Anda di halaman 1dari 29

Skenario 1

Kesehatan Ibu, Anak dan Remaja


Wanita umur 16 tahun, datang ke puskesmas diantar oleh teman lelakinya dengan perdarahan
segar dan banyak lewat jalan lahirsejak 1 hari yang lalu. Menurut temannya, wanita tersebut
merupakan kekasihnya yang sedang mengandung, mereka telah berhubungna dekat sejak
kelas 2 SMP.
Sebelumnya pasien pergi ke dukun untuk menggugurkan kandungan, diajak oleh tetangganya
yang pernah menggugurkan kandungan karena anaknya yang sudah terlalu banyak dan masih
kecil-kecil, pasien juga ada riwayat minum obat peluruh haid atau obat penggugur
kandungan, namun sayang keadaan pasien sudah tidak dapat ditolong lagi saat tiba di
puskesmas.
Dokter puskesmas mengatakan pasien memiliki risiko tinggi kehamilan dan terlambat dibawa
ke puskesmas, sehingga terlambat juga dilakukan penanganan. Kondisi seperti ini ikut
berkontribusi terhadap tingginya AKI (Angka Kematian Ibu)/ MMR (Maternal Mortality
Rate) akibat kehamilan dan persalinan di Indonesia. Berdasarkan data SDKI 2007, AKI
Indonesia 228/100.000 kelahiran hidup.
Dengan kejadian tersebut, kemudian puskesmas melakukan pencatatan untuk audit maternal
perinatal terhadap pasien tersebut.
Dalam pandangan Islam, hubungan suami istri di luar pernikahan dan menggugurkan
kandungan tidak dibenarkan dalam agama.

Langkah 1
Kata-kata sulit
1. Angka Kematian Ibu/AKI :

Jumlah kematian ibu


100.000
Jumlah kelahiran hidup

2. Audit Maternal Perinatal/AMP : Serangkaian kegiatan penelusuran sebab dari


kematian atau kesakitan ibu, perinatal dan neonatal guna mencegah kematian atau
kesakitan serupa.
3. SDKI : Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
Pertanyaan
1. Apa saja yang mempengaruhi Angka Kematian Ibu?
2. Apa saja risiko tinggi kehamilan?
3. Apa saja isi dari SDKI?
4. Bagaimana metode pencatatan AMP?
5. Apa prinsip dari AMP?
Jawaban
1. Penyakit ibu, eklamsi, usia, sosial ekonomi, edukasi, lifestyle, gizi, penanganan
petugas kesehatan.
2. Usia terlalu dini/tua, lifestyle, gizi, riwayat penyakit, riwayat keguguran, multipara,
keterlambatan penanganan.
3. Pencatatan perilaku, pengukuran, hasil, penyediaan data akhir.
4. Pendekatan pemecahan masalah.
5. Peningkatan kualitan kesehatan dengan pendekatan pemecahan masalah.
Hipotesis
Remaja perilaku berisiko kehamilan rencana pengguguran perdarahan lama
terlambat penanganan kematian Audit Maternal Perinatal
AKI

Sasaran Belajar
1. Memahami dan menjelaskan perilaku berisiko dan perilaku kesehatan pada remaja.

2. Memahami dan menjelaskan kehamilan pada remaja dan kehamilan yang tidak
diinginkan.
3. Memahami dan menjelaskan risiko tinggi kehamilan.
4. Memahami dan menjelaskan Audit Maternal Perinatal.
4.1.
Angka Kematian Ibu.
5. Memahami dan menjelaskan hubungan suami istri diluar pernikahan dan aborsi dalam
sudut pandang Islam.

Langkah 3
1. Memahami dan menjelaskan perilaku berisiko dan perilaku kesehatan pada remaja.
3

Pubertas adalah periode terjadinya perubahan fisik,fisiologis serta kematangan


seksual secara pesat terutama pada masa awal remaja. Terjadi pada usia 11/12 dan 15/16.
Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999) kelompok remaja adalah sekitar
22% yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan. Masa
remaja, yakni usia antara usia 11 20 tahun adalah suatu periode masa pematangan
organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa peralihan
Tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan
seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut :
1. Masa remaja awal/dini (early adolescence) : umur 11 13 tahun.
Dengan ciri khas : ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berfikir
abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya.
2. Masa remaja pertengahan (middle adolescence) : umur 14 16 tahun.
Dengan ciri khas : mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan,
berkhayal tentang seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam.
3. Masa remaja lanjut (late adolescence) : umur 17 20 tahun.
Dengan ciri khas : mampu berfikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman
sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta,
pengungkapan kebebasan diri.
Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu.
Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas yang
jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan secara berkesinambungan.
Tahap
Diferentiation

Practice

Rapprochment

Consolidation

Tahapan Perkembangan Identitas


Usia
Karakteristik
12-14
Remaja menyadari bahwa ia berbeda secara sikologis dari
orang tuanya. Kesadaran ini sering membuatnya
mempertanyakan dan menolak nilai-nilai dan nasihat-nasihat
orang tuanya, sekalipun nilai-nilai dan nasihat tersebut masuk
14-15
akal.

15-18

18-21

Remaja percaya bahwa ia mengetahui segala-galanya dan


dapat melakukan sesuatu tanpa salah. Ia menyangkal
kebutuhan akan peringatan atau nasihat dan menantang orang
tuanya pada setiap kesempatan. Komitmennya terhadap
teman-teman juga bertambah.
Karena kesedihan dan kekhawatiran yang dialaminya, telah
mendorong remaja untuk menerima kembali sebagian otoritas
orang tuanya, tetapi dengan bersyarat. Tingkah lakunya sering
silih berganti antara eksperimentasi dan penyesuaian, kadang
mereka menantang dan kadang berdamai dan bekerjasama
dengan orang tua mereka. Di satu sisi ia menerima tanggung
jawab di sekitar rumah, namun di sisi lain ia akan mendongkol
ketika orang tuanya selalu mengontrol membatasi gerak-gerik
dan akitvitasnya diluar rumah.
Remaja mengembangkan kesadaran akan identitas personal,
4

yang menjadi dasar bagi pemahaman dirinya dan diri orang


lain, serta untuk mempertahankan perasaan otonomi,
independen dan individualitas.
Perkembangan Biologis Remaja
Perubahan hormonal ditandai dengan cepatnya pertumbuhan fisik
laki-laki: perkembangan dada yang semakin bidang dan tubuh yang
semakin berotot
Perempuan: pinggulnya membesar dan munculnya lemak
Perempuan dua tahun lebih cepat dibandingkan dengan anak laki laki (Berk,
1998)
Perkembangan Psikologis Remaja
Perkembangan identitas diri.
Identitas diri: adalah pikiran pikiran dan perasaan yang dimiliki mengenai diri
(Gardner, 1992); bagaimana remaja mendeskripsi diri secara terorganisir,
merupakan ekspansi dari rasa harga diri (Berk, 1998)
Mulai meninggalkan masa kecil yang tenang menuju masa dewasa yang penuh
persoalan
Belajar untuk membuat keputusan sendiri dan sering bertentangan dengan
orang tua
Biasanya gampang tersinggung dan sulit dimengerti
Mulai ada privasi dan menjalin hubungan dengan lawan jenis
Perkembangan sosial
Pengaruh teman sebaya sangat kuat
Terbentuknya pengelompokan sosial
Akibat perubahan masa puber pada sikap dan perilaku remaja adalah sbb:
1. Ingin Menyendiri
Kalau perubahan pada masa puber mulai terjadi, remaja biasanya menarik diri
dari teman-teman dan dari berbagai kegiatan keluarga dan sering bertengkar pada
teman-teman dan pada anggota keluarga. Remaja puber kerap melamun, sering
tidak dimengerti dan diperlakukan dengan kurang baik, dan ia juga mengadakan
ekperimen seks melalui masturbasi. Gejala menarik diri ini mencakup
ketidakinginan berkomunikasi dengan orang-orang lain. Dalam masa remaja,
remaja berusaha untuk melepaskan diri dari milieu orang tua dengan maksud
untuk menemukan dirinya. Erikson menyebutnya untuk menemukan identitas diri
2. Bosan
Remaja puber bosan dengan permainan yang sebelumnya amat digemari,
tugas-tugas sekolah, kegiatan-kegiatan sosial, dan kehidupan pada umumnya.
Akibatnya, remaja sedikit sekali bekerja sehingga prestasinya diberbagai bidang
menurun. Remaja menjadi terbiasa untuk tidak mau berprestasi khususnya karena
sering timbul perasaan akan keadaan fisik yang tidak normal.
3. Inkoordinasi

4.

