Anda di halaman 1dari 55

REVISI

APLIKASI TEORI MA`RIFAH DH AL-NN AL-MIS RIY


DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Tugas Mata Kuliah


Pendidikan Agama Islam, Psikologi, dan Tasawuf
Dosen Pengampu
Prof. Dr. H. Mulyadi, M.Pd.I.
Dr. H. Muchlis Usman, M.A.

SOPYAN
NIM 15790018

PROGRAM DOKTOR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS STUDI INTERDISIPLINER
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2015

KATA PENGANTAR




.
Segala puji dan syukur saya persembahkan kehadirat Allah swt. Berkat petunjuk
dan pertolongan-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Selawat
dan salam saya hadiahkan kepada Nabi Muhammad saw., pemimpin dan teladan
umat manusia di seluruh penjuru dunia, serta kepada keluarga, sahabat, dan para
pengikut beliau yang setia.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dan sekaligus sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan
Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diasuh oleh
Bapak Prof. Dr. H. Mulyadi, M.Pd.I. dan Bapak Dr. H. Muchlis Usman, M.A.
Sehubungan dengan itu, saya sangat bermohon kepada beliau untuk memberikan
arahan, bimbingan, dan petunjuk kepada saya untuk perbaikan dan pengembangan
makalah ini sehingga dapat memenuhi standar mutu yang tinggi sebagai sebuah
karya ilmiah.
Teknik penulisan makalah ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan
Tesis, Disertasi dan Makalah yang diterbitkan Pascasarjana Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 2015.
Kepada rekan-rekan mahasiswa Program Doktor Pendidikan Agama Islam
Berbasis Studi Interdisipliner Semester I Kelas B Tahun Akademik 2015/2016,
saya mengharapkan kritik-konstruktif dan saran-alternatif bagi perbaikan dan
pengem-bangan makalah ini.
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan
penghargaan yang tinggi kepada dosen pengasuh dan rekan-rekan mahasiswa
yang telah berkontribusi dalam pendalaman dan pengembangan makalah ini.
Semoga Allah swt. memberikan balasan kebaikan yang berlipat-lipat baik di dunia
maupun di akhirat. mn!
Batu, 17 Desember 2015 M
06 Rab` al-Awwal 1437 H
Penulis,
Sopyan
1

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN


Transliterasi adalah penyalinan bahasa tulisan dengan menggantikan
aksara tertentu dengan aksara yang lain. Berdasarkan definisi ini maka yang
dimaksud dengan transliterasi Arab-Latin dalam tulisan ini adalah penyalinan
bahasa tulisan dengan menggantikan aksara Arab dengan aksara Latin. Sistem
transliterasi yang digunakan dalam tulisan ini mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Tesis, Disertasi dan Makalah yang diterbitkan Pascasarjana Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 2015.
A. Konsonan
Huruf Arab ditransliterasi ke dalam huruf Latin sebagai berikut.
Huruf Arab

b
t
th
jm

Huruf Latin
tidak
dilambangkan
b
t
th
j

kh
dl
dhl
r
z
sn
shn

kh
d
dh
r
z
s
sh

sd

dld

dl

ain
ghayn
f
gf
kf
lm
mm
nn

gh
f
q
k
l
m
n

Nama
alif

Keterangan
tidak dilambangkan
be
te
te dan ha
je
ha
dengan titik di bawah
ha dan ha
de
de dan ha
er
zet
es
es dan ha
es
dengan titik di bawah
de dan el
te
dengan titik di bawah
de
dengan titik di bawah
koma terbalik di atas
ge dan ha
ef
qi
ka
el
em
en

h
wau
hamzah
y

h
w

ha
we
apostrof
ye

B. Vokal dan Diftong


Vokal dalam bahasa Arab dengan lambang berupa h arakah (tanda)
ditransliterasi sebagai berikut.
arakah
(Tanda)

Nama

...........

fath ah

Pendek
a

Huruf Latin
Panjang
Keterangan
a

dengan garis di
atas

...........

kasrah

dengan garis di
atas

...........

dlammah

dengan garis di
atas

Contoh:

. . = rijl
.
. = ms
.


.
. = mujb
.. . = qulbahum
Khusus untuk bacaan y nisbah, maka ditulis dengan iy.
Contoh:

. . = al-Bukhriy
.

. .. = al-Ghazliy

Transliterasi hanya diberlakukan pada huruf konsonan pada akhir sebuah


kata, sedangkan vokal yang berada pada akhir sebuah kata tidak
ditransliterasi; sehingga kaidah gramatika bahasa Arab dalam pedoman
transliterasi ini tidak berlaku pada kata, ungkapan, atau kalimat yang
dinyatakan dalam bentuk transliterasi Latin.
Contoh:

. = khawriq al-`dah
. . . ..
.

Diftong dalam bahasa Arab dengan lambang berupa h arakah dan huruf
ditransliterasi sebagai berikut.
Lambang

Nama

Huruf Latin

Keterangan

...........
...........

fatah dan y
fatah dan wau

aw
ay

a dan we
a dan ye

Contoh:

. = h awla
. . = bayna

C. Shaddah
Dalam sistem tulisan Arab, shaddah atau tashdd dilambangkan dengan tanda
.... dan dalam tulisan Latin ditransliterasi dengan huruf yang sama dengan
huruf yang diberi tanda shaddah.
Contoh:

. . = rabban
. . = karrama

D.

Kata Sandang Alif Lm ( ) dan Laf al-Jallah ( )

Kata sandang alif lm ma`rifah atau al ditransliterasi dengan ketentuan


sebagai berikut:
1. Kata sandang al ditulis secara terpisah dari kata yang mengikutinya dan
dihubungkan dengan tanda -.
Contoh:
.. = Al-Hdiy
2. Jika berada di awal kalimat ditulis dengan huruf kapital.
Contoh:

. . . .
. . = Al-Burhn f `Ulm al-Qur'n
.
.
.
3. Jika berada di tengah kalimat ditulis dengan huruf kecil.
Contoh:

. . =yuh ibb al-muh sinn


.


. .
4. Kata sandang al dalam Lafz al-Jallah ( ) yang berada di tengah
kalimat yang disandarka (idlfah), maka tidak ditulis atau dihilangkan.
Contoh:

. . . ..= billh `azz wa jall


5. Lafz al-Jallah yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lain
atau berkedudukan sebagai mud f ilaih (frasa nomina), ditransliterasi
tanpa huruf hamzah.
Contoh:
. = billh
. . = dnullh
E. T Marbah
()
T marbtah
ditransliterasi dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika berada di tengah kalimat, maka t marbtah
dengan huruf t ( huruf
te diberi garis bawah).
Contoh:
. .
.
. .
. = Al-rislat li al-mudarrisah
. .
2. Jika berada di tengah-tengah kalimat yang terdiri atas susunan idlfah,
maka t marbtah
ditransliterasi dengan huruf t yang disambungkan
dengan kata berikutnya.
Contoh:
. .
. .= f rah matillh
.

3. Jika berada di akhir kalimat, mati atau berharakat sukn, maka t


marbtah
ditransliterasi dengan huruf h.
Contoh:

. . = T alh ah
F. Hamah ( )
Huruf hamzah yang berada di tengah atau akhir sebuah kata ditransliterasi
dengan tanda apostrof ( ). Akan tetapi, jika huruf hamzah itu berada di awal
sebuah kata maka tidak dilambangkan.
Contoh:

. . = takhudhna .. = al-waf
. .
.
. . . = akala

. = umirtu
.
G. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, namun
dalam sistem transliterasi ini huruf kapital tetap dipakai. Penggunaan huruf
kapital mengikuti aturan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD), seperti huruf kapital yang digunakan untuk menuliskan huruf awal
nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri itu, bukan
huruf awal kata sandangnya.
Contoh:

= Wa m Muh ammadun ill


.
. . .

.
. .
rasl
. . .
. = Shahru Ramadlna al
. . .
.
.
.
.
. . .
la unzila fh al-Qur'n
H. Nama dan Kata Arab-Indonesia
Nama Arab dari orang Indonesia atau kata Arab yang sudah terindonesiakan
tidak perlu ditulis dengan sistem transliterasi ini, seperti: Abdurrhaman
Wahid, salat, rida, kursi.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN....................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
A. PENDAHULUAN.............................................................................................1
1. Latar Belakang........................................................................................1
2. Topik Kajian dan Pembatasan............................................................2
3. Tujuan dan Manfaat Pembahasan....................................................3
B. BIOGRAFI DH AL-NN AL-MIS RIY.........................................................3
1. Riwayat Hidup Dh al-Nn al-Misriy.................................................3

2. Posisi dan Kontribusi Dh al-Nn al-Misriy


dalam Tasawuf......5
C. TEORI MA`RIFAH DH AL-NN AL-MIS RIY..........................................6
1. Hakikat Ma`rifah.....................................................................................7
2. Corak Ma`rifah.......................................................................................12
3. Metode Ma`rifah...................................................................................14
4. Karakteristik `rif.................................................................................26
D. APLIKASI KONSEP MA`RIFAH DH AL-NN AL-MIRIY DALAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM...................................................................32
1. Tujuan Pendidikan Agama Islam.....................................................33
2. Materi Pendidikan Agama Islam......................................................34
3. Metode Pendidikan Agama Islam...................................................35
4. Karakteristik Pendidik Muslim dalam Pendidikan Agama
Islam 36
E. PENUTUP.......................................................................................................37
1. Kesimpulan.............................................................................................38
2. Rekomendasi..........................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................44

A. PENDAHULUAN
Pada bagian pendahuluan ini akan diuraikan latar belakang yang menjadi titik
tolak pembahasan makalah ini. Selain itu, untuk membantu memperjelaskan
fokus pembahasan maka pada bagian ini juga akan diberikan uraian tentang
topik kajian dan batasan masalah. Pada akhir bagian pendahuluan ini dijelaskan
tujuan pembahasan makalah ini untuk membantu memberikan arah kajian
mengenai topik yang telah ditetapkan.

1. Latar Belakang
Dalam dunia tasawuf, menurut al-Imm al-Qushayriy, ma`rifatullh
merupakan satu di antara beberapa persoalan pokok (masil al-usl)
yang
paling utama untuk diyakini dalam agama. 1 Pada bagian yang berbeda, alQushayriy mengutip hadis nabawi yang diriwayatkan dari `isyah r.a.
mengenai signifikansi ma`rifatullh dalam Islam sebagai berikut:2



" :
(" ) .
Diriwayatkan dari `ishah r.a. bahwasanya Nabi saw. bersabda:
Sesungguhnya penyangga rumah itu adalah fondasinya, dan
penyangga agama itu adalah ma`rifah kepada Allah swt.3
1Persoalan-persoalan pokok (masil al-usl)
itu menurut al-Qushayriy meliputi:
ma`rifatullh ta`l, siftullh
subh
ta`rf
al-mn, ta`rf al-kufr, al-tawh d,

nah,
dan al-`arsh. Al-Imm Ab al-Qsim `Abd al-Karm bin Hawzin al-Qushayriy,
al-Rislat al-Qushayriyyah, ditahkik oleh Ah mad Hshim al-Salamiy (Beirut: Dr
al-Kutub al-`Ilmiyyah, 2013 M/1434 H), hlm. 1119.
2al-Qushayriy, al-Rislat, hlm. 342.
3Terjemahan penulis makalah.

Hadis di atas menegaskan bahwa ma`rifatullh itu sangat penting dan


memiliki peranan sentral dalam mengembangkan keberagamaan seorang
Muslim secara komprehensif (kfah). Salah seorang tokoh sufi yang
memiliki posisi sebagai pelopor dan berkontribusi besar dan mendasar
dalam mengembangkan teori dan paham ma`rifah adalah Dh al-Nn alMisriy
4 (untuk lebih lanjut dalam tulisan ini akan digunakan sebutan alMisriy).

Dengan latar pendidikan yang multidisipliner, al-Misriy


telah

mengembangkan konsep ma`rifah secara sistematis dan melahirkan corak


baru yang kemudian hari menjadi mazhab tersendiri dan merupakan sumber
pertama dan utama pengembangan teori tasawuf teosofi dalam sejarah
pemikiran

dan

kehidupan

spiritual

di

dunia

Islam.

Dengan

mempertimbangkan posisi penting dan kontribusi besar al-Misriy


dalam
pengembangan konsep ma`rifah dalam disiplin ilmu tasawuf Islam, maka
dinilai sangat urgen dan signifikan untuk mengkaji lebih mendalam teoriteori

yang

terkait

dengan

ma`rifah

menurut

al-Misriy

dan

mengaplikasikannya dalam pendidikan agama Islam.

2. Topik Kajian dan Pembatasan


Bertolak dari latar belakang di atas, maka topik kajian yang menjadi fokus
makalah ini adalah teori ma`rifah al-Misriy
dan aplikasinya dalam

pendidikan agama Islam. Secara utuh sebenarnya, kontribusi al-Misriy

dalam disiplin ilmu tasawuf tidak hanya sebatas konsep ma`rifah saja, akan
4M. Solihin & Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf (Cet. III; Bandung: CV Pustaka
Setia, 2014) , hlm. 152.

mencakup topik-topik lain seperti al-mah abbah, al-maqmt dan al-ah wl.
Namun demikian, disebabkan oleh keterbatasan ruang dan waktu serta
supaya kajian makalah ini lebih fokus, maka topik kajian ini dibatasi pada
aplikasi teori ma`rifah Dh al-Nn al-Misriy
dalam pendidikan agama
Islam.
3. Tujuan dan Manfaat Pembahasan
Sejalan dengan batasan dan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan
pembahasan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan gagasan aplikasi
teori ma`rifah al-Misriy
dalam pembelajaran pendidikan agama Islam.

