SOPYAN
NIM 15790018
PROGRAM DOKTOR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS STUDI INTERDISIPLINER
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015
KATA PENGANTAR
.
Segala puji dan syukur saya persembahkan kehadirat Allah swt. Berkat petunjuk
dan pertolongan-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Selawat
dan salam saya hadiahkan kepada Nabi Muhammad saw., pemimpin dan teladan
umat manusia di seluruh penjuru dunia, serta kepada keluarga, sahabat, dan para
pengikut beliau yang setia.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dan sekaligus sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan
Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diasuh oleh
Bapak Prof. Dr. H. Mulyadi, M.Pd.I. dan Bapak Dr. H. Muchlis Usman, M.A.
Sehubungan dengan itu, saya sangat bermohon kepada beliau untuk memberikan
arahan, bimbingan, dan petunjuk kepada saya untuk perbaikan dan pengembangan
makalah ini sehingga dapat memenuhi standar mutu yang tinggi sebagai sebuah
karya ilmiah.
Teknik penulisan makalah ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan
Tesis, Disertasi dan Makalah yang diterbitkan Pascasarjana Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 2015.
Kepada rekan-rekan mahasiswa Program Doktor Pendidikan Agama Islam
Berbasis Studi Interdisipliner Semester I Kelas B Tahun Akademik 2015/2016,
saya mengharapkan kritik-konstruktif dan saran-alternatif bagi perbaikan dan
pengem-bangan makalah ini.
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan
penghargaan yang tinggi kepada dosen pengasuh dan rekan-rekan mahasiswa
yang telah berkontribusi dalam pendalaman dan pengembangan makalah ini.
Semoga Allah swt. memberikan balasan kebaikan yang berlipat-lipat baik di dunia
maupun di akhirat. mn!
Batu, 17 Desember 2015 M
06 Rab` al-Awwal 1437 H
Penulis,
Sopyan
1
b
t
th
jm
Huruf Latin
tidak
dilambangkan
b
t
th
j
kh
dl
dhl
r
z
sn
shn
kh
d
dh
r
z
s
sh
sd
dld
dl
ain
ghayn
f
gf
kf
lm
mm
nn
gh
f
q
k
l
m
n
Nama
alif
Keterangan
tidak dilambangkan
be
te
te dan ha
je
ha
dengan titik di bawah
ha dan ha
de
de dan ha
er
zet
es
es dan ha
es
dengan titik di bawah
de dan el
te
dengan titik di bawah
de
dengan titik di bawah
koma terbalik di atas
ge dan ha
ef
qi
ka
el
em
en
h
wau
hamzah
y
h
w
ha
we
apostrof
ye
Nama
...........
fath ah
Pendek
a
Huruf Latin
Panjang
Keterangan
a
dengan garis di
atas
...........
kasrah
dengan garis di
atas
...........
dlammah
dengan garis di
atas
Contoh:
. . = rijl
.
. = ms
.
.
. = mujb
.. . = qulbahum
Khusus untuk bacaan y nisbah, maka ditulis dengan iy.
Contoh:
. . = al-Bukhriy
.
. .. = al-Ghazliy
. = khawriq al-`dah
. . . ..
.
Diftong dalam bahasa Arab dengan lambang berupa h arakah dan huruf
ditransliterasi sebagai berikut.
Lambang
Nama
Huruf Latin
Keterangan
...........
...........
fatah dan y
fatah dan wau
aw
ay
a dan we
a dan ye
Contoh:
. = h awla
. . = bayna
C. Shaddah
Dalam sistem tulisan Arab, shaddah atau tashdd dilambangkan dengan tanda
.... dan dalam tulisan Latin ditransliterasi dengan huruf yang sama dengan
huruf yang diberi tanda shaddah.
Contoh:
. . = rabban
. . = karrama
D.
. . . .
. . = Al-Burhn f `Ulm al-Qur'n
.
.
.
3. Jika berada di tengah kalimat ditulis dengan huruf kecil.
Contoh:
. . = T alh ah
F. Hamah ( )
Huruf hamzah yang berada di tengah atau akhir sebuah kata ditransliterasi
dengan tanda apostrof ( ). Akan tetapi, jika huruf hamzah itu berada di awal
sebuah kata maka tidak dilambangkan.
Contoh:
. . = takhudhna .. = al-waf
. .
.
. . . = akala
. = umirtu
.
G. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, namun
dalam sistem transliterasi ini huruf kapital tetap dipakai. Penggunaan huruf
kapital mengikuti aturan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD), seperti huruf kapital yang digunakan untuk menuliskan huruf awal
nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri itu, bukan
huruf awal kata sandangnya.
Contoh:
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN....................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
A. PENDAHULUAN.............................................................................................1
1. Latar Belakang........................................................................................1
2. Topik Kajian dan Pembatasan............................................................2
3. Tujuan dan Manfaat Pembahasan....................................................3
B. BIOGRAFI DH AL-NN AL-MIS RIY.........................................................3
1. Riwayat Hidup Dh al-Nn al-Misriy.................................................3
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................44
A. PENDAHULUAN
Pada bagian pendahuluan ini akan diuraikan latar belakang yang menjadi titik
tolak pembahasan makalah ini. Selain itu, untuk membantu memperjelaskan
fokus pembahasan maka pada bagian ini juga akan diberikan uraian tentang
topik kajian dan batasan masalah. Pada akhir bagian pendahuluan ini dijelaskan
tujuan pembahasan makalah ini untuk membantu memberikan arah kajian
mengenai topik yang telah ditetapkan.
1. Latar Belakang
Dalam dunia tasawuf, menurut al-Imm al-Qushayriy, ma`rifatullh
merupakan satu di antara beberapa persoalan pokok (masil al-usl)
yang
paling utama untuk diyakini dalam agama. 1 Pada bagian yang berbeda, alQushayriy mengutip hadis nabawi yang diriwayatkan dari `isyah r.a.
mengenai signifikansi ma`rifatullh dalam Islam sebagai berikut:2
" :
(" ) .
Diriwayatkan dari `ishah r.a. bahwasanya Nabi saw. bersabda:
Sesungguhnya penyangga rumah itu adalah fondasinya, dan
penyangga agama itu adalah ma`rifah kepada Allah swt.3
1Persoalan-persoalan pokok (masil al-usl)
itu menurut al-Qushayriy meliputi:
ma`rifatullh ta`l, siftullh
subh
ta`rf
al-mn, ta`rf al-kufr, al-tawh d,
nah,
dan al-`arsh. Al-Imm Ab al-Qsim `Abd al-Karm bin Hawzin al-Qushayriy,
al-Rislat al-Qushayriyyah, ditahkik oleh Ah mad Hshim al-Salamiy (Beirut: Dr
al-Kutub al-`Ilmiyyah, 2013 M/1434 H), hlm. 1119.
2al-Qushayriy, al-Rislat, hlm. 342.
3Terjemahan penulis makalah.
dan
kehidupan
spiritual
di
dunia
Islam.
Dengan
yang
terkait
dengan
ma`rifah
menurut
al-Misriy
dan
dalam disiplin ilmu tasawuf tidak hanya sebatas konsep ma`rifah saja, akan
4M. Solihin & Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf (Cet. III; Bandung: CV Pustaka
Setia, 2014) , hlm. 152.
mencakup topik-topik lain seperti al-mah abbah, al-maqmt dan al-ah wl.
Namun demikian, disebabkan oleh keterbatasan ruang dan waktu serta
supaya kajian makalah ini lebih fokus, maka topik kajian ini dibatasi pada
aplikasi teori ma`rifah Dh al-Nn al-Misriy
dalam pendidikan agama
Islam.
