saluran nafas dan saluran cerna (pembengkakan usus menyebabkan nyeri
abdomen berat), serta suara serak yang merupakan tanda paling awal dari edema
laring.
2. Pitiriasis rosea
Pitiriasis rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut yang agak sering dijumpai.
Morfologi khas berupa makula eritematosa lonjong dengan diameter terpanjang
sesuai dengan lipatan kulit serta ditutupi oleh skuama halus. Lokalisasinya dapat
tersebar di seluruh tubuh, terutama pada tempat yang tertutup pakaian. Efloresensi
berupa makula eritroskuamosa anular dan solitar, bentuk lonjong dengan tepi
hampir tidak nyata meninggi dan bagian sentral bersisik, agak berkeringat. Sumbu
panjang lesi sesuai dengan garis lipat kulit dan kadang-kadang menyerupai
gambaran pohon cemara. Lesi inisial (herald patch = medallion) biasanya
solitary, bentuk oval, anular, berdiameter 2-6 cm. Jarang terdapat lebih dari 1
herald patch.
3. Urtikaria pigmentosa
Urtikaria pigmentosa adalah suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi
yang berlangsung sementara, kadang-kadang disertai pembengkakan dan rasa
gatal. Penyebabnya adalah infiltrasi mastosit pada kulit. Lokalisasi terutama pada
badan, tapi dapat juga mengenai ekstrimitas, kepala, dan leher. Efloresensi berupa
makula coklat-kemerahan atau papula-papula kehitaman tersebar pada seluruh
tubuh, dapat juga berupa nodula-nodula atau bahkan vesikel.
4. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat
atopi pada dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronchial,
rhinitis alergika, dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman. Penyebab
yang pasti belum diketahui, tetapi faktor turunan merupakan dasar pertama untuk
timbulnya penyakit. Gejala utama dermatitis atopik adalah pruritus, dapat hilang
timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari.
5.Dermatitis kontak alergi

Dermatitis

kontak

alergi

adalah

dermatitis

yang

disebabkan

oleh

bahan/substansi yang menempel pada kulit pada seseorang yang telah mengalami
sensitisasi terhadap suatu alergen. Penderita umumnya mengeluh gatal. Semua
bagian tubuh dapat terkena. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa
yang berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau bula.
Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosindan eksudasi (basah). Pada
yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga
fisur, batasnya tidak jelas.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya
infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Pemeriksaan
darah rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit

penyerta.

Pemeriksaan-pemeriksaan

seperti

komplemen,

autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, dan urinalisis


akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C 1 inhibitor
dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa
urtikaria. Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria
dingin.
Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan
melakukan tes kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE spesifik
(radio-allergosorbent test-RASTs). Tes injeksi intradermal menggunakan
serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai
sebagai tes penyaring yang cukup sederhana untuk mengetahui adanya
faktor vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies.
Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes
alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes

provokasi

ini

dipertimbangkan

secara

hati-hati

untuk

menjamin

keamanannya.
Tes eleminasi makanan
Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.
Tes foto temple
foto tempel dapat dilakukan pada urtikaria fisik akibat sinar.
Suntikan mecholyl intradermal
Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria
kolinergik.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi first-line therapy, secondline therapy, dan third-line therapy.
First-line therapy terdiri dari:
Edukasi kepada pasien:

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit urtikaria dengan


menggunakan bahasa verbal atau tertulis.

Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang


tidak mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi yang
adekuat, dan fakta jika penyebab urtikaria terkadang tidak dapat
ditemukan.

Langkah non medis secara umum, meliputi:

Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas,


stres, alcohol, dan agen fisik.

Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE


inhibitor.

Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan


urtikaria.

Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1%


atau 2%.