Lebih dari itu, hasil pembahasan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk

memberikan

kontribusi

pemikiran

dalam

pengembangan

pembelajaran pendidikan agama Islam.

B. BIOGRAFI DH AL-NN AL-MIS RIY


Bagian kedua ini berisi deskripsi ringkas tentang biografi al-Misriy.
Deskripsi
ini diharapkan dapat memberikan gambaran sekilas mengenai pertumbuhan
dan perkembangan personal al-Misriy
yang dapat dikaitkan dengan

perkembangan intelektual-spiritualnya, terutama yang terkait dengan konsep


ma`rifah. Untuk kepentingan demikian, maka pembahasan akan diarahkan
pada uraian tentang riwayat hidup dan posisi serta kontribusi al-Misriy
dalam
pengembangan teori-teori tasawuf.

1. Riwayat Hidup Dh al-Nn al-Misriy

Dh al-Nn al-Misriy
adalah nama julukan bagi seorang sufi yang hidup
pada sekitar pertengahan abad ketiga Hijriyah. Nama lengkap al-Misriy

adalah Ab al-Faydl Thawbn bin Ibrhim Dh al-Nn al-Misriy.


5 Dia
berasal dari Nawb dan lahir di Akhmm yang terletak di kawasan Mesir
Hulu pada tahun 770 M/155 H dan meninggal di kota Kairo pada tahun 860
M/245 H. Al-Mishri banyak mengadakan perjalanan dan pengembaraan ke
berbagai negeri. Ia pernah menjelajahi berbagai daerah di Mesir,
mengunjungi Bait al-Maqdis, Baghdad, Mekkah, Hijaz, Syria, Pegunungan
Libanon, Anthokiah, dan Lembah Kanan.6 Dengan banyak perjalanan ini ia
memeroleh pengalaman yang banyak dan mendalam.
Al-Misriy
hidup pada masa kemunculan sejumlah ulama terkemuka
dalam bidang ilmu fikih, ilmu hadis, dan tasawuf, sehingga ia dapat
berhubungan dan mengambil pelajaran dari mereka. Ia belajar hadis dan
meriwayatkan kitab al-Muwatta`
langsung dari Imm Mlik; Dalam ilmu
tasawuf, ia belajar

kepada Shaqrn al-`Abd atau Isrfl al-Maghribiy.

Dengan latar pendidikan inilah ia dikenal sebagai orang yang menguasai


ilmu-ilmu syariat (`ulm al-shar`ah). Ia juga dikenal sebagai seorang filsuf

5`Abd al-Halm Mah md, al-`lim al-`bid al-`rif billh Dh al-Nn al-Misriy
(Cet. II; Kairo:
Dr al-Rashd, 2004 M/1434 H), hlm. 19.

6ns Must af `Afat, Sumayyat Muh ammad `Abdullh, dan Dn `dil Ghurb
(ed.), al-Maws`at al-`Arabiyyat al-Muyassarah (Cet. I; Saida & Beirut: alMaktabat al-`As r iyyah, 2010 M/1431 H), jilid 3, hlm. 1601.

dan penyair.7 Secara legendaries, ia dikenal sebagai seorang yang pakar


dalam ilmu kimia, dan ia memiliki beberapa karya tulis dalam bidang ini,
antara lain: Kitb al-Rukn al-Akbar, Kitb al-Thiqt f al-S an`ah, dan Kitb
al-`Aj`ib.

Selain itu, ia juga dikenal juga menguasai bahasa Suryani

(Syriac) sehingga mampu membaca dan menerjemahkan prasasti, rumus,


dan gambar yang terdapat pada Piramida Mesir.8 Dari deskripsi latar
pendidikan dan pengalaman yang demikian luas, dapat disimpulkan bahwa
al-Misriy
memiliki penguasaan yang tinggi dalam empat bidang ilmu utama,
yaitu: ilmu-ilmu syariat, ilmu-ilmu alam (sains), filsafat, dan tasawuf. Latar
belakang penguasaan beberapa disiplin ilmu inilah yang kemudian sangat
berpengaruh terhadap teori dan konsep ma`rifah al-Misriy
yang menjadi
fokus kajian dari makalah ini.

2. Posisi dan Kontribusi Dh al-Nn al-Misriy


dalam

Tasawuf
Al-Misriy
memiliki posisi penting dan memberikan kontribusi besar dalam
pengembangan teori-teori tasawuf. Ia merupakan pelopor paham ma`rifah
dalam sufisme Islam. Al-Misriy
meletakkan dasar yang sangat penting
dalam perkembangan tasawuf selanjutnya dengan jalan pengetahuan
terhadap Allah (ma`rifah), dari pengetahuan (ilm) tradisional atau
7 `Abd al-Mun`im al-Hafaniy, al-Maws`at al-S fiyyah: A`lm al-Tasawwuf wa
al-Munkirn `alayh wa al-Turuq
al-S fiyyah (Cet. I; Kairo: Dr al-Rashd, 1992

M/142 H), hlm. 165.


8ns Must af `Afat, Sumayyat Muh ammad `Abdullh, dan Dn `dil Ghurb
(ed.), al-Maws`at, jilid 3, hlm. 1601.

intelektual, dan dikembangkan dengan cinta terhadap Allah (mah abbah).9 Ia


merupakan sufi pertama yang memperbincangkan marifah secara rinci.
Bahkan,

daripadanyalah muncul untuk pertama kali karakteristik

ma`rifah.10 Terkait dengan konsep ma`rifah juga, seperti yang dinyatakan


`Abd al-Qdir Mah md, ia telah memperkenalkan corak baru tentang
makrifat dalam bidang sufisme Islam.11 Mazhab al-Misriy
tentang konsep
al-ma`rifah dan al-mah abbah telah menjadi sumber pertama dan utama
dalam pengembangan tasawuf teosofi ( ) dalam sejarah
kehidupan spiritualitas Islam.12 Kontribusi lain dari al-Misriy
adalah bahwa
ia merupakan orang pertama di Mesir yang berbicara dan mengembangkan
teori al-maqmt dan al-ah wl.13 Demikian, beberapa fakta historis-empiris
yang membuktikan bahwa al-Misriy
merupakan seorang tokoh sufi dengan
latar pendidikan yang multidisiplin itu memiliki posisi penting dan
kontribusi besar dalam pengembangan teori-teori tasawauf Islam.

9Reynold A. Nicholson, Gagasan Personalitas dalam Sufisme, terjemahan A.


Syihabulmillah (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), hlm. 15.
10Asmaran As., Pengantar Studi Taswuf (Ed. 1; Cet. I; Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 1994), hlm. 284.
11`Abd al-Qdir Mah md, al-Falsafat, hlm. 306.
12ns Must af `Afat, Sumayyat Muh ammad `Abdullh, dan Dn `dil Ghurb
(ed.), al-Maws`at, jilid 3, hlm. 1601.
13Teori al-maqmt dan al-ah wl menurut al-Mis r iy lebih lanjut akan dibahas
kemudian pada makalah ini.

C. TEORI MA`RIFAH DH AL-NN AL-MIS RIY


Pembahasan tentang teori ma`rifah menurut al-Misriy
pada bagian ini meliputi
uraian mengenai hakikat ma`rifah, corak ma`rifah, metode ma`rifah, dan
karakteristik orang-orang yang sedang dan telah mencapai ma`rifatullh yang
disebut dengan al-`rif billh atau secara ringkas disebut al-`rif. Semua topik
bahasan ini dikaji menurut pandangan al-Misriy
yang didasarkan pada

pernyataan-pernyataan al-Misriy
yang diriwayatkan oleh beberapa sufi dan ahli
tasawuf, terutama dalam kitab-kitab tasawuf klasik yang monumental dan
otoritatif.
1. Hakikat Ma`rifah
Supaya dapat memberikan pemahaman yang tepat mengenai hakikat
ma`rifah menurut pandangan Dh al-Nn al-Misriy,
maka di sini pertamatama perlu dikemukakan terlebih dahulu pembagian ma`rifah secara
hierakis. Secara umum, ma`rifah atau pengetahuan tentang Allah itu oleh
al-Misriy
dibagi menjadi tiga macam dan/tingkatan yang terdiri atas:

pertama, ma`rifat al-tawh d, yaitu pengetahuan tentang Allah swt.


sebagaimana yang dipahami oleh orang-orang Muslim secara umum; kedua,
ma`rifat al-h ujjat wa al-bayn, yaitu pengetahuan tentang Allah swt.
sebagaimana secara khusus dipahami oleh para filsuf dan ulama; dan ketiga,
ma`rifat sift
al-wah dniyyah, yaitu pengetahuan tentang sifat-sifat tauhid

yang secara khusus hanya dimiliki oleh para wali yang melihat Allah swt.
dengan hati mereka.14
Dalam konteks epistemologi Islam, seperti yang diteliti dan
dikonstruksi ulang oleh Muh ammad `bid al-Jbiriy,15 pandangan al-Misriy

mengenai hierarki pengetahuan manusia tentang Allah swt. itu dapat


dijelaskan sebagai berikut. Hierarki pertama, ma`rifat al-tawh d, dalam
konteks epistemologi Islam tidak dinilai sebagai pengetahuan yang
sistematis-metodologis sehingga tidak digolongkan ke dalam salah satu dari
trilogi epistemologi Islam. Berbeda dari yang pertama, hierarki kedua dalam
tingkatan pengetahuan menurut al-Misriy,
yaitu ma`rifat al-h ujjat wa al
bayn, itu dapat dipilah menjadi dua bagian. Ma`rifat al-h ujjat itu
merupakan pengetahuan tentang Allah swt. sebagaimana yang secara khusus
dipahami oleh para filsuf dan dalam kategori epistemologi al-Jbiriy itu
sejalan dengan dan merupakan epistemologi burhniy.16 Sementara itu,
ma`rifat al-bayn yang merupakan pengetahuan yang secara khusus
14Fard al-Dn `At t r,Tadhkirat al-Awliy, terjemahan Muh ammad al-As liy alWast niy al-Shfi`iy, ditahkik oleh Muh ammad Adb al-Jdir (Damaskus:
Markaz Tah qqt `Ulm Islmiy, 2008 M/1429 H), hlm. 173; `Abd al-Halm
Mah md, al-`lim, hlm. 85.
15Sebagaimana ditulis dalam dua kitab penting: Bunyat al-`Aql al-`Arabiy:
Dirsat Tah lliyyat Naqdiyyat li Niz am al-Ma`rifat f al-Thaqfat al-`Arabiyyah
dan Takwn al-`Aql al-`Arabiy, al-Jbiriy telah merekontruksi ulang pemikiran
epistemologi Islam sehingga dikenal dengan trilogi epistemologi yang terdiri atas:
epistemologi bayniy, burhniy, dan `irfniy. Lihat: Muh ammad `bid al-Jbiriy,
Bunyat al-`Aql al-`Arabiy: Dirsat Tah lliyyat Naqdiyyat li Niz am al-Ma`rifat f
al-Thaqfat al-`Arabiyyah (Cet. IX; Beirut: Markaz Dirst al-Wah dat al`Arabiyyah, 2009 M) dan Muh ammad `bid al-Jbiriy, Takwn al-`Aql al-`Arabiy
(Cet. X; Beirut: Markaz Dirst al-Wah dat al-Arabiyyah, 2009).

dipahami oleh para ulama fikih dan usul fikih serta ulama kalam itu sejalan
dengan dan merupakan epistemologi bayniy.17 Adapun tingkatan yang
ketiga dari hierarki pengetahuan al-Misriy
yaitu ma`rifat s ift al
wah dniyyah yang merupakan pengetahuan yang secara khusus hanya
dimiliki oleh para wali Allah swt. itu sejalan dengan dan merupakan
epistemologi `irf niy.18
16Secara etimologis, dalam bahasa Arab kata al-burhn itu berarti al-h ujjat al-fsilat
al-bayyinah
argumen yang pasti dan jelas. Adapun dalam bahasa Inggris kata al-burhn itu sepadan dengan
kata demonstration yang berasal dari bahasa Latin demontratio dan berarti isyarat, sifat,
keterangan, dan penjelasan. Secara terminologis, al-Jbiriy mengutip pengertian istilah burhn
yang digunakan dalam logika, yaitu: suatu aktifitas berpikir untuk menetapkan kebenaran
proposisi (qadliyyah) melalui pendekatan deduktif (al-istinjj) dengan mengaitkan proposisi yang
satu dengan proposisi lain yang telah terbukti kebenarannya secara aksiomatik (badhiyyah). Lihat:
al-Jbiriy, Bunyat, hlm. 383284.