3. Tujuan dan Manfaat Pembahasan
Sejalan dengan batasan dan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan
pembahasan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan gagasan aplikasi
teori ma`rifah al-Misriy
dalam pembelajaran pendidikan agama Islam.
Lebih dari itu, hasil pembahasan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk
memberikan
kontribusi
pemikiran
dalam
pengembangan
Dh al-Nn al-Misriy
adalah nama julukan bagi seorang sufi yang hidup
pada sekitar pertengahan abad ketiga Hijriyah. Nama lengkap al-Misriy
5`Abd al-Halm Mah md, al-`lim al-`bid al-`rif billh Dh al-Nn al-Misriy
(Cet. II; Kairo:
Dr al-Rashd, 2004 M/1434 H), hlm. 19.
6ns Must af `Afat, Sumayyat Muh ammad `Abdullh, dan Dn `dil Ghurb
(ed.), al-Maws`at al-`Arabiyyat al-Muyassarah (Cet. I; Saida & Beirut: alMaktabat al-`As r iyyah, 2010 M/1431 H), jilid 3, hlm. 1601.
Tasawuf
Al-Misriy
memiliki posisi penting dan memberikan kontribusi besar dalam
pengembangan teori-teori tasawuf. Ia merupakan pelopor paham ma`rifah
dalam sufisme Islam. Al-Misriy
meletakkan dasar yang sangat penting
dalam perkembangan tasawuf selanjutnya dengan jalan pengetahuan
terhadap Allah (ma`rifah), dari pengetahuan (ilm) tradisional atau
7 `Abd al-Mun`im al-Hafaniy, al-Maws`at al-S fiyyah: A`lm al-Tasawwuf wa
al-Munkirn `alayh wa al-Turuq
al-S fiyyah (Cet. I; Kairo: Dr al-Rashd, 1992
pernyataan-pernyataan al-Misriy
yang diriwayatkan oleh beberapa sufi dan ahli
tasawuf, terutama dalam kitab-kitab tasawuf klasik yang monumental dan
otoritatif.
1. Hakikat Ma`rifah
Supaya dapat memberikan pemahaman yang tepat mengenai hakikat
ma`rifah menurut pandangan Dh al-Nn al-Misriy,
maka di sini pertamatama perlu dikemukakan terlebih dahulu pembagian ma`rifah secara
hierakis. Secara umum, ma`rifah atau pengetahuan tentang Allah itu oleh
al-Misriy
dibagi menjadi tiga macam dan/tingkatan yang terdiri atas:
yang secara khusus hanya dimiliki oleh para wali yang melihat Allah swt.
dengan hati mereka.14
Dalam konteks epistemologi Islam, seperti yang diteliti dan
dikonstruksi ulang oleh Muh ammad `bid al-Jbiriy,15 pandangan al-Misriy
dipahami oleh para ulama fikih dan usul fikih serta ulama kalam itu sejalan
dengan dan merupakan epistemologi bayniy.17 Adapun tingkatan yang
ketiga dari hierarki pengetahuan al-Misriy
yaitu ma`rifat s ift al
wah dniyyah yang merupakan pengetahuan yang secara khusus hanya
dimiliki oleh para wali Allah swt. itu sejalan dengan dan merupakan
epistemologi `irf niy.18
16Secara etimologis, dalam bahasa Arab kata al-burhn itu berarti al-h ujjat al-fsilat
al-bayyinah
argumen yang pasti dan jelas. Adapun dalam bahasa Inggris kata al-burhn itu sepadan dengan
kata demonstration yang berasal dari bahasa Latin demontratio dan berarti isyarat, sifat,
keterangan, dan penjelasan. Secara terminologis, al-Jbiriy mengutip pengertian istilah burhn
yang digunakan dalam logika, yaitu: suatu aktifitas berpikir untuk menetapkan kebenaran
proposisi (qadliyyah) melalui pendekatan deduktif (al-istinjj) dengan mengaitkan proposisi yang
satu dengan proposisi lain yang telah terbukti kebenarannya secara aksiomatik (badhiyyah). Lihat:
al-Jbiriy, Bunyat, hlm. 383284.
17Secara etimologis, berdasarkan analisis terhadap makna-makna yang telah diuraikan dalam
kamus Lisn al-`Arab dan yang didukung Mu`jam Maqyis al-Lughah, al-Jbiriy mengartikan albayn sebagai al-fasl wa al-infisl
wa al-idhr
memisahkan dan terpisah dan al-duhr
18Dengan merujuk pada penjelasan dalam kamus Lisn al-`Arab, menurut alJbiriy, secara etimologis istilah `irfn merupakan bahasa Arab yang berasal dari
.
.
Sesungguhnya, ma`rifah yang hakiki kepada Allah itu bukanlah
ilmu tentang keesaan Allah sebagaimana yang diyakini oleh
semua orang-orang mukmin; bukan pula ilmu-ilmu burhn
(demonstratif-rasional) dan nad ar (teoretis) yang dimiliki oleh
para filsuf (al-h ukam), para teolog (al-mutakallimn), dan para
ahli retorika (al-bulagh). Akan tetapi, sesungguhnya ia adalah
ma`rifah terhadap sifat-sifat keesaan Allah yang khusus dimiliki
para wali Allah. Sebab, mereka adalah orang-orang yang
menyaksikan Allah dengan hati sehingga terbukalah bagi mereka
apa yang tidak dibukakan untuk hamba-hamba-Nya yang lain.20
Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat dipahami bahwa dari ketiga
pembagian al-Misriy
mengenai pengetahuan tentang Allah, sesungguhnya
macam dan tingkatan pengetahuan ketiga, yaitu: ma`rifat sift
al
wah dniyyah, yang merupakan ma`rifah hakiki. Sehubungan dengan
hakikat ma`rifah yang terkait dengan tingkatan yang ketiga itu, pernyataan
kata dasar `arafa yang satu akar dan satu makna dengan kata ma`rifah yang
berarti pengetahuan. Dalam dunia tasawuf, istilah ma`rifah itu menunjuk kepada
suatu jenis pengetahuan tertinggi (naw` asm min al-ma`rifah) yang dilimpahkan
Allah swt. ke dalam hati dalam bentuk kashf atau ilhm. Lihat: Ibn Mand r, Lisn,
jilid 4, juz 33, hlm. 2897; al-Jbiriy, Bunyat, hlm. 251.
19`Abd al-Qdir Mah md, al-Falsafat, hlm. 307. Perkataan al-Mis r iy ini banyak
dikutip oleh para penulis lain, antara lain: Reynold A. Nicholson, Gagasan, hlm.
1516; M. Solihin & Rosihon Anwar, Ilmu, hlm. 153.
20Terjemahan penulis.
10
al-Misriy
berikut ini akan dapat memperjelas maksud dari konsep ma`rifah
yang ia kembangkan. Dalam hal ini, Al-Misriy
berkata:21
.
Dan ma`rifah itu adalah kesaksian atas kebenaran yang ada di
dalam hati yang mendapatkan cahaya Allah.22
Dari perkataan al-Misriy
di atas, maka hakikat ma`rifah dapat diidentifikasi
pada tiga aspek, yaitu: pertama, kesaksian hati (shuhd al-qalb). Ini sejalan
dengan pendapat al-Misriy
mengenai dua tingkatan ma`rifah yang lebih
rendah dari ma`rifah h aqqiyyah seperti yang telah diuraikan terdahulu,
bahwa pengetahuan orang awam itu diperoleh dengan menggunakan
bantuan indera lahir dan pengetahuan para ahli filsafat, kalam, dan retorika
itu diperoleh dengan menggunakan akal-rasional, sedangkan pengetahuan
orang-orang yang `rif itu diperoleh dengan menggunakan hati (al-qalb);
kedua, kebenaran (al-h aqq) sebagai objek ma`rifah. Berbeda dari kebenaran
yang menjadi objek pengetahuan pada tingkatan pertama berupa realitas
empiris sehingga verifikasi kebenaran pengetahuan dalam epistemologi
bayniy ini menggunakan teori korespondensi (kesuaian pengetahuan
dengan relialitas empiris), dan kebenaran yang menjadi objek pengetahuan
tingkatan kedua berupa realitas empiris-rasional, maka dalam epistemologi
burhniy ini kebenaran diverifikasi dengan teori koherensi (kesesuaian
dengan pernyataan lain yang sudah dinilai benar), sedangkan kebenaran
21`Abd al-Qdir Mah md, al-Falsafat, hlm. 307.