10

Second-line therapy
Jika gejala urtikaria tidak dapat dikontrol oleh antihistamin saja, secondline therapy harus dipertimbangkan, termasuk tindakan farmakologi dan
non-farmakologi.
Antidepresan
Antidepresan trisiklik doxepin telah terbukti dapat sebagai antagonis
reseptor H1 dan H2 dan menjadi lebih efektif dan lebih sedikit mempunyai
efek sedasi daripada diphenhydramine dalam pengobatan urtikaria kronik.
Doxepin dapat sangat berguna pada pasien dengan urtikaria kronik yang
bersamaan dengan depresi. Dosis doxepin untuk pengobatan depresi dapat
bervariasi antara 25-150 mg/hari, tetapi hanya 10-30 mg/hari yang
dianjurkan untuk urtikaria kronis. Mirtazapine adalah antidepresan yang
menunjukkan efek signifikan pada reseptor H1 dan memiliki aktivitas
antipruritus. Telah dilaporkan untuk membantu dalam beberapa kasus
urtikaria fisik dan delayed-pressure urticaria pada dosis 30 mg/hari.
Kortikosteroid
Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin
gagal, bahkan pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping bermasalah.
Dalam situasi seperti itu, terapi urtikaria seharusnya respon dengan
menggunakan kortikosteroid. Jika tidak berespon, maka pertimbangkan
kemungkinan proses penyakit lain (misalnya, keganasan, mastocytosis,
vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam urticarial
vasculitis, yang biasanya tidak respon dengan antihistamin. Sebuah kursus
singkat dari kortikosteroid oral (diberikan setiap hari selama 5-7 hari,
dengan atau tanpa tappering) atau dosis tunggal injeksi steroid dapat
membantu ketika digunakan untuk episode urtikaria akut yang tidak
respon terhadap antihistamin. Kortikosteroid harus dihindari pada
penggunaan jangka panjang pengobatan urtikaria kronis karena efek
samping

kortikosteroid

seperti

hiperglikemia,

osteoporosis,

ulkus

peptikum, dan hipertensi.


Leukotriene Receptor Antagonist

11

Leukotriene (C4, D4, E4) adalah mediator inflamasi yang poten dan
mempunyai respon terhadap wheal dan flare pada pasien dengan urtikaria
kronis atau pada individu yang sehat. Leukotriene receptor antagonist
seperti montelukast, zafirlukast, dan zileuton menunjukkan keunggulan
yang lebih dibandingkan dengan plasebo dalam perawatan pasien dengan
urtikaria kronik.
Antagonis saluran kalsium
Nifedipin telah dilaporkan efektif dalam mengurangi pruritus dan
whealing pada pasien dengan urtikaria kronik bila digunakan sendiri atau
dikombinasikan dengan antihistamin. Mekanisme nifedipin berhubungan
dengan modifikasi influks kalsium ke dalam sel mast kutaneus.
Third-line therapy
Third-line therapy diberikan kepada pasien dengan urtikaria yang tidak
berespon terhadap first-line dan second-line therapy. Third-line therapy
menggunakan agen immunomodulatori, yang meliputi cyclosporine,
tacrolimus, methotrexate, cyclophosphamide, mycophenolate mofetil, dan
intravenous immunoglobulin (IVIG). Pasien yang memerlukan third-line
therapy seringkali mempunyai bentuk autoimun dari urtikaria kronik.
Third-line therapy lainnya meliputi plasmapheresis, colchicine, dapsone,
albuterol (salbutamol), asam tranexamat, terbutaline, sulfasalazine,
hydroxychloroquine, dan warfarin.
Immunomudulatory Agents
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cyclosporine efektif dalam
mengobati pasien dengan urtikaria kronik yang refrakter. Cyclosporine
dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari menunjukkan manfaat pada dua pertiga
pasien dengan urtikaria kronik yang tidak berespon terhadap antihistamin.
Tacrolimus dengan dosis 20-g/mL setiap hari dapat mengobati pasien
dengan corticosteroid-dependent urticaria.
Plasmapheresis
Plasmapheresis telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam pengelolaan
urtikaria autoimun kronik yang parah. Plasmapheresis saja tidak cukup

12

untuk mencegah akumulasi kembali autoantibodi yang melepaskan


histamine dan harus diselidiki dalam hubungannya dengan penggunaan
immunosuppressant pharmacotherapy.
Obat lainnya
Dapsone dan/atau colchicine mungkin dapat bermanfaat dalam mengelola
urtikaria ketika infiltrat neutrophil terlihat secara histologis, tetapi
mungkin paling berguna untuk urticarial vasculitis. Hydroxychloroquine
juga telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam pengobatan
urtikaria kronik idiopatik; dan telah dikaitkan dengan respon yang baik
pada

hypocomplementemic

urticarial

vasculitis.

Meskipun

2-

adrenoceptor agonist terbutaline telah dievaluasi untuk manajemen


urtikaria kronik, penggunaannya umumnya tidak dianjurkan karena efek
samping seperti takikardia dan insomnia yang tidak dapat ditoleransi
dengan baik oleh banyak pasien.
B. Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat
diatasi, sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit
dicari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A. (2008). sIlmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. (2006). Urtikaria dan
Angioedema dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

13

3. Rikyanto. (2006). Urtikaria dalam: Handout Bahan Ajar Kuliah.


Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UMY.

14

Anda mungkin juga menyukai