17Secara etimologis, berdasarkan analisis terhadap makna-makna yang telah diuraikan dalam
kamus Lisn al-`Arab dan yang didukung Mu`jam Maqyis al-Lughah, al-Jbiriy mengartikan albayn sebagai al-fasl wa al-infisl
wa al-idhr
memisahkan dan terpisah dan al-duhr

terang/jelas dan menerangkan/menjelaskan. Berdasarkan kesimpulan pengertian etimologis ini


kemudian al-Jbiriy membedakan pemakaian kedua makna itu berdasarkan pembedaan antara
metode (al-manhaj) dan visi (al-ru`y) dalam sistem epistemologi bayniy. Sebagai sebuah metode,
bayn berfungsi untuk makna al-duhr
wa al-idhr

terang/jelas dan menerang-kan/menjelaskan,


dan sebagai sebuah visi, bayn berfungsi untuk makna al-fasl wa al-infisl
memisahkan dan
terpisah. Adapun secara teriminologis, menurut al-Jbiriy bahwa bayn memiliki dua kategori
makna, yaitu: pertama, aturan-aturan penafsiran wacana ( ;) dan kedua,
syarat-syarat memproduksi wacana () . Pengertian bayn sebagai penafsiran
telah dimulai sejak masa Nabi Muhammad saw. ketika para sahabat menanyakan kepada beliau
tentang makksud sebagian kata dan ungkapan-ungkapan yang terdapat di dalam Al-Quran; atau
setidak-tidaknya sejak masa al-Kulaf al-Rshidn ketika orang-orang mulai bertanya kepada
para sahabat mengenai makna ayat-ayat Al-Quran yang tidak mereka pahami. Adapun makna
bayn sebagai syarat-syarat memproduksi wacana retoris yang jelas baru mulai ketika timbul
partai-partai politik dan aliran-aliran teologi setelah peristiwa tah km dan ketika orasi dan debat
teologis dijadikan sebagai media penyebaran dakwah, rekrutmen pendukung dan mengalahkan
lawan. Ibn Mand r, Lisn al-`Arab, ditahkik oleh `Abdullh `Al al-Kabr, Muh ammad Ah mad
Hasabullh, dan Hshim Muh ammad al-Sydhiliy (Kairo: Dr al-Ma`rif, t.th.), jilid 5, hlm. 403
408; Ab al-Husayn Ah mad bin Fris bin Zakariyy, Mu`jam Maqyis al-Lughah, ditahkik dan
dikoreksi oleh `Abd al-Salm Muh a mmad Hrn (Beirut: Dr al-Fikr, 1979 M/1399 H), jilid 1,
hlm. 327328; Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997), hlm. 883, 1058; al-Jbiriy, Bunyat, hlm. 20; A. Khudori Soleh, Wacana
Baru Filsafat Islam (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 177181.

18Dengan merujuk pada penjelasan dalam kamus Lisn al-`Arab, menurut alJbiriy, secara etimologis istilah `irfn merupakan bahasa Arab yang berasal dari

Pandangan al-Mis riy tentang hakikat ma`rifah dapat dipahami dari


jawaban beliau ketika ditanya seperti tergambar dari kutipan berikut ini:19

.




.
Sesungguhnya, ma`rifah yang hakiki kepada Allah itu bukanlah
ilmu tentang keesaan Allah sebagaimana yang diyakini oleh
semua orang-orang mukmin; bukan pula ilmu-ilmu burhn
(demonstratif-rasional) dan nad ar (teoretis) yang dimiliki oleh
para filsuf (al-h ukam), para teolog (al-mutakallimn), dan para
ahli retorika (al-bulagh). Akan tetapi, sesungguhnya ia adalah
ma`rifah terhadap sifat-sifat keesaan Allah yang khusus dimiliki
para wali Allah. Sebab, mereka adalah orang-orang yang
menyaksikan Allah dengan hati sehingga terbukalah bagi mereka
apa yang tidak dibukakan untuk hamba-hamba-Nya yang lain.20
Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat dipahami bahwa dari ketiga
pembagian al-Misriy
mengenai pengetahuan tentang Allah, sesungguhnya
macam dan tingkatan pengetahuan ketiga, yaitu: ma`rifat sift
al
wah dniyyah, yang merupakan ma`rifah hakiki. Sehubungan dengan
hakikat ma`rifah yang terkait dengan tingkatan yang ketiga itu, pernyataan
kata dasar `arafa yang satu akar dan satu makna dengan kata ma`rifah yang
berarti pengetahuan. Dalam dunia tasawuf, istilah ma`rifah itu menunjuk kepada
suatu jenis pengetahuan tertinggi (naw` asm min al-ma`rifah) yang dilimpahkan
Allah swt. ke dalam hati dalam bentuk kashf atau ilhm. Lihat: Ibn Mand r, Lisn,
jilid 4, juz 33, hlm. 2897; al-Jbiriy, Bunyat, hlm. 251.
19`Abd al-Qdir Mah md, al-Falsafat, hlm. 307. Perkataan al-Mis r iy ini banyak
dikutip oleh para penulis lain, antara lain: Reynold A. Nicholson, Gagasan, hlm.
1516; M. Solihin & Rosihon Anwar, Ilmu, hlm. 153.
20Terjemahan penulis.

10

al-Misriy
berikut ini akan dapat memperjelas maksud dari konsep ma`rifah
yang ia kembangkan. Dalam hal ini, Al-Misriy
berkata:21


.
Dan ma`rifah itu adalah kesaksian atas kebenaran yang ada di
dalam hati yang mendapatkan cahaya Allah.22
Dari perkataan al-Misriy
di atas, maka hakikat ma`rifah dapat diidentifikasi
pada tiga aspek, yaitu: pertama, kesaksian hati (shuhd al-qalb). Ini sejalan
dengan pendapat al-Misriy
mengenai dua tingkatan ma`rifah yang lebih
rendah dari ma`rifah h aqqiyyah seperti yang telah diuraikan terdahulu,
bahwa pengetahuan orang awam itu diperoleh dengan menggunakan
bantuan indera lahir dan pengetahuan para ahli filsafat, kalam, dan retorika
itu diperoleh dengan menggunakan akal-rasional, sedangkan pengetahuan
orang-orang yang `rif itu diperoleh dengan menggunakan hati (al-qalb);
kedua, kebenaran (al-h aqq) sebagai objek ma`rifah. Berbeda dari kebenaran
yang menjadi objek pengetahuan pada tingkatan pertama berupa realitas
empiris sehingga verifikasi kebenaran pengetahuan dalam epistemologi
bayniy ini menggunakan teori korespondensi (kesuaian pengetahuan
dengan relialitas empiris), dan kebenaran yang menjadi objek pengetahuan
tingkatan kedua berupa realitas empiris-rasional, maka dalam epistemologi
burhniy ini kebenaran diverifikasi dengan teori koherensi (kesesuaian
dengan pernyataan lain yang sudah dinilai benar), sedangkan kebenaran
21`Abd al-Qdir Mah md, al-Falsafat, hlm. 307.
22Terjemahan penulis.

11

yang menjadi objek pengetahuan tingkatan ketiga, al-ma`rifat alh aqqiyyah, adalah realitas metafisik sehingga verifikasi kebenaran
pengetahuan dalam epistemoogi `irfniy ini adalah teori korespondensiilhiyyah (kesesuaian pengetahuan dengan realitas metafisik); dan ketiga
atas anugerah dan rahmat Allah berupa cahaya ruhani yang dilimpahkan ke
dalam hati orang-orang yang menjadi wali-wali Allah swt.
Pandangan al-Misriy
tentang hakikat ma`rifat dapat juga dipahami
dari perkataan al-Misriy
yang diriwayatkan oleh al-Hujwiri yang

menceritakan bahwa al-Misriy


berkata: ma`rifah pada hakikatnya adalah
firman Tuhan tentang cahaya ruhani kepada kalbu-kalbu kita yang
terdalam. Lebih lanjut, al-Hujwiri menjelaskan perkataan al-Misriy
ini
dengan menyatakan: Tuhan menyinari hati manusia dan menjaganya dari
ketercemaran sehingga semua makhluk tidak mempunyai arti lagi, bahkan
sebiji sawi pun, di dalam hatinya. Kontemplasi tentang rahasia-rahasia Ilahi,
lahir dan batin, tidak menguasainya. Tetapi bila Tuhan telah melakukan
demikian,

setiap

(mushhadah).23

pandangannya

Keterangan

menjadi

al-Misriy

tentang

tindak

kontemplasi

hakikat

ma`rifah

sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hujwriy itu sejalan dengan dan


sebenarnya merupakan penegasan atas penjelasan al-Misriy
terdahulu

23`Al ibn `Uthmn al-Hujwriy, The Kasyf al-Mahjub: The Oldest Persian
Treatise on Sufism, diterjemahkan oleh Suwardjo Muthary dan Abdul Hadi W.M.
dengan judul Kasyful Mahjub: Buku Daras Tasawuf Tertua (Edisi Baru; Cet. I;
Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015 M/1436 H), hlm. 264.

12

bahwa hakikat ma`rifah itu adalah kesaksian atas kebenaran yang ada di
dalam hati yang mendapatkan cahaya Allah swt.
2. Corak Ma`rifah
Berdasarkan pandangan al-Misriy
tentang hakikat ma`rifah sebagaimana
telah diuraikan di atas, oleh para peneliti al-Misriy
dinilai telah

mengembangkan sebuah corak baru konsep ma`rifah dalam Islam dan


terutama dalam dunia tasawuf al-Misriy
dijuluki sebagai pelopor paham
ma`rifah. Sehubungan dengan itu, Reynold A. Nicholson menyatakan: Dh
al-Nn meletakkan dasar yang sangat penting dalam perkembangan tasawuf
selanjutnya dengan jalan pengetahuan terhadap Allah (ma`rifah), dari
pengetahuan (`ilm) tradisional atau intelektual, dan dikembangkan dengan
cinta terhadap Allah (mah abbah).24 Dalam hal yang sama, `Abd al-Qdir
Mah md dalam kitab Falsafat al-S fiyyah f al-Islm mengatakan:25




.
Sungguh dia (al-Mis riy) adalah orang pertama yang melangkah
dalam pengetahuan sufistik (al-ma`rifat al-s fiyyah) dengan
langkah baru ketika dia membedakan antara pengetahuan sufi
kepada Allah dari pengetahuan dengan akal semata; dan ketika
dia menyebutkan bahwa sesungguhnya pengetahuan hakiki (alma`rifat al-h aqqiyyah) itu adalah pengetahuan tertinggi (yang
diperoleh) dari jalan penyaksian hati (al-mushhadat alqalbiyyah).26
24Reynold A. Nicholson, Gagasan, hlm. 15.
25`Abd al-Qdir Mah md, al-Falsafat, hlm. 306.

13

Dari kedua kutipan di atas, dapat dipahami bahwa menurut para peneliti alMisriy
telah berhasil memperkenalkan corak baru tentang konsep ma`rifah
dalam bidang sufisme Islam. Corak baru konsep ma`rifah yang
dikembangkan oleh al-Misriy
dapat diidentifikasi sebagai berikut: Pertama,
ia membedakan antara al-ma`rifat al-sfiyyah
pengetahuan sufistik dari

al-ma`rifat al-`aqliyyah pengetahuan rasional. Corak pengetahuan yang


disebut pertama itu diperoleh dengan menggunakan pendekatan qalb hati
yang biasa digunakan oleh para sufi, sedangkan corak pengetahuan yang
kedua itu diperoleh dengan menggunakan pendekatan `aql akal yang biasa
digunakan oleh para teolog dan filsuf; kedua, menurut al-Misriy,
ma`rifah
yang hakiki adalah mushhadat qalbiyyah (penyaksian hati), dan teori
pengetahuan demikian ini menegaskan bahwa ma`rifah merupakan fitrah
dalam hati manusia sejak azali; dan ketiga, teori-teori ma`rifah yang
dikembangkan

oleh

al-Misriy

menyerupai

gnosis-hellenistik

yang

diinspirasi oleh paham neo-platonisme. Lebih dari itu, teori-teori ma`rifah


yang dikembangkan itu kemudian dinilai oleh Mah md27 sebagai jembatan
menuju teori-teori wah dat al-shuhd dan ittih d. Bahkan, seperti pendapat
Nicholson, al-Misriy
merupakan orang pertama yang menabur benih-benih
teosofi ke dalam tasawuf Islam.28

26Terjemahan penulis makalah.


27Mah md, al-Falsafat, hlm. 307.

14

3. Metode Ma`rifah
Dalam konteks metode ma`rifah, al-Mis r iy memiliki beberapa konsep dan
pandangan yang sangat berharga dan penting untuk diaplikasikan dalam
pendidikan pada zaman sekarang ini. Dalam tulisan ini, konsep dan
pandangan al-Mis riy diperoleh dari penelusuran literatur tasawuf klasik29
yang secara acak meriwayatkan pernyataan-pernyataan al-Mis riy kemudian
dilakukan analisis dan seleksi untuk menetapkan pernyataan-pernyataan
yang relevan dengan metode untuk mencapai ma`rifatullah. Temuan dari
analisis dan pembahasan dimaksud dapat dipresentasikan pada beberapa
paragraf di bawah ini.

28Reynold A. Nicholson, The Mystics of Islam (London & Biston: Routledge and
Kegam Paul, 1974), hlm. 71; Pernyataan Nicholson itu dikutip secara tidak
langsung dalam Mah md, al-Falsafat, hlm. 307; dan kemudian dikutip secara
berulang-ulang oleh penulis lain, seperti: Asmaran As., Pengantar, hlm. 283; M.
Solihin & Rosihon Anwar, Ilmu, hlm. 153; M. Alfatih Suryadilaga dkk., Miftahus
Sufi (Cet. I; Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 139.
29Kitab-kitab tasawuf klasik yang dimaksud dan dijadikan sumber primer dalam tulisan ini terdiri
atas: (1) Hilyat al-Awliy wa Tabaqt
al-Asfiy
karya al-Hfid Ab Na`m Ah mad bin `Abdullh

al-As fahniy yang diterbitkan di Beirut oleh penerbit Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah, tanpa keterangan
tahun terbit; (2) Tabaqt
al-S fiyyah karya dari Ab `Abd al-Rah mn Muh ammad bin al-Husayn

al-Sulamiy yang ditahkik dan diberi anotasi oleh `Abd al-Qdir `At , untuk cetakan kedua
diterbitkan di Beirut oleh Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah pada tahun 2003 M/1424 H; (3) al-Rislat alQushayriyyah karya monumental dari al-Imm Ab al-Qsim `Abd al-Karm bin Hawzin alQushayriy yang edisi baru ditahkik oleh Ah mad Hshim al-Salamiy dan diterbitkan di Beirut oleh
Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah pada 2013 M/1434 H; (4) al-Luma` f Trkh al-Tasawwuf
al-Islmiy

karya dari Ab Nas r `Abdullh bin `Al al-Sarrj al-Tsiy dan untuk edisi baru ditahkik oleh
Kmil Mus t af al-Hindwiy yang diterbitkan di Beirut oleh Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah pada tahun
2007 M/1428 H; (5) al-Kawkab al-Duriyy f Manqib Dh al-Nn al-Misriy
karya dari Ibn `Arabiy
yang ditahkik oleh Sa`d `Abd al-Fath dan diterbitkan di Beirut oleh Muassasat al-Intishr al`Arabiy, tanpa keterangan tahun.