22Terjemahan penulis.
11
yang menjadi objek pengetahuan tingkatan ketiga, al-ma`rifat alh aqqiyyah, adalah realitas metafisik sehingga verifikasi kebenaran
pengetahuan dalam epistemoogi `irfniy ini adalah teori korespondensiilhiyyah (kesesuaian pengetahuan dengan realitas metafisik); dan ketiga
atas anugerah dan rahmat Allah berupa cahaya ruhani yang dilimpahkan ke
dalam hati orang-orang yang menjadi wali-wali Allah swt.
Pandangan al-Misriy
tentang hakikat ma`rifat dapat juga dipahami
dari perkataan al-Misriy
yang diriwayatkan oleh al-Hujwiri yang
setiap
(mushhadah).23
pandangannya
Keterangan
menjadi
al-Misriy
tentang
tindak
kontemplasi
hakikat
ma`rifah
23`Al ibn `Uthmn al-Hujwriy, The Kasyf al-Mahjub: The Oldest Persian
Treatise on Sufism, diterjemahkan oleh Suwardjo Muthary dan Abdul Hadi W.M.
dengan judul Kasyful Mahjub: Buku Daras Tasawuf Tertua (Edisi Baru; Cet. I;
Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015 M/1436 H), hlm. 264.
12
bahwa hakikat ma`rifah itu adalah kesaksian atas kebenaran yang ada di
dalam hati yang mendapatkan cahaya Allah swt.
2. Corak Ma`rifah
Berdasarkan pandangan al-Misriy
tentang hakikat ma`rifah sebagaimana
telah diuraikan di atas, oleh para peneliti al-Misriy
dinilai telah
.
Sungguh dia (al-Mis riy) adalah orang pertama yang melangkah
dalam pengetahuan sufistik (al-ma`rifat al-s fiyyah) dengan
langkah baru ketika dia membedakan antara pengetahuan sufi
kepada Allah dari pengetahuan dengan akal semata; dan ketika
dia menyebutkan bahwa sesungguhnya pengetahuan hakiki (alma`rifat al-h aqqiyyah) itu adalah pengetahuan tertinggi (yang
diperoleh) dari jalan penyaksian hati (al-mushhadat alqalbiyyah).26
24Reynold A. Nicholson, Gagasan, hlm. 15.
25`Abd al-Qdir Mah md, al-Falsafat, hlm. 306.
13
Dari kedua kutipan di atas, dapat dipahami bahwa menurut para peneliti alMisriy
telah berhasil memperkenalkan corak baru tentang konsep ma`rifah
dalam bidang sufisme Islam. Corak baru konsep ma`rifah yang
dikembangkan oleh al-Misriy
dapat diidentifikasi sebagai berikut: Pertama,
ia membedakan antara al-ma`rifat al-sfiyyah
pengetahuan sufistik dari
oleh
al-Misriy
menyerupai
gnosis-hellenistik
yang
14
3. Metode Ma`rifah
Dalam konteks metode ma`rifah, al-Mis r iy memiliki beberapa konsep dan
pandangan yang sangat berharga dan penting untuk diaplikasikan dalam
pendidikan pada zaman sekarang ini. Dalam tulisan ini, konsep dan
pandangan al-Mis riy diperoleh dari penelusuran literatur tasawuf klasik29
yang secara acak meriwayatkan pernyataan-pernyataan al-Mis riy kemudian
dilakukan analisis dan seleksi untuk menetapkan pernyataan-pernyataan
yang relevan dengan metode untuk mencapai ma`rifatullah. Temuan dari
analisis dan pembahasan dimaksud dapat dipresentasikan pada beberapa
paragraf di bawah ini.
28Reynold A. Nicholson, The Mystics of Islam (London & Biston: Routledge and
Kegam Paul, 1974), hlm. 71; Pernyataan Nicholson itu dikutip secara tidak
langsung dalam Mah md, al-Falsafat, hlm. 307; dan kemudian dikutip secara
berulang-ulang oleh penulis lain, seperti: Asmaran As., Pengantar, hlm. 283; M.
Solihin & Rosihon Anwar, Ilmu, hlm. 153; M. Alfatih Suryadilaga dkk., Miftahus
Sufi (Cet. I; Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 139.
29Kitab-kitab tasawuf klasik yang dimaksud dan dijadikan sumber primer dalam tulisan ini terdiri
atas: (1) Hilyat al-Awliy wa Tabaqt
al-Asfiy
karya al-Hfid Ab Na`m Ah mad bin `Abdullh
al-As fahniy yang diterbitkan di Beirut oleh penerbit Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah, tanpa keterangan
tahun terbit; (2) Tabaqt
al-S fiyyah karya dari Ab `Abd al-Rah mn Muh ammad bin al-Husayn
al-Sulamiy yang ditahkik dan diberi anotasi oleh `Abd al-Qdir `At , untuk cetakan kedua
diterbitkan di Beirut oleh Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah pada tahun 2003 M/1424 H; (3) al-Rislat alQushayriyyah karya monumental dari al-Imm Ab al-Qsim `Abd al-Karm bin Hawzin alQushayriy yang edisi baru ditahkik oleh Ah mad Hshim al-Salamiy dan diterbitkan di Beirut oleh
Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah pada 2013 M/1434 H; (4) al-Luma` f Trkh al-Tasawwuf
al-Islmiy
karya dari Ab Nas r `Abdullh bin `Al al-Sarrj al-Tsiy dan untuk edisi baru ditahkik oleh
Kmil Mus t af al-Hindwiy yang diterbitkan di Beirut oleh Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah pada tahun
2007 M/1428 H; (5) al-Kawkab al-Duriyy f Manqib Dh al-Nn al-Misriy
karya dari Ibn `Arabiy
yang ditahkik oleh Sa`d `Abd al-Fath dan diterbitkan di Beirut oleh Muassasat al-Intishr al`Arabiy, tanpa keterangan tahun.
15
Dalam
konteks
metode
mendapatkan
ma`rifah,
al-Misriy
.
Wahai para murid sekalian, siapa di antara kalian yang
menginginkan suatu jalan (pengetahuan), maka temuilah para
ulama dengan kebodohan, temuilah para zhid dengan
semangat, dan temuilah para ahli ma`rifah dengan diam.31
Kutipan di atas ini menunjukkan arahan dan bimbingan al-Misriy
tentang
jalan pertama yang harus ditempuh oleh seorang yang menghendaki
ma`rifah, yaitu mempersiapkan sikap mental yang tepat sebelum menuntut
pengetahuan. Dalam hal ini, al-Misriy
memberikan petunjuk tentang tiga
sikap mental yang berbeda ketika seorang murid atau penuntut ilmu sedang
belajar kepada guru dengan bidang ilmu dan maqm yang berbeda.
