Anda di halaman 1dari 15

TRANSFER PRICING

DISUSUN OLEH :

1. DELLA ZILKA CAHYANI (024032001002)


2. HANA SU’DA LADIBAH (024032001003)
3. ALYA MAULINA (024032001004)
4. CUT DINARA SAFINA (024032001005)
5. PUTERI LAELY ZULQAIDAH (024032001006)

DIII AKUNTANSI PERPAJAKAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TRISAKTI
DAFTAR ISI

A. PENGERTIAN TRANSFER PRICING ..................................................................................... 3


a. Tujuan Penerapan Transfer Pricing ....................................................................................... 4
b. Jenis dan Aspek Transfer Pricing ........................................................................................... 4
c. Motivasi Transfer Pricing di Indonesia .................................................................................. 6
d. Kekurangan dan Kelebihan Transfer Pricing ........................................................................ 6
B. PRAKTEK TRANSFER PRICING ............................................................................................ 6
1. Penentuan Harga Penjualan .................................................................................................... 7
2. Penentuan Harga Pembelian.................................................................................................... 7
3. Pembebanan Bunga .................................................................................................................. 7
4. Pembelian Aset oleh Pemegang Saham ................................................................................... 8
C. PENCEGAHAN TRANSFER PRICING ...................................................................................... 8
D. METODE UNTUK PENENTUAN HARGA ............................................................................... 10
a. Metode Perbandingan Harga.................................................................................................... 10
b. Metode Harga Penjualan Kembali ........................................................................................... 11
c. Metode Biaya-Plus ..................................................................................................................... 12
d. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM).............................................................. 12
e. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM) .............. 13
TAMBAHAN INFORMASI DAN KESIMPULAN ......................................................................... 15
A. PENGERTIAN TRANSFER PRICING

Transfer pricing adalah suatu kebijakan yang diatur oleh perusahaan untuk menentukan
harga transfer atas suatu transaksi, baik harga atas barang, jasa, harta tak berwujud, ataupun
transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan.

Transfer pricing bisa juga diartikan sebagai besaran harga yang dibebankan satuan usaha
individu pada perseroan multi satuan atas transaksi yang terjadi di antara mereka.Terdapat
dua kelompok transaksi dalam transfer pricing, yaitu intra-company dan inter-company
transfer pricing. Intra-company transfer pricing merupakan transfer pricing antardivisi
dalam satu perusahaan. Sedangkan intercompany transfer pricing merupakan transfer
pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Transaksinya sendiri
bisa dilakukan dalam satu negara (domestic transfer pricing), maupun dengan negara yang
berbeda (international transfer pricing).Pengertian itu merupakan pengertian yang netral,
walaupun sering sekali istilah transfer pricing dikonotasikan dengan sesuatu yang tidak baik
(sering disebut abuse of transfer pricing), yaitu suatu pengalihan penghasilan dari suatu
perusahaan dalam suatu negara dengan tarif pajak yang lebih tinggi ke perusahaan lain dalam
satu grup di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah sehingga mengurangi total beban
pajak group perusahaan tersebut.

Eden (2001) dalam Darussalam dan Sepriadi (2008) mengistilahkan transfer pricing
manipulation dengan suatu kegiatan untuk memperbesar biaya atau merendahkan tagihan
yang bertujuan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Manipulasi harga yang dapat
dilakukan dengan transfer pricing antara lain manipulasi pada:

- Harga penjualan;
- Harga pembelian;
- Alokasi biaya administrasi dan umum atau pun pada biaya overhead;
- Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder
loan);
- Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen,
imbalan atas jasa teknik, dan imbalan atas jasa lainnya;
- Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang
mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar;
- Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak
mempunyai substansi usaha (seperti: dummy company, letter box company atau
reinvoicing center)
a. Tujuan Penerapan Transfer Pricing

Apa sih sebenarnya tujuan dari penerapan transfer pricing? Ada 7 hal yang menjadi tujuan
dari transaksi ini, di antaranya:

1. Pengoptimalan atas penghasilan global setelah dipotong pajak.


2. Evaluasi kinerja cabang perusahaan mancanegara.
3. Mengupayakan keamanan posisi kompetitif.,upaya keamanan ini bertujuan untuk
memaksimalkan penghasilan global, mengamankan posisi kompetitif cabang
perusahaan, mengevaluasi kinerja cabang perusahaan mancanegara, menghindari
pengendalian devisa, mengurangi risiko moneter, mengatur arus kas cabang
perusahaan, membina hubungan baik dengan administrasi setempat, mengurangi
risiko pengambilalihan oleh pemerintah, mengurangi beban pengenaan pajak dan bea
masuk.
4. Mengurangi risiko keuangan.
5. Mengatur arus kas pada cabang perusahaan.
6. Mengurangi risiko pengambilalihan pemerintah.
7. Mengurangi beban tanggungan pajak dan bea masuk

b. Jenis dan Aspek Transfer Pricing

Berdasarkan pihak yang terlibat di dalamnya, transaksi ini dapat dikelompokan menjadi dua
jenis, yaitu:

• Intercompany transfer pricing : Transaksi yang terjadi antara dua perusahaan yang
mempunyai hubungan istimewa.
• Intracompany transfer pricing : Transaksi yang terjadi antar divisi dalam suatu
perusahaan.
Transfer pricing meliputi beberapa aspek, di antaranya:

• Harta Berwujud Harta berwujud merujuk pada semua aset fisik bisnis, yang dapat
meliputi persediaan (bahan mentah, barang setengah jadi & barang jadi, serta barang
dagangan lainnya), mesin & peralatan, inventaris, tanah & bangunan, barang modal &
bidang keperluan usaha lainnya.
• Harta Tidak Berwujud Harta tak berwujud dari aspek transfer pricing dibedakan
antara manufacturing intangibles (yang timbul karena kegiatan pabrikasi atau upaya
peneliatan dan pengembangan oleh produsen) dan marketing intangibles (yang
berasal dari upaya pemasaran, distribusi dan jasa purna jual)
• Penyerahan Jasa Dari aspek harga transfer, penyerahan jasa kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa dapat berkisar dari yang sederhana, seperti jasa rutin
akuntansi dan legal, jasa teknis antar perusahaan, hingga pengiriman karyawan.

Contoh Kasus

PT Abadi Jaya Esa yang berkedudukan di negara Malaysia memiliki anak perusahaan di
Indonesia, yaitu PT Abadi Jaya Makmur. Untuk memproduksi mainan yang dijual di
Indonesia, PT Abadi jaya Makmur mengimpor bahan baku dari Abadi Jaya Esa.

PT Abadi Jaya Esa yang berkedudukan di negara Malaysia memiliki anak perusahaan di
Indonesia yaitu PT Abadi Jaya Makmur. Untuk memproduksi mainan yang dijual di
Indonesia, PT Abadi jaya Makmur mengimpor bahan baku dari Abadi Jaya Esa. Jika harga
wajar bahan baku tersebut misalnya US$10/buah, dalam transaksi antara PT Abadi Jaya Esa
dan PT Abadi Jaya Makmur harga bahan baku yang sama dijual dengan harga US$30/buah.

Maka, harga yang di-markup terjadi karena prinsip harga pasar wajar (Arm’s Length Price
Principle). Mengapa perusahaan menerapkan prinsip ini?

• Untuk menghindari pemungutan pajak di Indonesia dari keuntungan yang didapat


oleh PT Abadi Jaya Makmur, maka dikenakan harga bahan baku setinggi-tingginya
sehingga revenue yang tercatat kecil . Tidak jarang perusahaan juga tercatat rugi
untuk menghindari pengenaan pajak.
• Perusahaan lebih memilih keuntungan dialirkan ke anak perusahaan lainnya
dibanding harus dipotong untuk membayar pajak.
c. Motivasi Transfer Pricing di Indonesia
Karena adanya beberapa motif yang diketahui pemerintah tentang manipulasi harga ini,
perusahaan diwajibkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan transaksi afiliasi di
dalam dan luar negeri. Hal ini dilakukan untuk menyusun dan menyerahkan Dokumen
Penetapan Harga Transfer sesuai dengan kebijakan pelaporan yang ditetapkan.
Ada beberapa hal yang menjadi motivasi dilaksanakannya manipulasi harga ini di Indonesia,
di antaranya.

• Pengurangan objek pajak.


• Penurunan pengaruh depresiasi.
• Pelonggaran pengaruh pembatasan kepemilikan luar negeri.
• Menguatkan tuntutan kenaikan harga atau proteksi terhadap saingan impor.
• Memperkecil akibat pembatasan dan ketidakpastian atas risiko kegiatan usaha
perusahaan luar negeri.

d. Kekurangan dan Kelebihan Transfer Pricing


Kelebihan transfer pricing:
• Meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan sebab penyediaan barang/jasa
sudah dapat dipasok sendiri oleh perusahaan afiliasinya/divisi lainnya.
• Mendapatkan harga yang sesuai atas produk/jasa yang diperlukan.
Kelemahan transfer pricing:
Pada dasarnya, transfer pricing mesti dilakukan sesuai dengan prinsip arm's length
transaction meskipun ia dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang saling berafiliasi atau
masing-masing divisi dalam perusahaan. Namun kadang kala, transfer pricing dilakukan
untuk mengurangi jumlah pajak yang mestinya dibayarkan. Misal, suatu perusahaan menjual
suatu barang kepada perusahaan afiliasinya dengan harga yang lebih rendah daripada harga
pasar sehingga PPN yang dipungut atas transaksi tersebut tidak sesuai dengan harga pasar
wajar sehingga mesti dilakukan koreksi atas dasar pengenaan pajaknya.