5.

6.

7.

Pertumbuhan pesat dan tidak seimbang mempengaruhi pola koordinasi


gerakan, dan remaja akan merasa kikuk dan janggal selama beberapa waktu.
Setelah pertumbuhan melambat, koordinasi akan membaik secara bertahap.
Antagonisme sosial
Remaja puber seringkali tidak mau bekerja sama, sering membantah, dan
menentang. Permusuhan terbuka anatara dua seks yang berlainan diungkapkan
dalam kritik, dan komentar-komentar yang merendahkan. Dengan berlanjutnya
masa puber, remaja kemudian menjadi lebih ramah, lebih dapat bekerja sama dan
lebih sabar kepada orang lain.
Emosi yang meninggi
Kemurungan, merajuk, ledakan amarah dan kecenderungan untuk menangis
karena hasutan yang sangat kecil merupakan ciri-ciri bagian awal masa puber.
Pada masa ini remaja merasa khawatir, gelisah, dan cepat marah. Sedih, mudah
marah, dan suasana hati yang negative sangat sering terjadi selama masa prahaid
dan awal periode haid. Dengan semakin matangnya keadaan fisik remaja,
ketegangan lambat laun berkurang dan remaja sudah mulai mampu
mengendalikan emosinya.
Hilangnya kepercayaan diri
Remaja yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri sekaran menjadi kurang
percaya diri dan takut akan kegagalan karena daya tahan fisik menurun dank arena
kritik yang bertubi-tubi datang dari orang tua dan teman-temannya. Banyak
remaja laki-laki dan perempuan setelah masa puber mempunyai perasaan rendah
diri.
Terlalu sederhana
Perubahan tubuh yang terjadi selama masa puber menyebabkan remaja
menjadi sangat sederhana dalam segala penampilannya karena takut orang-orang
lain akan memperhatikan perubahan yang dialaminya dan member komentar yang
buruk.

a. Perilaku Berisiko
Perilaku berisiko adalah perilaku yang dapat membahayakan aspek-aspek
psikososial sehingga remaja sulit berhasil dalam melalui masa perkembangannya.
Perilaku berisiko dilakukan remaja dengan tujuan tertentu yaitu untuk dapat
memenuhi perkembangan psikologisnya. Contoh : Merokok dan penggunaan narkoba
agar diterima teman sebayanya, bukti kemandirian dari orang tua, dsb.
Akibat perilaku beresiko :
Berisiko terhadap kesehatan: Merokok, minum alkohol, narkoba, tawuran
Berisiko terhadap masa depan: putus sekolah, kehamilan, konsep diri yang
tidak adekuat.
Berisiko terhadap lingkungan sosialnya: bermasalah dengan hukum,
pengangguran

Perilaku menyimpang remaja


Masalah Remaja Di Sekolah Remaja yang masih sekolah di SLTP/ SLTA
selalu mendapat banyak hambatan atau masalah yang biasanya muncul

dalam bentuk perilaku. Berikut ada lima daftar masalah yang selalu dihadapi
para remaja di sekolah.
Perilaku Bermasalah (problem behavior). Masalah perilaku yang dialami
remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak
merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang
dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya
dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu
dalam dalam mengikuti berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya,
termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang
remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi problem behaviour akan
merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di sekolah akibat
perilakunya sendiri.
Perilaku menyimpang (behaviour disorder). Perilaku menyimpang pada
remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan seorang remaja
kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol (uncontrol).
Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami behaviour disorder.
Seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan
menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja
akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah
pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena
persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya.
Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment). Perilaku yang tidak
sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan mencari
jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara
cermat akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan
sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di
sekolah menegah (SLTP/SLTA).
Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder).
Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan
antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah
munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari
aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua
tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya,
orang tua harus mampu memberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia
memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah
(reward) saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang
remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia
memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal maupun secara non
verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan
mempermainkan temannya . Selain itu, conduct disordser juga dikategorikan
pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku
oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang
akan merugikan orang lain.

Attention Deficit Hyperactivity disorder, yaitu anak yang mengalami


defisiensi dalam perhatian dan tidak dapat menerima impul-impuls sehingga
gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hyperactif. Remaja di
sekolah yang hyperactif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan
perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan
kepadanya atau tidak dapat berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Jika
diajak berbicara, remaja yang hyperactif tersebut tidak memperhatikan lawan
bicaranya. Selain itu, anak hyperactif sangat mudah terpengaruh oleh
stimulus yang datang dari luar serta mengalami kesulitan dalam bermain
bersama dengan temannya.

Menurut Green dan Kreuter (Green and Kreuter, 2005), ada tiga faktor yang
menyebabkan atau mempengaruhi perilaku berisiko pada remaja :
1. Faktor predisposing atau faktor yang melekat atau memotivasi.
Faktor ini berasal dari dalam diri seorang remaja yang menjadi alasan atau
motivasi unruk melakukan suatu perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah
pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, kepercayaan, kapasitas, umur, jenis
kelamin, dan pendidikan.
2. Faktor enabling atau faktor pemungkin.
Faktor ini memungkinkan atau mendorong suatu perilaku dapat terlaksana.Faktor
ini meliputi ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas
dan komitmen masyarakat/pemerintah terhadap kesehatan, keterampilan yang
berkaitan dengan kesehatan, tempat tinggal, status ekonomi, dan akses terhadap
media informasi.
3. Faktor reinforcing atau faktor penguat yaitu faktor yang dapat memperkuat
perilaku.
Faktor ini ditentukan oleh pihak ketiga atau orang lain yang meliputi keluarga,
teman scbaya, guru, petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan pengambil
keputusan.
b. Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi remaja adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial
yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya pada remaja (WHO)
Prasyarat reproduksi sehat :
Tidak terjadi kelainan anatomis fisiologis perempuan harus memiliki
ronggga pinggul yang cukup besar untuk mempermudah persalinan; memiliki
kelenjar penghasil hormon reproduksi yang sehat.
Diperlukan landasan psikis yang kuat dan memadai dimulai sejak bayi
Terbebas dari penyakit organ reproduksi
Dapat melewati masa hamil dengan aman
Masalah kesehatan reproduksi remaja:
1. Perkosaan.
Kejahatan perkosaan ini biasanya banyak sekali modusnya. Korbannya tidak
hanya remaja perempuan, tetapi juga laki-laki (sodomi). Remaja perempuan
8