Pertama, bila sedang berguru kepada seorang ulama, maka sikap mental
yang tepat adalah merasa bodoh (bi al-jahl). Persyaratan sikap mental ini
sesuai dengan keadaan guru yang dihadapi adalah seorang ulama dengan
makna orang yang menguasai ilmu-ilmu syariat atau dalam istilah dan
kategori al-Misriy,
seperti diuraikan terdahulu, seorang ulama fikih dan usul
fikih serta ulama kalam yang menguasai ma`rifat al-bayn. Dengan kata
lain, dalam konteks epistemologi bayniy, seorang murid harus bersikap dan
30Al-Hfid Ab Na`m Ah mad bin `Abdullh al-As f ahniy,Hilyat al-Awliy wa
T abaqt al-As fiy (Beirut: Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah, t.th.), juz 10, hlm. 3.
31Terjemahan penulis makalah ini.
16
ini sesuai dengan keadaan guru yang dihadapi adalah orang yang `rif billh
di mana pengetahuan yang diperoleh itu merupakan anugerah langsung dari
Allah swt. melalui mushdat al-qalb. Karena itu, sikap mental yang tepat
bagi seorang murid yang berguru kepada seorang yang `rif billh adalah
diam. Sikap diam di sini dapat dimaknai sebagai perwujudan dari
17
ketundukan, kepatuhan, dan keridaan atas apa yang diajarkan oleh seorang
guru kepada seorang murid. Sikap demikian itu pula sebenarnya yang
menjadi sikap seorang yang `rif billh ketika mendapat anugerah
pengetahuan (ma`rifah) dari Allah swt.
Pengajaran al-Mis riy lebih lanjut mengenai metode ma`rifah dapat
dipahami dari perkataannya yang diriwayatkan oleh Ibn `Arabiy dari Ysuf
bin al-Husayn yang menceritakan bahwa al-Mis riy berkata:32
:
.
Bila dicermati dengan baik, maka perkataan al-Mis riy di atas dapat
dipahami sebagai penjelasan atas metode untuk memeroleh pengetahuan
dalam kategori ma`rifat al-h ujjat yang merupakan pengetahuan tentang
Allah swt. sebagaimana yang secara khusus dipahami oleh para filsuf dan
dalam kategori epistemologi al-Jbiriy itu sejalan dengan dan merupakan
epistemologi burhniy, seperti telah diuraikan pada bagian terdahulu. Dalam
konteks epistemologi burhniy ini, al-Mis r iy mengajarkan tiga metode
untuk memeroleh ma`rifah, yaitu: pertama, dengan meneliti sistem
pengaturan yang telah ditetapkan Allah swt. atas segala sesuatu; kedua,
32Ibn `Arabiy, al-Kawkab al-Duriyy f Manqib Dh al-Nn al-Misriy,
ditahkik
oleh Sa`d `Abd al-Fath (Beirut: Muassasat al-Intishr al-`Arabiy, t.th.), hlm.
143.
33Terjemahan penulis makalah.
18
dengan meneliti sistem penetapan ukuran yang ditakdirkan Allah swt. untuk
semua materi; dan ketiga, dengan meneliti sistem penciptaan semua
makhluk Allah swt.
Penjelasan al-Mis r iy tentang metode memeroleh ma`rifah terutama
yang masuk dalam kategori ma`rifat s ift al-wah dniyyah, yaitu
pengetahuan tentang sifat-sifat tauhid yang secara khusus hanya
dianugerahkan Allah swt. kepada para wali melalui mushhadat al-qalb, dan
yang sejalan dengan dan merupakan epistemologi `irfniy, dapat dipahami
dari perkataan al-Mis riy yang diriwayatkan oleh al-Qushayriy sebagai
berikut:34
.
Bergaul dengan orang `rif itu bagaikan bergaul dengan Allah
swt.; dia dapat membawamu dan dia dapat sabar atas dirimu,
maka berperilakulah dengan akhlak Allah.35
Penjelasan al-Mis riy ini pada dasarnya sejalan dengan dan kelanjutan dari
keterangan sebelumnya bahwa seorang murid itu bila berhadapan dengan
seorang guru yang al-`rif billh maka ia harus bersikap diam; tunduk,
patuh, dan rida dengan apa yang diajarkan seorang guru itu. Lebih dari itu,
pernyataan al-Mis riy yang baru saja dikutip di atas menambahkan satu
aspek penting dalam metode memeroleh ma`rifah, yaitu dengan cara
berakhlak dengan akhlak Allah swt., tentu dengan kadar kemampuan
34al-Qushayriy, al-Rislat, hlm. 344.
35Terjemahan penulis makalah.
19
.
Aku mengenal Allah dengan Allah, dan aku mengenal selain
Allah dengan Rasulullah saw.38
Penjelasan al-Misriy
ini menegaskan bahwa ma`rifatullh melalui
mushhadat al-qalb itu hanya dapat diperoleh dengan anugerah Allah swt.
kepada orang-orang dicintai-Nya. Sementara itu, pengetahuan tentang
sesuatu selain Allah swt. dapat diperoleh melalui dan dengan petunjuk yang
dibawa oleh Rasulullah saw. berupa Al-Quran dan hadis.
Secara lebih tegas lagi, bahwa pengetahuan tentang Allah swt. secara
hakiki itu hanya dapat diperoleh melalui pemberian dan anugerah-Nya
20
secara langsung, bukan melalui perantaan yang lain dapat dipahami dari
jawaban al-Misriy
ketika ditanya seseorang seperti yang diriwayatkan alQushayriy dari Ysuf bin al-Husayn sebagai berikut:39
. .
. .
. .. . . . . . .. .
. .. :
. ..
. .
..
Dengan apa engkau mengenal Tuhanmu? Dia menjawab: Aku
mengenal Tuhanku dengan Tuhanku dan sekiranya tidak karena
Tuhanku maka sungguh aku tak akan mengenal Tuhanku. 40
Jawaban al-Misriy
di atas menunjukkan bahwa ma`rifatullh itu diperoleh
atas pemberian Tuhan, bukan hasil pemikiran manusia, tetapi atas kehendak
dan rahmat Tuhan.41 Pengetahuan demikian ini dianugerahkan Allah kepada
sufi setelah menunjukkan ketekunan, kepatuhan dan ketaatan mengabdikan
diri sebagai hamba Allah dengan berusaha secara konsisten dengan
melakukan riydlah dan mujhadah al-qalbiyyat al-rhiyyah.
Dalam dunia tasawuf, metode untuk sampai dan mendapatkan
ma`rifah dikenal dengan istilah maqmt.42 Secara umum, dalam kaitan
39al-Qushayriy, al-Rislat, hlm. 345.
40Terjemahan penulis makalah.
41Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Ed. 1; Cet. VII; Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2008), hlm. 227228.
Secara terminologis, para sufi dan ahli tasawuf telah merumuskan pengertian maqmt. Al-42
:Tsiy memberikan pengertian maqmt sebagai tergambar dalam kutipan berikut
Kedudukan seorang hamba di hadirat Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung, di mana
diposisikan segala ibadah, mujhadah, riydlah, dan pengasingan hanya menuju Allah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Agung.
Sementara itu, al-Qushayriy mendefinisikan istilah maqm secara terminologis sebagai
berikut:
21
dengan jalan yang harus ditempuh oleh seorang slik dalam perjalanan
spiritual, maka pandangan-pandangan al-Misriy
mengenai maqmt dapat
ditelusuri pada kitab-kitab yang memuat riwayat-riwayat tentang perkataanperkataan al-Misriy.
Di antara kitab itu adalah al-Luma` f Trkh al
Tasawwuf
al-Islmiy, sebuah kitab klasik yang otoritatif dalam bidang
al-Tsiy.43
Untuk
keperluan
menjelaskan
metode
yang
dikembangkan al-Misriy
dalam perjalanan meraih ma`rifah, maka dalam
tulisan ini data yang digunakan merujuk kepada kutib tersebut.
