Anda di halaman 1dari 97

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN

NILAI DENGAN ARUS PIUTANG PADA


PT. AT

Oleh
RICKY INDRA PUTRA KASDANA

2002-12-505

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT


DALAM MENCAPAI GELAR SARJANA EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
JAKARTA
2010

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN


NILAI DENGAN ARUS PIUTANG PADA
PT AT

SKRIPSI
Diterima dan Disetujui untuk Diujikan

Jakarta, 27 Januari 2010


Dosen Pembimbing Skripsi

(Swee Hin, SE.)

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama

: Ricky Indra Putra Kasdana

NIM

: 2002-12-505

Jurusan

: Akuntansi

Fakultas

: Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Penerapan Pajak Pertambahan Nilai


dengan Arus Piutang pada PT AT

Dengan ini menyatakan bahwa hasil penulisan Skripsi yang telah saya
buat ini merupakan hasil karya saya sendiri dan benar keasliannya. Apabila
ternyata di kemudian hari penulisan Skripsi ini merupakan hasil plagiat atau
penjiplakan

terhadap

karya

mempertanggungjawabkan

orang

sekaligus

lain,

maka

bersedia

saya

menerima

bersedia
sanksi

berdasarkan aturan tata tertib di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,


Jakarta.

Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak
dipaksakan.

Penulis,

(Ricky Indra Putra Kasdana)

PENGESAHAN SKRIPSI
Nama Mahasiswa

: Ricky Indra Putra Kasdana

NIM

: 2002-12-505

Judul Skripsi

: Analisis Penerapan Pajak Pertambahan


Nilai dengan Arus Piutang pada PT AT

Pembimbing Skripsi,

(Swee Hin, SE.)

Tanggal Lulus : 22 Maret 2010

Mengetahui.

Ketua Panitia Ujian,

Ketua Program Studi Akuntansi,

( DR. Sofian Sugioko )

( Loh Wenny Setiawati, S.E., M.Ak. )

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .........................................................................................

DAFTAR TABEL ................................................................................

iv

DAFTAR GAMBAR .............................................................................

KATA PENGANTAR ...........................................................................

vi

ABSTRAK

.......................................................................................

ix

PENDAHULUAN ....................................................................

1.1 Latar Belakang Permasalahan .......................................

1.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah ..............................

1.2.1 Rumusan Masalah ................................................

1.2.2 Pembatasan Masalah ............................................

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................

1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................

1.5 Sistematika Penulisan ....................................................

BAB II TINJAUAN LITERATUR .......................................................

BAB I

2.1 Dasar

Dasar Perpajakan .............................................

2.1.1 Definisi Pajak ........................................................

2.1.2 Fungsi Pajak .........................................................

2.1.3 Jenis Pajak ............................................................

10

2.1.4 Syarat Pemungutan Pajak ....................................

12

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak ....................................

13

2.1.6 Asas Pemungutan Pajak .......................................

15

2.2 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan .................

15

2.2.1 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) .......................

18

2.2.2 Surat Pemberitahuan (SPT) ..................................

19

2.3 Pajak Pertambahan Nilai ................................................

22

2.3.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai ....................

22

2.3.2 Subjek Pajak Pertambahan Nilai ...........................

24

2.3.3 Objek Pajak Pertambahan Nilai .............................

26

2.3.4 Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai ..................

27

2.3.5 Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak PPN .................

31

2.3.6 Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai ...........

33

2.3.7 Saat dan Tempat Terutangnya Pajak Pertamabahan


Nilai ........................................................................

33

2.3.8 Pajak Keluaran dan Pajak Masukan ......................

37

2.3.9 Faktur Pajak ...........................................................

38

2.3.10 Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan ............

41

2.3.11 Pajak Masukan yang Dapat dan Tidak Dapat


Dikreditkan.............................................................

42

2.3.12 Pajak Masukan yang Dapat Diminta Kembali .......

45

2.3.13 Restitusi ................................................................

46

2.4 Piutang Usaha ................................................................

47

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PEMBAHASAN ......................

48

3.1 Sejarah Singkat PT AT ...................................................

48

3.2 Visi dan Misi Perusahaan ...............................................

48

3.3 Struktur Organisasi Perusahaan dan Pembagian Tugas

49

3.4 Kebijakan Akuntansi Perusahaan ...................................

52

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ..........................................

54

4.1 Pelaksanaan Pajak Pertamabahan Nilai ........................

54

4.1.1 Faktur Pajak yang Digunakan PT AT 56


4.2 Pajak Keluaran PT AT .....................................................

57

4.2.1 Penyerahan Jasa Kena Pajak Perusahaan ...........

58

4.2.2 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai pada Pajak


Keluaran ................................................................
4.2.3 Rekonsiliasi Pajak Keluaran dengan Perkiraan

ii

58

Penjualan...............................................................

62

4.2.4 Rekonsiliasi Pajak Keluaran dengan Perkiraan


Piutang Usaha.......................................................

63

4.3. Pajak Masukan PT AT ....................................................

66

4.3.1 Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena


Pajak .....................................................................

66

4.3.2 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai pada Pajak


Masukan................................................................

67

4.3.3 Rekonsiliasi PPN Dibayar Dimuka dengan Perkiraan


dalam Neraca ........................................................

69

4.4 Pelaporan dan Penyetoran PPN......................................

74

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .....................................................

77

5.1 Simpulan .........................................................................

77

5.2 Saran ..............................................................................

78

LAMPIRAN .......................................................................................

80

DAFTAR RUJUKAN ...........................................................................

83

iii

DAFTAR TABEL

4.1 Daftar Harga Akses Internet PT AT .............................................

59

Desember 2008 .............

60

4.2 Pajak Keluaran, Masa Pajak Januari

4.3 Rekapitulasi Jumlah Penjualan Barang dan Jumlah Pajak


Keluaran Tahun 2008 ..................................................................

63

4.4 Rekapitulasi Pelunasan Penjualan Kredit Melalui Bank Lippo


Selama Tahun 2008 .....................................................................
4.5 Pajak Masukan, Masa Pajak Januari

68

4.6 Rekapitulasi Pajak Lebih Bayar atau Kurang Bayar Tahun 2008 ..

73

4.7 Tanggal Penyetoran dan Pelapo

iv

Desember 2008

64

DAFTAR GAMBAR

3.1 Struktur Organisasi PT AT ..............................................................

50

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kepada Allah SWT karena berkat ridho dan
rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana S1 Ekonomi Jurusan Akuntansi
di Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dilihat dari segi
penguasaan ilmu maupun dari cara penyajiannya. Hal ini dikarenakan
keterbatasan kemampuan dari Penulis dalam menyusun skripsi ini.
Akhirnya pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih
terutama kepada kedua orang tua dan keluarga besar, karena atas doa,
dukungan, kasih sayang, dan yang selama ini banyak memberi bantuan baik
moril maupun materil sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Juga
semua pihak-pihak yang telah memberikan bantuan untuk segala arahan
yang sangat membantu Penulis dalam membuat skripsi ini. Oleh karena itu
dalam kesempatan ini dan dengan segala kerendahan hati, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bpk. Dr. Eddy Haryadi, S.E., M.T.M.I. selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Unika Atma Jaya Jakarta beserta para Pembantu Dekan.
2. Bpk. Swee Hin, S.E. Selaku pembimbing skripsi penulis, atas segala
waktu dan bimbingan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

vi

3. Bpk. Drs. Frans Bararuallo, M.M. selaku penasehat akademik yang telah
memberikan bimbingan, nasehat dan arahan selama masa kuliah.
4. Ibu Loh Wenny Setiawati, S.E., M.Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi di Unika Atmajaya dan seluruh dosen

dosen serta

karyawan sekretariat Fakultas Ekonomi.


5. Manajemen PT AT, atas kerjasamanya yang telah banyak membantu
penulis dalam memberikan data yang dibutuhkan sehingga penulisan
skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
6. My Brother Nasa, Thank you so much.
7. R. Kamelia Pradita (Dita), orang yang penulis sayangi. Terima kasih atas

dapat terus bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.


8. Poys, sepupu Dita. Terima kasih atas masukkan yang diberikan dan
modem nya guna mencari infomasi
9. Sahabat

informasi yang diperlukan.

sahabat penulis yang selalu ada di Wanachala : Achong, Adit,

Aurigae, Bobby, Hendra, Sandy, Wisnu dan semua teman

teman yang

tidak dapat disebutkan satu persatu. Semuanya selalu memberikan


bantuan, semangat, dan motivasi kepada penulis.
10. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan namanya,
terima kasih atas dukungan dan bantuannya atas penulisan skripsi ini.

vii

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pembaca terutama keterkaitannya dengan perkembangan pajak guna
membiayai pembangunan di masa yang akan datang.

Depok, 27 Januari 2010


Penulis

( Ricky Indra Putra Kasdana )

viii

ABSTRAK

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama di


Indonesia di samping sumber minyak bumi dan gas alam yang sangat
penting peranannya bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Untuk itu
pemerintah memberikan suatu perangkat peraturan yang jelas guna
meningkatkan penerimaan melalui pajak, yang salah satunya adalah melalui
Pajak Pertambahan Nilai.
Dengan system pemungutan pajak self assessment yang berarti
penghitungan sendiri pajak yang terutang oleh wajib pajak maka pemerintah
memberikan

kepercayaan

penuh

kepada

wajib

pajak

untuk

memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya dan


pemerintah hanya akan mengawasi kewajiban perpajakan dari para wajib
pajak.
PT AT merupakan sebuah perusahaan jasa yang bergerak di bidang
telekomunikasi. Sebagai Pengusaha Kena Pajak yang berkewajiban untuk
membuat faktur pajak, karena faktur pajak adalah bukti yang menjadi sarana
pelaksanaan cara kerja pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa PT AT telah menerapkan
mekanisme pengkreditan pajak keluaran dan pajak masukan setiap
bulannya. PT AT telah melaporkan seluruh pengkreditan pajak keluaran dan
pajak masukan dengan menggunaka SPT Masa PPN dan dalam bentuk
formulir 1107 beserta lampiran SPT Masa PPN dan tidak melebihi batas

ix

waktu yang ditetapkan yaitu tanggal 20 bulan berikutnya. Berdasarkan


Laporan SPT Masa PPN 1107 bahwa atas kondisi lebih bayar, perusahaan
telah mengkompensasikan ke masa pajak berikutnya.

Jakarta, 27 Januari 2010


Dosen Pembimbing Skripsi,

Swee Hin, SE.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Permasalahan


Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama di

Indonesia disamping sumber minyak bumi dan gas alam yang sangat penting
peranannya

bagi

kelangsungan

hidup

bangsa

Indonesia.

Untuk

melaksanakan pembangunan nasional serta untuk membiayai kegiatan dan


kebutuhan Negara maka pemerintah membutuhkan dana yang banyak
jumlahnya. Sektor perpajakan merupakan salah satu sumber penerimaan
dalam negeri yang utama bagi Indonesia, untuk menghimpun dana tersebut
mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan potensial
sebagai sumber pajak.
Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari
sektor privat (perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya
tersebut akan mempengaruhi arus dana (cash flow), daya beli (purchasing
power), dan kemampuan belanja (spending power) sektor privat.
Oleh karena itu pemerintah senantiasa berupaya untuk meningkatkan
jumlah penerimaan dari sektor perpajakan. Salah satu upayanya yaitu
dengan melakukan berbagai pembaharuan di bidang perpajakan termasuk di
dalamnya meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk mau melaksanakan
kewajiban perpajakannya sesuai denga ketentuan yang berlaku.

