Langkah 1
Kata-kata sulit
1. Angka Kematian Ibu/AKI :
Sasaran Belajar
1. Memahami dan menjelaskan perilaku berisiko dan perilaku kesehatan pada remaja.
2. Memahami dan menjelaskan kehamilan pada remaja dan kehamilan yang tidak
diinginkan.
3. Memahami dan menjelaskan risiko tinggi kehamilan.
4. Memahami dan menjelaskan Audit Maternal Perinatal.
4.1.
Angka Kematian Ibu.
5. Memahami dan menjelaskan hubungan suami istri diluar pernikahan dan aborsi dalam
sudut pandang Islam.
Langkah 3
1. Memahami dan menjelaskan perilaku berisiko dan perilaku kesehatan pada remaja.
3
Practice
Rapprochment
Consolidation
15-18
18-21
4.
5.
6.
7.
a. Perilaku Berisiko
Perilaku berisiko adalah perilaku yang dapat membahayakan aspek-aspek
psikososial sehingga remaja sulit berhasil dalam melalui masa perkembangannya.
Perilaku berisiko dilakukan remaja dengan tujuan tertentu yaitu untuk dapat
memenuhi perkembangan psikologisnya. Contoh : Merokok dan penggunaan narkoba
agar diterima teman sebayanya, bukti kemandirian dari orang tua, dsb.
Akibat perilaku beresiko :
Berisiko terhadap kesehatan: Merokok, minum alkohol, narkoba, tawuran
Berisiko terhadap masa depan: putus sekolah, kehamilan, konsep diri yang
tidak adekuat.
Berisiko terhadap lingkungan sosialnya: bermasalah dengan hukum,
pengangguran
dalam bentuk perilaku. Berikut ada lima daftar masalah yang selalu dihadapi
para remaja di sekolah.
Perilaku Bermasalah (problem behavior). Masalah perilaku yang dialami
remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak
merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang
dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya
dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu
dalam dalam mengikuti berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya,
termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang
remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi problem behaviour akan
merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di sekolah akibat
perilakunya sendiri.
Perilaku menyimpang (behaviour disorder). Perilaku menyimpang pada
remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan seorang remaja
kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol (uncontrol).
Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami behaviour disorder.
Seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan
menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja
akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah
pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena
persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya.
Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment). Perilaku yang tidak
sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan mencari
jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara
cermat akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan
sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di
sekolah menegah (SLTP/SLTA).
Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder).
Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan
antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah
munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari
aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua
tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya,
orang tua harus mampu memberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia
memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah
(reward) saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang
remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia
memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal maupun secara non
verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan
mempermainkan temannya . Selain itu, conduct disordser juga dikategorikan
pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku
oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang
akan merugikan orang lain.
Menurut Green dan Kreuter (Green and Kreuter, 2005), ada tiga faktor yang
menyebabkan atau mempengaruhi perilaku berisiko pada remaja :
1. Faktor predisposing atau faktor yang melekat atau memotivasi.
Faktor ini berasal dari dalam diri seorang remaja yang menjadi alasan atau
motivasi unruk melakukan suatu perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah
pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, kepercayaan, kapasitas, umur, jenis
kelamin, dan pendidikan.
2. Faktor enabling atau faktor pemungkin.
Faktor ini memungkinkan atau mendorong suatu perilaku dapat terlaksana.Faktor
ini meliputi ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas
dan komitmen masyarakat/pemerintah terhadap kesehatan, keterampilan yang
berkaitan dengan kesehatan, tempat tinggal, status ekonomi, dan akses terhadap
media informasi.
3. Faktor reinforcing atau faktor penguat yaitu faktor yang dapat memperkuat
perilaku.