15

Dalam

konteks

metode

mendapatkan

ma`rifah,

al-Misriy

sebagaimana diriwayatkan oleh Ab Na`m al-Asfahniy


dari Ysuf bin al
Husayn yang diceritakan oleh al-As f ahniy,berkata:30



.
Wahai para murid sekalian, siapa di antara kalian yang
menginginkan suatu jalan (pengetahuan), maka temuilah para
ulama dengan kebodohan, temuilah para zhid dengan
semangat, dan temuilah para ahli ma`rifah dengan diam.31
Kutipan di atas ini menunjukkan arahan dan bimbingan al-Misriy
tentang
jalan pertama yang harus ditempuh oleh seorang yang menghendaki
ma`rifah, yaitu mempersiapkan sikap mental yang tepat sebelum menuntut
pengetahuan. Dalam hal ini, al-Misriy
memberikan petunjuk tentang tiga
sikap mental yang berbeda ketika seorang murid atau penuntut ilmu sedang
belajar kepada guru dengan bidang ilmu dan maqm yang berbeda.
Pertama, bila sedang berguru kepada seorang ulama, maka sikap mental
yang tepat adalah merasa bodoh (bi al-jahl). Persyaratan sikap mental ini
sesuai dengan keadaan guru yang dihadapi adalah seorang ulama dengan
makna orang yang menguasai ilmu-ilmu syariat atau dalam istilah dan
kategori al-Misriy,
seperti diuraikan terdahulu, seorang ulama fikih dan usul
fikih serta ulama kalam yang menguasai ma`rifat al-bayn. Dengan kata
lain, dalam konteks epistemologi bayniy, seorang murid harus bersikap dan
30Al-Hfid Ab Na`m Ah mad bin `Abdullh al-As f ahniy,Hilyat al-Awliy wa
T abaqt al-As fiy (Beirut: Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah, t.th.), juz 10, hlm. 3.
31Terjemahan penulis makalah ini.

16

merasa bodoh ketika berhadapan dengan seorang guru. Sebab, dalam


epistemologi bayniy ulama itu aktif memberikan penjelasan kepada murid,
sehingga dengan demikian bila seorang murid merasa sudah tahu tentang
apa yang diajarkan oleh seorang guru, maka secara emosional pada dasarnya
dalam dirinya sudah ada keengganan dan penolakan yang disebabkan oleh
perasaan sombong dan tinggi hati, bukan tawadu dan rendah hati.
Kedua, bila seorang murid berhadapan dengan seorang guru yang
zhid orang yang zuhud, maka sikap mental yang diajarkan al-Misriy

adalah sikap mental yang menunjukkan berhasrat (raghbah). Persyaratan


sikap mental ini sesuai dengan keadaan guru yang dihadapi adalah seorang
zhid yang berperilaku sebagai orang yang sedang menapaki jalan spiritual.
Kondisi guru demikian seyogyanya dapat dijadikan sebagai role model bagi
seorang murid yang sedang menuntut jalan spiritual. Karena itu, sikap
mental yang tepat menurut Misriy
adalah semangat dan berhasrat untuk
meniru perilaku guru yang zhid itu.
Ketiga, bila seorang murid berhadapan dengan seorang guru yang
ahli ma`rifah yaitu orang yang `rif billh, maka sikap mental yang
diajarkan al-Misriy
Persyaratan sikap mental
adalah sikap diam (al-sumt).

ini sesuai dengan keadaan guru yang dihadapi adalah orang yang `rif billh
di mana pengetahuan yang diperoleh itu merupakan anugerah langsung dari
Allah swt. melalui mushdat al-qalb. Karena itu, sikap mental yang tepat
bagi seorang murid yang berguru kepada seorang yang `rif billh adalah
diam. Sikap diam di sini dapat dimaknai sebagai perwujudan dari
17

ketundukan, kepatuhan, dan keridaan atas apa yang diajarkan oleh seorang
guru kepada seorang murid. Sikap demikian itu pula sebenarnya yang
menjadi sikap seorang yang `rif billh ketika mendapat anugerah
pengetahuan (ma`rifah) dari Allah swt.
Pengajaran al-Mis riy lebih lanjut mengenai metode ma`rifah dapat
dipahami dari perkataannya yang diriwayatkan oleh Ibn `Arabiy dari Ysuf
bin al-Husayn yang menceritakan bahwa al-Mis riy berkata:32

:
.

Ma`rifah itu diperoleh melalui tiga cara: dengan meneliti


segala perkara bagaimana Allah mengaturnya, dengan meneliti
segala bahan bagaimana Allah menetapkan ukurannya; dan
meneliti segala makhluk bagaimana Allah menciptakannya.33

Bila dicermati dengan baik, maka perkataan al-Mis riy di atas dapat
dipahami sebagai penjelasan atas metode untuk memeroleh pengetahuan
dalam kategori ma`rifat al-h ujjat yang merupakan pengetahuan tentang
Allah swt. sebagaimana yang secara khusus dipahami oleh para filsuf dan
dalam kategori epistemologi al-Jbiriy itu sejalan dengan dan merupakan
epistemologi burhniy, seperti telah diuraikan pada bagian terdahulu. Dalam
konteks epistemologi burhniy ini, al-Mis r iy mengajarkan tiga metode
untuk memeroleh ma`rifah, yaitu: pertama, dengan meneliti sistem
pengaturan yang telah ditetapkan Allah swt. atas segala sesuatu; kedua,
32Ibn `Arabiy, al-Kawkab al-Duriyy f Manqib Dh al-Nn al-Misriy,
ditahkik
oleh Sa`d `Abd al-Fath (Beirut: Muassasat al-Intishr al-`Arabiy, t.th.), hlm.
143.
33Terjemahan penulis makalah.

18

dengan meneliti sistem penetapan ukuran yang ditakdirkan Allah swt. untuk
semua materi; dan ketiga, dengan meneliti sistem penciptaan semua
makhluk Allah swt.
Penjelasan al-Mis r iy tentang metode memeroleh ma`rifah terutama
yang masuk dalam kategori ma`rifat s ift al-wah dniyyah, yaitu
pengetahuan tentang sifat-sifat tauhid yang secara khusus hanya
dianugerahkan Allah swt. kepada para wali melalui mushhadat al-qalb, dan
yang sejalan dengan dan merupakan epistemologi `irfniy, dapat dipahami
dari perkataan al-Mis riy yang diriwayatkan oleh al-Qushayriy sebagai
berikut:34


.
Bergaul dengan orang `rif itu bagaikan bergaul dengan Allah
swt.; dia dapat membawamu dan dia dapat sabar atas dirimu,
maka berperilakulah dengan akhlak Allah.35
Penjelasan al-Mis riy ini pada dasarnya sejalan dengan dan kelanjutan dari
keterangan sebelumnya bahwa seorang murid itu bila berhadapan dengan
seorang guru yang al-`rif billh maka ia harus bersikap diam; tunduk,
patuh, dan rida dengan apa yang diajarkan seorang guru itu. Lebih dari itu,
pernyataan al-Mis riy yang baru saja dikutip di atas menambahkan satu
aspek penting dalam metode memeroleh ma`rifah, yaitu dengan cara
berakhlak dengan akhlak Allah swt., tentu dengan kadar kemampuan
34al-Qushayriy, al-Rislat, hlm. 344.
35Terjemahan penulis makalah.

19

manusiawi.36 Hal ini menunjukkan bahwa untuk dapat sampai pada


pengetahuan mushhadat al-qalb, seorang murid harus berusaha untuk
mengejewantahkan nama-nama Allah yang indah (al-asm al-h usn) dalam
diri dan kehidupan seorang murid.
Pada tingkatan yang lebih tinggi lagi, untuk memeroleh pengetahuan
mushhadat al-qalb, menurut al-Misriy
seperti yang diriwayatakn oleh alTsiy ketika ia ditanya, ditanya dengan apa engkau mengetahui Allah swt.?,
maka dia menjawab:37


.
Aku mengenal Allah dengan Allah, dan aku mengenal selain
Allah dengan Rasulullah saw.38
Penjelasan al-Misriy
ini menegaskan bahwa ma`rifatullh melalui

mushhadat al-qalb itu hanya dapat diperoleh dengan anugerah Allah swt.
kepada orang-orang dicintai-Nya. Sementara itu, pengetahuan tentang
sesuatu selain Allah swt. dapat diperoleh melalui dan dengan petunjuk yang
dibawa oleh Rasulullah saw. berupa Al-Quran dan hadis.
Secara lebih tegas lagi, bahwa pengetahuan tentang Allah swt. secara
hakiki itu hanya dapat diperoleh melalui pemberian dan anugerah-Nya

36Ab al-Waf al-Ghanmiy al-Taftzniy, Madkhal il al-Tasawwuf al-Islmiy


(Cet. III; Kairo: Dr al-Thaqfat li al-Nashr wa al-Tawz`, 1979 M/1399 H), hlm.
102.
37al-Tsiy, al-Luma` f Trkh, hlm. 99.
38Terjemahan penulis makalah ini.

20

secara langsung, bukan melalui perantaan yang lain dapat dipahami dari
jawaban al-Misriy
ketika ditanya seseorang seperti yang diriwayatkan alQushayriy dari Ysuf bin al-Husayn sebagai berikut:39

. .
. .

. .. . . . . . .. .
. .. :
. ..
. .
..
Dengan apa engkau mengenal Tuhanmu? Dia menjawab: Aku
mengenal Tuhanku dengan Tuhanku dan sekiranya tidak karena
Tuhanku maka sungguh aku tak akan mengenal Tuhanku. 40

Jawaban al-Misriy
di atas menunjukkan bahwa ma`rifatullh itu diperoleh
atas pemberian Tuhan, bukan hasil pemikiran manusia, tetapi atas kehendak
dan rahmat Tuhan.41 Pengetahuan demikian ini dianugerahkan Allah kepada
sufi setelah menunjukkan ketekunan, kepatuhan dan ketaatan mengabdikan
diri sebagai hamba Allah dengan berusaha secara konsisten dengan
melakukan riydlah dan mujhadah al-qalbiyyat al-rhiyyah.
Dalam dunia tasawuf, metode untuk sampai dan mendapatkan
ma`rifah dikenal dengan istilah maqmt.42 Secara umum, dalam kaitan
39al-Qushayriy, al-Rislat, hlm. 345.
40Terjemahan penulis makalah.
41Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Ed. 1; Cet. VII; Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2008), hlm. 227228.
Secara terminologis, para sufi dan ahli tasawuf telah merumuskan pengertian maqmt. Al-42
:Tsiy memberikan pengertian maqmt sebagai tergambar dalam kutipan berikut

Kedudukan seorang hamba di hadirat Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung, di mana
diposisikan segala ibadah, mujhadah, riydlah, dan pengasingan hanya menuju Allah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Agung.
Sementara itu, al-Qushayriy mendefinisikan istilah maqm secara terminologis sebagai
berikut:

21

dengan jalan yang harus ditempuh oleh seorang slik dalam perjalanan
spiritual, maka pandangan-pandangan al-Misriy
mengenai maqmt dapat
ditelusuri pada kitab-kitab yang memuat riwayat-riwayat tentang perkataanperkataan al-Misriy.
Di antara kitab itu adalah al-Luma` f Trkh al
Tasawwuf
al-Islmiy, sebuah kitab klasik yang otoritatif dalam bidang

tasawuf yang merupakan karya monumental Ab Nas r `Abdullh bin `Al


al-Sarrj

al-Tsiy.43

Untuk

keperluan

menjelaskan

metode

yang

dikembangkan al-Misriy
dalam perjalanan meraih ma`rifah, maka dalam
tulisan ini data yang digunakan merujuk kepada kutib tersebut.
:
.
Maqam adalah suatu (posisi) yang telah diperoleh oleh seorang hamba atas apa yang telah
diusahakannya berupa adab-adab yang mengantarkannya kepada Tuhan dengan suatu
tindakan, dan yang diperoleh dengan melakukan sesuatu yang dihendaki Tuhan, serta
melaksanakan tugas-tugas (yang dibebankan kepadanya).
Menurut M. Amin Syukur, maqam adalah tingkatan yang harus
diusahakan oleh seorang sufi dalam rangka menuju ma`rifatullh yang
bersifat permanen. Sedangkan menurut Moenir Nahrowi Tohir, maqam adalah
jalan spiritual yang harus dilalui para sufi dalam mencapai tujuan luhurnya,
melalui proses penyucian jiwa terhadap kecenderungan materi agar kembali
ke jalan Tuhan. Bertolak dari beberapa definisi ini, maka dapat ditarik suatu
pemahaman bahwa maqmt itu adalah (1) suatu hasil (outcome), yaitu posisi
spiritual seorang hamba slik di hadirat Allah swt.; (2) suatu proses
(process), yaitu penyucian jiwa melalui kegiatan ibdah, mujhadah, riydlah;
dan (3) suatu cara atau jalan (method), yaitu jalan spiritual yang harus
ditempuh oleh seorang slik untuk menggapai ma`rifatullh. Lebih lanjut
baca: Ab Nas r al-Sarrj al-Tsiy, al-Luma`, ditahkik dan ditakhrij oleh `Abd al-Halm
Mah md dan Th `Abd al-Bqiy Surr (Kairo dan Bagdad: Dr al-Kutub al-Hadthah dan
Maktabat al-Muthn, 1960 M/1380 H), hlm. 65; al-Qushairiy, al-Rislat, hlm. 91; M. Amin
Syukur, Tasawuf Kontekstual: Solusi Problem Manusia Modern (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003), hlm. 22; Moenir Nahrowi Tohir, Menjelajahi Eksistensi Tasawuf: Meniti Jalan
Menuju Tuhan (Cet. I; Jakarta: PT as-Salam Sejahtera, 2012), hlm. 93; dan Media Zainul Bahri,
Tasawuf Mendamaikan Dunia (Jakarta: Erlengga, 2010), hlm. 89.