Sistem perpajakan terdahulu yaitu official assessment system dimana


penetapan besarnya pajak yang menjadi kewajiban pajak adalah wewenang
sepenuhnya dari petugas pajak (fiskus). Sistem pemungutan pajak yang
dianut di Indonesia saat ini adalah self assessment system. Self assessment
system merupakan sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak diberikan
kepercayaan penuh oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menghitung,
membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Dari berbagai jenis pajak yang telah ditetapkan oleh pemerintah,
Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu jenis pajak yang diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi penerimaan negara.
Sekarang ini, PPN menduduki tempat yang sangat penting karena meliputi
seluruh lapisan masyarakat dan hasilnya akan mempunyai peranan besar
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), bahkan
diharapkan hasilnya lebih besar dari pada Pajak Penghasilan (PPh) karena
seluruh rakyat Indonesia akan terlibat di dalam PPN dari yang kurang
mampu hingga yang mampu. Setiap warga masyarakat akan membeli
barang kebutuhan hidupnya yang hampir seluruhnya merupakan hasil
produksi yang kena PPN. Jadi, jumlah orang yang membayar PPN akan jauh
lebih besar dari jumlah wajib pajak Pajak Penghasilan.
Pajak Pertambahan Nilai telah menjadi salah satu pilar perpajakan
dan mulai diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1983, yaitu sehubungan

dengan peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan Pajak Pertambahan


Nilai yaitu Undang

Undang No.8 Tahun 1983.

Sehubungan dengan perkembangan yang pesat dalam kehidupan


nasional, khususnya di bidang perekonomian, termasuk perkembangan
bentuk

bentuk dan praktek penyelenggaraan kegiatan usaha yang belum

tertampung dalam UU No.8 Tahun 1983, maka pemerintah memandang


perlu untuk melakukan penyempurnaan terhadap UU No.8 Tahun 1983
sebagaimana yang telah diubah dengan UU No.11 Tahun 1994 dan
kemudian direvisi kembali menjadi UU No.18 Tahun 2000 yang berlaku mulai
tanggal 1 Januari 2001, atau disebut dengan Undang

undang Pajak

Pertambahan Nilai Tahun 1984 (UU PPN Tahun 1984) mengatur pengenaan
atas Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM).
Berdasarkan hal

hal yang telah diungkapkan di atas, maka studi ini

ingin mengetahui bagaimana mekanisme pencatatan PPN pada PT AT


dengan judul Analisis Penerapan Pajak Pertambahan Nilai dengan Arus
Piutang pada PT AT .

1.2

Rumusan dan Pembatasan Masalah


Untuk mendapatkan suatu pembahasan yang jelas maka perlu

ditentukan pembatasan dari masalah yang akan dibahas. Hal ini penting agar
pihak lain yang membaca hasil penelitian ini dapat memahami masalah yang

sebenarnya dimaksud sehingga tidak menyimpang atau meluas ke masalah


yang lain.

1.2.1 Rumusan Masalah


Ada beberapa hal yang menjadi permasalahan yang akan dibahas :
1. Bagaimana

pelaksanaan

kegiatan

pemungutan,

perhitungan,

penyetoran, dan pelaporan PPN yang dilakukan PT AT?


2. Apakah pelaksanaan kegiatan pemungutan, perhitungan, penyetoran,
dan pelaporan PPN sudah sesuai dengan peraturan undang

undang

yang berlaku?
3. Hubungan laporan SPT Masa PPN dengan laporan keuangan?

1.2.2 Pembatasan Masalah


1. Jenis pajak yang akan dibahas adalah Pajak Pertambahan Nilai.
2. Tahun pajak yang dipakai adalah tahun pajak 2008.
3. Ketentuan peraturan perundangan yang dipakai adalah UU No. 18
Tahun 2000 beserta peraturan pelaksanaan lainnya.

1.3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan yang diangkat maka penulisan

skripsi ini bertujuan untuk :


1. Mengevaluasi perhitungan, pembayaran pajak, dan pelaporan SPM
PPN setiap bulannya, dari Januari sampai dengan Desember 2007.
Kemudian

menganalisa

apakah

ada

kemungkinan

melakukan

pelanggaran, atau tidak dipenuhinya peraturan yang ada sehingga


menyebabkan perusahaan dikenakan sanksi-sanksi perpajakan.
2. Melakukan rekonsiliasi antara Laporan SPM-PPN dari Januari sampai
dengan Desember dengan Laporan Laba Rugi dan Neraca.
Hal-hal tersebut dapat dilakukan dengan cara :
a. Membandingkan antara DPP PPN Keluaran dengan angka
penjualan pada Laporan Laba Rugi.
b. Membandingkan PPN Dibayar Dimuka / PPN Terutang dengan
Prepaid Tax / Accrued Tax Payable di Neraca Keuangan
Perusahaan.

1.4

Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi semua pihakpihak yang berkepentingan diantaranya :

1. Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan melengkapi literatur dan acuan dalam
pelaksanaan perhitungan serta pelaporan Pajak Pertambahan Nilai
dan dapat menjadi referensi untuk berbagai penelitian lebih lanjut.
2. Perusahaan
Memberi masukan bagi pihak manajemen perusahaan

dalam

melakukan kewajiban perpajakannya.

1.5

Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan di dalam skripsi ini, maka

dicantumkan sistematika dari skripsi ini yang terdiri dari 5 bab dengan urutan
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisis tentang latar belakang permasalahan, rumusan dan
pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN LITERATUR
Bab ini berisi tentang pengertian dasar mengenai perpajakan,
ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pengertian Pajak
Pertambahan Nilai, dan objek serta subjek Pajak Pertambahan Nilai.

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PEMBAHASAN


Bab ini berisi deskripsi objek penelitian yang meliputi sejarah singkat
perusahaan, struktur organisasi perusahaan dan uraian tugas, dan
kegiatan perusahaan.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Merupakan fokus pembahasan masalah dalam penelitian sehingga
masalah penelitian dapat dengan jelas dijawab. Bab ini menguraikan
tentang pelaksanaan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai pada
perusahaan yang meliputi PPN Masukan dan PPN Keluaran yang
terjadi di perusahaan serta pencatatan dan pelaporan PPN tersebut
didalam SPT Masa PPN Perusahaan.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Merupakan bab penutup yang menguraikan simpulan dari hasil
penelitian dan saran-saran untuk mengevaluasi perencanaan pajak.

BAB II
TINJAUAN LITERATUR

2.1

Dasar - Dasar Perpajakan

2.1.1 Definisi Pajak


Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus
menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan raktyat baik material maupun spiritual. Untuk merealisasikan
tujuan

tersebut

perlu

banyak

memperhatikan

masalah

pembiayaan

pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu


bangsa atau Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali
sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak.
Dibawah

ini

terdapat

beberapa

definisi

tentang

pajak

yang

dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan, untuk menjelaskan arti


kata pajak antara lain,
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani :
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh wajib membayarnya menurut peraturan
peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran
pengeluaran umum berhubung

Menurut Prof. Dr. MJH. Smeets :

norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi


yang dapat ditunjukkan secara individual ; maksudnya adalah untuk

Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. :


sarkan Undang
Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk

Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :


1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang

undang

serta aturan pelaksanaannya.


2. Dalam

pembayaran

pajak

tidak

dapat

ditunjukkan

adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah.


3. Pajak dipungut oleh Negara, baik pemerintah pusat maupun daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran

pengeluaran pemerintah,

yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, maka


dipergunakan untuk membiayai investasi publik.
5. Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak bujeter, yaitu fungsi
mengatur.

2.1.2 Fungsi Pajak


Terdapat 2 fungsi pajak, yaitu :
1. Fungsi Budgetair
Bungsi dimana pajak digunakan sebagai pengisi kas negara dan akan
digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara yang mana
pemerintah

berwenang

melakukan

didasarkan UUD 45 Pasal 23 ayat 2.

pemungutan

yang

harus

10

2. Fungsi Mengatur (Legurelend)


Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksaan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh :
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi minuman keras / alkohol.
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang

barang mewah

untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.


Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor
produk Indonesia di pasaran dunia.

2.1.3 Jenis Pajak


Pajak dapat dibagi menjadi bebrapa jenis menurut golongannya,
sifatnya, dan lembaga pemungutnya.
1. Menurut golongannya, pajak dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
a. Pajak Langsung, merupakan pajak yang harus ditanggung sendiri
oleh

wajib

pajak

(WP)

dan

pembebanannya

tidak

dapat

dilimpahkan kepada pihak lain.


Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak Tidak Langsung, merupakan pajak yang pembebanannya
dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2. Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

11

a. Pajak

Subjektif,

merupakan

pajak

yang

pengenaannya

yang

pengenaannya

memperhatikan keadaan pribadi WP.


Contoh : PPh
b. Pajak

Objektif,

merupakan

pajak

memperhatikan pada objeknya, baik berupa benda, keadaan,


perbuatan,

atau

peristiwa

yang

mengakibatkan

timbulnya

kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi


WP.
Contoh : PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan Bea Materai.
3. Menurut lembaga pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi 2,
yaitu :
a. Pajak Pusat, merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contoh : PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas :
Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
Pajak Kabupaten atau Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak
Restoran, dan Pajak Hiburan.

12

2.1.4 Syarat Pemungutan Pajak


Agar

pemungutan

pajak

tidak

menimbulkan

hambatan

atau

perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai


berikut :
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hokum, yakni mencapai keadilan, undang
undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang

undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum

dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing

masing.

Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak


bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam
pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan
Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang

undang (Syarat

Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hokum untuk menyatakan keadilan, baik bagi
Negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun

perdagangan,

sehingga

tidak

menimbulkan

perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansil)

kelesuan

13

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan


sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Syarat ini telah dipenuhi oleh undang

undang perpajakan yang baru.

Contoh :
Bea Materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2
macam tariff
Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu
tariff, yaitu 10%.
Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan yang
berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi).

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak


Sistem pemungutan pajak suatu negara apakah menurut Self
Assessment System, Official Assessment System atau With Holding Tax
System akan sangat berpengaruh terhadap optimalisasi pemasukkan dana
ke kas negara.
Terdapat 3 sistem pemungutan pajak :

14

1. Official Assessment System


Suatu

sistem

pemungutan

yang

memberi

wewenang

kepada

pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang


oleh Wajib Pajak.
Ciri

cirinya :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada


fiskus.
b. Wajib Pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri

cirinya :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada


Wajib Pajak sendiri.
b. Wajib

Pajak

aktif,

mulai

dari

menghitung,

menyetor

dan

melaporkan sendiri pajak yang terutang.


c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

15

Ciri

cirinya :

Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak


ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

2.1.6 Asas Pemungutan Pajak


Terdapat 3 asas sebagai berikut :
1. Asas Domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib
Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang
berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib
Pajak dalam negeri.

2. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber
di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

2.2

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan


Dasar hukum Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah

Undang

Undang Nomor 28 Tahun 2007, di dalamnya terdapat istilah

istilah, antara lain :

16

1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut


ketentuan peraturan perundang

undangan perpajakan ditentukan

untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak


atau pemotong pajak tertentu.
2. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga,
bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
3. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor

barang,

mengekspor

barang,

melakukan

usaha

perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah


pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
daerah pabean.
4. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud
pada angka 3 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan
atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang

Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya,

tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan

17

Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih


untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
5. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
6. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1
(satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim.
7. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek
pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban,
menurut ketentuan peraturan perundang

undangan perpajakan.

8. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk


suatu Masa Pajak.
9. Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang
ke kas negara melalui kantor pos dan atau bank Badan Usaha Milik
Negara atau bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat
pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
10. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang

18

Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat
Ketetapan Pajak Nihil.

2.2.1 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)


Semua Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat untuk memperoleh
NPWP wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak untuk dicatat
sebagai Wajib Pajak dan sekaligus mendapatkan NPWP. Selain digunakan
untuk mengetahui identitas Wajib Pajak yang sebenarnya, NPWP juga
berfungsi

untuk manjaga

ketertiban

dalam

pembayaran

pajak

dan

mempermudah pengawasan administrasi perpajakan.


Bagi Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, atau
menyalah gunakan, atau tanpa hak NPWP sehingga menimbulkan kerugian
pendapatan negara, akan dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6
tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak yang terutang yang tidak
atau kurang bayar.
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi
jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan
kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP
adalah :
1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri
paling lambat satu bulan setelah usaha mulai dijalankan.

19

2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau
pekerjaan bebas apabila sampai dengan suatu bulan memperoleh
penghasilan yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun, wajib
mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit pertama merupakan Kode
Wajib Pajak dan 6 digit pertama merupakan Kode Administrasi Perpajakan.
Formatnya adalah : XX. XXX. XXX. X- XXX. XXX
Catatan :
a. Wajib Pajak yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri apabila
memerlukan NPWP, dapat mendaftarkan diri dan kepadanya akan
diberikan NPWP.
b. Setiap Wajib Pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk semua jenis
pajak.
c. Untuk perusahaan perseorangan, NPWP atas nama pemiliknya.
d. Untuk badan (misalnya PT) yang baru berdiri sebaiknya tetap
mempunyai NPWP karena apabila rugi dapat dikompensasi dengan
tahun berikutnya.

2.2.2 Surat Pemberitahuan (SPT)


Fungsi SPT
1. Fungsi SPT bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan :
a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.

20

b. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah


dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan pajak atau
pemungutan pajak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian
Tahun Pajak .
c. Untuk melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut
tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau
badan lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan peraturan
perundang

undangan perpajakan yang berlaku.

2. Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak :


a. Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang.
b. Untuk melaporkan pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak
Penjualan.
c. Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak
lain dalam satu Masa Pajak, yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang

undangan perpajakan yang berlaku.

3. Fungsi SPT bagi Pemotong atau Pemungut Pajak :


Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

21

Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu :


1. SPT Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang
dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat.
2. SPT Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang
dalam suatu Tahun Pajak.

Dalam undang

undang nomor 28 Tahun 2007 disebutkan tentang

batas waktu penyamapaian SPT sebagai berikut :


1. untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lambat 20 hari setelah akhir
Masa Pajak.
2. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan wajib pajak orang pribadi, paling
lambat 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
3. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan wajib pajak badan, paling lambat
4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Adapun sanksi yang dikenakan terhadap Wajib Pajak akibat terlambat
menyampaikan atau tidak menyampaikan SPT yaitu dapat dikenakan denda
untuk SPT Masa PPN sebesar Rp500.000,- SPT Masa lainnya sebesar
Rp100.000,- SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi sebesar Rp100.000,dan untuk SPT Tahunan wajib pajak badan sebesar Rp1.000.000,-.

22

2.3

Pajak Pertambahan Nilai

2.3.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada
saat penyerahan barang atau jasa didalam daerah pabean. Dalam bahasa
inggris, pajak ini disebut Value Added Tax (VAT). PPN termasuk jenis pajak
tak langsung,yang artinya bahwa pajak tersebut dipungutdari pihak lain yang
bukan penanggung pajak, atau dengan kata lain, dikumpulkan dari pembeli.
Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar
10%. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di
Indonesia adalah Undang
telah diubah dengan Undang
lagi dengan Undang
Pengertian

Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana


Undang Nomor 11 Tahun 1994 dan diubah

Undang Nomor 18 Tahun 2000.


pengertian yang berkenaan dengan Pajak Pertambahan

Nilai dalam UU No. 18 Tahun 2000 Pasal 1, adalah sebagai berikut :


1.

Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi


wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat
tempat tertentu di Zona Ekonomi Ekskludif dan Landas Kontinen
yang di dalamnya berlaku Undang

undang Nomor 10 Tahun 1995

tentang Kepabeanan.
2.

Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud baik yang


menurut sifatnya ataupun yang menurut hukumnya, dapat berupa
baik barang bergerak maupun barang tidak berwujud, yang
dikenakan pajak berdasarkan undang

undang ini.

23

3.

Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan


berdasarkan

suatu

perikatan

atau

perbuatan

hukum

yang

menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak


yang tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilakan barang, karena pesanan atau permintaan dengan
bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak
bersdasarkan undang
4.

undang ini.

Impor adalah setiap kegiatan yang memasukkan barang dari luar


Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.

5.

Nilai Impor adalah nilai barang yang berupa uang yang menjadi
dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang
dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang
undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak (impor BKP),
tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang

Undang

Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2000.


6.

Ekspor adalah setiap kegiatan yang mengeluarkan barang dari


dalam Daerah Pabean ke luar Daeah Pabean.

7.

Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta
atau yang seharusnya diminta oleh eksportir.

8.

Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli atau menjual barang


tanpa mengubah bentuknya atau sifatnya.

9.

Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah


bentuk atau sifat dari suatu barang dari bentuk aslinya menjadi

24

barang baru atau mempunyai daya guna baru, atau kegiatan


mengolah sumber daya alam termasuk menyuruh orang pribadi atau
badan lain melakukan kegiatan tersebut.
10. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya
sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan
Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah
pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.
11. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang
wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak atau
Ekspor Kena Pajak.
12. Pemungut Pajak Pertamabahan Nilai adalah bendaharawan
Pemerintah, badan, orang atau instansi Pemerintah yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor dan melaporkan
pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena
Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi
Pemerintah tersebut.
2.3.2 Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Penyerahan barang atau jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai adalah penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak

25

(JKP) yang dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh pengusaha,
dan pengusaha yang dikenakan kewajiban PPN tersebut disebut dengan
Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dengan kata lain, subjek PPN adalah
Pengusaha Kena Pajak. Namun demikian, untuk impor Barang Kena Pajak
dan pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak
dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
siapapun tetap terutang PPN meskipun importir, orang atau badan yang
memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak
bukan Pengusaha Kena Pajak, dengan demikian yang menjadi subjek PPN
tidak harus Pengusaha Kena Pajak.
Pengertian Pengusaha dan Pengusaha Kena Pajak diatur dalam
pasal 1 angka 15 UU No.8 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan
UU No.18 Tahun 2000, yaitu sebagai berikut :
1. Pengusaha merupakan orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan menghasilakan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan
barang

tidak berwujud

dari luar

daerah

pabean.

Pengertian

pengusaha dalam UU PPN dalam pengertian umum sama dengan


pengertian

perusahaan

yaitu

dapat

berbentuk

perusahaan

perorangan, Firma, CV, PT, Koperasi, Yayasan, dsb.


2. Pengusaha

Kena

Pajak

adalah

pengusaha

yang

melakukan

penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang
dikenakan pajak berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai, tidak

26

termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri


Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak.

2.3.3 Objek Pajak Pertambahan Nilai


Ada 2 jenis yang dapat dikelompokan menjadi objek Pajak
Pertambahan Nilai yaitu :
1. Barang Kena Pajak (BKP), adalah barang berwujud yang menurut
sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak
bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan PPN.
2. Jasa Kena Pajak (JKP), adalah setiap kegiatan pelayanan yang
berdasarkan

suatu

perikatan

atau

perbuatan

hukum

yang

menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak


tersedia

untuk

dipakai,

termasuk

jasa yang dilakukan

untuk

menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan


dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan PPN.
Adapun barang atau jasa yang dikenakan PPN adalah dalam hal :
1. Penyerahan BKP atau JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan
oleh pengusaha.
2. Impor BKP.
3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean.
4. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalaim daerah pabean.

27

5. Ekspor BKP oleh PKP.


Sementara yang termasuk kedalam pengertian penyerahan BKP adalah :
1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian.
2. Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian
leasing.
3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang.
4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma

cuma atas BKP.

5. Persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan,

yang

masih

tersisa

pada

saat

pembubaran

perusahaan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan


aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan.
6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan
penyerahan BKP antar cabang.
7. Penyerahan BKP secara konsinyasi.

2.3.4 Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai


Sebelum menghitung apa yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak dan
bagaimanan cara perhitungannya, maka terlebih dahulu lebih baik
mengetahui

kegiatan

apa

saja

yang

bukan

menjadi

objek

Pajak

Pertambahan Nilai dan barang dan jenis jasa yang dikecualikan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

28

Kegiatan

kegiatan

yang

tidak

termasuk

dalam

pengertian

penyerahan BKP yang dikenakan PPN adalah :


1. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang

Undang Hukum Dagang.

2. Penyerahan BKP untuk jaminan utnag piutang.


3. Penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
penyerahan BKP antar cabang dalam hal PKP memperoleh ijin
pemusatan tempat pajak terutang.
Sementara jenis barang yang dikecualikan dari PPN adalah :
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya, yaitu :
a. Minyak mentah (crude oil)
b. Gas bumi
c. Panas bumi
d. Pasir dan kerikil
e. Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara
f. Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, biji nikel, bijih
perak
g. Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil
langsung dari sumbernya
2. Barang

barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh

rakyat banyak yaitu :


a. Beras

29

b. Gabah
c. Jagung
d. Sagu
e. Kedelai
f. Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah
makan, warung, dan sejenisnya.
4. Uang, emas batangan, dan surat

surat berharga.

Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN :


1.

Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi :


a. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi
b. Jasa dokter hewan
c. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan
fisioterapi
d. Jasa kebidanan dan dukun bayi
e. Jasa paramedis dan perawat
f. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan sanatorium

2.

Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi :


a. Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo
b. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial
c. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan
d. Jasa Lembaga Rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial

30

e. Jasa pemakaman termasuk krematorium


f. Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat lomersial
g. Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial
3.

Jasa bidang pengiriman surat dengan perangko

4.

Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan


hak opsi

5.

Jasa di bidang keagamaan, meliputi :


a. Jasa pelayanan rumah ibadah
b. Jasa pemberian khotbah atau dakwah
c. Jasa lainnya di bidang keagamaan

6.

Jasa di bidang pendidikan, meliputi :


a. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah
b. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah

7.

Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang tidak dikenakan Pajak


Tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat
komersial.

8.

Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan.

9.

Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.

10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi :


a. Jasa tenaga kerja

31

b. Jasa Penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia


tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga
kerja tersebut
c. Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja
11. Jasa di bidang perhotelan, seperti :
a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait
dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap
b. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan
di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel
12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum meliputi jasa

jasa yang dilaksanakan

oleh instansi pemerintah, seperti : pemberian Izin Mendirikan


Bangunan, pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor
Pokok Wajib Pajak, pembuatan Kartu Tanda Penduduk.

2.3.5 Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak PPN


Menurut pasal 7 Undang

undang Pajak Pertambahan Nilai No. 18

Tahun 2000 mengenai Tarif Pajak dan cara menghitung pajak, maka
ditetapkan suatu tarif sebesar :
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku atas penyerahan Barang
Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak adalah tarif

32

tunggal,

sehingga

mudah

dalam

pelaksanaannya

dan

tidak

memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa


dengan tarif yang berbeda sebagaimanan berlaku pada Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor BKP adalah 0%.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi
Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang
Kena Pajak yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean,
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0%. Pengenaan tarif
0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar dari
barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat diubah menjadi serendah
5% dan setinggi

rendahnya

tingginya 15%.

