Anda di halaman 1dari 20

FAKTOR PEMODIFIKASI EFEK

TOKSIK

Toksisitas merupakan sifat bawaan dari suatu zat,


tetapi bentuk dan manifestasi toksiknya pada suatu
organisme bergantung pada berbagai jenis faktor,
sehingga
disebut
faktor
yang
menjadikan
(pemodifikasi) suatu zat memiliki tingkat toksisitas
tertentu yang berakibat pada efek tosikan tersebut.
Yang paling nyata adalah dosis dan lamanya
pemaparan.

Faktor-faktor pemodifikasi yang mempengaruhi suatu


zat memiliki efek pada tingkat toksisitas tertentu, yaitu :
Dosis
Zat yang non toksik dapat menjadi toksik jika
dosisnya besar. Air suling/aquadest LD50 Intravena
pada mencit yaitu 44 ml/kg.
NaCl fisiologis memiliki LD50 Intravena pada mencit
yaitu 68 ml/kg.
Anak-anak yang menerima aspirin dosis dewasa (325
mg) akan menjadi toksik.

Spesies, strain dan Individu

Terdapat perbedaan efek toksik antara satu spesies


dengan spesies lain, terutama pada hewan yang digunakan
dalam pengujian toksikologi seperti tikus, mencit, anjing,
kelinci, kera dan lain-lain.
Perbedaan ini diantaranya karena adanya perbedaan
mekanisme detoksifikasi, perbedaan bioaktivasi dan
perbedaan toksokinetika toksikan.
Toksisitas etilen glikol pada hewan : kucing > Tikus >
Kelinci. Etilen glikol mengalami metabolisme menjadi asam
oksalat (toksik) dengan CO2. Perbedaan toksisitas sesuai
dengan tingkat produksi asam oksalat.

2- naftilamin dapat menyebabkan tumor


kandung kemih pada anjing dan manusia, tetapi
tidak pada tikus, kelinci atau marmut. Hal ini
karena manusia dan anjing menghasilkan metabolit
karsinogenik 2-naftil hidroksilamin, sedangkan
makhluk lain tidak.

Jenis Kelamin

Perbedaan jenis kelamin pada hewan dapat


menyebabkan perbedaan efek toksik terutama karena
perbedaan hormonalnya.
Kloroform bersifat nefrotoksik pada mencit jantan
tetapi tidak pada mencit betina. Hal ini karena
berhubungan dengan hormon androgen pada mencit
jantan. Pemberian hormon estrogen (hormon wanita)
akan mengurangi efek nefrotoksik ini.

Kondisi Kesehatan

Keracunan dapat terjadi pada kondisi sehat atau sakit.


Keracunan pada kondisi gagal ginjal atau insufisiensi
hati dapat menimbulkan efek toksik yang lebih berat.
Konstipasi dapat meningkatkan kontak toksikan dengan
tempat absorpsi : absorpsi toksikan dapat meningkat.
Luka pada kepala : toksisitas opioid meningkat dan
depresan SSP meningkat pula.
Stres dapat mengubah kadar hormon : mengubah efek
toksik dari toksikan tertentu.

Usia

Keracunan lebih sering terjadi pada usia kurang dari


5 tahun dan geriatri.
Kloramfenikol akan menyebabkan gray sindrom pada
bayi dan pada orang dewasa terjadi anemia aplastik
(sumsum tulang ditekan)
Sistem enzim hepatik pada bayi belum sempurna secara
optimal demikian pula fungsi organ lainnya.
Pada Geriatri fungsi hati, ginjal, ADME kemampuan
kerjanya menurun.

Status Gizi
Biotransformasi utama toksikan dikatalisis oleh
sistem oksidasi mikrosomal. Defisiensi asam lemak
essensial dan protein akan menekan aktifitas sistem
enzim ini.
Tikus dan mencit yang mengalami kekurangan nutrisi
diatas akan mengalami efek toksik lebih besar dari
heksobarbital dan aminopilin.
Defisiensi vitamin A, C, dan E juga menekan sistem
enzim ini.

Faktor Lingkungan

Perubahan suhu dapat meningkatkan toksisitas


dari kolkisin dan digitalis pada tikus.
Iradiasi pada tubuh dapat meningkatkan toksisitas
stimulan SSP tetapi menurunkan toksisitas depresan
SSP.
Ditempat tinggi, toksisitas digitalis dan striknin
berkurang
sedangkan
toksisitas
amfetamin
bertambah.
Di lingkungan yang dekat dengan kawasan
peternakan akan lebih mudah terjadi keracunan.