43Ab Nas r `Abdullh bin `Al al-Sarrj al-Tsiy, al-Luma` f Trkh alTas awwuf al-Islmiy, ditahkik oleh Kmil Mus taf
al-Hindwiy (Beirut: Dr alKutub al-`Ilmiyyah, 2007 M/1428 H).

22

Dengan merujuk kepada karya al-Tsiy di atas, maka di sini dapat


dipresentasikan pandangan al-Misriy
tentang maqmt sebagai berikut.

Secara hierarkis dan sistematis, maqmt menurut al-Misriy


terdiri atas
empat maqm yang meliputi: al-tawbah, al-sabr,
al-tawakkal, dan al-ridl.44

Seperti pendapat-pendapat sufi yang lain, maqm pertama menurut alMisriy


adalah al-tawbah. Secara global, menurut al-Misriy
al-tawbah itu
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu al-tawbah orang awam (al-`awm)
dari dosa; dan al-tawbah orang khusus (al-khaws ) dari kelalaian akan
mengingat Allah.45 Lebih lanjut dan secara lebih rinci, maqm al-tawbah ini
oleh al-Misriy
dikembangkan dengan mengklasifikasikan orang yang

bertaubat (al-tib) itu menjadi tiga golongan, yaitu: pertama, golongan


orang yang bertaubat dari perbuatan dosa (al-dhunb) dan keburukan (alsayyit); kedua, golongan orang yang bertaubat dari kesalahan (al-zulal)
dan kelalaian (al-ghaflt); dan ketiga, golongan orang yang bertaubat dari
46
memandang kebaikan (al-h asant) dan ketaatan (al-t`t)
yang ada pada

dirinya itu karena hasil dari jerih payah sendiri, bukan karena anugerah dan
kemurahan Allah swt.

44Hierarki dan sistematika ini mengikuti urutan yang telah disusun al-Tsiy
dalam karya yang disebut sebelum ini.
45al-Tsiy, al-Luma` f Trkh, hlm. 42.
46al-Tsiy, al-Luma` f Trkh, hlm. 42.

23

Maqm kedua menurut al-Misriy


Pandangan al adalah al-sabr.

Misriy
tentanng al-sabr
ini dapat dipahami dari sebuah riwayat yang dicatat
oleh al- al-Tsiy sebagai berikut:47

:
:

:
. :
Sebagaimana dihikayatkan dari Dh al-Nn, semoga Allah
memberikan rahmat kepadanya, bahwasanya ia berkata: suatu
ketika saya datang menjenguk orang sakit; pada saat ia
berbicara kepadaku dia merintih (kesakitan), maka aku berkata
kepadanya: Bukanlah cinta sejati bila seseorang tidak
bersabar atas cobaan-Nya. Dh al-Nn menceritakan (lebih
lanjut), maka ia menimpali: Bukanlah cinta sejati bila
seseorang tidak merasakan nikmat dari cobaan-Nya.48
Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami pandangan al-Misriy
yang
menghubungkan al-sabr
dengan cinta (mah abbah); bahwa kesabaran itu

harus didasarkan atas cinta kepada Allah sehingga ketika mendapat ujian
dari Allah dalam kehidupan, seseorang akan mampu bersabar. Namun,
demikian, bagian lebih lanjut lain kutipan itu juga menunjukkan bahwa
kesabaran itu belum merupakan maqm tertinggi. Sebab, seperti tergambar
dari kutipan di atas, di atas kesabaran atas cobaan, ternyata masih ada
tingkatan yang lebih tinggi yaitu merasakan kenikmatan dengan cobaan
yang datang dari Zat yang dicinta.

47al-Tsiy, al-Luma` f Trkh, hlm. 48.


48Terjemahan penulis makalah.

24

Sehubungan dengan maqm al-tawakkal, ketika ditanya al-Misriy

menjawab:49

.
Tawakal ialah meninggalkan berpikir tentang diri sendiri, dan
melepaskan diri dari merasa memiliki daya dan kekuatan.50
Jawaban al-Misriy
tentang maksud tawakal menggambarkan pandangannya
hakikat tawakal baginya, yaitu penyerahan diri secara totalitas kepada Allah
swt. disertai perasaan tidak memiliki daya dan kekuatan untuk mengatasi
semua persoalan hidup di dunia dan di akhirat.
Terakhir, berkenaan dengan maqm al-ridl, al-Tsiy meriwayatkan
jawaban al-Misriy
ketika ditanya tentang makna rida sebagaimana kutipan
berikut:51

:
.
Dan (ketika) Dh al-Nn ditanya tentang rida, ia menjawab:
kegembiraan hati atas pahit(nya) ketetapan (Allah swt.).52
Pernyataan al-Misriy
tentang makna rida di atas sungguh merupakan

tingkatan yang tertinggi. Sebab, rida tidak dimaknai hanya sebagai


menerima atas semua ketetapan Allah swt., lebih dari itu, rida dimaknai
sebagai kegembiraan hati atas pahitnya ketetapan Allah swt. Ini
menunjukkan bahwa konsep rida yang dikembangkan al-Misriy
itu

didasarkan atas rasa mah abbah yang tinggi kepada Allah swt. sehingga

49al-Tsiy, al-Luma` f Trkh, hlm. 49.


50Terjemahan penulis makalah.
51al-Tsiy, al-Luma` f Trkh, hlm. 50.
52Terjemahan penulis makalah.

25

segala ketetapan Allah direspon dengan hati yang penuh rasa senang,
gembira, dan bahagia.
Demikian uraian mengenai konsep dan pandangan al-Misriy

tentang maqmt sebagai jalan spiritual yang secara umum harus ditempuh
oleh seorang slik dalam menggapai tingkatan-tingkatan sipritual di hadirat
Allah swt. Di sini terlihat, secara kuantitatif bahwa konsep maqmt alMisriy
hanya terdiri atas empat tingkatan, berbeda dengan konsep maqmt
yang dikembangkan oleh para tokoh sufi yang datang lebih belakangan yang
secara umum lebih memiliki konsep maqmt dengan lebih banyak
tingkatan.53

53Para sufi dan ahli tasawuf berbeda dalam merumuskan dan menentukan ragam
dan hierarki maqmt. Menurut al-Tsiy, ragam maqmt itu ada tujuh dan secara hierarkis
dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) al-tawbah, (2) al-wara`, (3) al-zuhd, (4) al-faqr, (5) alsabr,
(6) al-tawakkal, dan (7) al-ridl. Dalam kitab al-Rislat al-Qushayriyyah, al-Qushayriy

membahas beberapa ragam maqmt sebagai berikut: (1) al-tawbah, (2) al-mujhadah, (3) alkhalwah wa al-`uzlah, (4) al-taqw, (5) al-wara`, (6) al-zuhd, (7) al-samt,
(8) al-khawf, (9) al
raj, (10) al-h uzn, (11) al-j` wa tark al-shahwah, (12) al-khush` wa al-tawdlu`, (13)
mukhlafat al-nafs wa dhikr `uybih, (14) al-qan`ah, (15) al-tawakkal, (16) al-shukr, (17) alyaqn, (18) al-sabr,
(19) al-murqabah, (20) al-ridl, (21) al-`ubdiyyah, (22) al-irdah, (23)

al-istiqmah, (24) al-ikhlas, (25) al-sidq,


(26) al-h ay, (27) al-h urriyyah.Berbeda dari al
Qushayriy yang membahas dua puluh tujuh maqmt, Ibnu `At illh secara lebih simpel dan
praktis mengedepankan sembilan ragam dan hierarki maqmt sebagai berikut: (1) al-tawbah,
(2) al-zuhd, (3) al-sabr,
(4) al-shukr, (5) al-khawf (6) al-raj, (7) al-tawakkal, (8) al-ridl, (7)

al-sabr,
(8) al-mah abbah, (9) al-ridl.

Sementara itu, lebih sedikit lagi Ibnu Taymiyyah dalam kitab A`ml al-Qulb aw alMaqmt wa al-Ah wl menjelaskan enam ragam dan hierarki maqmt sebagai berikut: (1) altawbah, (2) al-sidq,
(3) al-mah abbah, (4) al-ikhls , (5) al-tawakkal dan (6) al-ridl. Tiga kali

lebih banyak dari Ibnu Taymiyyah, dalam kitab Madrij al-Slikn, Ibn Qayyim al-Jawziyyah
menjelaskan delapan belas ragam dan hierarki maqmt sebagai berikut: (1) al-tawbah, (2) altawakkal (3) al-raj, (4) al-khawf, (5) al-inbah, (6) al-ikhbt, (7) al-zuhd, (8) al-mah abbah,
(9) al-khashyah, (10) al-haybah, (11) al-Shukr, (12) al-h ay, (13) al-uns, (14) al-sidq,
(15) al
murqabah, (16) al-tamannah,
(17) al-raghbah, dan (18) al-rahbah.

Muh ammad Amn al-Kurdiy menyebut secara tidak langsung dan tidak tegas beberapa
maqmt seperti: (1) tawbah, (2) tawakkal, (3) tafwdl, (4) ikhlas, (5) mah abbah, (6) shawq, dan
(7) wujd. Bagi Thabthaba, tahapan yang harus ditempuh oleh seorang slik dalam perjalanan
spiritual meliputi (1) irdah, (2) sabar, (3) tawakkal, (4) taslm, (5) tafwdl, dan (6) zuhud.

26

4. Karakteristik `rif
Penjelasan al-Mis riy mengenai karakteristik orang-orang ahli ma`rifah dapat
ditemukan pada sebuah riwayat yang diceritakan oleh Ibn al-`Arabiy dari
Sa`d bin Uthmn al-Khayyt bahwa al-Mis r iy berkata:54

:
.
Penjelasan para peneliti Indonesia mengenai ragam dan hierarki maqmt dapat
dipresentasikan sebagai berikut. Tohari Musnamar mengemukakan jalan menuju
ma`rifatullh itu adalah (1) menjadi ahli mushhadah(2) menjadi ahli
takhass us
(3) menjadi ahli dhikr (4) menjadi ahli mah abbah (5) menjadi ahli
`ibdah (6) menjadi ahli murqabah (7) menjadi ahli muh sabah (8)
menjadi ahli muqarrabah (9) menjadi ahli muh dlarah (10) menjadi ahli
tawakkal (11) menjadi ahli sadaqah
(12) menjadi ahli riydlah (13) menjadi

ahli mujhadah (14) menjadi ahli taqw (15) menjadi ahli tawbah dan (16)
menjadi ahli istiqmah.
Bagi Ahmad Mubarok, ragam dan hierarki maqmt (stasiun-stasiun) itu meliputi: (1)
tobat nasuha, (2) zuhud, (3) qara`, (4) faqr, (5) sabar, (6) tawakkal, dan (7) ridha. Sama jumlah
ragam namun berbeda jenis dan hierarki, Moenir Nahrowi Tohir menyebut tujuh ragam dan
hierarki maqmt yang terdiri atas (1) tawbah, (2) wara`, (3) zuhd, (4) faqr, (5) sabr,
(6)

tawakkal, dan (7) ridl.