Berdasarkan pasal 1 angka 17 Undang

undang Pajak Pertambahan

Nilai, jenis Dasar Pengenaan Pajak adalah :


1. Harga Jual adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan
Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta

atau

seharusnya

diminta

oleh

pemberi

jasa

karana

33

penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan


Nilai dalam potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3. Nilai

Impor

adalah

nilai

berupa

uang

yang menjadi

dasar

penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan


pajak berdasarkan ketentuan dalam undang

undang Pabean, tidak

termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang


Mewah yang dipungut.
4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir, yaitu nilai yang
tercantum dalam dokumen PEB (Pembertitahuan Ekspor Barang)
yang telah dimuat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
5. Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

2.3.6 Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai


Cara mengitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah
dengan mengalikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (10% atau 0% untuk
ekspor Barang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak.

PPN = Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak

2.3.7 Saat dan Tempat Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai


Saat terutangnya pajak adalah sebagai berikut :
1. Terutangnya Pajak atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat
atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat BKP

34

tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak


ketiga untuk dan atas nama pembeli, atau pada saat BKP tersebut
diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan.
2. Terutangnya Pajak atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat
atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat
penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP tersebut,
baik secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.
3. Terutangnya Pajak atas penyerahan BKP tidak berwujud oleh
Pengusaha Kena Pajak, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu
dari peristiwa

peristiwa di bawah ini :

a. Saat harga penyerahan BKP tidak berwujud dinyatakan sebagai


piutang oleh Pengusaha Kena Pajak.
b. Saat harga penyerahan BKP tidak berwujud ditagih oleh
Pengusaha Kena Pajak.
c. Saat

harga

penyerahan

BKP

tidak

berwujud

diterima

pembayarannya, baik sebagian atau seluruhnya oleh Pengusaha


Kena Pajak.
d. Saat ditandatanganinya kontrak atau perjanjian oleh Pengusaha
Kena Pajak, dalam hal saat sebagaimana dimaksud dalam huruf a
samapai dengan huruf c tidak diketahui.
4. Terutangnya Pajak atas penyerahan JKP, terjadi pada saat mulai
tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik
sebagian atau seluruhnya.

35

5. Terutangnya Pajak atas impor BKP, terjadi pada saat BKP tersebut
dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.
6. Terutangnya Pajak atas ekspor BKP, terjadi pada saat BKP
dikeluarkan dari Daerah Pabean.
7. Terutangnya Pajak atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan dan atau persediaan BKP yang masih tersisa
pada saat pembubaran perusahaan terjadi, adalah pada saat yang
terjadi lebih dahulu di antara saat :
a. Ditandatanganinya akte pembubaran oleh Notaris.
b. Berakhirnya jangka waktu berdirinya perseroan yang ditetapkan
dalam Anggaran Dasar.
c. Tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perseroan
dibubarkan.
d. Diketahui bahwa perusahaan tersebut nyata

nyata sudah tidak

melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan


hasil pemeriksaan atau berdasarkan

data atau dokumen yang

ada.
8. Terutangnya Pajak atas penyerahan BKP dalam rangka perubahan
bentuk usaha, penggabungan usaha, pemekaran usaha, atau
pengalihan seluruh aktiva perusahaan yang diikuti dengan perubahan
pihak

yang

berhak

atas

BKP

tersebut,

terjadi

ditandatanganinya akte yang berkanaan oleh Notaris.

pada

saat

36

Tempat terutang Pajak adalah sebagai berikut :


1. Atas penyerahan BKP atau JKP
Tempat pajak terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP di dalam
Daerah Pabean adalah di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan
kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2. Atas impor
Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat BKP dimasukkan
ke dalam Daerah Pabean dan dipungut melalui Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai.
3. Atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah
Pabean.
Bagi orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak
berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean, terutangnya pajak
terjadi di tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai
Wajib Pajak.
4. Atas kegiatan membangun sendiri
Kegiatan membangun sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak yang
dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau
oleh bukan Pengusaha Kena Pajak, adalah di tempat bangunan
tersebut didirikan.
5. Perusahaan yang mempunyai cabang

cabang

37

Apabila perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang,


baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka
pemindahan BKP antar tempat tersebut, termasuk dalam pengertian
penyerahan BKP. Yang dimaksud dengan cabang termasuk antara
lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, divisi perusahaan, dan
sejenisnya.

2.3.8 Pajak Keluaran dan Pajak Masukan


Pengertian Pajak Keluaran dan Pajak Masukan
1. Pajak Keluaran (PK)
Pajak Keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP
yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP, atau ekspor
BKP.
2. Pajak Masukan (PM)
Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya dibayar oleh PKP
karena perolehan BKP dan atau penerimaan JKP dan atau
pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau
pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan atau impor BKP.
Perolehan BKP oleh pembeli (PKP) dari penjual (PKP), maka
transaksi tersebut dibuat Faktur Pajak Standar, besar Pajak Masukan
adalah 10% X harga beli atau perolehan.

38

2.3.9 Faktur Pajak


Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan
JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Setiap Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan BKP dan atau JKP wajib membuat Faktur Pajak.
Faktur Pajak dapat berupa :
1. Faktur Pajak Standar.
Dalam Faktur Pajak Standar harus dicantumkan keterangan tentang
penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat :
a. Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP, dan atau JKP
b. Nama, alamat, NPWP pembeli BKP, atau penerima JKP
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga.
d. PPN dipungut
e. PPnBM yang dipungut
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak
g. Nama. Jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani
Faktur Pajak
Pembuatan Faktur Pajak Standar :
Dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP
dan atau penyerahan keseluruhan JKP, harus dibuat paling
lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan

39

BKP

dan

atau

penyerahan

keseluruhan

JKP,

kecuali

pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka


Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat
penerimaan pembayaran.
Dalam

hal

penerimaan

pembayaran

terjadi

sebelum

penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP, harus


dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran.
Dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, harus dibuat
paling lambat pada saat penerimaan pembayaran termin.
Dalam hal penyerahan BKP atau JKP kepada Pemungut PPN,
harus dibuat paling lambat pada saat Pengusaha Kena Pajak
menyampaikan tagihan kepada Pemungut PPN.
2. Faktur Pajak Gabungan
Untuk meringankan beban administrasi, kepada Pengusaha Kena
Pajak diperkenankan untuk membuat satu Faktur Pajak yang meliputi
semua penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang terjadi selama
satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerimaan JKP
yang sama. Faktur Pajak ini disebut Faktur Pajak Gabungan.
3. Faktur Pajak Sederhana
Faktur Pajak Sederhana juga merupakan bukti pungutan pajak yang
dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menampung kegiatan
penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang dilakukan secara
langsung kepada konsumen akhir. Direktur Jenderal Pajak dapat

40

menetapkan tanda bukti penyerahan atau tanda bukti pembayaran


sebagai Faktur Pajak Sederhana yang memuat :
a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP
b. Jenis dan kuantum
c. Jumlah Harga Jual atau Penggantian yang sudah termasuk pajak
atau besarnya pajak dicantumkan secara terpisah
d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana
Faktur Pajak Sederhana bisa berupa bon kontan, kuitansi, bukti
pembayaran, dan dokumen lain yang sejenis
4. Dokumen

dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak

Standar oleh Dirjen Pajak paling sedikit harus memuat :


a. Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen
b. Nama dan alamat penerima dokumen
c. NPWP dalam hal penerimaan dokumen adalah sebagai Wajib
Pajak dalam negeri
d. Jumlah satuan barang apabila ada
e. Dasar Pengenaan Pajak
f. Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor
Sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut diatas,
dokumen

dokumen di bawah ini dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak

Standar, yaitu :

41

1. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri Surat Setoran


Pajak dan atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai untuk impor BKP.
2. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh
pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Pajak Bea dan Cukai
dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dengan PEB tersebut.
3. Surat perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat atau
dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu.
4. Faktur Nota BON Penyerahan (PNBP) yang dibuat atau dikeluarkan
oleh PERTAMINA untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM.
5. Tanda Pembayaran atau kuitansi telepon.
6. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill) atau Delivery Bill yang
dibuat atau dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam
negeri.
7. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP
tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean.
8. Nota Penjualan Jasa yang dibuat atau dikeluarkan untuk penyerahan
jasa ke pelabuhan.

2.3.10 Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan


Sesuai dengan Pasal 9 undang

undang PPN 1984 prinsip dasar

Pengkregiatan Pajak Masukan dirinci secara garis besar sebagai berikut :

42

1. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan mengalikan


tarif sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 7 UU PPN 19844 dengan
Dasar Pengenaan Pajak.
2. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan
Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.
3. Apabila dalam suatu Masa Pajak, jumlah Pajak Keluaran lebih besar
daripada jumlah Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan PPN
yang wajib dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.
4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan lebih besar daripada jumlah Pajak Keluaran, maka
selisihnya merupakan kelebihan Pajak Masukan yang dapat diminta
kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
5. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang
dibayar untuk perolehan BKP dan atau JKP yang berhubungan
langsung dengan kegiatan usaha yang melakukan [enyerahan kena
pajak.
6. Meskipun

berhubungan

langsung

dengan

menghasilkan penyerahan kena pajak, dalam hal

kegiatan

usaha

hal tertentu tidak

tertutup kemungkinan Pajak Masukan tersebut dapat dikreditkan.

2.3.11 Pajak Masukan yang Dapat dan Tidak Dapat Dikreditkan


Suatu Pajak Masukan dapat dikreditkan, adalah apabila memenuhi
beberapa persyaratan sebagai berikut :

43

1. Memenuhi persyaratan formal, yaitu :


a. Tercantum dalam Faktur Pajak Standar atau dalam dokumen yang
diperlukan sebagai Faktur Pajak Standar sesuai dengan ketentuan
perundang

undangan.

Pajak Masukan yang secara Materiil dapat dikreditkan, menjadi


tidak dapat dikreditkan apabila tercantum dalam Faktur Pajak
Standar yang cara pengisiannya tidak memenuhi ketentuan dalam
peraturan perundang

undangan.

b. Sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat 2a UU PPN 1984, Dalam


hal belum ada Pajak Keluaran dalam sauatau Masa Pajak, maka
Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan.
c. Sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat 9 UU PPN 1984, Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan
Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan
pada Masa Pajak berikutnya selambat

lambatnya 3 bulan setelah

berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum


dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
2. Memenuhi persyaratan materiil, yaitu :
a. Berhubungan

langsung dengan

kegiatan usaha

melakukan

penyerahan kena pajak sebagaimanan diatur dalam Pasal 9 ayat 5


jo ayat 8 huruf b UU PPN 1984.
Berhubungan

langsung

dengan

kegiatan

usaha

adalah

pengeluaran

pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi,

44

pemasaran, dan manajemen dan yang sifatnya bukan untuk


konsumsi pribadi.
b. Belum dibebankan sebagai biaya
Apabila Pajak Masukan telah dibebankan sebagai biaya, maka
Pajak Masukan ini menjadi unsur harga jual barang dagangan
sehingga akan diperoleh kembali secara berangsur

angsur dari

pembeli. Oleh karena itu apabila Pajak Masukan yang boleh


dikreditkan ternyata kemudian dibebankan sebagai biaya, maka
Pajak Masukan yang telah dibebankan sebagai biaya ini tidak
boleh dikreditkan.
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah sebagai berikut :
1. Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
2. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha.
3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station
wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau
disewakan.
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar
Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak.
5. Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutan pajaknya berupa Faktur
Pajak Sederhana.