:
.
Maqam adalah suatu (posisi) yang telah diperoleh oleh seorang hamba atas apa yang telah
diusahakannya berupa adab-adab yang mengantarkannya kepada Tuhan dengan suatu
tindakan, dan yang diperoleh dengan melakukan sesuatu yang dihendaki Tuhan, serta
melaksanakan tugas-tugas (yang dibebankan kepadanya).
Menurut M. Amin Syukur, maqam adalah tingkatan yang harus
diusahakan oleh seorang sufi dalam rangka menuju ma`rifatullh yang
bersifat permanen. Sedangkan menurut Moenir Nahrowi Tohir, maqam adalah
jalan spiritual yang harus dilalui para sufi dalam mencapai tujuan luhurnya,
melalui proses penyucian jiwa terhadap kecenderungan materi agar kembali
ke jalan Tuhan. Bertolak dari beberapa definisi ini, maka dapat ditarik suatu
pemahaman bahwa maqmt itu adalah (1) suatu hasil (outcome), yaitu posisi
spiritual seorang hamba slik di hadirat Allah swt.; (2) suatu proses
(process), yaitu penyucian jiwa melalui kegiatan ibdah, mujhadah, riydlah;
dan (3) suatu cara atau jalan (method), yaitu jalan spiritual yang harus
ditempuh oleh seorang slik untuk menggapai ma`rifatullh. Lebih lanjut
baca: Ab Nas r al-Sarrj al-Tsiy, al-Luma`, ditahkik dan ditakhrij oleh `Abd al-Halm
Mah md dan Th `Abd al-Bqiy Surr (Kairo dan Bagdad: Dr al-Kutub al-Hadthah dan
Maktabat al-Muthn, 1960 M/1380 H), hlm. 65; al-Qushairiy, al-Rislat, hlm. 91; M. Amin
Syukur, Tasawuf Kontekstual: Solusi Problem Manusia Modern (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003), hlm. 22; Moenir Nahrowi Tohir, Menjelajahi Eksistensi Tasawuf: Meniti Jalan
Menuju Tuhan (Cet. I; Jakarta: PT as-Salam Sejahtera, 2012), hlm. 93; dan Media Zainul Bahri,
Tasawuf Mendamaikan Dunia (Jakarta: Erlengga, 2010), hlm. 89.
43Ab Nas r `Abdullh bin `Al al-Sarrj al-Tsiy, al-Luma` f Trkh alTas awwuf al-Islmiy, ditahkik oleh Kmil Mus taf
al-Hindwiy (Beirut: Dr alKutub al-`Ilmiyyah, 2007 M/1428 H).
22
dirinya itu karena hasil dari jerih payah sendiri, bukan karena anugerah dan
kemurahan Allah swt.
44Hierarki dan sistematika ini mengikuti urutan yang telah disusun al-Tsiy
dalam karya yang disebut sebelum ini.
45al-Tsiy, al-Luma` f Trkh, hlm. 42.
46al-Tsiy, al-Luma` f Trkh, hlm. 42.
23
Misriy
tentanng al-sabr
ini dapat dipahami dari sebuah riwayat yang dicatat
oleh al- al-Tsiy sebagai berikut:47
:
:
:
. :
Sebagaimana dihikayatkan dari Dh al-Nn, semoga Allah
memberikan rahmat kepadanya, bahwasanya ia berkata: suatu
ketika saya datang menjenguk orang sakit; pada saat ia
berbicara kepadaku dia merintih (kesakitan), maka aku berkata
kepadanya: Bukanlah cinta sejati bila seseorang tidak
bersabar atas cobaan-Nya. Dh al-Nn menceritakan (lebih
lanjut), maka ia menimpali: Bukanlah cinta sejati bila
seseorang tidak merasakan nikmat dari cobaan-Nya.48
Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami pandangan al-Misriy
yang
menghubungkan al-sabr
dengan cinta (mah abbah); bahwa kesabaran itu
harus didasarkan atas cinta kepada Allah sehingga ketika mendapat ujian
dari Allah dalam kehidupan, seseorang akan mampu bersabar. Namun,
demikian, bagian lebih lanjut lain kutipan itu juga menunjukkan bahwa
kesabaran itu belum merupakan maqm tertinggi. Sebab, seperti tergambar
dari kutipan di atas, di atas kesabaran atas cobaan, ternyata masih ada
tingkatan yang lebih tinggi yaitu merasakan kenikmatan dengan cobaan
yang datang dari Zat yang dicinta.
24
menjawab:49
.
Tawakal ialah meninggalkan berpikir tentang diri sendiri, dan
melepaskan diri dari merasa memiliki daya dan kekuatan.50
Jawaban al-Misriy
tentang maksud tawakal menggambarkan pandangannya
hakikat tawakal baginya, yaitu penyerahan diri secara totalitas kepada Allah
swt. disertai perasaan tidak memiliki daya dan kekuatan untuk mengatasi
semua persoalan hidup di dunia dan di akhirat.
Terakhir, berkenaan dengan maqm al-ridl, al-Tsiy meriwayatkan
jawaban al-Misriy
ketika ditanya tentang makna rida sebagaimana kutipan
berikut:51
:
.
Dan (ketika) Dh al-Nn ditanya tentang rida, ia menjawab:
kegembiraan hati atas pahit(nya) ketetapan (Allah swt.).52
Pernyataan al-Misriy
tentang makna rida di atas sungguh merupakan
didasarkan atas rasa mah abbah yang tinggi kepada Allah swt. sehingga
25
segala ketetapan Allah direspon dengan hati yang penuh rasa senang,
gembira, dan bahagia.
Demikian uraian mengenai konsep dan pandangan al-Misriy
tentang maqmt sebagai jalan spiritual yang secara umum harus ditempuh
oleh seorang slik dalam menggapai tingkatan-tingkatan sipritual di hadirat
Allah swt. Di sini terlihat, secara kuantitatif bahwa konsep maqmt alMisriy
hanya terdiri atas empat tingkatan, berbeda dengan konsep maqmt
yang dikembangkan oleh para tokoh sufi yang datang lebih belakangan yang
secara umum lebih memiliki konsep maqmt dengan lebih banyak
tingkatan.53
53Para sufi dan ahli tasawuf berbeda dalam merumuskan dan menentukan ragam
dan hierarki maqmt. Menurut al-Tsiy, ragam maqmt itu ada tujuh dan secara hierarkis
dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) al-tawbah, (2) al-wara`, (3) al-zuhd, (4) al-faqr, (5) alsabr,
(6) al-tawakkal, dan (7) al-ridl. Dalam kitab al-Rislat al-Qushayriyyah, al-Qushayriy
membahas beberapa ragam maqmt sebagai berikut: (1) al-tawbah, (2) al-mujhadah, (3) alkhalwah wa al-`uzlah, (4) al-taqw, (5) al-wara`, (6) al-zuhd, (7) al-samt,
(8) al-khawf, (9) al
raj, (10) al-h uzn, (11) al-j` wa tark al-shahwah, (12) al-khush` wa al-tawdlu`, (13)
mukhlafat al-nafs wa dhikr `uybih, (14) al-qan`ah, (15) al-tawakkal, (16) al-shukr, (17) alyaqn, (18) al-sabr,
(19) al-murqabah, (20) al-ridl, (21) al-`ubdiyyah, (22) al-irdah, (23)
al-sabr,
(8) al-mah abbah, (9) al-ridl.