Dari daftar jenis-jenis dan hierarki maqmt sebagaimana yang telah disajikan di atas,
dapat dipahami bahwa maqmt itu menurut para tokoh sufi dan para ahli tasawuf memang
berbeda-beda dan beragam. Meskipun demikian, bila dicermati lebih jauh dapat ditemukan
bahwa perbedaan jumlah ragam itu disebabkan oleh pilihan mereka dalam merumuskan dan
menuliskan ragam dan hierarki maqmt. Ada tokoh sufi dan ahli tasawuf yang menyebutkan
secara sederhana dan sedikit seperti Ibnu Taymiyyah, T abt abaiy, Muh ammad Amn al-Kurdiy,
Ahmad Mubarok, dan Moenir Nahrowi Tohir. Sebaliknya, ada tokoh sufi dan ahli tasawuf yang
menyebutkan secara luas dan banyak seperti al-Qushayriy, Ibn Qayyim al-Jawziyyah, dan
Tohari Musnamar. Namun demikian, ada pula tokoh sufi yang menyebutkan
dan menjelaskan ragam dan hierarki maqmt secara tengah-tengah dan sedang, yaitu Ibnu
`At illh.
Baca: Al-Tsiy, al-Luma`, hlm. 6881; Al-Imm Ab al-Qsim al-Qushayriy, al-Rislat alQushayriyyah, ditahkik oleh Al-Imm `Abd al-Halm Mah md dan Mah md bin al-Sharf
(Kairo: Muassasat Dr al-Sha`b, 1989 M/1409 H), hlm. 178381; Al-Imm al-Qut b alRabbniy Sayyidiy Ah mad bin `At illh al-Sakandariy (selanjutnya disebut Ibnu `At illh),alTanwr f Isqt al-Tadbr,
ditahkik oleh Muh ammad `Abd ar-Rah m
n (Cet. I; Kairo: al-Maktabat

al-Azhariyyat li at-Turth, 2007), hlm. 27; Shaykh al-Islm Taqiy al-Dn Ah mad bin Taymiyyah,
A`ml al-Qulb aw al-Maqmt wa al-Ah wl (Cet. I; Tanta, Mesir: Dr al-S ah bat li al-Turth,
1990 M/1411 H), hlm. 1226; Al-Imm al-Salafiy al-`Allmat al-Muh aqqiq Ab `Abd Allh bin
Ab Bakr bin Ayyb ibn Qayyim al-Jawziyyah (selanjutnya disebut Ibnu Qayyim al-Jawziyyah),
Madrij al-Slikn (Cet. I; Beirut: Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah, t.th.), juz 1, hlm. 152154;
Muh ammad Amn al-Kurdiy, Tanwr al-Qulb f Mu`malat `Allm al-Guyb, ditakhrij oleh
Najm al-Dn Amn al-Kurdiy (Cet. I; Damaskus: Mat ba`at al-S abh , 1991 M/1411 H), hlm. 477
551; Yusno Abdullah Otta, Tasawuf Sosial: Pemikiran Sufistik Thabthabi (Cet. I; Malang:
UM Press, 2012), hlm. 80107; Tohari Musnamar, Jalan Lurus Menuju Ma`rifatullah (Cet. II;
Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), hlm. 169204; Ahmad Mubarok, Meraih Bahagia dengan
Tasawuf (Cet. III; Jakarta: Dian Rakyat, 2010), hlm. 168170; Moenir Nahrowi Tohir,

27

Tiga indikasi ma`rifah: menghadap Allah; memutuskan (diri)


untuk (hanya) menuju Allah, dan merasa bangga dengan
Allah.55
Ungkapan al-Mis r iy di atas menunjukkan tiga tanda-tanda pada seorang
`rif billh dalam tiga maqm yang berbeda,56 yaitu: pertama, pada maqm
al-shar`ah, yang ditunjukkan dengan ungkapan menghadap Allah aliqbl `alallh, seseorang yang memulai perjalanan spiritual untuk menjadi
`rif billh itu senantiasa konsisten dalam memfokuskan diri hanya kepada
Allah; kedua, pada maqm al-tarqah
yang ditunjukkan dengan ungkapan

memutuskan (diri) untuk (hanya) menuju Allah al-inqit


ilallh, orangorang yang sedang dalam proses perjalanan spiritual untuk menjadi `rif
billh itu mampu melepaskan hati dan diri mereka dari keterikatan kepada
selain Allah sehingga mereka dapat terus berusaha dengan riydlah dan
mujhadah untuk menuju semata-mata kepada Allah swt.; dan ketiga, pada
maqm al-h aqqah yang ditunjukkan dengan ungkapan merasa bangga
dengan Allah al-iftiqr billh, maka orang-orang yang telah mencapai
tujuan ma`rifatullh dan telah menjadi `rif billh itu tidak ada rasa
kebanggaan bagi mereka selain dengan dan bersama Allah swt.
Menjelajahi Eksistensi Tasawuf: Meniti Jalan Menuju Tuhan (Cet. I; Jakarta: PT as-Salam
Sejahtera, 2012), hlm. 95101.

54Ibn `Arabiy, al-Kawkab, hlm. 143.


55Terjemahan penulis makalah.
56Penggunakan tiga macam dan hierarki maq m di sini mengacu kepada
rumusan al-Hasaniy seperti yang dijelaskan pada bagian terdahulu dalam tulisan
ini.

28

Keterangan lebih lanjut dan lebih rinci mengenai karateristik orangorang yang `rif billh pada masing-masing maqm dapat ditemukan pada
pernyataan-pernyataan al-Misriy
yang akan dipresentasikan sebagai berikut.
Dalam konteks proses perjalanan spiritual, al-Misriy
menunjukkan tandatanda orang yang `rif billh itu seperti tergambar pada ungkapannya yang
diriwayatkan oleh al-Sulamiy berikut ini:57

.
Seorang yang `rif itu tiap hari (bertambah) lebih khusyuk,
sebab setiap saat dia itu (bertambah) lebih dekat (dengan
Allah swt.).58
Dari kutipan perkataan al-Misriy
ini dapat ditarik suatu pemahaman terkait
dengan tanda-tanda orang yang `rif billh ketika dalam proses perjalanan
spiritual, yaitu semakin bertambah khusyuk (khush`) dalam beribadah,
terutama

ibadah

shalat

yang

merupakan

indikator

utama

bagi

keberagamaan seorang Muslim.


Lebih lanjut dari itu, dalam konteks ini ketika seseorang telah
sampai pada maqm al-h aqqah, di antara tanda-tanda orang yang `rif
billh, menurut al-Misriy
adalah seperti yang diriwayatkan al-Tsiy

berikut ini:59

: :

57Ab `Abd al-Rah mn Muh ammad bin al-Husayn al-Sulamiy,Tabaqt
al
S fiyyah, ditahkik dan diberi anotasi oleh `Abd al-Qdir `At (Cet. II; Beirut: Dr
al-Kutub al-`Ilmiyyah, 2003 M/1424 H), hlm. 15.
58Terjemahan penulis makalah.

29



.
Dh al-Nn, semoga Allah merahmatinya, berkata: Tandatanda orang `rif itu ada tiga, yaitu: (1) cahaya marifah-nya
tidak memadamkan cahaya kewaraannya; (2) tidak meyakini
bahwa ilmu batin itu dapat merusak hukum zahir; dan (3)
banyaknya nikmat dan kemuliaan yang Allah anugerahkan
kepadanya tidak menyebabkannya membuka tirai-tirai
larangan Allah swt.60
Sebagaimana komentar al-Taftzniy, bahwa penjelasan al-Mis riy terkait
dengan tanda-tanda orang al-`rif billh di atas menunjukkan bahwa alMis riy itu tetap berusaha mengaitkan al-ma`rifah dengan al-shar`ah,61
yaitu pada tanda yang kedua: tidak meyakini bahwa ilmu batin itu dapat
merusak hukum zahir. Dengan kata lain, meminjam terminologi yang
digunakan al-Jbiriy, dalam konteks ini tampak usaha al-Mis r iy untuk
mengintegrasikan epistemologi bayniy (al-shar`ah) dengan epistemologi
`irfniy (al-ma`rifah). Di samping itu, dengan merujuk pada tanda-tanda
yang pertama, yaitu: cahaya ma`rifah-nya tidak memadamkan cahaya
kewaraannya dapat dipahami bahwa al-Mis r iy berusaha tetap mengintegrasikan al-ma`rifah yang terdapat pada maqm al-h aqqah dengan
kewaraan (al-wara`) yang merepresentasi-kan maqm al-tarqah.
Dengan

59Ab Nas r `Abdullh bin `Al al-Sarrj al-Tsiy,al-Luma` f Trkh alTas awwuf al-Islmiy, ditahkik oleh Kmil Mus t af al-Hindwiy (Beirut: Dr alKutub al-`Ilmiyyah, 2007 M/1428 H), hlm. 37.
60Terjemahan penulis makalah.
61al-Taftzniy, Madkhal, hlm. 101.

30

demikian, bila digunakan terminologi al-Hasaniy62 maka dapat ditarik


suatu pemahaman bahwa al-Mis riy dengan ungkapan dalam kutipan di
atas telah berusaha menunjukkan dan memelihara relasi, interkoneksi, dan
integrasi antara al-Islm (maqm al-shar`ah), al-mn (maqm altarqah),
dan al-Ih sn (maqm al-h aqqah). Lebih dari itu, pada ungkapan

tanda-tanda yang ketiga: banyaknya nikmat dan kemuliaan yang Allah


anugerahkan kepadanya tidak menyebabkannya membuka tirai-tirai
larangan Allah swt. memberikan isyarat bahwa orang yang `rif billh
tidak serta-merta mempublikasikan semua pengetahuan yang telah Allah
swt. anugerahkan kepadanya. Sebab, seperti telah disinggung beberapa
kali pada bagian terdahulu, bahwa manusia itu memiliki pengetahuan yang
bertingkat-tingkat sesuai dengan maqmt mereka masing-masing dan

62Dalam hal ini, al-Hasaniy ketika memberikan syarah atas al-Hikam karya Ibnu `At illh alSakandariy dalam sebuah kitab yang berjudul qd al-Himam f Sharh al-Hikam telah menyusun
ragam dan hierarki maqmt dalam sebuah sistematika yang apik, sederhana dan praktis. Dalam
menyusun sistematika itu, al-Hasaniy mengacu kepada tiga dimensi ajaran Islam sebagaimana
diberitakan dari Rasulullah saw. ketika beliau didatangi Malaikat Jibril a.s. untuk mengajarkan
Islam. Seperti ditunjukkan oleh hadis yang dimaksud itu, tiga dimensi ajaran Islam itu meliputi (1)
al-islm, (2) al-mn, dan (3) al-ih sn. Sistematika dan hierarki maqmt yang disusun oleh alHasaniy dapat dipresentasikan sebagai berikut: Pertama al-islm yaitu maqm al-shar`ah.
Tujuan maqm pertama ini adalah beribadah atau menyembah Allah swt. dan berfungsi untuk
memperbaiki anggota badan ( ) dengan jalan tobat () , takwa () ,
dan istikamah ( ;) kedua, al-mn, yaitu maqm al-tarqah.
Tujuan maqm kedua ini

adalah untuk menuju Allah swt. dan berfungsi untuk memperbaiki hati ( ) dengan
jalan ikhlas () , sidik () , dan tumannah
( ;) dan ketiga, al-ih sn, yaitu

maqm al-h aqqah. Tujuan maqm ketiga ini adalah untuk menyaksikan Allah swt. dan berfungsi
untuk memperbaiki ruh ( ) dengan jalan al-murqabah () , almushhadah () , dan al-ma`rifah () . Baca: Hadis ini merupakan hadis nomor 2
yang dimuat dalam kitab karya Al-Imm al-Hafid al-Kabr Muh y al-Dn Ab Zakariyy bin
Syaraf al-Dn al-Nawwiy al-Shfi`iy, Matan al-Arba`n al-Nawawiyyah f al-Ah d al-S ah h at
al-Nabawiyyah (Kairo: Maktabat al-Shurq al-Dawliyyah, 2010 M/1431 H), hlm. 1112; Al-`rif
billh Ah mad bin Muh ammad bin `Ajbat al-Hasaniy, qd al-Himam f Sharh al-Hikam (Kairo:
Dr al-Ma`rif, 1983), hlm. 2528.

31

seorang yang `rif billh dituntut untuk taat dan konsisten berkomunikasi
dengan bahasa dan komunitas yang sesuai dengan maqm mereka.
Pernyataan al-Misriy
mengenai sifat-sifat yang menjadi karaker
orang yang `rif billh yang sudah mencapai puncak pendakian spiritual
dapat ditemukan pada riwayat yang ditulis oleh Fard al-Dn `At t r berikut
ini:63

. . :






.

.
. .

. .

. . :
.

. " :


.
. . . .
.
. .
."... .
Dan al-Misriy
ditanya tentang sifat-sifat orang yang `rif, dia
menjawab: (yaitu) orang yang tidak menyaksikan dirinya
sendiri, baik dalam keadaan berilmu, berpenglihatan, dalam
hidup, dalam kenyataan, dalam sifat, dalam ketersingkapan,
maupun dalam hijab, mereka tidak berada dengan diri mereka
sendiri; bahkan (lebih dari itu) mereka itu berada dengan
(Tuhan) Yang Haq, dengan-Nya mereka diam, dengan-Nya
mereka berbicara dan ucapan mereka itu adalah perkataan
(Tuhan) Yang Haq yang mengalir pada lisan mereka, dan
pandangan mereka adalah pandangan (Tuhan) Yang Haq yang
memancar melalui mata mereka; kemudian al-Mis riy
berkata: Pembenaran atas pandangan demikian ini adalah
hadis qudsi yang diriwayatkan dari Nabi saw.: Seorang
hamba senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalanamalan sunnah hingga Aku mencintainya, maka bila Aku
sudah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya (yang
digunakan
untuk)
mendengar, dan
Aku
menjadi
64
penglihatannya (yang digunakan untuk) melihat.
63Fard al-Dn `At t r,Tadhkirat, hlm. 174.
64Terjemahan penulis makalah.

32

Respon al-Misriy
untuk menjawab pertanyaan seperti tergambar dalam
kutipan di atas menegaskan dan memperkuat analisis sebagian peneliti yang
menyimpulkan bahwa teori-teori ma`rifah yang dikembangkan al-Misriy
itu
merupakan jembatan menuju teori-teori wah dat al-shuhd dan ittih d.65
Benih teori wah dat al-shuhd dapat ditemukan pada pernyataan al-Misriy

bagian: (yaitu) orang yang tidak menyaksikan dirinya sendiri, baik dalam
keadaan berilmu, berpenglihatan, dalam hidup, dalam kenyataan, dalam
sifat, dalam ketersingkapan, maupun dalam hijab. Dan benih teori ittih d
dapat ditemukan pada pernyataan al-Misriy
bagian: mereka tidak berada
dengan diri mereka sendiri; bahkan (lebih dari itu) mereka itu berada dengan
(Tuhan) Yang Haq, dengan-Nya mereka diam, dengan-Nya mereka
berbicara dan ucapan mereka itu adalah perkataan (Tuhan) Yang Haq yang
mengalir pada lisan mereka, dan pandangan mereka adalah pandangan
(Tuhan) Yang Haq yang memancar melalui mata mereka.