Komposisi Zat Toksik

Adanya zat toksik lebih dari satu jenis yang


masuk ke tubuh akan mempengaruhi efek toksik
yang terjadi.
Toksikan yang paling banyak menimbulkan efek
toksik diantaranya dioksin, herbisida, 2,4,5
paraldehid, asetaldehid, dan lain-lain.

Rute Pemberian

Rute yang paling potensial menimbulkan efek toksik


adalah IV sedangkan yang paling aman adalah topikal
(kecuali ada luka).
- Absorpsi oral
Disini tergantung dari jumlah yang tidak terionisasi dalam
larutan, laju disolusi zat, dan kelarutan sediaan padat.
Adanya makanan, lemak, protein akan menunda absorpsi
sehingga toksikan absorpsinya menurun. Karbohidrat
memperpendek waktu pengosongan lambung dan
menurunkan derajat absorpsi.

- Inhalasi
Bentuk yang paling toksik yang dapat terabsorpsi melalui
paru-paru adalah uap dan aerosol, debu, serat dan zat iritan.
Uap dapat berupa gas (CO2, H2S, SO2, NO2), uap plarut
seperti CHCl3, CCl4, Benzena, serta uap zat padat seperti
mercury.
- Dermal
Absorpsi perkutan dapat melalui berbagai lapisan sehingga
mencapai sirkulasi sistemik. Bisa juga melalui kelenjar
keringat, kelenjar sebasea, folikel rambut, dan luka pada kulit.
Asam dan basa kuat bersifat korosif sehingga dapat
meningkatkan permeabilitas kulit dengan mendestruksi
stratum korneum.

Metabolit toksik

Metabolisme senyawa toksik merupakan


mekanisme primer detoksifikasi , umumnya
menjadi lebih polar dan kurang toksik. Tetapi ada
yang mengalami bioaktivasi menjadi senyawa yang
lebih toksik atau sama toksik.
Metanol formaldehid Asam formiat
(o)
lebih toksik

INTERAKSI TOKSIKAN
Toksisitas bahan kimia pada suatu organisme
dapat meningkat atau berkurang bila organisme
terkena oleh bahan kimia lain. Interakasi yang
terjadi diantaranya :
1. Efek meningkatkan
- Sifat aditif
- Sifat sinergitas
- Sifat potensiasi

2. Efek Mengurangi
- Antagonisme Kimia
- Antagonisme Fungsional
- Antagonisme Bersaing
- Antagonisme Nonkompetitif

- Sifat aditif, sinergitas dan


potensiasi
Sifat aditif berarti bila efek gabungan kedua

Sifat aditif berarti bila efek gabungan kedua zat sama


dengan jumlah efek tiap-tiap bahan bila diberikan
tersendiri, contohnya adala pengaruh kombinasi
berbagai pestisida organofosfat pada aktivitas
kolinesterase.
Sifat sinergistik berarti bila efek gabungan itu lebih
besar daripada jumlah efek tiap bahan, contohnya efek
karbon tetraclorida dan etanol pada hati dan
pemaparan asbes serta pengaruh rokok pada paru-paru.

Potensiasi

berarti bila toksisitas suatu bahan Pada


suatu organ meningkat dengan nyata karena pengaruh
bahan lain yang sebenarnya tidak toksik untuk organ
tersebut. Contohnya isopropanol tidak berefek pada
hati, tetapi bahan ini dapat meningkatkan
hepatotoksisitas karbon tetra klorida.

-Efek Antagonisme kimia, fungsional,


bersaing dan nonkompetitif
Antagonisme

kimia berarti efek yang menunjukkan


reaksi antara dua bahan kimia yang menghasilkan
keadaan yang kurang toksik. Misalnya logam berat
oleh merkaprol.
Antagonisme fungsional berarti terdapat dua zat kimia
yang menghasilkan efek sebaliknya pada suatu
parameter fisiologi, contohnya kerja berlawanan antara
perangsang dan depresan SSP.

Antagonisme

bersaing terjadi bila zat agonis dan


antagonis bekerja pada reseptor yang sama, misalnya
penghambatan efek nikoutin pada ganglion oleh zat
penghambat ganglionik.
Antagonisme nonkompetitif terjadi bila efek toksik zat
kimia dihambat oleh zat lain yang tidak bekerja pada
reseptor yang sama. Contohnya atropin mengurangi
toksisitas penghambat asetilkolinesterase tidak dengan
menghambat reseptor pada asetilkolinesterase, tetapai
bekerja dengan menghambat untuk asetilkolin yang
menumpuk.

Anda mungkin juga menyukai