rentan mengalami perkosaan oleh sang pacar, karena dibujuk dengan alasan
untuk menunjukkan bukti cinta.
2. Free sex.
Seks bebas ini dilakukan dengan pasangan atau pacar yang berganti-ganti. Seks
bebas pada remaja ini (di bawah usia 17 tahun) secara medis selain dapat
memperbesar kemungkinan terkena infeksi menular seksual dan virus HIV
(Human Immuno Deficiency Virus), juga dapat merangsang tumbuhnya sel
kanker pada rahim remaja perempuan. Sebab, pada remaja perempuan usia 12-17
tahun mengalami perubahan aktif pada sel dalam mulut rahimnya. Selain itu,
seks bebas biasanya juga dibarengi dengan penggunaan obat-obatan terlarang di
kalangan remaja. Sehingga hal ini akan semakin memperparah persoalan yang
dihadapi remaja terkait kesehatan reproduksi ini.
3. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD).
Hubungan seks pranikah di kalangan remaja didasari pula oleh mitos-mitos
seputar masalah seksualitas. Misalnya saja, mitos berhubungan seksual dengan
pacar merupakan bukti cinta. Atau, mitos bahwa berhubungan seksual hanya
sekali tidak akan menyebabkan kehamilan. Padahal hubungan seks sekalipun
hanya sekali juga dapat menyebabkan kehamilan selama remaja perempuan
dalam masa subur.
4. Aborsi.
Aborsi merupakan keluarnya embrio atau janin dalam kandungan sebelum
waktunya. Aborsi pada remaja terkait KTD biasanya tergolong dalam kategori
aborsi provokatus, atau pengguguran kandungan yang sengaja dilakukan. Namun
begitu, ada juga yang keguguran terjadi secara alamiah atau aborsi spontan. Hal
ini terjadi karena berbagai hal antara lain karena kondisi si remaja perempuan
yang mengalami KTD umumnya tertekan secara psikologis, karena secara
psikososial ia belum siap menjalani kehamilan. Kondisi psikologis yang tidak
sehat ini akan berdampak pula pada kesehatan fisik yang tidak menunjang untuk
melangsungkan kehamilan.
Tujuan Kesehatan reproduksi :
Tujuan utama : meningkatkan kesadaran kemandirian wanita remaja dalam
mengatur fungsi dan proses reproduksinya, termasuk kehidupan
seksualitasnya, sehingga hak-hak reproduksinya dapat terpenuhi
peningkatan kualitas hidup
Tujuan khusus :
1. Meningkatnya kemandirian remaja dalam memutuskan peran dan fungsi
reproduksinya
2. Meningkatnya hak dan tanggungjawab sosial remaja (wanita) dalam
menentukan kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan
3. Meningkatnya peran dan tanggungjawab sosial remaja (pria) terhadap
akibat dari perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan
kesejahteraan pasangan dean anak2nya
4. Dukungan yang menunjang remaja untuk membuat keputusan yang
berkaitan dengan proses reproduksinya
9

Faktor yang mempengaruhi Kesehatan reproduksi :


1. Faktor sosio-ekonomi dan demografi
2. Faktor budaya dan lingkungan
3. Faktor psikologis
4. Faktor biologis
Pengetahuan yang diperlukan remaja :
1. Pengenalan masalah sistem reproduksi, proses dan fungsi alat reproduksi
2. Mengapa remaja perlu mendewasakan usia perkawinan dan merencanakan
kehamilan agar sesuai dengan keinginan
3. Penyakit menular seksual dan HIV / AIDS dan dampaknyan terhadap kespro
4. Bahaya narkoba dan miras pada kespro
5. Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
6. Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
7. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat
kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal negatif
8. Hak-hak reproduksi
2. Memahami dan menjelaskan kehamilan pada remaja dan kehamilan yang tidak
diinginkan.
2.1.
Kehamilan pada remaja
Kehamilan di usia muda yaitu remaja yang sudah menikah atau belum
menikah kemudian hamil dalam usia relatif muda dibawah umur 20 tahun.
Sebab terjadinya kehamilan pada remaja antara lain :
a. Faktor Agama dan Iman
Kurangnya penanaman nilai-nilai agama berdampak pada pergaulan
bebas dan berakibat remaja dengan gampang melakukan hubungan suami isteri
di luar nikah sehingga terjadi kehamilan, pada kondisi ketidaksiapan berumah
tangga dan untuk bertanggung jawab.
b. Faktor Lingkungan
c. Orang Tua
Kurangnya perhatian khususnya dari orang tua remaja untuk dapat
memberikan pendidikan seks yang baik dan benar. Dimana dalam hal ini orang
tua bersikap tidak terbuka terhadap anak bahkan cenderung membuat jarak
dengan anak dalam masalah seksual.
d. Teman, Tetangga dan Media
Pergaulan yang salah serta penyampaian dan penyalahgunaan dari
media elektronik yang salah. Dapat membuat para remaja berpikiran bahwa
seks bukanlah hal yang tabu lagi tapi merupakan sesuatu yang lazim
e. Pengetahuan yang minim
Pengetahuan remaja yang minim ditambah rasa ingin tahu yang
berlebihan. Pengetahuan seksual yang setengah-setengah mendorong gairah
seksual sehingga tidak bisa dikendalikan. Hal ini akan meningkatkan resiko
dampak negatif seksual. Dalam keadaan orang tua yang tidak terbuka
10

f.

g.
h.

i.

mengenai masalah seksual, remaja akan mencari informasi tersebut dari


sumber yang lain, teman-teman sebaya, buku, majalah, internet, video atau
blue film. Mereka sendiri belum dapat memilih mana yang baik dan perlu
dilihat atau mana yang harus dihindari.
Perubahan zaman
Pada zaman modern sekarang ini, remaja sedang dihadapkan pada
kondisi sistem-sistem nilai, dan kemudian sistem nilai tersebut terkikis oleh
sistem yang lain yang bertentangan dengan nilai moral dan agama, seperti
fashion dan film yang begitu intensif sehingga remaja dihadapkan ke
dalam gaya pergaulan hidup bebas, termasuk masalah hubungan seks di luar
nikah.
Perubahan Kadar Hormon pada remaja
Meningkatkan libido atau dorongan seksual yang membutuhkan
penyaluran melalui aktivitas seksual.
Semakin cepatnya usia pubertas
Semakin cepatnya usia pubertas (berkaitan dengan tumbuh kembang
remaja), sedangkan pernikahan semakin tertunda akibat tuntutan kehidupan
saat ini menyebabkan masa-masa tunda hubungan seksual menjadi semakin
panjang. Jika tidak diberikan pengarahan yang tepat maka penyaluran seksual
yang dipilih beresiko tinggi.
Adanya Trend baru dalam berpacaran di kalangan remaja
Dimana kalau dulu melakukan hubungan seksual diluar nikah
meskipun dengan rela sendiri sudah dianggap bebas. Namun sekarang sudah
pula bergeser nilainya, yang dianggap seks bebas adalah jika melakukan
hubungan seksual dengan banyak orang.

Dampak kehamilan pada usia muda


Penyulit pada kehamilan remaja lebih tinggi dibandingkan kurun waktu
reproduksi sehat antara umur 20-30 tahun. Keadan ini disebabkan belum
matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu,
perkembangan dan pertumbuhan janin. Keadaan tersebut akan semakin
menyulitkan bila ditambah dengan tekanan(stres) psikologis, sosial, ekonomi,
sehingga memudahkan terjadinya:
Keguguran
Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan
kehamilan remaja yang tidak dikehendaki. Keguguran sengaja yang
dilakukan oleh tenaga non profesional yang dapat menimbulkan akibat
efek samping yang serius.
Persalinan prematur, BBLR, dan kelainan bawaan.
Kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dapat
mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, BBLR, dan kelainan
bawaan.
Mudah terjadi infeksi
Keadaan gizi yang buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress
memudahkan terjadinya infeksi saat hamil.
Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi
dengan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata kunang-kunang, dan mual
pada Hamil muda. Menurut WHO, kejadian anemia hamil berkisar antara
11

20 % - 89 %. Dengan menetapkan Hb 11gr% sebagai dasarnya: 9-10gr %


anemia ringan,7-8gr % anemia sedang, < 7gr % anemia berat.
Keracunan kehamilan ( Gestosis )
Keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin
meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia
dan eklampsia.
Kematian ibu yang tinggi
Remaja yang stress akibat kehamilannya sering mengambil jalan pintas
untuk melakukan pengguguran kandungan sebagai tindakan yang paling
rasional untuk menyelesaikan masalah hamil remaja yang mempunyai
keuntungan.

Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:
1. Risiko bagi ibunya :
Mengalami perdarahan.
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot
rahim yang terlalu lemah dalam proses involusi. selain itu juga disebabkan
selaput ketuban stosel (bekuan darah yang tertinggal didalam
rahim).kemudian proses pembekuan darah yang lambat dan juga
dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir.
Kemungkinan keguguran / abortus.
Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran.
hal ini disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang
disengaja, baik dengan obat-obatan maupun memakai alat.
Persalinan yang lama dan sulit.
Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun
janin.penyebab dari persalinan lama sendiri dipengaruhi oleh kelainan
letak janin, kelainan panggul, kelaina kekuatan his dan mengejan serta
pimpinan persalinan yang salah.
Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan dan
infeksi.
2. Dari bayinya :
Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.
Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari). hal
ini terjadi karena pada saat pertumbuhan janin zat yang diperlukan
berkurang.
Berat badan lahir rendah (BBLR).
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram.
kebanyakan hal ini dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat
hamil kurang dari 20 tahun. dapat juga dipengaruhi penyakit menahun
yang diderita oleh ibu hamil.
Cacat bawaan.
Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat
pertumbuhan.hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
kelainan genetik dan kromosom, infeksi, virus rubela serta faktor gizi dan
kelainan hormon.
Kematian bayi.
12

Kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama hidupnya atau


kematian perinatal.yang disebabkan berat badan kurang dari 2.500 gram,
kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari), kelahiran kongenital serta
lahir dengan asfiksia.(Manuaba,1998).
Kerugian KTD di usia remaja :
- Remaja atau calon ibu merasa tidak siap untuk hamil, maka dia bisa saja
tidak mengurus dengan baik kehamilannya.
- Sulit mengharapkan perasaan kasih sayang tulus pada bayinya, sehingga
masa depan anaknya nanti akan terlantar.
- Menghindari kehamilan dengan aborsi.
Masalah Yang Akan Timbul
Masalah kesehatan reproduksi
Remaja yang kelak akan menikah dan menjadi orang tua sebaiknya
mempunyai kespro yang prima, sehingga dapat menurunkan gestasi
sehat. Dikalangan remaja telah terjadi semacam revolusi hubungan
seksual yang menjurus kearah liberaliasi yang berakibat timbulnya
berbagai penyakit hubungan seks yang merugikan alat reproduksi.
Dengan demikian di anjurkan untuk melakukan pemeriksaan
kesehatannya sehingga dapat mempersiapkan diri untuk hamil dan
keadaan optimal.
Masalah psikologis pada kehamilan remaja
Remaja yang hamil diluar nikah menghadapi berbagai masalah
psikologis, yaitu rasa takut, kecewa, menyesal dan rendah diri terhadap
kehamilannya, sehingga terjadi usaha untuk menghilangkan dengan
jalan gugur kandung. Keadaan akan makin rumit jika pemuda yang
menghamili tidak bertanggung jawab, sehingga derita di tangggung
sendiri dan keluarga pun menghadapi masalah yang sulit ditengah
masyarakat.
Masalah sosial dan ekonomi keluarga
Perkawinan yang diaanggap dapat menyelesaikan masalah kehamilan
remaja tidak lepas dari kemelut.
Cara mengatasi masalah kehamilan remaja adalah dengan cara :
- Memberikan pendidikan mengenai agama
- Memberikan pendidikan seks
- KB untuk remaja
2.2.

Kehamilan yang Tidak Diinginkan


Kehamilan tidak diinginkan adalah suatu kondisi dimana pasangan (laki-laki
dan perempuan) tidak menginginkan terjadinya kelahiran sebagai salah satu
akibat perilaku seksual remaja. Anggapan-anggapan keliru seperti: melakukan
hubungan seks pertama kali, atau hubungan seks jarang dilakukan, atau
perempuan masih muda usianya, atau bila hubungan seks dilakukan sebelum atau
sesudah menstruasi, atau bila menggunakan teknik coitus interuptus (sanggama
terputus), kehamilan tidak akan terjadi merupakan pencetus semakin banyaknya
kasus unwanted pregnancy.

13

Terjadinya kehamilan di sini dapat diakibatkan oleh perilaku atau hubungan


seksual yang disengaja maupun tidak disengaja seperti perkosaan. Banyak
kejadian yang menunjukkan orang yang tidak bertanggung jawab atas kejadian
ini.
WHO pada tahun 2000 memperkirakan 2/3 kehamilan didunia
merupakan Kehamilan tidak diinginkan yaitu sekitar 50 juta /tahun. Di Indonesia
sendiri diperkirakan sekitar 1 juta perempuan mengalami Kehamilan tidak
diinginkan tiap tahunnya. Kejadian ini dapat menimpa pasangan yang belum
menikah ataupun yang sudah menikah. Bagi yang belum menikah beberapa
pasangan bertanggung jawab dengan melakukan pernikahan, sedangkan beberapa
yang lain melakukan aborsi atau pengguguran kandungan. Aborsi yang marak
terjadi di Indonesia sebagian besar termasuk dalam kategori aborsi kriminal.
Bahkan sering kali, aborsi dilakukan dengan cara tidak aman, sehingga dapat
mengakibatkan dampak-dampak tertentu.
Penyebab Kehamilan tidak diinginkan
- Penundaan dan meningkatnya usia kawin serta semakin mudanya umur saat
menarch (menstruasi pertama kali ). Hal ini menyebabkan semakin jauhnya
jarak saat menstruasi sampai dengan menikah, 'masa rawan'semakin
meningkat. Terbukti dengan meningkatnya kasus kehamilan di luar nikah.
- Kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi serta perilaku
seksual yang menyebabkan kehamilan.
- Tidak menggunakan alat kontrasepsi terutama bagi wanita yang sudah
menikah.
- Kegagalan alat kontrasepsi
- Kehamilan tersebut diakibatkan oleh pemerkosaan
- Kondisi ibu yang tidak memungkinkan, seperti menderita penyakit-penyakit
tertentu
- Pertimbangan ekonomi, tidak memiliki biaya untuk melahirkan dan
membesarkan anak.
- Alasan karir atau sekolah karena kehamilan dianggap menghalangi karir atau
pendidikan di sekolah.
- Kehamilan karena incest atau masih ada pertalian darah
- Kondisi bayi yang dikandung cacat atau jenis kelaminnya tidak sesuai
keinginan.
Pencegahan Kehamilan Tidak Diinginkan
Pencegahan Kehamilan yang Tidak Diinginkan antara lain melalui beberapa yaitu
:
Cara yang paling efektif adalah tidak melakukan hubungan seksual
sebelum menikah
Mengisi waktu luang dengan melakukan kegiatan positif seperti olahraga,
seni dan kegiatan keagamaan
Hindari perbuatan yang dapat menyebabkan dorongan seksual seperti
meraba-raba tubuh pasangan maupun menonton video porno
Memperoleh informasi tentang manfaat dan menggunakan alat
kontrasepsi, cara menggunakannya serta kemungkinan kegagalannya
Pada pasangan yang telah menikah sebaiknya memakai kontrasepsi yang
aman seperti suntikan, sterilisasi, IUD dan implant.
14

Penanganan Kasus Kehamilan Tidak Diinginkan


Diperlukan penanganan ekstra sabar dan bersahabat pada remaja. Alternatif
yang biasanya digunakan menyelesaikan kehamilan tidak diinginkan antara lain
dengan menyelesaikan secara kekeluargaan, pasangan tersebut segera menikah.
3. Memahami dan menjelaskan risiko tinggi kehamilan.
3.1.
Definisi
Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya
bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin yang
dikandungnya selama kehamilan, persalinan ataupun nifas bila dibandingkan
dengan kehamilan, persalinan dan nifas normal.
3.2.