D. APLIKASI KONSEP MA`RIFAH DH AL-NN ALMIRIY DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Pada bagian ini akan dikemukakan gagasan mengenai aplikasi teori ma`rifah
al-Misriy
dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. Gagasan yang

dikembangkan dari teori ma`rifah al-Misriy


tentu saja dipresentasikan secara
makro-konseptual berdasarkan temuan dan hasil kajian pada bagian
terdahulu. Relevan dengan realitas empiris sebagaimana yang dikatakan

65Mah md, al-Falsafat, hlm. 307.

33

Ahmad Tafsir, bahwa masalah terbesar yang dihadapi pendidikan Islam


adalah kegagalan dalam menanamkan nilai keimanan ke dalam hati para
peserta didik,

66

maka maka teori dan konsep-konsep ma`rifah yang

dikonstruksi oleh al-Misriy


di atas dirasa sangat urgen dan signifikan.
Dari beberapa konsep yang terkait dengan teori ma`rifah menurut alMisriy
di atas yang meliputi hakikat ma`rifah, corak ma`rifah, metode

ma`rifah, dan karakteristik `rif billh akan diaplikasikan dalam pendidikan


Islam dengan mengembangkan konsep-konsep itu dalam tujuan, materi, dan
metode pendidikan agama Islam, serta karakter pendidik Muslim.
1. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Merujuk kepada hakikat ma`rifah menurut al-Misriy
yang berkaitan

dengan kesaksian atas kebenaran yang ada di dalam hati yang


mendapatkan cahaya Allah, maka konsep itu dapat diaplikasikan pada
perumusan tujuan pendidikan agama Islam dengan menjadikan pendidikan
hati (al-qalb) sebagai landasan, arah dan orientasi, tentu dengan tanpa
mengenyam-pingkan aspek-aspek lain, seperti aspek indrawi-sensual,
intelektual, dan emosional. Sebagai landasan memiliki makna bahwa
perumusan tujuan pendidikan agama Islam itu harus bertolak dan bermula
dari pengembangan hati sebagai alat dan sarana untuk memeroleh
ma`rifah yang hakiki. Sementara itu, sebagai arah dan orientasi memiliki
66Ahamd Tafsir, Filsafat Pendidian Islami: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu
Memanusiakan Manusia (Cet. V; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm.
140.

34

makna bahwa perumusan tujuan pendidikan agama Islam itu harus


diarahkan dan diorientasikan kepada pengembangan hati untuk memeroleh
ma`rifat sift
al-wah dniyyah, yaitu pengetahuan tentang sifat-sifat tauhid
yang secara khusus hanya dimiliki oleh para wali yang melihat Allah swt.
dengan hati mereka. Gagasan ini juga sesuai dengan corak konsep
ma`rifah yang dikembangkan oleh al-Misriy,
yaitu al-ma`rifat al-sfiyyah

pengetahuan sufistik yang diperoleh dengan menggunakan pendekatan


qalb hati yang biasa digunakan oleh para sufi. Dengan demikian,
berdasarkan kerangka pikir di atas maka tujuan pendidikan agama Islam
yang tertinggi adalah mempersiapkan peserta didik untuk menjadi pribadi
Muslim yang memiliki

ma`rifah hakiki yang diperoleh langsung dari

Allah swt. melalui mushhadat al-qalb.


2. Materi Pendidikan Agama Islam
Materi pendidikan adalah bahan yang menjadi objek kajian dalam proses
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Sehubungan dengan tujuan pendidikan agama Islam berdasarkan teori
ma`rifah

h aqqiyyah

yang

dikembangkan

oleh

al-Mis r iy

seperti

dipresenta-sikan di atas, maka materi pendidikan agama Islam yang


relevan dan mendukung pencapaian tujuan tersebut didasarkan pada
pandangan al-Mis r iy tentang hierarki dan sistematika pengetahuan
ketuhanan.

35

Sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu bahwa sesuai


dengan latar pendidikan dan penguasaan keilmuan yang multidisipliner, alMisriy
telah mengembangkan hierarki dan sistematika pengetahuan

tentang Tuhan yang meliputi: ma`rifat al-tawh d yang merupakan


pengetahuan tentang Allah swt. sebagaimana yang dipahami oleh orangorang Muslim secara umum; ma`rifat al-h ujjat wa al-bayn, pengetahuan
tentang Allah swt. sebagaimana secara khusus dipahami oleh para filsuf
dan ulama; dan ma`rifat sift
al-wah dniyyah, pengetahuan tentang sifatsifat tauhid yang secara khusus hanya dimiliki oleh para wali yang melihat
Allah swt. dengan hati mereka. Dengan demikian, berdasarkan uraian di
atas maka materi pendidikan agama Islam yang sesuai dengan tujuan yang
telah dirumuskan pada bagian terdahulu adalah meliputi: ma`rifat altawh d, ma`rifat al-h ujjat wa al-bayn, dan ma`rifat sift
al-wah dniyyah.
3. Metode Pendidikan Agama Islam
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa al-Misriy
telah
menawarkan beberapa metode untuk mendapatkan pengetahuan ketuhanan
sesuai dengan tingkatan masing-masing. Metode-metode itu pada dasarnya
dapat diterapkan pada pembelajaran pendidikan agama Islam yang terkait
dengan tujuan dan materi pendidikan agama Islam sebagaimana telah
disajikan di atas.
Secara umum, al-Mis riy memberikan petunjuk tentang persiapan
mental murid yang tepat sesuai dengan kategori guru yang dihadapi: (1)
bila berguru kepada seorang ulama, maka seorang murid harus bersikap

36

merasa bodoh, sehingga akan tumbuh keinginan yang kuat untuk menimba
ilmu dari guru itu; (2) bila berguru kepada seorang yang ahli zuhud, maka
seorang murid harus bersikap semangat dan bergairah sehingga akan
timbul kemauan yang kuat untuk meniru dan meneladani kezuhudan guru
itu; dan (3) bila berguru kepada seorang sufi yang `rif billh maka
seorang murid dituntut untuk bersiap diam sehingga akan muncul kesiapan
hati untuk menerima limpahan pengetahuan yang diberikan Allah secara
langsung kepada seorang sufi itu.
Lebih lanjut, dalam konteks untuk memeroleh pengetahuan dalam
kategori ma`rifat al-h ujjat yang merupakan pengetahuan tentang Allah
swt. sebagaimana yang secara khusus dipahami oleh para filsuf, al-Mis riy
mengajarkan tiga metode, yaitu: pertama, dengan meneliti sistem
pengaturan yang telah ditetapkan Allah swt. atas segala sesuatu; kedua,
dengan meneliti sistem penetapan ukuran yang ditakdirkan Allah swt.
untuk semua materi; dan ketiga, dengan meneliti sistem penciptaan semua
makhluk Allah swt.
Adapun metode untuk memeroleh ma`rifat sift
al-wah dniyyah,

yaitu pengetahuan tentang sifat-sifat tauhid yang secara khusus hanya


dianugerahkan Allah swt. kepada para wali melalui mushhadat al-qalb,
menurut al-Mis r iy seorang murid harus berbudi dengan akhlak Allah
melalui pengejewantahan nama-nama Allah yang indah (al-asm alh usn) dalam diri dan kehidupan seorang murid. Untuk sampai tahapan
itu, seorang murid harus menempuh jalan spiritual dengan melewati
metode dan tahapan yang disebut maqmt. Sehubungan dengan metode

37

untuk mempersiapkan diri seorang sufi sehingga memeroleh ma`rifatullh


secara hierarkis dan sistematis, al-Misriy
telah mengembangkan maqmt
yang terdiri atas empat maqm yang meliputi: al-tawbah, al-sabr,
al
tawakkal, dan al-ridl.
4. Karakteristik Pendidik Muslim dalam Pendidikan Agama
Islam
Karakteristik seorang `rif billh yang dikembangkan oleh al-Misriy

sebagaimana yang telah dipresentasikan pada bagian terdahulu dalam


konteks sitem pendidikan agama Islam maka dapat dijadikan sebagai
karakteristik yang harus dikembangkan dan dimiliki oleh seorang pendidik
Muslim.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, karakteristik

seorang

`rif billh yang dapat dijadikan sebagai karakteristik pendidik Muslim itu
dikelompokkan ke dalam tiga maqm yang berbeda, yaitu: pertama, pada
maqm al-shar`ah, maka seorang pendidik Muslim harus senantiasa
konsisten dalam memfokuskan diri hanya kepada Allah; kedua, pada
maqm al-tarqah,
seorang pendidik Muslim harus mampu melepaskan

hati dan diri mereka dari keterikatan kepada selain Allah untuk menuju
semata-mata kepada Allah swt.; dan ketiga, pada maqm al-h aqqah, bagi
seorang pendidik Muslim itu tidak ada rasa kebanggaan selain dengan dan
bersama Allah swt. Selain itu, seorang pendidik Muslim itu harus
senantiasa memelihara ketaatan syariat sehingga terpelihara kehormanisan
antara keberagamaan eksoteris dengan keberagamaan esoteris. Dan

38

seorang pendidik Muslim harus secara bijaksana untuk menyampaikan dan


mengajarkan pengetahuan yang sesuai dengan tingkat kecerdasan murid.
Dan yang paling penting, seorang pendidik Muslim harus menjadi teladan
dalam mengamalkan pengetahuan yang telah diajarkan itu dalam
kehidupan sehari-hari.

E. PENUTUP
Sebagai akhir dari pembahasan makalah ini, maka pada bagian penutup ini
akan dirumuskan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut.
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bagian terdahulun, maka kesimpulan dari
makalah ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: pertama,
kesimpulan yang terkait dengan teori ma`rifah al-Mis riy; dan kedua,
kseimpulan yang berhubungan dengan aplikasi teori itu dalam pendidikan
agama Islam. Kesimpulan yang terkait dengan teori ma`rifah al-Mis riy
dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Hakikat ma`rifah yang dikembangkan oleh al-Mis riy itu adalah
kesaksian atas kebenaran yang ada di dalam hati yang mendapatkan
cahaya Allah. Pengetahuan jenis ini hanya dianugerahkan oleh Allah
swt. kepada para wali. Namun demikian, teori ma`rifah ini dapat
dijadikan acuan dan landasan dalam pengembangan tujuan pendidikan
agama Islam yang diarahkan pada penanaman dan pengembangan
dimensi spiritual peserta didik.

39

b. Corak baru konsep ma`rifah yang dikembangkan oleh al-Misriy


adalah
al-ma`rifat al-sfiyyah
pengetahuan sufistik yang diperoleh dengan

menggunakan pendekatan qalb hati yang biasa digunakan oleh para


sufi. Corak ini dibedakan dari al-ma`rifat al-`aqliyyah pengetahuan
rasional yang dengan menggunakan pendekatan `aql akal yang biasa
digunakan oleh para teolog dan filsuf. Corak al-ma`rifat al-s fiyyah
yang dikembangkan al-Misriy
inilah yang kemudian oleh para sufi yang
datang belakangan sehingga berkembang sebagai teori wah dat alshuhd dan ittih d.
c. Maqmt sebagai metode untuk mempersiapkan diri seorang sufi
sehingga memeroleh ma`rifatullh secara hierarkis dan sistematis telah
dikembangkan oleh al-Misriy
yang terdiri atas empat maqm yang
meliputi: al-tawbah, al-sabr,
al-tawakkal, dan al-ridl. Selain

maqmt, dalam konteks metode ma`rifah al-Mis r iy memiliki


beberapa konsep dan pandangan yang sangat berharga dan penting
untuk diaplikasikan dalam pendidikan pada zaman sekarang ini, yaitu:
persiapan mental murid yang tepat sesuai dengan kategori yang
dihadapi: (1) bila berguru kepada seorang ulama, maka seorang murid
harus bersikap merasa bodoh, sehingga akan tumbuh keinginan yang
kuat untuk menimba ilmu dari guru itu; (2) bila berguru kepada
seorang yang ahli zuhud, maka seorang murid harus bersikap semangat
dan bergairah sehingga akan timbul kemauan yang kuat untuk meniru
dan meneladani kezuhudan guru itu; dan (3) bila berguru kepada
seorang sufi yang `rif billh maka seorang murid dituntut untuk

40

bersiap diam sehingga akan muncul kesiapan hati untuk menerima


limpahan pengetahuan yang diberikan Allah secara langsung kepada
seorang sufi itu. Dalam konteks untuk memeroleh pengetahuan dalam
kategori ma`rifat al-h ujjat yang merupakan pengetahuan tentang Allah
swt. sebagaimana yang secara khusus dipahami oleh para filsuf, alMis r iy mengajarkan tiga metode, yaitu: pertama, dengan meneliti
sistem pengaturan yang telah ditetapkan Allah swt. atas segala sesuatu;
kedua, dengan meneliti sistem penetapan ukuran yang ditakdirkan
Allah swt. untuk semua materi; dan ketiga, dengan meneliti sistem
penciptaan semua makhluk Allah swt. Adapun metode memeroleh
ma`rifat sift
al-wah dniyyah, yaitu pengetahuan tentang sifat-sifat

tauhid yang secara khusus hanya dianugerahkan Allah swt. kepada para
wali melalui mushhadat al-qalb, menurut al-Mis r iy seorang murid
harus berbudi dengan akhlak Allah melalui pengejewantahan namanama Allah yang indah (al-asm al-h usn) dalam diri dan kehidupan
seorang murid. Dalam hal ini, seorang murid harus menunjukkan
ketekunan, kepatuhan dan ketaatan mengabdikan diri sebagai hamba
Allah dengan berusaha secara konsisten dengan melakukan riydlah
dan mujhadah al-qalbiyyat al-rhiyyah.
d. Karakteristik seorang `rif billh yang dikembangkan olehal-Misriy
itu
dikelompokkan ke dalam tiga maqm yang berbeda, yaitu: pertama,
pada maqm al-shar`ah, seseorang yang memulai perjalanan spiritual
untuk menjadi `rif billh itu senantiasa konsisten dalam memfokuskan
diri hanya kepada Allah; kedua, pada maqm al-tarqah,
orang-orang