Faktor ini ditentukan oleh pihak ketiga atau orang lain yang meliputi keluarga,
teman scbaya, guru, petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan pengambil
keputusan.
b. Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi remaja adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial
yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya pada remaja (WHO)
Prasyarat reproduksi sehat :
Tidak terjadi kelainan anatomis fisiologis perempuan harus memiliki
ronggga pinggul yang cukup besar untuk mempermudah persalinan; memiliki
kelenjar penghasil hormon reproduksi yang sehat.
Diperlukan landasan psikis yang kuat dan memadai dimulai sejak bayi
Terbebas dari penyakit organ reproduksi
Dapat melewati masa hamil dengan aman
Masalah kesehatan reproduksi remaja:
1. Perkosaan.
Kejahatan perkosaan ini biasanya banyak sekali modusnya. Korbannya tidak
hanya remaja perempuan, tetapi juga laki-laki (sodomi). Remaja perempuan
8
rentan mengalami perkosaan oleh sang pacar, karena dibujuk dengan alasan
untuk menunjukkan bukti cinta.
2. Free sex.
Seks bebas ini dilakukan dengan pasangan atau pacar yang berganti-ganti. Seks
bebas pada remaja ini (di bawah usia 17 tahun) secara medis selain dapat
memperbesar kemungkinan terkena infeksi menular seksual dan virus HIV
(Human Immuno Deficiency Virus), juga dapat merangsang tumbuhnya sel
kanker pada rahim remaja perempuan. Sebab, pada remaja perempuan usia 12-17
tahun mengalami perubahan aktif pada sel dalam mulut rahimnya. Selain itu,
seks bebas biasanya juga dibarengi dengan penggunaan obat-obatan terlarang di
kalangan remaja. Sehingga hal ini akan semakin memperparah persoalan yang
dihadapi remaja terkait kesehatan reproduksi ini.
3. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD).
Hubungan seks pranikah di kalangan remaja didasari pula oleh mitos-mitos
seputar masalah seksualitas. Misalnya saja, mitos berhubungan seksual dengan
pacar merupakan bukti cinta. Atau, mitos bahwa berhubungan seksual hanya
sekali tidak akan menyebabkan kehamilan. Padahal hubungan seks sekalipun
hanya sekali juga dapat menyebabkan kehamilan selama remaja perempuan
dalam masa subur.
4. Aborsi.
Aborsi merupakan keluarnya embrio atau janin dalam kandungan sebelum
waktunya. Aborsi pada remaja terkait KTD biasanya tergolong dalam kategori
aborsi provokatus, atau pengguguran kandungan yang sengaja dilakukan. Namun
begitu, ada juga yang keguguran terjadi secara alamiah atau aborsi spontan. Hal
ini terjadi karena berbagai hal antara lain karena kondisi si remaja perempuan
yang mengalami KTD umumnya tertekan secara psikologis, karena secara
psikososial ia belum siap menjalani kehamilan. Kondisi psikologis yang tidak
sehat ini akan berdampak pula pada kesehatan fisik yang tidak menunjang untuk
melangsungkan kehamilan.
Tujuan Kesehatan reproduksi :
Tujuan utama : meningkatkan kesadaran kemandirian wanita remaja dalam
mengatur fungsi dan proses reproduksinya, termasuk kehidupan
seksualitasnya, sehingga hak-hak reproduksinya dapat terpenuhi
peningkatan kualitas hidup
Tujuan khusus :
1. Meningkatnya kemandirian remaja dalam memutuskan peran dan fungsi
reproduksinya
2. Meningkatnya hak dan tanggungjawab sosial remaja (wanita) dalam
menentukan kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan
3. Meningkatnya peran dan tanggungjawab sosial remaja (pria) terhadap
akibat dari perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan
kesejahteraan pasangan dean anak2nya
4. Dukungan yang menunjang remaja untuk membuat keputusan yang
berkaitan dengan proses reproduksinya
9
f.
g.
h.
i.
Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:
1. Risiko bagi ibunya :
Mengalami perdarahan.