Menentukan Kehamilan Risiko Tinggi


Cara penentuan KRT dapat dengan memakai kriteria dan juga dikelompokkan
berdasarkan skoring atau nilai. Kriteria yang dikemukakan oleh peneliti-peneliti
dari berbagai institut berbeda, namun dengan tujuan yang sama mencoba
mengelompokkan kasus-kasus risiko tinggi.
Rochyati, dkk mengemukakan kriteria KRT adalah: primimuda, primitua, umur
35 tahun atau lebih, tinggi badan kurang dari 145 cm,grandemulti, riwayat
persalinan yang buruk, bekas seksio sesaria, pre-eklampsia, hamil serotinus,
perdarahan antepartum, kelainan letak, kelainan medis, dan lain-lain.
Daely (Medan) memakai kriteria kehamilan risiko tinggi terbagi berdasarkan:
a. Komplikasi Obstetrik :
Umur (19 tahun atau > 35 tahun)
Paritas (primigravida atau para lebih dari 6)
Riwayat kehamilan yang lalu :
o 2 kali abortus
o 2 kali partus prematur
o Kematian janin dalam kandungan atau kematian perinatal
o Perdarahan paska persalinan
o Pre-eklampsi dan eklampsi
o Kehamilan mola
o Pernah ditolong secara obstetri operatif
o Pernah operasi ginekologik
o Pernah inersia uteri
Disproporsi sefalo pelvik, perdarahan antepartum, pre-eklampsi
dan eklampsi, kehamilan ganda, hidramnion, kelainan letak pada
hamil tua, dismaturitas, kehamilan pada infertilitas, persalinan
terakhir 5 tahun, inkompetensi serviks, postmaturitas, hamil
dengan tumor (mioma atau kista ovarii), uji serologis lues positif.
b. Komplikasi medis
Anemia, hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas, penyakit
saluran kencing, penyakit hati, penyakit paru dan penyakit-penyakit lain
dalam kehamilan.

3.3.

Faktor risiko
15

Keadaan dan kondisi tersebut bisa digolongkan sebagai faktor medis dan non
medis.
Faktor non medis antara lain adalah kemiskinan, ketidak tahuan, adat, tradisi,
kepercayaan, dan lain-lain. Hal ini banyak terjadi terutama pada negara
berkembang, yang berdasarkan penelitian ternyata sangat mempengaruhi
morbiditas dan mortalitas. Dimasukkan pula dalam faktor non medis adalah sosial
ekonomi rendah, kebersihan lingkungan, kesadaran memeriksakan kehamilan
secara teratur, fasilitas dan sarana kesehatan yang serba kekurangan.
Faktor medis antara lain adalah penyakit-penyakit ibu dan janin, kelainan
obstetri, gangguan plasenta, gangguan tali pusat, komplikasi persalinan, penyakit
neonatus dan kelainan genetik.
Menurut Backett faktor risiko itu bisa bersifat biologis, genetika, lingkungan
atau psikososial. Namun dalam kesehatan reproduksi kita dapat membaginya
secara lebih spesifik, yaitu:
Faktor demografi: umur, paritas dan tinggi badan
Faktor medis biologis: underlying disease, seperti penyakit jantung dan
malaria.
Faktor riwayat obstetri: abortus habitualis, SC, dan lain-lain.
Faktor lingkungan: polusi udara, kelangkaan air bersih, penyakit endemis,
dan lain-lain.
Faktor sosioekonomi budaya : pendidikan, penghasilan.
3.4.

Tanda-Tanda Bahaya pada Kehamilan


Tanda-tanda bahaya pada kehamilan adalah keadaan pada ibu hamil yang
mengancam jiwa ibu atau janin yang dikandungnya.
Tanda bahaya pada kehamilan adalah:
a. Perdarahan pervaginam
b. Sakit kepala yang hebat, menetap dan tidak menghilang
c. Perubahan visual yang hebat
d. Nyeri abdomen yang hebat
e. Bayi kurang bergerak seperti biasa
f. Pembengkakan pada wajah dan tangan

3.5.

Penatalaksanaan
Kehamilan dengan faktor resiko dapat dicegah bila gejalanya dapat ditemukan
sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikannya. Pencegahannya
dapat dilakukan dengan:
1. Ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya sedini mungkin dan teratur ke
petugas kesehatan minimal 4 kali selama kehamilan.
2. Ibu hamil mendapatkan imunisasi TT 1 dan TT 2
3. Bila ditemukan dengan kelainan resiko tinggi, pemeriksaan harus lebih sering
dan lebih intensif
4. Mengkonsumsi makanan dengan pola makan teratur dan gizi seimbang.

4. Memahami dan menjelaskan Audit Maternal Perinatal.


Tujuan umum audit maternal-perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA
di seluruh wilayah suatu kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan perinatal.
16

Tujuan khusus audit maternal-perinatal adalah:


Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara
teratur dan berkesinambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, RS pemerintah/swasta dan puskesmas, rumah bersalin, bidan
praktek swasta (BPS) di wilayah kabupaten/kota dan lintas batas
kabupaten/kota/provinsi
Menentukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang
diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan
kasus
Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan kabupaten/kota,
RS pemerintah dan swasta, puskesmas, rumah bersalin dan BPS dalam
perencanaan, pelaksaan, pemantauan dan evaluasi terhadap intervensi yang
disepakati
BATASAN DAN PENGERTIAN
Pengertian Audit maternal-perinatal adalah proses penelaahan bersama kasus
kesakitan dan kematian ibu dan perinatal serta penatalaksaannya, dengan menggunakan
informasi dan pengalaman dari suatu kelompok terkait, untuk mendapatkan masukan
mengenaai intervensi yang paling tepat dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas
pelayana KIA di suatu wilayah. Dengan demikian, kegiatan audit ini berorientasi pada
peningkatan kualitas pelayanan dengan pendekatan pemecahan masalah. Dalam
kaitannya dengan pembinaan, ruang lingkup wilayah dibatasi pada kabupaten/kota,
sebagai unit efektif yang mempunyai kemampuan pelayanan obstetrik-perinatal dan
didukung oleh pelayanan KIA sampai ke tingkat masyarakat.
Audit maternal-perinatal merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab
kesakitan dan kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan
kematian di masa yang akan datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan
menentukan hubungan antara faktor penyebab yang dapat dicegah dan
kesakitan/kematian yang terjadi. dengan kata lain istilah audit maternal-perinatal
merupakan kegiatan Death and case follow-up.
Lebih lanjut, kegiatan ini akan membantu tenaga kesehatan untuk menentukan
pengaruh keadaan dan kejadian yang mendahului kesakitan/kematian. Dari kegiatan ini
dapat ditentukan:
Sebab dan faktor-faktor terkait dalam kesakitan/kematian ibu dan perinatal
Dimana dan mengapa berbagai sistem dan program gagal dalam mencegah
kematian
Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan
Audit maternal-perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan
evaluasi sistem rujukan. Agar fungsi ini dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan:
Pengisian rekam medis yang lengkap dan benar semua tingkat pelayanan
kesehatan
Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara
otopsi verbal, yaitu wawancara kepada keluarga atau orang lain yang
mengetahui riwayat penyakit atau gejala serta tindakan yang diperoleh
17