45

6. Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi


ketentuan, yang biasanya disebut Faktur Pajak cacat.
7. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan atau
perolehan JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai.
8. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak.
9. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan
dalam SPT Masa PPN yang ditemukan pada waktu dilakukan
pemeriksaan.

2.3.12 Pajak Masukan yang Dapat Diminta Kembali


Pajak Masukan yang dapat diminta kembali oleh Pengusaha Kena
Pajak adalah sebagai berikut :
1. Pajak Masukan yang berasal dari perolehan BKP dan atau JKP dari
BKP yang diekspor.
2. Pajak Masukan yang berasal dari perolehan BKP dan atau JKP dari
BKP dan atau JKP yang diserahkan kepada pemungut PPN tersebut.
3. Seluruh Pajak Masukan untuk perolehan BKP dan atau JKP yang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang menghasilkan
penyerahan kena pajak.
4. Dalam hal ekspor BKP yang tergolong mewah, selain kelebihan Pajak
Masukan sebagaimanan dimaksud dalam huruf a, juga dapat diminta

46

kembali PPnBM atas perolehan BKP yang tergolong mewah yang


diekspor sebagimana diatur dalam pasal 10 ayat 3 UU PPN 1984.

2.3.13 Restitusi
Restitusi terjadi apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya
merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali.
Adapun

jangka

waktu

yang

ditetapkan

pemerintah

untuk

menyelesaikan restitusi adalah sebagai berikut :


1. Untuk Wajib Pajak kegiatan tertentu yaitu PKP eksportir dan PKP
yang melakukan penyerahan kepada Pemungut PPN adalah 2 (dua)
bulan sejak permohonan diterima lengkap, kecuali permohonan
restitusi yang penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk
semua jenis pajak, maka permohonan restitusi harus diselesaikan
paling lambat 12 (dua belas) bulan.
2. Untuk Pengusaha Kena Pajak yang merupakan Wajib Pajak Patuh
berhak mendapatkan pengembalian pendahuluan paling lambat 1
bulan sejak permohonan diterima lengkap. Kepala KPP harus
menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak (SKPPKP) paling lambat 7 hari sejak permohonan diterima
lengkap.
3. Untuk Pengusaha Kena Pajak lainnya selain Wajib Pajak Patuh dan
Wajib Pajak Kegiatan Tertentu sesuai dengan Pasal 17B UU KUP,

47

jangka waktu penyelesaian restitusinya adalah 12 bulan sejak


permohonan diterima lengkap oleh KPP setempat.
4. Dalam hal permohonan restitusi oleh Pengusaha Kena Pajak
sehubungan dengan adanya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
atas perolehan atau impor barang modal yang tidak mendapat fasilitas
dibebaskan atau tidak dipungut PPN maka atas Faktur Pajak
Masukan karena impor atau pembelian Barang Modal tersebut dapat
diminta restitusi.

2.4

Piutang Usaha
Piutang adalah hak perusahaan kepada pihak lain yang akan diterima

dalam bentuk kas karena salah satu kegiatan berikut :


1. Menjual secara kredit barang dagangan. Transaksi jual beli di mana
pihak pembeli telah menerima barang dari pihak penjual, tetapi belum
membayar harga barang.
2. Pemberian jasa

48

BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PEMBAHASAN

3.1

Sejarah Singkat PT AT
PT AT didirikan di jakarta berdasarkan akte notaris R. Aty Herawati,

SH. No. 6 tanggal 10 Agustus 2006. PT AT telah dikukuhkan sebagai


Pengusaha Kena Pajak. Perusahaan ini berlokasi di Menara Sudirman Lt.
10, Jl. Jendral Sudirman Kav 60 Jakarta.
PT AT merupakan perusahaan jasa yang bergerak di bidang
telekomunikasi, khususnya penyedia jasa internet. Perusahaan ini didirikan
dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi
informasi baik dalam negeri maupun luar negeri.
PT AT menawarkan leased line dan wireless broadband sebagai
produknya untuk akses internet. Sejak berdiri hingga sekarang PT AT telah
menjadi

provider

internet

yang

dipercaya,

terbukti

dari

beberapa

konsumennya yang bukan hanya dari kalangan rumah tangga melainkan


sudah digunakan oleh perkantoran di Jakarta.

3.2

Visi dan Misi Perusahaan


Visi PT AT adalah untuk menjadi perusahaan provider internet yang

dapat dipercaya masyarakat Indonesia. PT AT memberikan broadband


internet access untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam mengakses
internet dan aplikasi

aplikasinya kapanpun dan dimanapun melalui jaringan

49

yang dapat diandalkan dan didukung oleh pelayanan purna jual yang baik.
Adapun misi dari PT AT adalah untuk membuat segala aktivitas masyarakat
Indonesia lebih mudah melalui jaringan internet yang berkualitas.

3.3

Struktur Organisasi Perusahaan dan Pembagian Tugas


Dalam suatu perusahaan, struktur organisasi merupakan kerangka

dasar yang menunjukkan hubungan antara satu bagian dengan bagian yang
lainnya, tanggung jawab, kedudukan, dan jabatan masing

masing bagian.

Oleh sebab itu, struktur organisasi merupakan salah satu faktor penting
untuk mencapai tujuan perusahaan, karena dengan struktur organisasi yang
baik maka fungsi

fungsi manajemen dapat dijalankan dengan baik pula.

Dengan adanya pembagian tugas, tanggung jawab, dan wewenang ini


diharapkan dapat dicegah timbulnya penyelewengan

penyelewengan

dalam perusahaan. Berikut ini adalah bagan struktur organisasi dari PT AT :

50

ORGANIZATION CHART
PT. AT

Managing
Director

Operation and
Marketing Manager

Finance Manager

HRD Manager

Sumber : PT AT

Gambar 3.1 : Struktur Organisasi PT AT

Dari struktur organisasi PT AT, maka dapat diuraikan secara ringkas


mengenai tugas, tanggung jawab, dan wewenang dari masing
bagian, yaitu :
1. Managing Director
Membawahi : - Operation and Marketing Manager
- Finance Manager
- HRD Manager
Tugas dan wewenang :
a. Bertanggung jawab atas kinerja manajer yang dibawahinya.

masing

51

b. Membuat dan menyetujui kebijakan perusahaan.

2. Operation and Marketing Manager


Bertanggung jawab kepada : Managing Director
Tugas dan wewenang :
a. Memperluas dan mempertahankan pasar yang sudah ada.
b. Menyelesaikan semua masalah yang berhubungan dengan
kualitas dalam perusahaan.
c. Memberikan jaminan kepada pelanggan dan memastikan bahwa
permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan dengan baik.

3. Finance Manager
Bertanggung jawab kepada : Managing Director
Tugas dan wewenang :
a. Membuat laporan keuangan dan laporan pajak.
b. Memantau aliran kas masuk dan keluar
c. Memeriksa invoice.
d. Pencairan uang dari bank.
e. Laporan ke kantor pajak.
f. Pembayaran gaji bulanan

52

4. HRD Manager
Bertanggung jawab kepada : Managing Director
Tugas dan wewenang :
a. Menyusun peraturan perusahaan
b. Mengendalikan aktivitas manajemen sumber daya manusia di
perusahaan.
c. Mengurus pajak penghasilan karyawan.

3.4

Kebijakan Akuntansi Perusahaan


Kebijakan akuntansi yang diterapkan PT AT dalam penyusunan

laporan keuangan adalah sesuai dengan prinsip

prinsip akuntansi yang

berlaku umum di Indonesia, yaitu :


1. Pelaksanaan tahun buku
PT AT melaksanakan tahun buku sama dengan tahun takwim yaitu
mulai tanggal 1 Januari s/d 31 Desember.
2. Penyajian laporan keuangan
Laporan keuangan disajikan dalam mata uang rupiah. Ada 4 laporan
keuangan yang dibuat oleh perusahaan yaitu neraca (balance sheet),
laporan laba rugi (income statement), laporan perubahan modal
, dan laporan arus kas (cash flow statement).

53

3. Aktiva tetap
Aktiva

tetap

yang

dimiliki perusahaan terdiri dari bangunan,

peralatan kantor, dan peralatan ISP disusutkan berdasarkan metode


penyusutan garis lurus ( Straight Line Method ).
4. Pengakuan pendapatan dan beban
Pendapatan dan beban diakui menggunakan Accrual Basis, dimana
pendapatan dan beban diakui berdasarkan terjadinya suatu transaksi
dan bukan dilihat apakah pada transaksi itu terjadi penerimaan atau
pengeluaran uang atau tidak.

54

BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas bagaimana ketaatan penerapan Undang


Undang No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa PT AT. Pembahasan dilakukan dengan cara membandingkan peraturan
perundangan yang berlaku dan prinsip akuntansi yang lazim digunakan.
Menurut Undang

Undang No. 18 Tahun 2000 pada pasal 1 angka 6

dan angka 5, definisi Jasa Kena Pajak adalah sebagai berikut :

perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau


kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilakan barang karena pesanan atau permintaan dengan
bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan
undang

4.1

Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai


PT AT telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sejak

tanggal 5 September 2006 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta


Kebayoran Baru I, dengan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(NPPKP) 02.596.476.8-012.000 dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
yaitu 02.596.476.8-012.000.
Oleh karena itu, perusahaan mempunyai kewajiban untuk memungut,
menyetor, dan juga melaporkan seluruh Pajak Pertambahan Nilai yang telah

55

dipungut. Selain itu, perusahaan juga diwajibkan untuk membuat faktur pajak
untuk setiap penyerahan Jasa Kena Pajak. Perusahaan menggunakan faktur
pajak standar untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan
Jasa Kena Pajak. Hal tersebut harus dilaksanakan mengingat kewajibannya
sebagai Pengusaha Kena Pajak yang sesuai dengan UU PPN 1984.
PT AT sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib melaksanakan hal
hal berikut ini :
1. Memungut PPN sebesar 10% atas penyerahan Barang Kena Pajak
(BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).
2. Membuat faktur pajak pada setiap penyerahan Barang Kena Pajak
dan atau Jasa Kena Pajak serta menyimpan faktur pajak dengan
teratur.
3. Menyetorkan pajak terutang kepada kas negara paling lambat tanggal
15 setiap bulannya.
4. Melaporkan perhitungan pajak dengan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai paling lambat 20 hari setelah akhir masa
pajak

dengan

melampirkan

keterangan

dan

dokumen

sesuai

ketetapan Direktur Jenderal Pajak.


5. Melaksanakan pencatatan dalam pembukuan atas perolehan dan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).
Yang menjadi Objek Pajak Pertambahan Nilai dari PT AT yaitu :

56

1. Objek Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi Pajak Masukan adalah


perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah
pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2. Objek Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi Pajak Keluaran adalah
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan
oleh pengusaha. Objek Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi pajak
keluaran PT AT adalah penyerahan jasa akses internet pada
Pengusaha Kena Pajak.

4.1.1 Faktur Pajak yang Digunakan PT AT


Sebagai Pengusaha Kena Pajak, PT AT wajib membuat / menerbitkan
faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa
Kena Pajak yang digunakan sebagai bukti pemungutan pajak.
Faktur pajak yang digunakan oleh PT AT adalah Faktur Pajak Standar
yang selalu disertakan dalam setiap penyerahan Jasa Kena Pajak.
Faktur pajak standar merupakan bukti pungutan pajak dan dapat
digunakan sebagai sarana pengkreditan pajak masukan. Faktur jenis ini
dapat diterbitkan apabila Pengusaha Kena Pajak pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak mempunyai identitas yang lengkap. Isi
dari Faktur Standar adalah :
1. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak.