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot
rahim yang terlalu lemah dalam proses involusi. selain itu juga disebabkan
selaput ketuban stosel (bekuan darah yang tertinggal didalam
rahim).kemudian proses pembekuan darah yang lambat dan juga
dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir.
Kemungkinan keguguran / abortus.
Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran.
hal ini disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang
disengaja, baik dengan obat-obatan maupun memakai alat.
Persalinan yang lama dan sulit.
Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun
janin.penyebab dari persalinan lama sendiri dipengaruhi oleh kelainan
letak janin, kelainan panggul, kelaina kekuatan his dan mengejan serta
pimpinan persalinan yang salah.
Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan dan
infeksi.
2. Dari bayinya :
Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.
Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari). hal
ini terjadi karena pada saat pertumbuhan janin zat yang diperlukan
berkurang.
Berat badan lahir rendah (BBLR).
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram.
kebanyakan hal ini dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat
hamil kurang dari 20 tahun. dapat juga dipengaruhi penyakit menahun
yang diderita oleh ibu hamil.
Cacat bawaan.
Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat
pertumbuhan.hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
kelainan genetik dan kromosom, infeksi, virus rubela serta faktor gizi dan
kelainan hormon.
Kematian bayi.
12
13
3.3.
Faktor risiko
15
Keadaan dan kondisi tersebut bisa digolongkan sebagai faktor medis dan non
medis.
Faktor non medis antara lain adalah kemiskinan, ketidak tahuan, adat, tradisi,
kepercayaan, dan lain-lain. Hal ini banyak terjadi terutama pada negara
berkembang, yang berdasarkan penelitian ternyata sangat mempengaruhi
morbiditas dan mortalitas. Dimasukkan pula dalam faktor non medis adalah sosial
ekonomi rendah, kebersihan lingkungan, kesadaran memeriksakan kehamilan
secara teratur, fasilitas dan sarana kesehatan yang serba kekurangan.
Faktor medis antara lain adalah penyakit-penyakit ibu dan janin, kelainan
obstetri, gangguan plasenta, gangguan tali pusat, komplikasi persalinan, penyakit
neonatus dan kelainan genetik.
Menurut Backett faktor risiko itu bisa bersifat biologis, genetika, lingkungan
atau psikososial. Namun dalam kesehatan reproduksi kita dapat membaginya
secara lebih spesifik, yaitu:
Faktor demografi: umur, paritas dan tinggi badan
Faktor medis biologis: underlying disease, seperti penyakit jantung dan
malaria.
Faktor riwayat obstetri: abortus habitualis, SC, dan lain-lain.
Faktor lingkungan: polusi udara, kelangkaan air bersih, penyakit endemis,
dan lain-lain.
Faktor sosioekonomi budaya : pendidikan, penghasilan.
3.4.
3.5.
Penatalaksanaan
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dicegah bila gejalanya dapat ditemukan
sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikannya. Pencegahannya
dapat dilakukan dengan:
1. Ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya sedini mungkin dan teratur ke
petugas kesehatan minimal 4 kali selama kehamilan.
2. Ibu hamil mendapatkan imunisasi TT 1 dan TT 2
3. Bila ditemukan dengan kelainan resiko tinggi, pemeriksaan harus lebih sering
dan lebih intensif
4. Mengkonsumsi makanan dengan pola makan teratur dan gizi seimbang.
6.
20
2. Kasus yang dibahas dapat berasal dari kab/kota atau puskesmas. Semua kasus
ibu/perinatal yang meninggal di RS kab/kota/puskesmas hendaknya di audit,
demikian pula kasus kesakitan yang menarik dan dapat diambil pelajaran
darinya
3. Audit yang dilaksanakan lebih bersifat mengkaji riwayat penanganan kasus
sejak dari:
Timbulnya gejala pertama dan penanganan oleh keluarga/tenaga kesehatan
dirumah
Siapa saja yang memberikan pertolongan dan apa saja yang telah
dilakukan
Sampai kemudian meninggal atau dapat dipertahankan hidup. Dari
pengkajian tersebut diperoleh indiksai dimana letak kesalahan/kelemahan
dalam penanganan kasus. Hal ini memberi gambaran kepada pengelola
program KIA dalam menentukan apa yang perlu dilakukan untuk
mencegah kesakitan/kematian ibu/perinatal yang tidak perlu terjadi.