sebelum penderita meninggal, sehingga dapat diketahui perkiraan sebab


kematian.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa
tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi dan menghormati hak pasien. Berdasarkan hal tersebut, kebijaksanaan Indonesia
Sehat 2010 dan strategi Making Pregnency Safer (MPS) sehubungan dengan audit
meternal-perinatal adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan mutu pelayanan KIA dilakukan secara terus menerus melalui
program jaga mutu di puskesmas, disamping upayaperluasan jangakauan
pelayanan. Upaya peningkatan dan pengendalian mutu antara lain dilakukan
melalui kegiatan AMP
2. Peningkatkan fungsi kabupaten/kota sebagai unit efektif yang mampu
memanfaatkan semua potensi dan peluang yang ada untuk meningkatkan
pelayanan KIA di seluruh wilayahnya
3. Peningkatan kesinambungan pelayanan KIA di tingkat pelyanan dasar
(puskesmas dan jajarannya) dan tingkat rujukan primer (RS kabupaten/kota)
4. Peningkatan kemampuan kabupaten/kota dalam perencanaan progrqm KIA
dengan memanfaatkan hasil kegiatan AMP mampu mengatasi masalah kesehatan
setempat
5. Peningkatan kemampuan menajerial dan keteampilan teknis dari para pengelola
dan pelaksana proram KIA melalui kegiatan analisis manajemen dan pelatihan
klinis
Strategi yang diambil dalam menerapkan AMP adalah:
1. Semua kabupaten/kota sebagai unit efektif dalam peningkatan pelayanan program
KIA secara bertahap menerapkan kendali mutu, yang antara lain dilakukan
melalui AMP diwilayahnya ataupun diikutsertakan kabupaten/kota lain (lintas
batas)
2. Dinas kesehatan kabupaten/kota berfungsi sebagai kodinator fasilitator yang
bekerja sama dengan RS kabupaten/kota dan melibatkan puskesmas dan unit
pelayanan KIA swasta lainnya dalam upaya kendali mutu diwilayah
kbupaten/kota
3. Ditingkat kabupaten/kota perlu dibentuk tim AMP yang selalu mengadakan
pertemuan rutin untuk menyeleksi kasus, membahas dan membuat rekomendasi
tindak lanjut berdasarkan temuan dari kegiatan audit (penghargaan dan sanksi
bagi pelaku)
4. Perencanaan program KIA dibuat dengan memanfaatkan hasil temuan dari
kegiatan audit sehingga diharapkan berorientasi kepada pemecahan masalah
setempat
5. Pembinaan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, bersama-sama RS
kabupaten/kota (untuk aspek teknik medis) dilaksanakan langsung pada saat audit
atau secara rutin dalam bentuk yang disepakati oleh tim AMP
LANGKAH DAN KEGIATAN
18

Langkah-langkah dan kegiatan ditingkat AMP di tingkat kabupaten/kota sebagai berikut:


1. Pembentukan tim AMP
2. Penyebarluasan informasi dan petunjuk teknis pelaksanaan AMP
3. Menyusun rencana kegiatan (POA) AMP
4. Orientasi pengelola program KIA dan pelaksanaan AMP
5. Pelaksanaan kegiatan AMP
6. Penyusunan rencana tindak lanjut terhadap temuan dari kegiatan audit oleh dinkes
kabupaten/kota bekerja sama dengan RS
7. Pemantauan dan evaluasi
Rincian kegiatan AMP yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Tingkat kabupaten/kota
1. Menyampaikan informasi dan menyamakan persepsi dengan pihak terkait
mengenai pengertian dan pelasksanaan AMP di kabupaten/kota
2. Menyusun tim AMP di kabupaten/kota, yang susunannya disesuaikan
dengan situasi dan kondisi setempat. Secara umum, susunan tim
disarankan sebagai berikut:
Pelindung
: Bupati/walikota kepala daerah
Ketua
: Kadinkes kab/kota
Wakil ketua : Direktur RS kab/kota
Sekretaris
: Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan RS
Dokter spesialis anak RS
Tim ahli
: SpOG
SpA
Dokter ahli lainnya
Anggota
: 1. Kasubdin dan kasi yang menangani program KIA
2. Kasubdin dan kasi yang menangani Yankes dasar dan
rujukan
3. Dokter umu dibagian kebidanan kandungan dan bagian
anak di RS kab/kota
4. Wakil dari unit pelayanan KIA lainnya yang berpotensi
dalam memberikan masukan atau sumbangan pemikiran
( misalnya RS swasta, puskesmas, organisasi profesi, dll)
Tim ini juga menghimpun sumber daya yang dimanfaatkan dan
mengidentifikasi siapa mengerjakan apa
3. Melaksanakan AMP secara berkala dengan melibatkan:
Para kepala puskesmas dan pelaksana pelayanan KIA di
puskesmas dan jajarannya

Dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan serta dokter


spesialis anak/ dokter ahli lain RS kab/kota dan staf yang terkait
Kepala dinas kab/kota dan staf pengelola program terkait
Pihak yang terkait, sesuai kebutuhan, misalnya bidan praktik
swasta, petugas rekam medik kab/kota, dll
Pada awal kegiatan, pihak yang mutlak perlu dilibatkan adalah puskesmas
di wilayah kab/kota dan RS kab/kota. Secara bertahap sesuai kebutuhan,
dinkes kab/kota dapat melibatkan pihak lain tersebut diatas
4. Melaksanakan kegiatan AMP lintas batas kab/kota/propinsi
5. Melaksanakan kegiatan tindak lanjut yang telah disepakati dalam
pertemuan tim AMP
19

6.

Melakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan audit serta tindak lanjutnya


dan melaporkan hasil kegiatannya ke dinas kesehatan propinsi untuk
memohon dukungan
7. Memanfaatkan hasil kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
pengelolaan program KIA secara berkelanjutan
b. Tingkat puskesmas
1. Menyampaikan informasi kepada staf puskesmas terkait mengenai
upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA melalui kegiatan AMP
2. Melakukan pencatatan atas kasus kesakitan dan kematian ibu serta
perinatal dan penanganannya atau rujukannya untuk kemudian
dilaporkan ke dinas kesehatan kan.kota
3. Mengikuti pertemuan AMP kab/kota
4. Melakukan pelacakan sebab kematian ibu/perinatal (otopsi verbal)
selambat-lambatnya 7 hari setelah menerima laporan. Informasi ini
harus dilaporkan ke dinkes kab/kota selambat-lambatnya dalam waktu
1 bulan. Temuan otopsi verbal dibicarakan dalam pertemuan audit di
kab/kota.
5. Mengikuti atau melaksanakan kegiatan peningkatan kualitas pelayanan
KIA sebagai tindak lanjut dari temuan kegiatan audit
6. Membahas kasus pertemuan AMP di kab/kota
7. Membahas hasil tindak lanjut AMP non medis dengan LS terkait
c. Tingkat propinsi
1. Menyebarluaskan pedoman teknis AMP kepada seluruh kab/kota
2. Menyamakan kerangka pikir dan menyusun rencana kegiatan
pengembangan kendali mutu pelayanan KIA melalui AMP bersama
kab/kota yang akan difasilitasi secara intensif
3. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan di kab/kota
4. Memberikan dukungan teknis dan manajerial kepada kab/kota sesuai
kebutuhan
5. Merintis kerjasama dengan sektor lain untuk kelancaran pelaksanaan
tindak lanjut temuan dari kegiatan audit yang berkaitan dengan sektor
diluar kesehatan
6. Memfasilitasi kegiatan AMP lintas batas kab/kota/profinsi
d. Tingkat pusat
Melakukan fasilitasi pelaksanaan AMP sebagai salah satubentuk upaya
peningkatan mutu pelayanan KIA di wilayah kab/kota serta peningkatan
kesinambungan pelayanan KIA ditingkat dasar dan di tingkat rujukan primer
METODA
Metoda pelaksanaan AMP sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan pertemuan dilakukan teratur sesuai kebutuhan oleh dinas
kesehatan kab/kota bersama dengan RS kab/kota, berlangsung sekitar 2 jam.
Pertemuan sebaiknya dilakukan di RS kab/kota dan kadinkes/direktur RS
memimpin acara tetapi moderator pembahasan klinik adalah dokter ahli.
Presentasi kasus dilakukan oleh dokter/bidan RS kab/kota atau puskesmas
terkait, tergantung dimana kasus ditangani