57

2. Identitas Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak


Standar tersebut, yang terdiri dari Nama, Alamat, Nomor Pokok Wajib
Pajak dan Tanggal Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
3. Identitas dari Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena
Pajak yang terdiri dari Nama, Alamat, dan Nomor Poko Wajib Pajak.
4. Nomor urut, Nama Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Harga
Jual / Penggantian / Uang Muka / Termin.
5. Pajak Pertambahan nilai yang terpungut.
6. Tanggal pembuatan Faktur Pajak.
7. Nama, Jabatan, Tanda tangan orang yang berhak mendatangani
Faktur Pajak.

4.2

Pajak Keluaran PT AT
Pajak keluaran yang dipungut oleh perusahaan berasal dari PPN atas

penyerahan Jasa Kena Pajak. Penyerahan Jasa Kena Pajak ini dilakukan
dalam bentuk jasa di bidang telekomunikasi yaitu penyedia akses internet,
yang menjadi Jasa Kena Pajak adalah jasa Bandwidth yang diberikan
kepada pelanggannya yang merupakan perangkat lunak sebagai jalur untuk
mengakses internet, yang digolongkan sebagai penyerahan Jasa Kena Pajak
karena memenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam pasal 1 angka 7
Undang

undang No.18 tahun 2000.

58

4.2.1 Penyerahan Jasa Kena Pajak Perusahaan


Dalam melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak, PT AT menerbitkan
faktur pajak standar sebagai bukti pemungutan pajak yang dibuat selambat
lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah terjadinya transaksi (contoh
pada tanggal 10 Juli 2008 menerima pembayaran dari PT Akarindu atas jasa
akses internet 256 Kbps, atas transaksi tersebut langsung dibuatkan faktur
pajak standar, atau selambat

lambatnya tanggal 10 Juli 2008). Tanggal

pembuatan faktur pajak tidak boleh mendahului tenggat penyerahan Barang


Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak.
Faktur pajak standar PT AT dibuat sebanyak 3 (tiga) rangkap, yaitu :
1. Lembar ke-1

: untuk Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima


Jasa Kena Pajak.

2. Lembar ke-2

: untuk Penjual Barang Kena Pajak atau Pemberi Jasa


Kena Pajak sebagai bukti Pajak Keluaran.

3. Lembar ke-3

: untuk Kantor Pelayanan Pajak dalam hal penyetoran


kepada pemungut PPN.

4.2.2 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai pada Pajak Keluaran


Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas penyerahan Jasa Kena Pajak
adalah harga jual kepada penerima Jasa Kena Pajak.
Sesuai dengan data yang diperoleh dari perusahaan maka penentuan
harga jual dilakukan dengan cara mengikuti harga pasar, yang dapat dilihat
pada tabel berikut :

59

Tabel 4.1 : Daftar Harga Jasa Internet PT AT


International

Premium

Small Medium

Small Office

Bandwidth

Dedicated

Enterprise

Home Office

1024 Kbps

Rp 11.500.000

Rp 7.500.000

Rp 5.500.000

768 Kbps

Rp 9.500.000

Rp 6.000.000

Rp 4.500.000

512 Kbps

Rp 6.500.000

Rp 4.500.000

Rp 3.000.000

384 Kbps

Rp 5.000.000

Rp 3.500.000

Rp 2.500.000

256 Kbps

Rp 3.500.000

Rp 2.500.000

Rp 1.500.000

128 Kbps

Rp 2.000.000

Rp 1.500.000

Rp 1.000.000

Harga yang tercantum diatas masih dapat berubah sesuai dengan


persetujuan antara PT AT dengan Pelanggannya.
Terkait dengan harga tersebut diatas, kami sampaikan beberapa
kondisi sebagai berikut :
1. Biaya pemasangan sebesar Rp 1.750.000,- setelah masa percobaan
dinyatakan baik.
2. lease untuk peralatan wireless Rp 750.000 / bulan (pilihan)
3. Triagle Tower Rp 2.500.000 jika dibutuhkan (pilihan)
4. Biaya yang tercantum diatas belum termasuk PPN
5. Harga yang tercantum diatas berlaku untuk 30 hari kerja.
Pada bulan Juli perusahaan akan menerima pembayaran atas
pemanfaatan jasa akses internet dengan total Rp 16.500.000 dari PT
Akarindu dan PT. Grarindo atas akses internet 256 Kbps. Dari transaksi

60

tersebut dibuat faktur pajak standar karena PT AT merupakan Pengusaha


Kena Pajak, karena pada saat uang diterima maka saat tersebut sudah
terjadi pajak yang terutang. Maka PPN terutang untuk masing

masing

penerima Jasa Kena Pajak adalah sebagai berikut :

PT Akarindu
Harga sesudah PPN

= Rp 8.250.000

Harga belum termasuk PPN = 100/110 X 8.250.000

= Rp 7.500.000

PPN = 10% X Rp 7.500.000 = Rp 750.000

PT Grarindo
Harga sesudah PPN

= Rp 8.250.000

Harga belum termasuk PPN = 100/110 X 8.250.000

= Rp 7.500.000

PPN = 10% X Rp 7.500.000 = Rp 750.000


Dari perhitungan yang telah dilakukan, total Pajak Keluaran pada
bulan Juli adalah sebesar Rp 1.500.000

Tabel 4.2 : Pajak Keluaran, Masa Pajak Januari


Masa Pajak

Desember 2008
PPN Keluaran (Rp)

Januari

1.500.000

Februari

1.500.000

Maret

1.500.000

April

1.500.000

Mei

1.500.000

Juni

1.500.000

61

Juli

1.500.000

Agustus

1.570.000

September

2.170.000

Oktober

1.870.000

November

2.610.000

Desember

2.675.000

Jumlah

21.395.000

Berdasarkan Tabel 4.2 jumlah Pajak Keluaran PT AT selama tahun


2008 adalah sebesar Rp 21.395.000, jumlah ini diperoleh dari nilai penjualan
pada Laporan Laba Rugi PT AT pada tahun 2008 sebesar Rp 213.950.000,-.
Besarnya Pajak Keluaran yang diperoleh dari penjualan di Laporan Laba
Rugi tahun 2008 dikali dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku
yaitu 10%.
Pajak Keluaran tahun 2008 = Total Penjualan Tahun 2008 X Tarif Pajak
= Rp 213.950.000 X 10%
= Rp 21.395.000

Hal ini terjadi karena semua penjualan yang dilakukan oleh PT AT


hanya berasal dari kegiatan bisnis yang utama, dalam hal ini adalah
penyedia jasa internet. Karena PT AT berstatus Pengusaha Kena Pajak,
maka setiap transaksi penjualan yang dilakukan PT AT harus menerbitkan
Faktur Pajak Keluaran, hal itu yang menyebabkan jumlah Faktur Pajak
Keluaran untuk tahun 2008 merupakan hasil kali dari total penjualan pada

62

Laporan Laba Rugi tahun 2008 dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai
sebesar 10%.

4.2.3 Rekonsiliasi Pajak Keluaran dengan Perkiraan Pejualan


Laporan Laba Rugi dimulai dengan data mengenai jumlah penjualan
yang terjadi selam 1 (satu) periode atau 1 tahun takwim. Dari hasil penjualan
tersebut, kita dapat merekonsiliasinya dengan jumlah DPP Pajak Keluaran
dalam SPM PPN periode yang sama. Nilai yang terdapat dalam Laporan
Laba Rugi dan SPM PPN jumlahnya harus sama, tetapi jika sebaliknya maka
perlu ditelusuri hal apa yang dapat menyebabkan perbedaan tersebut.
Dalam Laporan Laba Rugi PT AT tahun 2008 tercantum jumlah
penjualan sebesar Rp 213.950.000. Hal ini berarti menunjukkan bahwa total
Pajak Keluaran tahun 2008 perusahaan tersebut sebesar :
10% X Rp 213.950.000 = Rp 21.395.000
Jumlah tersebut sudah sama dengan jumlah Pajak Keluaran yang harus
dibayar yang tertera di dalam SPT Masa PPN, yaitu sebesar Rp 21.395.000.
Oleh karena itu, tidak perlu dilakukan rekonsiliasi lagi. Hal ini disebabkan
karena jumlahnya sudah sama. Untuk jumlah penjualan yang dilakukan tiap
tiap bulan oleh PT AT beserta jumlah Pajak Keluarannya selama tahun
2008 adalah sebagai berikut :

63

Tabel 4.3 : Rekapitulasi Jumlah Penjualan Barang dan Jumlah Pajak


Keluaran Tahun 2008
Bulan

Jumlah Penjualan (Rp)

Jumlah Pajak Keluaran (Rp)

Januari

15.000.000

1.500.000

Februari

15.000.000

1.500.000

Maret

15.000.000

1.500.000

April

15.000.000

1.500.000

Mei

15.000.000

1.500.000

Juni

15.000.000

1.500.000

Juli

15.000.000

1.500.000

Agustus

15.700.000

1.570.000

September

21.700.000

2.170.000

Oktober

18.700.000

1.870.000

November

26.100.000

2.610.000

Desember

26.750.000

2.675.000

Jumlah

213.950.000

21.395.000

4.2.4 Rekonsiliasi Pajak Keluaran dengan Perkiraan Piutang Usaha


Rekonsiliasi perhitungan piutang usaha atas penjualan kredit menurut
perbandingan saldo piutang bertujuan untuk mengetahui besarnya piutang
usaha atas penjualan kredit yang seharusnya dilaporkan oleh perusahaan
pada tahun 2008.
Untuk mengetahui besarnya penjualan kredit pada tahun 2008 maka
dapat melakukan perbandingan antara saldo awal piutang dengan saldo
akhir piutang tahun 2008 agar diperoleh besarnya kenaikan atau penurunan
saldo akhir piutang. Dalam melakukan pelunasan, pelanggan PT AT

64

mentransfer pembayaran hutang usahanya ke Bank Lippo. Berikut adalah


data pelunasan piutang usaha yang diperoleh dari PT AT

Tabel 4.4 : Rekapitulasi Pelunasan Penjualan Kredit Melalui Bank Lippo


Selama Tahun 2008
Bulan
Januari

Februari

Maret

April

Mei

Juni

Juli

Agustus

September

Oktober

November

Tanggal Jumlah Pembayaran (Rp)


15

8.149.000

24

11.049.000

11

8.149.000

20

7.231.000

8.149.000

24

7.231.000

8.149.000

28

9.500.000

15

10.298.000

26

9.863.000

11.049.000

20

7.150.750

15

10.230.000

24

6.659.750

13

9.500.000

21

9.357.000

12.421.000

24

13.230.000

7.887.500

22

9.935.000

17

12.774.000

25

10.241.000

65

Desember

10

10.417.000

17

12.705.000

Jumlah

231.325.000

Berikut ini adalah perhitungan penjualan kredit yang terjadi pada


tahun 2008 :
Saldo akhir piutang usaha (per 31 Desember 2008) = Rp 17.930.000
Pelunasan piutang atas penjualan