41

yang sedang dalam proses perjalanan spiritual untuk menjadi `rif


billh itu mampu melepaskan hati dan diri mereka dari keterikatan
kepada selain Allah untuk menuju semata-mata kepada Allah swt.; dan
ketiga, pada

maqm al-h aqqah, orang-orang yang telah mencapai

tujuan ma`rifatullh dan telah menjadi `rif billh itu tidak ada rasa
kebanggaan bagi mereka selain dengan dan bersama Allah swt. Selain
itu, orang yang `rif billh itu senantiasa memelihara ketaatan syariat
sehingga terpelihara kehormanisan antara keberagamaan eksoteris
dengan keberagamaan esoteris. Dan orang yang `rif billh tidak sertamerta mempublikasikan semua pengetahuan yang telah Allah swt.
anugerahkan kepadanya, akan tetapi mereka dapat mengejawantahkan
sifat-sifat ketuhanan melalui pendengaran, penglihatan, pikiran, dan
perasaan yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun kesimpulan yang berhubungnan dengan aplikasi teori
ma`rifah al-Misriy
dalam pendidikan agama Islam dapat dikemukakan
sebagai berikut:
a. Tujuan pendidikan agama Islam yang tertinggi adalah mempersiapkan
peserta didik untuk menjadi pribadi Muslim yang memiliki ma`rifah
hakiki yang diperoleh langsung dari Allah swt. melalui mushhadat alqalb.
b. Materi pendidikan agama Islam yang sesuai dengan tujuan tersebut di
atas adalah meliputi: ma`rifat al-tawh d, ma`rifat al-h ujjat wa al-bayn,
dan ma`rifat sift
al-wah dniyyah.
c. Metode yang dapat diterapkan dalam pendidiakan agama Islam
berdasarkan teori ma`rifah al-Misriy
adalah: pertama, persiapan

42

mental murid yang tepat sesuai dengan guru yang dihadapi; kedua,
untuk memeroleh pengetahuan dalam kategori ma`rifat al-h ujjat
maka metode yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan
penelitian terhadap alam ciptaan Allah swt.; ketiga, untuk
memeroleh ma`rifatullh secara hierarkis dan sistematis dapat
diterapkan dengan metode maqmt yang terdiri atas empat
maqm yang meliputi: al-tawbah, al-sabr,
al-tawakkal, dan al
ridl.
d. Karakteristik pendidik Muslim berdasarkan teori ma`rifah alMisriy
terdiri atas: (1) senantiasa konsisten dalam memfokuskan
diri hanya kepada Allah; (2) mampu melepaskan hati dan diri
mereka dari keterikatan kepada selain Allah untuk menuju sematamata kepada Allah swt.; dan (3) tidak ada rasa kebanggaan selain
dengan dan bersama Allah swt.

2. Rekomendasi
Merujuk pada kesimpulan kajian makalah ini, maka di sini dapat
direkomendasikan bahwa untuk mengaplikasikan teori ma`rifah al-Misriy

secara komprehensif perlu dilakukan kajian teoretis-konseptual lebih lanjut


dan

lebih

mendalam;

antara

lain,

perlu

dikembangkan

konsep

implementasi yang lebih spesifik pada jenis lembaga pendidikan agama


Islam yang berbeda dengan semua jenjang pendidikan dan tingkatan kelas.
Topik menarik yang perlu dikaji lebih lanjut terkait tokoh al-Misriy
adalah
dengan latar belakang pendidikan dan keilmuan yang multidisipliner itu

43

bagaimana

konsep

dan

apa

kontribusi

al-Misriy

dalam

mengharmonisasikan hubungan antarilmu-ilmu yang meliputi: ilmu


syariat, sains, filsafat dan tasawuf.
Dalam konteks aplikasi dan implementasi secara praktis lebih
lanjut dari konsep-konsep yang telah dikembangkan perlu dilakukan
penelitian implementatif-eksperimental dalam dalam sebuah lembaga
pendidikan secara komprehansif dan optimal.

44

DAFTAR PUSTAKA

`Afat, ns Must af., `Abdullh, Sumayyat Muh ammad., dan Ghurb, Dn `dil
(ed.). al-Maws`at al-`Arabiyyat al-Muyaasarah. Cet. I; Saida & Beirut: alMaktabat al-`As riyyah, 2010 M/1431 H.
`Arabiy, Ibn. al-Kawkab al-Duriyy f Manqib Dh al-Nn al-Misriy,
ditahkik oleh
Sa`d `Abd al-Fath . Beirut: Muassasat al-Intishr al-`Arabiy, t.th.
`At t r, Fard al-Dn.Tadhkirat al-Awliy. Terjemahan Muh ammad al-As liy alWast niy al-Shfi`iy. Ditahkik oleh Muh ammad Adb al-Jdir. Damaskus:
Markaz Tah qqt `Ulm Islmiy, 2008 M/1429 H.
al-As fahniy, Al-Hfid Ab Na`m Ah mad bin `Abdullh.Hilyat al-Awliy wa
Tabaqt
al-Asfiy
(Beirut: Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah, t.th.

al-Hafaniy, `Abd al-Mun`im. al-Maws`at al-S fiyyah: A`lm al-Tasawwuf wa alMunkirn `alayh wa al-Turuq
al-S fiyyah. Cet. I; Kairo: Dr al-Rashd,

1992 M/142 H.
al-Hasaniy, Al-`rif billh Ah mad bin Muh ammad bin `Ajbat. qd al-Himam f
Sharh al-Hikam. Kairo: Dr al-Ma`rif, 1983.
al-Hujwriy, `Al ibn `Uthmn. The Kasyf al-Mahjub: The Oldest Persian Treatise
on Sufism. Diterjemahkan oleh Suwardjo Muthary dan Abdul Hadi W.M.
dengan judul Kasyful Mahjub: Buku Daras Tasawuf Tertua. Edisi Baru; Cet.
I; Bandung: PT Mizan Pustaka, 2015 M/1436 H.
al-Jbiriy, Muh ammad `bid. Bunyat al-`Aql al-`Arabiy: Dirsat Tah lliyyat
Naqdiyyat li Nizam
al-Ma`rifat f al-Thaqfat al-`Arabiyyah. Cet. IX;

Beirut: Markaz Dirst al-Wah dat al-`Arabiyyah, 2009 M.


al-Jbiriy, Muh ammad `bid. Takwn al-`Aql al-`Arabiy. Cet. X; Beirut: Markaz
Dirst al-Wah dat al-Arabiyyah, 2009.
al-Jawziyyah, Al-Imm al-Salafiy al-`Allmat al-Muh aqqiq Ab `Abd Allh bin
Ab Bakr bin Ayyb ibn Qayyim. Madrij al-Slikn. Cet. I; Beirut: Dr alKutub al-`Ilmiyyah, t.th.
al-Kalbiy, Al-Imm al-`lim al-`rif Ab Bakr Muh ammad bin Ish q alBukhriy. Kitb al-Ta`ruf li Mahab Ahl al-Tasawwuf.
Cet. II: Kairo:

Maktabat al-Khnajiy, 1994 M/1415 H.


al-Kurdiy, Muh ammad Amn. Tanwr al-Qulb f Mu`malat `Allm al-Guyb.
Ditakhrij oleh Najm al-Dn Amn al-Kurdiy. Cet. I; Damaskus: Mat ba`at alS abh , 1991 M/1411 H.
al-Manwiy, Zayn al-Dn Muh ammad `Abd al-Raf. al-Kawkib al-Durriyyat f
Tarjim al-Sdat al-S fiyyah, ditahkik oleh Muh ammad Adb al-Jdir.
Beirut; Dr S dir, t.th.

45

al-Nawwiy al-Shfi`iy, Al-Imm al-Hafid al-Kabr Muh y al-Dn Ab Zakariyy


bin Syaraf al-Dn. Matan al-Arba`n al-Nawawiyyah f al-Ah d al-S ah h at
al-Nabawiyyah. Kairo: Maktabat al-Shurq al-Dawliyyah, 2010 M/1431 H.
al-Qushairiy, Al-Imm Ab al-Qsim. al-Rislat al-Qushayriyyah. Ditahkik oleh
Al-Imm `Abd al-Halm Mah md dan Mah md bin al-Sharf. Kairo:
Muassasat Dr al-Sha`b, 1989 M/1409 H.
al-Qushayriy, Al-Imm Ab al-Qsim `Abd al-Karm bin Hawzin. al-Rislat alQushayriyyah, ditahkik oleh Ah mad Hshim al-Salamiy. Beirut: Dr alKutub al-`Ilmiyyah, 2013 M/1434 H.
al-Sakandariy, Al-Imm al-Qut b al-Rabbniy Sayyidiy Ah mad bin `At illh
. alTanwr f Isqt al-Tadbr. Ditahkik oleh Muh ammad `Abd ar-Rah mn. Cet.
I; Kairo: al-Maktabat al-Azhariyyat li at-Turth, 2007.
al-Sha`rniy, Al-`rif billh al-Imm `Abd al-Wahhb. al-Tabaqt
al-Kubr:

Lawmi` al-Anwr al-Qudsiyyat f Manqib al-`Ulam wa al-S fiyyah,


ditahkik oleh Ah mad `Abd al-Rah m al-Syih dan Tawfq `Al Wahbah.
Cet. I; Kairo: Maktabat al-Thaqfat al-Dniyyah, 2005 M/1426 H.
al-Sulamiy, Ab `Abd al-Rah mn Muh ammad bin al-Husayn. Tabaqt
al
S fiyyah, ditahkik dan diberi anotasi oleh `Abd al-Qdir `At . Cet. II;
Beirut: Dr al-Kutub al-`Ilmiyyah, 2003 M/1424 H.
al-Taftzniy, Ab al-Waf al-Ghanmiy. Madkhal il al-Tasawwuf al-Islmiy.
Cet. III; Kairo: Dr al-Thaqfat li al-Nashr wa al-Tawz`, 1979 M/1399 H.
al-Tsiy, Ab Nas r `Abdullh bin `Al al-Sarrj. al-Luma` f Trkh al-Tas awwuf
al-Islmiy, ditahkik oleh Kmil Mus taf
al-Hindwiy. Beirut: Dr al-Kutub
al-`Ilmiyyah, 2007 M/1428 H.
al-Tsiy, Ab Nas r al-Sarrj. al-Luma`. Ditahkik dan ditakhrij oleh `Abd al-Halm
Mah md dan Th `Abd al-Bqiy Surr. Kairo dan Bagdad: Dr al-Kutub
al-Hadthah dan Maktabat al-Muthn, 1960 M/1380 H.
Attar, Farid al-Din. Tadhkirat al-Awliy, diterjemahkan oleh A.J. Arberry dengan
judul Muslim Saints and Mystics. Ames, Iowa: Omphaloskepsis, 2000.
Bahri, Media Zainul. Tasawuf Mendamaikan Dunia. Jakarta: Erlengga, 2010.
Mah md, `Abd al-Halm. al-`lim al-`bid al-`rif billh Dh al-Nn al-Misriy.

Cet. II; Kairo: Dr al-Rashd, 2004 M/1434 H.


Mah md, `Abd al-Qdir. al-Falsafat al-S fiyyat f al-Islm. Cet. I; Kairo: Dar alFikr al-`Arabiy, 1996.
Mand r, Ibn. Lisn al-`Arab. Ditahkik oleh `Abdullh `Al al-Kabr, Muh ammad
Ah mad Hasabullh, dan Hshim Muh ammad al-Sydhiliy. Kairo: Dr alMa`rif, t.th.
Mubarok, Ahmad. Meraih Bahagia dengan Tasawuf. Cet. III; Jakarta: Dian
Rakyat, 2010.

46

Munawir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:


Pustaka Progressif, 1997.
Musnamar, Tohari. Jalan Lurus Menuju Ma`rifatullah. Cet. II; Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2004.
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Ed. 1; Cet. VII; Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2008.
Nicholson, Reynold A. The Mystics of Islam. London & Biston: Routledge and
Kegam Paul, 1974.
Otta, Yusno Abdullah. Tasawuf Sosial: Pemikiran Sufistik Thabthabi. Cet. I;
Malang: UM Press, 2012.
Soleh, A. Khudori. Wacana Baru Filsafat Islam. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004.
Suryadilaga, M. Alfatih dkk. Miftahus Sufi. Cet. I; Yogyakarta: Teras, 2008.
Syukur, M. Amin. Tasawuf Kontekstual: Solusi Problem Manusia Modern. Cet. I;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Tafsir, Ahamd. Filsafat Pendidian Islami: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu
Memanusiakan Manusia. Cet. V; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.
Taymiyyah, Shaykh al-Islm Taqiy al-Dn Ah mad bin. A`ml al-Qulb aw alMaqmt wa al-Ah wl. Cet. I; Tanta, Mesir: Dr al-S ah bat li al-Turth,
1990 M/1411 H.
Tohir, Moenir Nahrowi. Menjelajahi Eksistensi Tasawuf: Meniti Jalan Menuju
Tuhan. Cet. I; Jakarta: PT as-Salam Sejahtera, 2012.
Zakariyy, Ab al-Husayn Ah mad bin Fris bin. Mu`jam Maqyis al-Lughah.
Ditahkik dan dikoreksi oleh `Abd al-Salm Muh ammad Hrn. Beirut: Dr
al-Fikr, 1979 M/1399 H.

47

Anda mungkin juga menyukai