20

2. Kasus yang dibahas dapat berasal dari kab/kota atau puskesmas. Semua kasus
ibu/perinatal yang meninggal di RS kab/kota/puskesmas hendaknya di audit,
demikian pula kasus kesakitan yang menarik dan dapat diambil pelajaran
darinya
3. Audit yang dilaksanakan lebih bersifat mengkaji riwayat penanganan kasus
sejak dari:
Timbulnya gejala pertama dan penanganan oleh keluarga/tenaga kesehatan
dirumah
Siapa saja yang memberikan pertolongan dan apa saja yang telah
dilakukan
Sampai kemudian meninggal atau dapat dipertahankan hidup. Dari
pengkajian tersebut diperoleh indiksai dimana letak kesalahan/kelemahan
dalam penanganan kasus. Hal ini memberi gambaran kepada pengelola
program KIA dalam menentukan apa yang perlu dilakukan untuk
mencegah kesakitan/kematian ibu/perinatal yang tidak perlu terjadi.
Kesimpulan hasil dicatat dalam from MA untuk kemudian disampaikan
dan dibahas oleh tim AMP dalam merencanakan kegiatan tindak lanjut
secara nyata
4. Pertemuan ini bersifat pertemuan penyelesaian masalah dan tidak bertujuan
untuk menyalahkan atau memberi sanksi salah satu pihak
5. Dalam tiap pertemuan dibuat daftar hadir, notulen hasil pertemuan dan rencana
tindak lanjut yang akan disampaikan dan dibahas dalam pertemuan tim AMP
yang akan datang
6. RS kab/kota dan puskesmas membuat laporan bulanan kasus ibu perinatal ke
dinas kab/kota dengan memakai format yang disepakati
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Dalam melaksanakan AMP ini diperlukan mekanisme pencatatan yang akurat baik
ditingkat puskesmas maupun di tingkat RS kab/kota. Pencatatan yang diperlukan adalah
sebagai berikut:
a. Tingkat puskesmas
Selain menggunakan rekam medis yang suadah ada di puskesmas, ditambahkan
pula;
1. Form R (formulir Rujukan Maternal dan Perinatal)
2. Form OM dan OP (formulir otopsi Verbal maternal dan perinatal)
form OM digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas dan
perinatal yang meninggal, sedangkan form OP untuk otopsi verbal perinatal
yang meninggal. Untuk mengisi formulir tersebut dilakukan wawancara
terhadap keluarga yang meninggal oleh tenaga puskesmas
b. RS kabupaten/kota
Formulir yang dipakai adalah
1. Form MP (formulir maternal dan perinatal) form ini mencatat semua data
dasar ibu bersalin/nifas dan perinatal yang masuk ke RS. Pengisiannya dapat
dilakukan oleh perawat
2. Form MA (formulir Medical Audit) form ini dipakai untuk menulis
hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun perinatal, yang mengisi format
ini adalah dokter yang bertugas di bagian kebidanan dan kandungan (untuk
kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus perinatal)
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang yaitu:
21

1. Laporan dari RS kab/kota ke dinkes (LAP RS) laporan bulanan ini berisi
informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab kematian) ibu dan
bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit kandungan serta bagian anak
2. Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kab/kota (LAP PUSK)
3. Laporan dari dinkes kab/kota ke tingkat dinkes propinsi (LAP KAB/KOTA)
laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal yang
ditangani oleh RS kab/kota, puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnyaserta
tingkat kematian dari tiap jenis komplikasi. Laporan ini merupakan
rekapitulasi dari form MP dan form R yang hendaknya diusahakan agar tidak
terjadi duplikasi pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS.
pada tahap awal, jenis kasus yang dilaporkan adalah komplikasi yang paling
sering terjadi pada ibu maternal dan perinatal.
4.1.

Angka Kematian Ibu.


Konsep
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian
dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya
kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain
sepertikecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).
Definisi
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat
hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan
tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan
bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.
Cara Menghitung
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan
dinyatakan per 100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan
angka fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian
maternal per 100.000 kelahiran.
Jumlah Kematian Ibu
xK
AKI = Jumlah Kelahiran Hidup
Dimana:
Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang
disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah
melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun
tertentu, di daerah tertentu.
Konstanta =100.000 bayi lahir hidup.
Keterbatasan
AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang
besar, mengingat kejadian kematian ibu adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu

22

kita umumnya dignakan AKI yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan
perencanaan program.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu dan perinatal :
1. Faktor medik : beberapa faktor medik yang melatarbelakangi adalah faktor
risiko
a. Usia saat ibu hamil
b. Jumlah anak
c. Jarak antara kehamilan
Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas :
a. Perdarahan pervaginam, khususnya pada kehamilan trimester tiga,
persalinan dan pasca persalinan.
b. Infeksi
c. Pre-eklampsi
d. Komplikasi akibat partus lama
e. Trauma persalinan.
Keadaan yang memperburuk derajat kesehatan ibu hamil :
a. Kekurangan gizi dan anemia
b. Bekerja (fisik) berat selama kehamilan
2. Faktor non medik :
a. Kurangnya kesadaran ibu untuk mendapat pelayanan antenatal
b. Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko tinggi
c. Ketidakberdayaan sebagian besar ibu hamil di pedesaan dalam
pengambilan keputusan untuk dirujuk
d. Ketidakmampuan sebagian besar ibu hamil untuk membayar biaya transpor
dan perawatan RS
3. Faktor pelayanan kesehatan :
a. Berbagai aspek manajemen yang belum menunjang antara lain :
- Belum semua Dati II memberi prioritas yang memadai untuk program
KIA
- Kurangnya komunikasi dan koordinasi antara Dinkes Dati II, RS Dati II
dan puskesmas dalam upaya kesehatan ibudan perinatal
- Belum mantapnya mekanisme rujukan dari puskesmas ke RS Dati II atau
sebaliknya
b. Berbagai keadaan yang berkaitan dengan keterampiplan pemberi pelayanan
KIA masih merupakan faktor penghambat
- Belum ditetapkannya prosedur tetap penanganan kasus kegawatdaruratan
kebidanan dan perinatal secara konsisten
- Kurangnya pengalaman bidan di desa yang baru ditempatkan dalam
mendeteksi dan menangani ibu/bayi resiko tinggi
- Kurang mantapnya keterampilan bidan di puskesmas dan bidan praktik
klinik swasta untuk ikut aktif dalam jaringan sistem rujukan saat ini
- Terbatasnya keterampilan dokter puskesmas dalam menangani kegawat
daruratan kebidanan dan perinatal

23

- Kurangnya alih teknologi tepat guna (yang sesuai dengan permasalahan


setempat) dari dokter spesialis RS II kepada dokter/bidan puskesmas.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sudah berhasil diturunkan secara
signifikan dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 (SDKI 1991)
menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI 2007). Sesuai
target MDGs, AKI harus diturunkan sampai 102 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2015. Untuk dapat mencapai target MDGs, diperlukan terobosan dan upaya
keras dari seluruh pihak, baik Pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat.
Terjadinya kematian ibu terkait dengan faktor penyebab langsung dan
penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia
masih didominasi oleh perdarahan, eklampsia, dan infeksi. Sedangkan faktor
tidak langsung penyebab kematian ibu karena masih banyaknya kasus 3 Terlambat
dan 4 Terlalu, yang terkait dengan faktor akses, sosial budaya, pendidikan, dan
ekonomi. Kasus 3 Terlambat meliputi:
Terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil keputusan
Terlambat dirujuk
Terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
Berdasarkan Riskesdas 2010, masih cukup banyak ibu hamil dengan faktor risiko 4
Terlalu, yaitu:
Terlalu tua hamil (hamil di atas usia 35 tahun) sebanyak 27%
Terlalu muda untuk hamil (hamil di bawah usia 20 tahun) sebanyak 2,6%
Terlalu banyak (jumlah anak lebih dari 4) sebanyak 11,8%
Terlalu dekat (jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun)
Hasil Riskesdas juga menunjukkan bahwa cakupan program kesehatan ibu dan
reproduksi umumnya rendah pada ibu-ibu di pedesaan dengan tingkat pendidikan
dan ekonomi rendah. Secara umum, posisi perempuan juga masih relatif kurang
menguntungkan sebagai pengambil keputusan dalam mencari pertolongan untuk
dirinya sendiri dan anaknya. Ada budaya dan kepercayaan di daerah tertentu yang
tidak mendukung kesehatan ibu dan anak. Rendahnya tingkat pendidikan dan
ekonomi keluarga berpengaruh terhadap masih banyaknya kasus 3 Terlambat dan 4
Terlalu, yang pada akhirnya terkait dengan kematian ibu dan bayi.
Dalam rangka percepatan penurunan AKI guna mencapai target MDGs tahun
2015, Direktorat Bina Kesehatan Ibu telah merumuskan skenario percepatan
penurunan AKI sebagai berikut:
Target MDG 5 akan tercapai apabila 50% kematian ibu per provinsi dapat
dicegah/dikurangi.
Kunjungan antenatal pertama (K1) sedapat mungkin dilakukan pada trimester
pertama, guna mendorong peningkatan cakupan kunjungan antenatal empat
kali (K4).
Bidan Di Desa sedapat mungkin tinggal di desa, guna memberikan kontribusi
positif untuk pertolongan persalinan serta pencegahan dan penanganan
komplikasi maternal.
Persalinan harus ditolong tenaga kesehatan dan sedapat mungkin dilakukan
di fasilitas kesehatan.
24

Pelayanan KB harus ditingkatkan guna mengurangi faktor risiko 4 Terlalu.