= Rp 231.325.000

Piutang usaha periode tahun 2008

= Rp 249.255.000

Saldo awal piutang usaha

= Rp

Piutang atas penjualan kredit tahun 2008

= Rp 244.255.000

5.000.000

Dari hasil perhitungan arus piutang tahun 2008 dapat diketahui bahwa
piutang atas penjualan kredit pada tahun 2008 adalah sebesar Rp
244.515.000. Jumlah tersebut merupakan jumlah penjualan kredit termasuk
PPN sebesar 10%, sehingga harus mencari jumlah penjualan kredit sebelum
PPN untuk mengetahui berapa penjualan kredit yang sebenarnya, yaitu
sebesar 100/110 X Rp 244.255.000 = Rp 222.050.000.
Dari perhitungan diatas dapat diketahui adanya perbedaan antara
penjualan menurut general ledger dengan penjualan menurut arus piutang.
Selisih yang terjadi merupakan PPN yang belum dilaporkan oleh PT AT.
Adanya Pajak Pertambahan Nilai yang belum dilaporkan tersebut maka PT
AT dikenakan sanksi berupa denda sebesar 2% per bulan (maksimal 24

66

bulan) dari PPN yang kurang bayar. Berikut adalah perhitungan PPN kurang
bayar PT AT :
Penjualan tahun 2008 (pada General Ledger

Sales) = Rp 213.950.000

Penjualan kredit tahun 2008 menurut arus piutang

= Rp 222.050.000

Selisih

= Rp

8.100.000

= Rp

810.000

Denda 48% X Rp 810.000

= Rp

388.800

PPN kurang bayar

= Rp

1.198.800

PPN

4.3

10% X Rp 8.100.000

Pajak Masukan PT AT
Pajak masukan adalah pajak pertambahan nilai yang dibayar oleh

Pengusaha Kena Pajak karena perolehan atau pembelian Barang Kena


Pajak atau Jasa Kena Pajak. Pada dasarnya pajak masukan sebagian dapat
dikreditkan sedangkan beberapa jenis pajak masukan menurut peraturan
perundang

undangan yang berlaku tidak dapat dikreditkan.

4.3.1 Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak


Pada setiap perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, PT
AT menerima faktur pajak standar Pengusaha Kena Pajak penjual yang
dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan pajak masukan yang
telah dibayar pada akhir masa pajak. Pajak Pertambahan Nilai atas

67

perolehan Barang Kena Pajak adalah berdasarkan Faktur Pajak dari


Pengusaha Kena Pajak penjual.
Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak PT AT antara
lain sebagai berikut :
1. jasa TV kabel.
2. Jasa layanan internet Backbone via Fiber Optic.
Atas perolehan Jasa Kena Pajak dan pembelian Barang Kena Pajak
yang dijabarkan diatas, maka dikenakan PPN 10% sesuai dengan peraturan
dalam UU PPN 1984, maka Jasa Kena Pajak dan Barang Kena Pajak
tersebut dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

4.3.2 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai pada Pajak Masukan


Berikut ini diuraikan beberapa transaksi yang menimbulkan Pajak
Masukan (dalam SPT Masa PPN) yang terjadi di bulan Juli adalah sebagai
berikut :
1. PT AT menggunakan jasa TV kabel untuk keperluan operasional
perusahaan. Total biaya atas jasa TV kabel tersebut
sebesar Rp 250.000 dan PPN sebesar 10% dari biaya jasa yang
diterima.
Jurnal untuk transaksi diatas adalah :
Biaya bulanan

Rp 250.000

PPN Masukan

Rp 25.000

Kas

Rp 275.000

68

2. PT AT menggunakan jasa internet backbone via fiber optic untuk


keperluan operasional perusahaan. Total biaya atas jasa internet
tersebut sebesar Rp 12.007.580 dan PPN sebesar 10% dari biaya
jasa yang diterima.
Jurnal untuk transaksi diatas adalah :
Biaya bulanan

Rp 12.007.580

PPN Masukan

Rp 1.200.758

Kas

Rp 13.208.338

Dari perhitungan yang telah dilakukan, total Pajak Masukan pada bulan Juli
adalah sebesar Rp 1.225.758.

Tabel 4.5 : Pajak Masukan, Masa Pajak Januari


Masa Pajak

Desember 2008
PPN Masukan (Rp)

Januari

4.017.174

Februari

1.215.351

Maret

2.202.246

April

1.887.820

Mei

1.892.448

Juni

1.211.730

Juli

1.225.758

Agustus

1.209.378

September

4.486.707

Oktober

9.451.427

November

1.885.000

Desember

1.885.000

Jumlah

25.135.268

69

4.3.3 Rekonsiliasi PPN Dibayar Dimuka dengan Perkiraan dalam


Neraca
Di dalam neraca dapat dilihat posisi keuangan perusahaan pada suatu
saat yang terinci dalam kelompok aktiva, kewajiban, dan modal. Dalam
menetapkan kebijakan atas jumlah pajak yang lebih bayar, PT AT tidak
melakukan restitusi pengembalian pajak melainkan melakukan kompensasi
pajak ke masa berikutnya.
Berdasarkan tabel 4.6 dibawah, dapat dihitung besarnya PPN yang
lebih bayar atau kurang bayar untuk tahun 2008. Perhitungan PPN yang
lebih atau kurang bayar selama tahun 2008 adalah sebagai berikut :
Januari (status : lebih bayar)
Pajak Keluaran sebesar Rp 1.500.000 lebih kecil daripada Pajak Masukan
yaitu sebesar Rp 4.017.174. Kondisi yang terjadi pada Januari 2008 adalah
lebih bayar sebesar Rp. 2.517.174. Atas kondisi lebih bayar tersebut, PT AT
mengkompensasikan ke masa pajak berikutnya. Pada masa pajak Desember
2007, terdapat kondisi lebih bayar sebesar Rp 55.806.522. Maka jumlah
lebih bayar yang dapat dikompensasikan pada masa pajak Februari 2008
sebesar Rp 58.323.696 (Rp 2.517.174 + Rp 55.806.522)
Februari (status : kurang bayar)
Pajak Keluaran sebesar Rp 1.500.000 lebih besar daripada Pajak Masukan
yaitu sebesar Rp 1.215.251. Kondisi yang terjadi pada bulan Februari 2008
adalah kurang bayar sebesar Rp 284.649. Pada masa pajak Januari 2008,
terdapat kondisi lebih bayar Rp 58.323.696. Maka jumlah lebih bayar pada

70

masa pajak Maret 2008 sebesar Rp 58.039.047 (Rp 58.323.696

Rp

284.649)
Maret (status : lebih bayar)
Pajak Keluaran sebesar Rp 1.500.000 lebih kecil daripada Pajak Masukan
yaitu sebesar Rp 2.202.246. Kondisi yang terjadi pada Maret 2008 adalah
lebih bayar sebesar Rp. 702.246. Pada masa pajak Febuari 2008, terdapat
kondisi lebih bayar sebesar Rp 58.039.047. Maka jumlah lebih bayar yang
dapat dikompensasikan pada masa pajak April 2008 sebesar Rp 58.741.293
(Rp 702.246 + Rp 58.039.047)
April (status : lebih bayar)
Pajak Keluaran sebesar Rp 1.500.000 lebih kecil daripada Pajak Masukan
yaitu sebesar Rp 1.887.820. Kondisi yang terjadi pada April 2008 adalah
lebih bayar sebesar Rp. 387.820. Pada masa pajak Maret 2008, terdapat
kondisi lebih bayar sebesar Rp 58.741.293. Maka jumlah lebih bayar yang
dapat dikompensasikan pada masa pajak Mei 2008 sebesar Rp 59.129.113
(Rp 387.820 + Rp 58.741.293)
Mei (status : lebih bayar)
Pajak Keluaran sebesar Rp 1.500.000 lebih kecil daripada Pajak Masukan
yaitu sebesar Rp 1.892.448. Kondisi yang terjadi pada Mei 2008 adalah lebih
bayar sebesar Rp. 392.448. Pada masa pajak April 2008, terdapat kondisi
lebih bayar sebesar Rp 59.129.113. Maka jumlah lebih bayar yang dapat
dikompensasikan pada masa pajak Juni 2008 sebesar Rp 59.521.561 (Rp
392.448 + Rp 59.129.113)

71

Juni (status : kurang bayar)


Pajak Keluaran sebesar Rp 1.500.000 lebih besar daripada Pajak Masukan
yaitu sebesar Rp 1.211.730. Kondisi yang terjadi pada Juni 2008 adalah
kurang bayar sebesar Rp. 288.270. Pada masa pajak Mei 2008, terdapat
kondisi lebih bayar sebesar Rp 59.521.561. Maka jumlah lebih bayar yang
dapat dikompensasikan pada masa pajak Juli 2008 sebesar Rp 59.233.291
(Rp 59.521.561 - Rp 288.270)
Juli (status : kurang bayar)
Pajak Keluaran sebesar Rp 1.500.000 lebih besar daripada Pajak Masukan
yaitu sebesar Rp 1.225.758. Kondisi yang terjadi pada Juli 2008 adalah
kurang bayar sebesar Rp. 274.242. Pada masa pajak Juni 2008, terdapat
kondisi lebih bayar sebesar Rp 59.233.291. Maka jumlah lebih bayar yang
dapat dikompensasikan pada masa pajak Agustus 2008 sebesar Rp
58.959.049 (Rp 59.233.291 - Rp 274.242)
Agustus (status : kurang bayar)
Pajak Keluaran sebesar Rp 1.570.000 lebih besar daripada Pajak Masukan
yaitu sebesar Rp 1.209.378. Kondisi yang terjadi pada Agustus 2008 adalah
kurang bayar sebesar Rp. 360.622. Pada masa pajak Juli 2008, terdapat
kondisi lebih bayar sebesar Rp 58.959.049. Maka jumlah lebih bayar yang
dapat dikompensasikan pada masa pajak September 2008 sebesar Rp
58.598.427 (Rp 58.959.049 - Rp 360.622)
September (status : lebih bayar)

72

Pajak Keluaran sebesar Rp 2.170.000 lebih kecil daripada Pajak Masukan


yaitu sebesar Rp 4.486.707. Kondisi yang terjadi pada September 2008
adalah lebih bayar sebesar Rp. 2.316.707. Pada masa pajak Agustus 2008,
terdapat kondisi lebih bayar sebesar Rp 58.598.427. Maka jumlah lebih
bayar yang dapat dikompensasikan pada masa pajak Oktober 2008 sebesar
Rp 60.915.134 (Rp 2.316.707 + Rp 58.598.427)
Oktober (status : lebih bayar)
Pajak Keluaran sebesar Rp 1.870.000 lebih kecil daripada Pajak Masukan
yaitu sebesar Rp 9.451.427. Kondisi yang terjadi pada Oktober 2008 adalah
lebih bayar sebesar Rp. 7.581.427. Pada masa pajak September 2008,
terdapat kondisi lebih bayar sebesar Rp 60.915.134. Maka jumlah lebih
bayar yang dapat dikompensasikan pada masa pajak November 2008
sebesar Rp 68.496.561 (Rp 7.581.427 + Rp 60.915.134)
November (status : kurang bayar)
Pajak Keluaran sebesar Rp 2.610.000 lebih besar daripada Pajak Masukan
yaitu sebesar Rp 1.885.000. Kondisi yang terjadi pada November 2008
adalah kurang bayar sebesar Rp. 725.000. Pada masa pajak Oktober 2008,
terdapat kondisi lebih bayar sebesar Rp 68.496.561. Maka jumlah lebih
bayar yang dapat dikompensasikan pada masa pajak Desember 2008
sebesar Rp 67.771.561 (Rp 68.496.561 - Rp 725.000)
Desember (status : kurang bayar)
Pajak Keluaran sebesar Rp 2.675.000 lebih besar daripada Pajak Masukan
yaitu sebesar Rp 1.885.000. Kondisi yang terjadi pada Desember 2008