Kesimpulan hasil dicatat dalam from MA untuk kemudian disampaikan
dan dibahas oleh tim AMP dalam merencanakan kegiatan tindak lanjut
secara nyata
4. Pertemuan ini bersifat pertemuan penyelesaian masalah dan tidak bertujuan
untuk menyalahkan atau memberi sanksi salah satu pihak
5. Dalam tiap pertemuan dibuat daftar hadir, notulen hasil pertemuan dan rencana
tindak lanjut yang akan disampaikan dan dibahas dalam pertemuan tim AMP
yang akan datang
6. RS kab/kota dan puskesmas membuat laporan bulanan kasus ibu perinatal ke
dinas kab/kota dengan memakai format yang disepakati
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Dalam melaksanakan AMP ini diperlukan mekanisme pencatatan yang akurat baik
ditingkat puskesmas maupun di tingkat RS kab/kota. Pencatatan yang diperlukan adalah
sebagai berikut:
a. Tingkat puskesmas
Selain menggunakan rekam medis yang suadah ada di puskesmas, ditambahkan
pula;
1. Form R (formulir Rujukan Maternal dan Perinatal)
2. Form OM dan OP (formulir otopsi Verbal maternal dan perinatal)
form OM digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas dan
perinatal yang meninggal, sedangkan form OP untuk otopsi verbal perinatal
yang meninggal. Untuk mengisi formulir tersebut dilakukan wawancara
terhadap keluarga yang meninggal oleh tenaga puskesmas
b. RS kabupaten/kota
Formulir yang dipakai adalah
1. Form MP (formulir maternal dan perinatal) form ini mencatat semua data
dasar ibu bersalin/nifas dan perinatal yang masuk ke RS. Pengisiannya dapat
dilakukan oleh perawat
2. Form MA (formulir Medical Audit) form ini dipakai untuk menulis
hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun perinatal, yang mengisi format
ini adalah dokter yang bertugas di bagian kebidanan dan kandungan (untuk
kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus perinatal)
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang yaitu:
21
1. Laporan dari RS kab/kota ke dinkes (LAP RS) laporan bulanan ini berisi
informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab kematian) ibu dan
bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit kandungan serta bagian anak
2. Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kab/kota (LAP PUSK)
3. Laporan dari dinkes kab/kota ke tingkat dinkes propinsi (LAP KAB/KOTA)
laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal yang
ditangani oleh RS kab/kota, puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnyaserta
tingkat kematian dari tiap jenis komplikasi. Laporan ini merupakan
rekapitulasi dari form MP dan form R yang hendaknya diusahakan agar tidak
terjadi duplikasi pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS.
pada tahap awal, jenis kasus yang dilaporkan adalah komplikasi yang paling
sering terjadi pada ibu maternal dan perinatal.
4.1.
22
kita umumnya dignakan AKI yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan
perencanaan program.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu dan perinatal :
1. Faktor medik : beberapa faktor medik yang melatarbelakangi adalah faktor
risiko
a. Usia saat ibu hamil
b. Jumlah anak
c. Jarak antara kehamilan
Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas :
a. Perdarahan pervaginam, khususnya pada kehamilan trimester tiga,
persalinan dan pasca persalinan.
b. Infeksi
c. Pre-eklampsi
d. Komplikasi akibat partus lama
e. Trauma persalinan.