Pemberdayaan keluarga dam masyarakat dalam kesehatan reproduksi
responsif gender harus ditingkatkan untuk meningkatkan health care seeking
behaviour.

Permasalahan kesehatan, termasuk kematian ibu, merupakan tanggung jawab


bersama dan tidak akan dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan sendiri. Oleh
karena itu, Kementerian Kesehatan terus menggalang kerja sama lintas sektor, baik
dengan Kementerian/Lembaga lain, Pemerintah Daerah, sektor swasta, kalangan
akademisi, organisasi profesi, serta masyarakat. Perhatian khusus dan upaya keras
semua pihak tersebut menjadi modal bagi pencapaian target penurunan AKI
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
5. Memahami dan menjelaskan hubungan suami istri diluar pernikahan dan aborsi dalam
sudut pandang Islam.
a. Hubungan suami istri diluar pernikahan dalam sudut pandang Islam
1. HUKUM ZINA
Perbuatan zina diharamkan dlm syari'at islam, termasuk dosa besar,
berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
Firman Allah Subhanahu wa Ta'alal: Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan nan keji. Dan suatu jalan
nan buruk. [al-Isr/17:32]
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: Dan orang-orang nan tak menyembah
ilah nan lain beserta Allah & tak membunuh jiwa nan diharamkan Allah
(membunuhnya) kecuali dgn (alasan) nan benar, & tak berzina,
barangsiapa nan melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat
(pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya
pada hari kiamat & dia akan kekal dlm azab itu, dlm keadaan terhina. [alFurqn/25: 68-69]
2. HUKUMAN PEZINA.
Pelaku zina ada nan berstatus telah menikah (al-Muhshn) & ada pula nan
belum menikah (al-Bikr). Keduanya memiliki hukuman berbeda.
Hukuman pezina diawal Islam berupa kurungan bagi nan telah menikah &
ucapan kasar & penghinaan kepada pezina nan belum menikah (al-Bikr). Allah
Azza wa Jalla berfirman: Dan (terhadap) para wanita nan mengerjakan
perbuatan keji, hendaklah ada 4 orang saksi di antara kamu (yang
menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka
kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dlm rumah sampai mereka menemui
ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan nan lain kepadanya. Dan terhadap 2
orang nan melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman
kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat & memperbaiki diri, maka
biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang. [an-Nis`/ 4:15-16]
Pezina al-Muhshn
Pezina nan pernah menikah (al-Muhshn) dihukum rajam (dilempar
dgn batu) sampai mati. Hukuman ini berdasarkan al-Qur`an, hadits
25

mutawatir & ijma' kaum muslimin(*7). Ayat nan menjelaskan tentang


hukuman rajam dlm al-Qur`an meski telah dihapus lafadznya namun
hukumnya masih tetap diberlakukan. Umar bin Khatthab Radhiyallahu
'anh menjelaskan dlm khuthbahnya:

:

.

Sesungguhnya Allah telah menurunkan al-Qur`an kepada NabiNya
& diantara nan diturunkan kepada beliau adalah ayat Rajam. Kami telah
membaca, memahami & mengetahui ayat itu. Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam telah melaksanakan hukuman rajam & kamipun telah
melaksanakannya setelah beliau. Aku khawatir apabila zaman telah
berlalu lama, akan ada orang-orang nan mengatakan: Kami tak
mendapatkan hukuman rajam dlm kitab Allah sehingga mereka sesat
lantaran meninggalkan kewajiban nan Allah Azza wa Jalla telah turunkan.
Sungguh (hukuman) rajam adalah benar & ada dlm kitab Allah utk orang
nan berzina apabila telah pernah menikah (al-Muhshn), bila telah terbukti
dgn pesaksian atau kehamilan atau pengakuan sendiri. (*8)

Pezina nan Tidak al-Muhshn


Pelaku perbuatan zina nan belum memenuhi kriteria al-muhshn, maka
hukumannya adalah dicambuk sebanyak seratus kali. Ini adalah
kesepakatan para ulama berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
Perempuan nan berzina & laki-laki nan berzina, maka deralah
(cambuklah) tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera (cambuk).
[An-Nr/24:2]
Al-Wazr rahimahullah menyatakan: Para ulama sepakat bahwa
pasangan nan belum al-muhshn & merdeka (bukan budak-red), apabila
mereka berzina maka keduanya dicambuk (dera), masing-masing seratus
kali.

b. Aborsi dalam sudut pandang Islam


1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga
pendapat :
Pendapat Pertama : Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya
boleh. Bahkan sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut
dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 )
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, SyafiI, dan Hambali.
Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh
Fathul Qadir : 2/495 )

26

Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Masud di atas yang menunjukkan bahwa
sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna,
serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.
Pendapat kedua : Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya
makruh. Dan jika sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi
haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak
boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk
kehati-hatian . Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan
Imam Romli salah seorang ulama dari madzhab SyafiI . ( Hasyiyah Ibnu Abidin
: 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
Pendapat ketiga : Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya
haram. Dalilnya bahwa air mani sudah tertanam dalam rahim dan telah
bercampur dengan ovum wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka
merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat ini dianut oleh Ahmad
Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin :
2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah
dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati.
Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak
dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang
bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di
dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu
bentuk Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk
kepentingan medis dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam
katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan
yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas.
2. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin
setelah peniupan roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah
berumur empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu
Masud di atas. Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis
pada saat itu, dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk
dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada
sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin
nantinya akan membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para
ulama berbeda pendapat:
Pendapat Pertama : Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan
roh hukumnya tetap haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan
27

membahayakan keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh


Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :



Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. ( Q.S. Al
Israa: 33 )
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang
keberadaan janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan
kaidah fiqhiyah : Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan
sesuatu yang masih ragu., yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup
rohnya yang merupakan sesuatu yang pasti , hanya karena kawatir dengan
kematian ibunya yang merupakan sesuatu yang masih diragukan. ( Hasyiyah
Ibnu Abidin : 1/602 ).
Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan
tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika
sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.
Pendapat Kedua : Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan
roh kepadanya, jika hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan
ibu dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada
menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara
yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya terakhir.
( Mausuah Fiqhiyah : 2/57 )
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu
kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu Alam.
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat
bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang
menggugurkan kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu
alasan syarI hukumnya adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa
yang diharamkan Allah swt.
Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus
Profocatus Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan
jiwa, khususnya janin yang belum ditiupkan roh di dalamnya.

28

DAFTAR PUSTAKA
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/335
http://www.alsofwa.com/12215/2833-konsultasi-hukum-melakukan-hubungan-badan-di-luarnikah.html
http://almanhaj.or.id/content/3362/slash/0/islam-dan-aborsi-satu-tinjaun-hukum-fikih/
http://able.student.umm.ac.id/2010/07/08/perilaku-menyimpang-remaja-dan-solusiya/
Notoadmodjo S. Prinsip-Prinsip Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2003. Rineka Cipta. Jakarta
Safrudin. Hamidah. Kebidanan Komunitas. 2007. EGC. Jakarta
Sari MP. Audit Maternal Perinatal. Mega-purnama-sari.blogspot.com/2012/05/satuan-acarapenyuluhan.html
Wiyono. Manajemen Kesehatan Ibu dan anak. 2008. Duta Prima Airlangga. Surabaya

29

Anda mungkin juga menyukai