Sementara itu, lebih sedikit lagi Ibnu Taymiyyah dalam kitab A`ml al-Qulb aw alMaqmt wa al-Ah wl menjelaskan enam ragam dan hierarki maqmt sebagai berikut: (1) altawbah, (2) al-sidq,
(3) al-mah abbah, (4) al-ikhls , (5) al-tawakkal dan (6) al-ridl. Tiga kali
lebih banyak dari Ibnu Taymiyyah, dalam kitab Madrij al-Slikn, Ibn Qayyim al-Jawziyyah
menjelaskan delapan belas ragam dan hierarki maqmt sebagai berikut: (1) al-tawbah, (2) altawakkal (3) al-raj, (4) al-khawf, (5) al-inbah, (6) al-ikhbt, (7) al-zuhd, (8) al-mah abbah,
(9) al-khashyah, (10) al-haybah, (11) al-Shukr, (12) al-h ay, (13) al-uns, (14) al-sidq,
(15) al
murqabah, (16) al-tamannah,
(17) al-raghbah, dan (18) al-rahbah.
Muh ammad Amn al-Kurdiy menyebut secara tidak langsung dan tidak tegas beberapa
maqmt seperti: (1) tawbah, (2) tawakkal, (3) tafwdl, (4) ikhlas, (5) mah abbah, (6) shawq, dan
(7) wujd. Bagi Thabthaba, tahapan yang harus ditempuh oleh seorang slik dalam perjalanan
spiritual meliputi (1) irdah, (2) sabar, (3) tawakkal, (4) taslm, (5) tafwdl, dan (6) zuhud.
26
4. Karakteristik `rif
Penjelasan al-Mis riy mengenai karakteristik orang-orang ahli ma`rifah dapat
ditemukan pada sebuah riwayat yang diceritakan oleh Ibn al-`Arabiy dari
Sa`d bin Uthmn al-Khayyt bahwa al-Mis r iy berkata:54
:
.
Penjelasan para peneliti Indonesia mengenai ragam dan hierarki maqmt dapat
dipresentasikan sebagai berikut. Tohari Musnamar mengemukakan jalan menuju
ma`rifatullh itu adalah (1) menjadi ahli mushhadah(2) menjadi ahli
takhass us
(3) menjadi ahli dhikr (4) menjadi ahli mah abbah (5) menjadi ahli
`ibdah (6) menjadi ahli murqabah (7) menjadi ahli muh sabah (8)
menjadi ahli muqarrabah (9) menjadi ahli muh dlarah (10) menjadi ahli
tawakkal (11) menjadi ahli sadaqah
(12) menjadi ahli riydlah (13) menjadi
ahli mujhadah (14) menjadi ahli taqw (15) menjadi ahli tawbah dan (16)
menjadi ahli istiqmah.
Bagi Ahmad Mubarok, ragam dan hierarki maqmt (stasiun-stasiun) itu meliputi: (1)
tobat nasuha, (2) zuhud, (3) qara`, (4) faqr, (5) sabar, (6) tawakkal, dan (7) ridha. Sama jumlah
ragam namun berbeda jenis dan hierarki, Moenir Nahrowi Tohir menyebut tujuh ragam dan
hierarki maqmt yang terdiri atas (1) tawbah, (2) wara`, (3) zuhd, (4) faqr, (5) sabr,
(6)
al-Azhariyyat li at-Turth, 2007), hlm. 27; Shaykh al-Islm Taqiy al-Dn Ah mad bin Taymiyyah,
A`ml al-Qulb aw al-Maqmt wa al-Ah wl (Cet. I; Tanta, Mesir: Dr al-S ah bat li al-Turth,
1990 M/1411 H), hlm. 1226; Al-Imm al-Salafiy al-`Allmat al-Muh aqqiq Ab `Abd Allh bin
Ab Bakr bin Ayyb ibn Qayyim al-Jawziyyah (selanjutnya disebut Ibnu Qayyim al-Jawziyyah),
Madrij al-Slikn (Cet. I; Beirut: Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah, t.th.), juz 1, hlm. 152154;
Muh ammad Amn al-Kurdiy, Tanwr al-Qulb f Mu`malat `Allm al-Guyb, ditakhrij oleh
Najm al-Dn Amn al-Kurdiy (Cet. I; Damaskus: Mat ba`at al-S abh , 1991 M/1411 H), hlm. 477
551; Yusno Abdullah Otta, Tasawuf Sosial: Pemikiran Sufistik Thabthabi (Cet. I; Malang:
UM Press, 2012), hlm. 80107; Tohari Musnamar, Jalan Lurus Menuju Ma`rifatullah (Cet. II;
Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), hlm. 169204; Ahmad Mubarok, Meraih Bahagia dengan
Tasawuf (Cet. III; Jakarta: Dian Rakyat, 2010), hlm. 168170; Moenir Nahrowi Tohir,
27
28
Keterangan lebih lanjut dan lebih rinci mengenai karateristik orangorang yang `rif billh pada masing-masing maqm dapat ditemukan pada
pernyataan-pernyataan al-Misriy
yang akan dipresentasikan sebagai berikut.
Dalam konteks proses perjalanan spiritual, al-Misriy
menunjukkan tandatanda orang yang `rif billh itu seperti tergambar pada ungkapannya yang
diriwayatkan oleh al-Sulamiy berikut ini:57
.
Seorang yang `rif itu tiap hari (bertambah) lebih khusyuk,
sebab setiap saat dia itu (bertambah) lebih dekat (dengan
Allah swt.).58
Dari kutipan perkataan al-Misriy
ini dapat ditarik suatu pemahaman terkait
dengan tanda-tanda orang yang `rif billh ketika dalam proses perjalanan
spiritual, yaitu semakin bertambah khusyuk (khush`) dalam beribadah,
terutama
ibadah
shalat
yang
merupakan
indikator
utama
bagi
berikut ini:59
: :
57Ab `Abd al-Rah mn Muh ammad bin al-Husayn al-Sulamiy,Tabaqt
al
S fiyyah, ditahkik dan diberi anotasi oleh `Abd al-Qdir `At (Cet. II; Beirut: Dr
al-Kutub al-`Ilmiyyah, 2003 M/1424 H), hlm. 15.
58Terjemahan penulis makalah.
29
.
Dh al-Nn, semoga Allah merahmatinya, berkata: Tandatanda orang `rif itu ada tiga, yaitu: (1) cahaya marifah-nya
tidak memadamkan cahaya kewaraannya; (2) tidak meyakini
bahwa ilmu batin itu dapat merusak hukum zahir; dan (3)
banyaknya nikmat dan kemuliaan yang Allah anugerahkan
kepadanya tidak menyebabkannya membuka tirai-tirai
larangan Allah swt.60
Sebagaimana komentar al-Taftzniy, bahwa penjelasan al-Mis riy terkait
dengan tanda-tanda orang al-`rif billh di atas menunjukkan bahwa alMis riy itu tetap berusaha mengaitkan al-ma`rifah dengan al-shar`ah,61
yaitu pada tanda yang kedua: tidak meyakini bahwa ilmu batin itu dapat
merusak hukum zahir. Dengan kata lain, meminjam terminologi yang
digunakan al-Jbiriy, dalam konteks ini tampak usaha al-Mis r iy untuk
mengintegrasikan epistemologi bayniy (al-shar`ah) dengan epistemologi
`irfniy (al-ma`rifah). Di samping itu, dengan merujuk pada tanda-tanda
yang pertama, yaitu: cahaya ma`rifah-nya tidak memadamkan cahaya
kewaraannya dapat dipahami bahwa al-Mis r iy berusaha tetap mengintegrasikan al-ma`rifah yang terdapat pada maqm al-h aqqah dengan
kewaraan (al-wara`) yang merepresentasi-kan maqm al-tarqah.