Keadaan yang memperburuk derajat kesehatan ibu hamil :
a. Kekurangan gizi dan anemia
b. Bekerja (fisik) berat selama kehamilan
2. Faktor non medik :
a. Kurangnya kesadaran ibu untuk mendapat pelayanan antenatal
b. Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko tinggi
c. Ketidakberdayaan sebagian besar ibu hamil di pedesaan dalam
pengambilan keputusan untuk dirujuk
d. Ketidakmampuan sebagian besar ibu hamil untuk membayar biaya transpor
dan perawatan RS
3. Faktor pelayanan kesehatan :
a. Berbagai aspek manajemen yang belum menunjang antara lain :
- Belum semua Dati II memberi prioritas yang memadai untuk program
KIA
- Kurangnya komunikasi dan koordinasi antara Dinkes Dati II, RS Dati II
dan puskesmas dalam upaya kesehatan ibudan perinatal
- Belum mantapnya mekanisme rujukan dari puskesmas ke RS Dati II atau
sebaliknya
b. Berbagai keadaan yang berkaitan dengan keterampiplan pemberi pelayanan
KIA masih merupakan faktor penghambat
- Belum ditetapkannya prosedur tetap penanganan kasus kegawatdaruratan
kebidanan dan perinatal secara konsisten
- Kurangnya pengalaman bidan di desa yang baru ditempatkan dalam
mendeteksi dan menangani ibu/bayi resiko tinggi
- Kurang mantapnya keterampilan bidan di puskesmas dan bidan praktik
klinik swasta untuk ikut aktif dalam jaringan sistem rujukan saat ini
- Terbatasnya keterampilan dokter puskesmas dalam menangani kegawat
daruratan kebidanan dan perinatal
23
.
Sesungguhnya Allah telah menurunkan al-Qur`an kepada NabiNya
& diantara nan diturunkan kepada beliau adalah ayat Rajam. Kami telah
membaca, memahami & mengetahui ayat itu. Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam telah melaksanakan hukuman rajam & kamipun telah
melaksanakannya setelah beliau. Aku khawatir apabila zaman telah
berlalu lama, akan ada orang-orang nan mengatakan: Kami tak
mendapatkan hukuman rajam dlm kitab Allah sehingga mereka sesat
lantaran meninggalkan kewajiban nan Allah Azza wa Jalla telah turunkan.
Sungguh (hukuman) rajam adalah benar & ada dlm kitab Allah utk orang
nan berzina apabila telah pernah menikah (al-Muhshn), bila telah terbukti
dgn pesaksian atau kehamilan atau pengakuan sendiri. (*8)
26
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Masud di atas yang menunjukkan bahwa
sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna,
serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.
Pendapat kedua : Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya
makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi
haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak
boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk
kehati-hatian . Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan
Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab SyafiI . ( Hasyiyah Ibnu Abidin
: 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
Pendapat ketiga : Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya
haram. Dalilnya bahwa air mani sudah tertanam dalam rahim dan telah
bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka
merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat ini dianut oleh Ahmad
Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin :
2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah
dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati.
Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak
dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang
bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di
dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu
bentuk Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk
kepentingan medis dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam
katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan
yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas.
2. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin
setelah peniupan roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah
berumur empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu
Masud di atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis
pada saat itu, dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk
dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada
sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin
nantinya akan membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para
ulama berbeda pendapat:
Pendapat Pertama : Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan
roh hukumnya tetap haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan
27
28
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/335
http://www.alsofwa.com/12215/2833-konsultasi-hukum-melakukan-hubungan-badan-di-luarnikah.html
http://almanhaj.or.id/content/3362/slash/0/islam-dan-aborsi-satu-tinjaun-hukum-fikih/
http://able.student.umm.ac.id/2010/07/08/perilaku-menyimpang-remaja-dan-solusiya/
Notoadmodjo S. Prinsip-Prinsip Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2003. Rineka Cipta. Jakarta
Safrudin. Hamidah. Kebidanan Komunitas. 2007. EGC. Jakarta
Sari MP. Audit Maternal Perinatal. Mega-purnama-sari.blogspot.com/2012/05/satuan-acarapenyuluhan.html
Wiyono. Manajemen Kesehatan Ibu dan anak. 2008. Duta Prima Airlangga. Surabaya
29