73

adalah kurang bayar sebesar Rp. 790.000. Pada masa pajak November
2008, terdapat kondisi lebih bayar sebesar Rp 67.771.561. Maka jumlah
lebih bayar yang dapat dikompensasikan pada masa pajak Desember 2008
sebesar Rp 66.981.561 (Rp 67.771.561 - Rp 790.000)

Tabel 4.6 : Rekapitulasi Pajak Lebih Bayar atau Kurang Bayar Tahun 2008
Pajak Masukan
Bulan

yang Dapat
Dikreditkan
(Rp)

Kompensasi
dari Masa
Pajak
Sebelumnya

Selisih (Rp)
Pajak Keluaran

(Lebih

(Rp)

Bayar/Kurang
Bayar/Nihil)

(Rp)

Januari

4.017.174

55.806.522

1.500.000

58.323.696

Februari

1.215.351

58.323.696

1.500.000

58.039.047

Maret

2.202.246

58.039.047

1.500.000

58.741.293

April

1.887.820

58.741.293

1.500.000

59.129.113

Mei

1.892.448

59.129.113

1.500.000

59.521.561

Juni

1.211.730

59.521.561

1.500.000

59.233.291

Juli

1.225.758

59.233.291

1.500.000

58.959.049

Agustus

1.209.378

58.959.049

1.570.000

58.598.427

September

4.486.707

58.598.427

2.170.000

60.915.134

Oktober

9.451.427

60.915.134

1.870.000

68.496.561

November

1.885.000

68.496.561

2.610.000

67.771.561

Desember

1.885.000

67.771.561

2.675.000

66.981.561

Jumlah

25.135.268

21.395.000

Jumlah pajak dibayar dimuka yang terdapat di Neraca PT AT sebesar


Rp 66.981.561 adalah sama dengan perhitungan pada tabel 4.6 yang

74

merupakan rekapitulasi perhitungan PPN lebih bayar atau kurang bayar


dengan memperhitungkan kompensasi dari masa pajak sebelumnya.

4.4

Pelaporan dan Penyetoran PPN


PT AT diwajibkan melaporkan seluruh pengkreditan pajak keluaran

dan pajak masukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak


Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) dalam bentuk formulir 1107 beserta
lampiran SPT Masa PPN dengan cara self assessment system, yang artinya
perhitungan, penyetoran dan pelaporan dilakukan sendiri oleh perusahaan.
SPT Masa PPN ini disampaikan sendiri oleh PT AT ke Kantor Pelayanan
Pajak, yang dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah
masa pajak diperiksa dan ditanda tangani oleh Direktur Manajer.
Risiko yang akan terjadi apabila perusahaan tidak melakukan
pemungutan PPN, maka akan menerima sanksi dengan diterbitkan Surat
Keputusan

Pajak

Kurang

Bayar

(SKPKB)

ditambah

denda

bunga

keterlambatan 2% dari nilai dasar pengenaan pajak per bulan maksimal 24


bulan.
Pemnyampaian SPT Masa PPN pada PT AT disertai dengan :
1. Lampiran SPT Masa yang terdiri dari Formulir 1107A sampai dengan
1107B.
2. Lembar ke 3
Kurang Bayar)

: Surat Setoran Pajak atas Kurang Bayar (jika ada

75

SPT Masa PPN induk beserta lampiran SPT Masa PPN dibuat dalam 2 (dua)
rangkap yaitu :
1. Lembar 1 untuk Kantor Pelayanan Pajak
2. Lembar 2 untuk PT AT
Selanjutnya, pemenuhan kewajiban untuk pelaporan Pajak Pertambahan
Nilai kepada kas negara. Dari pelaporan tersebut, perusahaan sebagai
Pengusaha Kena Pajak yang telah melakukan penyerahan barang kena
pajak atau jasa kena pajak akan menerima Surat Setoran Pajak (SSP)
sebagai bukti Pajak Pertambahan Nilai kurang bayar telah dibayarkan.
Laporan mengenai pajak yang dipungut oleh perusahaan yang
dikreditkan dengan pajak masukan menimbulkan status kurang bayar (PPN
Keluaran > PPN Masukan) sehingga perusahaan membayar pajak melalui
Bank dalam 1 (satu) masa pajak dilakukan dengan Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai. Bagian keuangan mempersiapkan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai beserta lampiran

lampiran

yang dibutuhkan dan selanjutnya diserahkan ke Kantor Pelayanan Pajak.


Dalam hal tersebut diatas, PT AT telah memenuhi semua persyaratan
pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dan
perusahaan selalu melaporkan tepat waktu dan tidak pernah mengalami
keterlambatan dari batas waktu yang telah ditentukan.

76

Tabel 4.7 : Tanggal Penyetoran dan Pelaporan PPN PT AT Tahun 2008


Bulan
Januari

Tanggal Penyetoran

Tanggal Pelaporan

Denda

12 Febuari 2008

15 Febuari 2008

11 Maret 2008

18 Maret 2008

Maret

11 April 2008

15 April 2008

April

13 Mei 2008

15 Mei 2008

Mei

11 Juni 2008

16 Juni 2008

Juni

10 Juli 2008

16 Juli 2008

11 Agustus 2008

14 Agustus 2008

15 September 2008

19 September 2008

13 Oktober 2008

20 Oktober 2008

Oktober

13 November 2008

20 November 2008

November

15 Desember 2008

18 Desember 2008

Desember

12 Januari 2009

20 Januari 2009

Februari

Juli
Agustus
September

77

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1

Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap PT AT maka dapat

dikemukakan beberapa hal yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut :


1. PT AT merupakan Pengusaha Kena Pajak yang sudah memiliki
NPWP dan Nomor Pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak dan
dilihat dari struktur organisasi perusahaan ini sudah cukup baik dalam
menagani masalah perpajakan khususnya mengenai barang atau jasa
yang dikenakan PPN.
2. Didalam perhitungan PPN pada PT AT telah sesuai dengan UU PPN
1984, baik dalam hal pencatatannya dan pelaporannya.
3. Dalam hal pelunasan kewajiban pajak pembayaran PT AT selalu tepat
waktu dan tidak pernah terlambat dan demikian juga dengan
penyampaian SPT Masa PPN.
4. Perusahaan belum melakukan pelaporan seluruh Pajak Keluaran
yang ada, total Pajak Keluaran kurang bayar pada tahun 2008 adalah
sebesar Rp 1.198.800
5. Penyetoran, restitusi, dan pelaporan PPN
Penyetoran dan restitusi didasarkan atas perhitungan selisih antara
pajak keluaran dan pajak masukan. Berdasarkan undang

undang

yang berlaku, ditetapkan apabila pada suatu masa pajak, pajak

78

keluaran lebih besar daripada pajak masukan maka selisihnya


merupakan PPN yang masih harus dibayar atau yang biasa disebut
kurang bayar oleh PT AT. Apabila dalam suatu masa pajak, jumlah
pajak masukan lebih besar daripada pajak keluaran, maka selisihnya
merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada masa
pajak berikutnya. Atas pajak yang lebih besar tersebut, perusahaan
dapat mengkompensasikan ke masa pajak berikutnya.

5.2

Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap PT AT maka dapat

dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :


1. Perusahaan hendaknya selalu mengikuti segala perkembangan dan
perubahan yang terjadi pada peraturan perpajakan, karena peraturan
pajak seringkali berubah mengikuti situasi dan kondisi Negara
sehingga perusahaan selalu up to date dalam mengikuti peraturan
perpajakan yang baru agar dapat melaporkan pajaknya dengan tepat
waktu dan benar.
2. Perusahaan harus meneliti kelengkapan dan kebenaran faktur pajak
yang

diterima

supaya

tidak

mengakibatkan

kesalahan

dalam

perhitungan pajak masukan.


3. Perusahaan hendaknya dalam melakukan perhitungan, penyetoran,
dan pelaporan pajak selalu hati

hati dan benar, khususnya dalam

79

melakukan perhitungan karena bila terjadi kesalahan akan mengalami


kesulitan dalam hal penyetoran dan pelaporannya.
4. Perusahaan hendaknya menyimpan dokumen
secara

rapih

pemeriksaan.

dan

teratur

sehingga

dapat

dokumen pajak
membantu

dalam

80

LAMPIRAN

Lampiran I

: Laporan Laba Rugi PT AT

Lampiran II

: Neraca PT AT

III

II

NO

4.884.590.207

988.098.598

NILAI BUKU

TOTAL AKTIVA

(520.893.759)

171.884.508

1.337.107.849

3.896.491.609

TOTAL PASIVA

RUGI/LABA TAHUN BERJALAN

3.854.213.873

MODAL DASAR

MODAL

HUTANG JANGKA PANJANG

JUMLAH

HUTANG LAIN-LAIN

HUTANG USAHA

KEWAJIBAN LANCAR

URAIAN

LABA DITAHAN

VI

IV

NO

3.741.989.257

3.037.500

66.981.561

42.205.555

AKUMULASI PENUSUTAN

PERALATAN KANTOR

PERALATAN ISP

AKTIVA TETAP

JUMLAH

LAIN-LAIN

PPH PASAL 23

PPN

PAJAK DIBAYAR DIMUKA

AKTIVA LANCAR LAINNYA


BIAYA OPERASIONAL DIBAYAR
DIMUKA

17.930.000

PIUTANG USAHA

PERSEDIAAN

24.347.736

PER 31 DESEMBER 2008

PER 31 DESEMBER 2008

KAS DAN BANK

AKTIVA LANCAR

URAIAN

PT. AT
NERACA

4.884.590.207

(1.901.122.696)

(1.483.330.264)

(1.017.792.432)

600.000.000

6.785.712.903

6.784.062.903

1.650.000

PER 31 DESEMBER 2008

LAPORAN KEUANGAN
PT. AT
LAPORAN LABA/RUGI
PER 31 DESEMBER 2008

PENDAPATAN

213.950.000

HARGA POKOK PENJUALAN

599.464.030

LABA (RUGI) KOTOR

(385.514.030)

BEBAN ADM & UMUM


BIAYA GAJI

690.308.097

BIAYA SEWA

117.143.299

BIAYA ADM KANTOR

197.001.067

BIAYA PERJALANAN DINAS


BIAYA TRANSPORTASI
BIAYA PENYUSUTAN

49.631.355
4.934.200
380.72.703
1.097.090.721

LABA (RUGI) USAHA


PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN
LABA (RUGI) SBLM PAJAK

(1.482.604.751)
(725.513)
(1.483.330.264)

DAFTAR RUJUKAN

Gunadi. (1997). Akuntansi Pajak. Jakarta.: PT Gramedia Widiasarana


Indonesia.
Mardiasmo. (2006). Perpajakan (Edisi Revisi 2006). Yogyakarta.: Andi
Yogyakarta.
Republik Indonesia, Undang
Pertambahan Nilai.

undang nomor 18 tahun 2000 tentang Pajak

Soemitro, R., & Sugiharti, D.K. (2004). Asas dan Dasar Perpajakan,
Bandung.: PT Refika Aditama.
Sukardji, Untung. (2006) Pajak Pertambahan Nilai (Edisi Revisi 2006).
Jakarta.: PT Radja Grafindo Persada
Undang

Undang Pajak Tahun 2000. (2001). Jakarta.: Salemba Empat.

83

Anda mungkin juga menyukai