Dengan
59Ab Nas r `Abdullh bin `Al al-Sarrj al-Tsiy,al-Luma` f Trkh alTas awwuf al-Islmiy, ditahkik oleh Kmil Mus t af al-Hindwiy (Beirut: Dr alKutub al-`Ilmiyyah, 2007 M/1428 H), hlm. 37.
60Terjemahan penulis makalah.
61al-Taftzniy, Madkhal, hlm. 101.
30
62Dalam hal ini, al-Hasaniy ketika memberikan syarah atas al-Hikam karya Ibnu `At illh alSakandariy dalam sebuah kitab yang berjudul qd al-Himam f Sharh al-Hikam telah menyusun
ragam dan hierarki maqmt dalam sebuah sistematika yang apik, sederhana dan praktis. Dalam
menyusun sistematika itu, al-Hasaniy mengacu kepada tiga dimensi ajaran Islam sebagaimana
diberitakan dari Rasulullah saw. ketika beliau didatangi Malaikat Jibril a.s. untuk mengajarkan
Islam. Seperti ditunjukkan oleh hadis yang dimaksud itu, tiga dimensi ajaran Islam itu meliputi (1)
al-islm, (2) al-mn, dan (3) al-ih sn. Sistematika dan hierarki maqmt yang disusun oleh alHasaniy dapat dipresentasikan sebagai berikut: Pertama al-islm yaitu maqm al-shar`ah.
Tujuan maqm pertama ini adalah beribadah atau menyembah Allah swt. dan berfungsi untuk
memperbaiki anggota badan ( ) dengan jalan tobat () , takwa () ,
dan istikamah ( ;) kedua, al-mn, yaitu maqm al-tarqah.
Tujuan maqm kedua ini
adalah untuk menuju Allah swt. dan berfungsi untuk memperbaiki hati ( ) dengan
jalan ikhlas () , sidik () , dan tumannah
( ;) dan ketiga, al-ih sn, yaitu
maqm al-h aqqah. Tujuan maqm ketiga ini adalah untuk menyaksikan Allah swt. dan berfungsi
untuk memperbaiki ruh ( ) dengan jalan al-murqabah () , almushhadah () , dan al-ma`rifah () . Baca: Hadis ini merupakan hadis nomor 2
yang dimuat dalam kitab karya Al-Imm al-Hafid al-Kabr Muh y al-Dn Ab Zakariyy bin
Syaraf al-Dn al-Nawwiy al-Shfi`iy, Matan al-Arba`n al-Nawawiyyah f al-Ah d al-S ah h at
al-Nabawiyyah (Kairo: Maktabat al-Shurq al-Dawliyyah, 2010 M/1431 H), hlm. 1112; Al-`rif
billh Ah mad bin Muh ammad bin `Ajbat al-Hasaniy, qd al-Himam f Sharh al-Hikam (Kairo:
Dr al-Ma`rif, 1983), hlm. 2528.
31
seorang yang `rif billh dituntut untuk taat dan konsisten berkomunikasi
dengan bahasa dan komunitas yang sesuai dengan maqm mereka.
Pernyataan al-Misriy
mengenai sifat-sifat yang menjadi karaker
orang yang `rif billh yang sudah mencapai puncak pendakian spiritual
dapat ditemukan pada riwayat yang ditulis oleh Fard al-Dn `At t r berikut
ini:63
. . :
.
.
. .
. .
. . :
.
. " :
.
. . . .
.
. .
."... .
Dan al-Misriy
ditanya tentang sifat-sifat orang yang `rif, dia
menjawab: (yaitu) orang yang tidak menyaksikan dirinya
sendiri, baik dalam keadaan berilmu, berpenglihatan, dalam
hidup, dalam kenyataan, dalam sifat, dalam ketersingkapan,
maupun dalam hijab, mereka tidak berada dengan diri mereka
sendiri; bahkan (lebih dari itu) mereka itu berada dengan
(Tuhan) Yang Haq, dengan-Nya mereka diam, dengan-Nya
mereka berbicara dan ucapan mereka itu adalah perkataan
(Tuhan) Yang Haq yang mengalir pada lisan mereka, dan
pandangan mereka adalah pandangan (Tuhan) Yang Haq yang
memancar melalui mata mereka; kemudian al-Mis riy
berkata: Pembenaran atas pandangan demikian ini adalah
hadis qudsi yang diriwayatkan dari Nabi saw.: Seorang
hamba senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalanamalan sunnah hingga Aku mencintainya, maka bila Aku
sudah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya (yang
digunakan
untuk)
mendengar, dan
Aku
menjadi
64
penglihatannya (yang digunakan untuk) melihat.
63Fard al-Dn `At t r,Tadhkirat, hlm. 174.
64Terjemahan penulis makalah.
32
Respon al-Misriy
untuk menjawab pertanyaan seperti tergambar dalam
kutipan di atas menegaskan dan memperkuat analisis sebagian peneliti yang
menyimpulkan bahwa teori-teori ma`rifah yang dikembangkan al-Misriy
itu
merupakan jembatan menuju teori-teori wah dat al-shuhd dan ittih d.65
Benih teori wah dat al-shuhd dapat ditemukan pada pernyataan al-Misriy
bagian: (yaitu) orang yang tidak menyaksikan dirinya sendiri, baik dalam
keadaan berilmu, berpenglihatan, dalam hidup, dalam kenyataan, dalam
sifat, dalam ketersingkapan, maupun dalam hijab. Dan benih teori ittih d
dapat ditemukan pada pernyataan al-Misriy
bagian: mereka tidak berada
dengan diri mereka sendiri; bahkan (lebih dari itu) mereka itu berada dengan
(Tuhan) Yang Haq, dengan-Nya mereka diam, dengan-Nya mereka
berbicara dan ucapan mereka itu adalah perkataan (Tuhan) Yang Haq yang
mengalir pada lisan mereka, dan pandangan mereka adalah pandangan
(Tuhan) Yang Haq yang memancar melalui mata mereka.
33
66
34
h aqqiyyah
yang
dikembangkan
oleh
al-Mis r iy
seperti
35
36
merasa bodoh, sehingga akan tumbuh keinginan yang kuat untuk menimba
ilmu dari guru itu; (2) bila berguru kepada seorang yang ahli zuhud, maka
seorang murid harus bersikap semangat dan bergairah sehingga akan
timbul kemauan yang kuat untuk meniru dan meneladani kezuhudan guru
itu; dan (3) bila berguru kepada seorang sufi yang `rif billh maka
seorang murid dituntut untuk bersiap diam sehingga akan muncul kesiapan
hati untuk menerima limpahan pengetahuan yang diberikan Allah secara
langsung kepada seorang sufi itu.
Lebih lanjut, dalam konteks untuk memeroleh pengetahuan dalam
kategori ma`rifat al-h ujjat yang merupakan pengetahuan tentang Allah
swt. sebagaimana yang secara khusus dipahami oleh para filsuf, al-Mis riy
mengajarkan tiga metode, yaitu: pertama, dengan meneliti sistem
pengaturan yang telah ditetapkan Allah swt. atas segala sesuatu; kedua,
dengan meneliti sistem penetapan ukuran yang ditakdirkan Allah swt.
untuk semua materi; dan ketiga, dengan meneliti sistem penciptaan semua
makhluk Allah swt.
Adapun metode untuk memeroleh ma`rifat sift
al-wah dniyyah,
37
seorang
`rif billh yang dapat dijadikan sebagai karakteristik pendidik Muslim itu
dikelompokkan ke dalam tiga maqm yang berbeda, yaitu: pertama, pada
maqm al-shar`ah, maka seorang pendidik Muslim harus senantiasa
konsisten dalam memfokuskan diri hanya kepada Allah; kedua, pada
maqm al-tarqah,
seorang pendidik Muslim harus mampu melepaskan
hati dan diri mereka dari keterikatan kepada selain Allah untuk menuju
semata-mata kepada Allah swt.; dan ketiga, pada maqm al-h aqqah, bagi
seorang pendidik Muslim itu tidak ada rasa kebanggaan selain dengan dan
bersama Allah swt. Selain itu, seorang pendidik Muslim itu harus
senantiasa memelihara ketaatan syariat sehingga terpelihara kehormanisan
antara keberagamaan eksoteris dengan keberagamaan esoteris. Dan
38
E. PENUTUP
Sebagai akhir dari pembahasan makalah ini, maka pada bagian penutup ini
akan dirumuskan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut.
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bagian terdahulun, maka kesimpulan dari
makalah ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: pertama,
kesimpulan yang terkait dengan teori ma`rifah al-Mis riy; dan kedua,
kseimpulan yang berhubungan dengan aplikasi teori itu dalam pendidikan
agama Islam. Kesimpulan yang terkait dengan teori ma`rifah al-Mis riy
dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Hakikat ma`rifah yang dikembangkan oleh al-Mis riy itu adalah
kesaksian atas kebenaran yang ada di dalam hati yang mendapatkan
cahaya Allah. Pengetahuan jenis ini hanya dianugerahkan oleh Allah
swt. kepada para wali. Namun demikian, teori ma`rifah ini dapat
dijadikan acuan dan landasan dalam pengembangan tujuan pendidikan
agama Islam yang diarahkan pada penanaman dan pengembangan
dimensi spiritual peserta didik.
39
40
tauhid yang secara khusus hanya dianugerahkan Allah swt. kepada para
wali melalui mushhadat al-qalb, menurut al-Mis r iy seorang murid
harus berbudi dengan akhlak Allah melalui pengejewantahan namanama Allah yang indah (al-asm al-h usn) dalam diri dan kehidupan
seorang murid. Dalam hal ini, seorang murid harus menunjukkan
ketekunan, kepatuhan dan ketaatan mengabdikan diri sebagai hamba
Allah dengan berusaha secara konsisten dengan melakukan riydlah
dan mujhadah al-qalbiyyat al-rhiyyah.
d. Karakteristik seorang `rif billh yang dikembangkan olehal-Misriy
itu
dikelompokkan ke dalam tiga maqm yang berbeda, yaitu: pertama,
pada maqm al-shar`ah, seseorang yang memulai perjalanan spiritual
untuk menjadi `rif billh itu senantiasa konsisten dalam memfokuskan
diri hanya kepada Allah; kedua, pada maqm al-tarqah,
orang-orang
41
tujuan ma`rifatullh dan telah menjadi `rif billh itu tidak ada rasa
kebanggaan bagi mereka selain dengan dan bersama Allah swt. Selain
itu, orang yang `rif billh itu senantiasa memelihara ketaatan syariat
sehingga terpelihara kehormanisan antara keberagamaan eksoteris
dengan keberagamaan esoteris. Dan orang yang `rif billh tidak sertamerta mempublikasikan semua pengetahuan yang telah Allah swt.
anugerahkan kepadanya, akan tetapi mereka dapat mengejawantahkan
sifat-sifat ketuhanan melalui pendengaran, penglihatan, pikiran, dan
perasaan yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun kesimpulan yang berhubungnan dengan aplikasi teori
ma`rifah al-Misriy
dalam pendidikan agama Islam dapat dikemukakan
sebagai berikut:
a. Tujuan pendidikan agama Islam yang tertinggi adalah mempersiapkan
peserta didik untuk menjadi pribadi Muslim yang memiliki ma`rifah
hakiki yang diperoleh langsung dari Allah swt. melalui mushhadat alqalb.
b. Materi pendidikan agama Islam yang sesuai dengan tujuan tersebut di
atas adalah meliputi: ma`rifat al-tawh d, ma`rifat al-h ujjat wa al-bayn,
dan ma`rifat sift
al-wah dniyyah.
c. Metode yang dapat diterapkan dalam pendidiakan agama Islam
berdasarkan teori ma`rifah al-Misriy
adalah: pertama, persiapan
42
mental murid yang tepat sesuai dengan guru yang dihadapi; kedua,
untuk memeroleh pengetahuan dalam kategori ma`rifat al-h ujjat
maka metode yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan
penelitian terhadap alam ciptaan Allah swt.; ketiga, untuk
memeroleh ma`rifatullh secara hierarkis dan sistematis dapat
diterapkan dengan metode maqmt yang terdiri atas empat
maqm yang meliputi: al-tawbah, al-sabr,
al-tawakkal, dan al
ridl.
d. Karakteristik pendidik Muslim berdasarkan teori ma`rifah alMisriy
terdiri atas: (1) senantiasa konsisten dalam memfokuskan
diri hanya kepada Allah; (2) mampu melepaskan hati dan diri
mereka dari keterikatan kepada selain Allah untuk menuju sematamata kepada Allah swt.; dan (3) tidak ada rasa kebanggaan selain
dengan dan bersama Allah swt.
2. Rekomendasi
Merujuk pada kesimpulan kajian makalah ini, maka di sini dapat
direkomendasikan bahwa untuk mengaplikasikan teori ma`rifah al-Misriy
lebih
mendalam;
antara
lain,
perlu
dikembangkan
konsep
43
bagaimana
konsep
dan
apa
kontribusi
al-Misriy
dalam
44
DAFTAR PUSTAKA
`Afat, ns Must af., `Abdullh, Sumayyat Muh ammad., dan Ghurb, Dn `dil
(ed.). al-Maws`at al-`Arabiyyat al-Muyaasarah. Cet. I; Saida & Beirut: alMaktabat al-`As riyyah, 2010 M/1431 H.
`Arabiy, Ibn. al-Kawkab al-Duriyy f Manqib Dh al-Nn al-Misriy,
ditahkik oleh
Sa`d `Abd al-Fath . Beirut: Muassasat al-Intishr al-`Arabiy, t.th.
`At t r, Fard al-Dn.Tadhkirat al-Awliy. Terjemahan Muh ammad al-As liy alWast niy al-Shfi`iy. Ditahkik oleh Muh ammad Adb al-Jdir. Damaskus:
Markaz Tah qqt `Ulm Islmiy, 2008 M/1429 H.
al-As fahniy, Al-Hfid Ab Na`m Ah mad bin `Abdullh.Hilyat al-Awliy wa
Tabaqt
al-Asfiy
(Beirut: Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah, t.th.
al-Hafaniy, `Abd al-Mun`im. al-Maws`at al-S fiyyah: A`lm al-Tasawwuf wa alMunkirn `alayh wa al-Turuq
al-S fiyyah. Cet. I; Kairo: Dr al-Rashd,
1992 M/142 H.
al-Hasaniy, Al-`rif billh Ah mad bin Muh ammad bin `Ajbat. qd al-Himam f
Sharh al-Hikam. Kairo: Dr al-Ma`rif, 1983.
al-Hujwriy, `Al ibn `Uthmn. The Kasyf al-Mahjub: The Oldest Persian Treatise
on Sufism. Diterjemahkan oleh Suwardjo Muthary dan Abdul Hadi W.M.
dengan judul Kasyful Mahjub: Buku Daras Tasawuf Tertua. Edisi Baru; Cet.
I; Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015 M/1436 H.
al-Jbiriy, Muh ammad `bid. Bunyat al-`Aql al-`Arabiy: Dirsat Tah lliyyat
Naqdiyyat li Nizam
al-Ma`rifat f al-Thaqfat al-`Arabiyyah. Cet. IX;
45
46
47