B. PRAKTEK TRANSFER PRICING

Beberapa Praktek penentuan harga transfer dalam suatu perusahaan diantaranya :


1. Penentuan Harga Penjualan
PT. Nusa Sale Indonesia (NSI) memiliki 25% saham PT. Nusa Online Selaras (NOS).
Atas penjualan barang dari PT. NSI ke PT. NOS, PT. NSI menerbitkan faktur dengan
DPP harga jual sebesar Rp 800.000,- per unit. Hal yang berbeda dengan harga jual yang
ditagih atas penyerahan barang yang sama kepada PT. Siapa Lo Olang (SLO) yang
notabene tidak memiliki hubungan istimewa dengan DPP Harga jual sebesar Rp.
1.050.000,- per unit.
Dalam contoh tersebut di atas, harga senilai Rp 800.000,- per unit merupakan Harga
Transfer yang berada di bawah Harga Pasar yaitu sebesar Rp 1.050.000,- sehingga nilai
yang seharusnya diperhitungkan sebagai perhitungan penghasilan atau pengenaan pajak
adalah Rp 1.050.000,- per unit. Pendekatan semacam ini dikenal dengan
metode Comparable Uncontrolled Price (CUP) atau metode perbandingan harga antara
pihak yang independen.

2. Penentuan Harga Pembelian


PT. Nusa Kairos Sejati (NKS) memiliki 25% saham PT Lexus Sejati Abadi (LSA). PT.
NKS membeli barang produksi PT. LSA dengan harga pembelian Rp7.500,- per unit. PT.
NKS kemudian menjual kembali produk tersebut ke PT. Haya Elo Sape (HES) tidak
berafiliasi dengan harga Rp8.750,- per unit.
Dalam kondisi ini, Seandainya laba yang diperoleh dari penjualan ke PT HES adalah
Rp2.000,- per unit. Maka Harga Pasar yang wajar atas pembelian oleh PT. NKS dari PT.
LSA adalah Rp8.750- Rp2.000 yaitu Rp6.750,- per unit. Ini berarti terdapat selisih lebih
Rp7.500-Rp6.750 atau senilai Rp750,- yang dapat diperhitungkan sebagai penghasilan
lain (sering disebut dengan Dividen Terselubung).

3. Pembebanan Bunga
PT. Boha Mambaen Kedan (BMK) memiliki 70% saham PT . Ai So Ise (ASI). Atas
kepemilikan saham tersebut PT. BMK berkewajiban menyetorkan modal ke PT. ASI.
Namun masih terdapat modal yang belum disetorkan sebesar Rp600.000.000,-. Dari
catatan PT. BMK, diketahui terdapat pinjaman sebesar Rp800.000.000,- dengan bunga
sebesar 15% atau Rp120.000.000,- per tahun. Tingkat bunga yang berlaku pada saat itu
adalah 12%.
Dari ilustrasi ini, nilai pinjaman yang menjadi dasar perhitungan beban bunga seharusnya
adalah Rp200.000.000,- (Rp800.000.000,- – Rp600.000.000,-) dengan tarif 12%.
Sehingga biaya bunga yang boleh dibebankan adalah sebesar Rp24.000.000,- dan selisih
signifikan senilai Rp96.000.000,- (Rp120.000.000,- – Rp24.000.000,-) merupakan
penghasilan lain yang kerap diidentikkan dengan pembayaran Dividen Terselubung.

4. Pembelian Aset oleh Pemegang Saham


Tuan Takur memiliki 45% saham PT. Jiwa Mandiri Sekata (JMS). Pada suatu waktu,
harta PT. JMS berupa mesin dibeli Tuan Takur dengan harga Rp150.000.000,-. Harga
Pasar mesin serupa pada saat yang sama adalah Rp275.000.000,-. Dalam kondisi ini,
penghasilan yang diterima PT. JMS atas penjualan mesin seharusnya adalah
Rp275.000.000,- atau dikoreksi positif sebesar Rp125.000.000 (Rp275.000.000,- –
Rp150.000.000,-). Terhadap Tuan Takur, nilai sebesar Rp125.000.000,- tersebut
merupakan penghasilan pasif (dividen) yang harus dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%.

C. PENCEGAHAN TRANSFER PRICING

Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor


22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer
(Advance Pricing Agreement). Peraturan Menteri Keuangan tersebut merupakan petunjuk
pelaksanaan dari Pasal 18 ayat (3)a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan (UU PPh).

John Hutagaol, Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak menjelaskan, Peraturan


Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 mengatur mengenai tata cara pelaksanaan
kesepakatan harga transfer dan penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU).
Ia menambahkan bahwa setidaknya ada empat hal yang diatur, yaitu:

Pertama, permohonan APA melalui formal application tanpa didahului prosedur


pembicaraan awal (prelodgement) sehingga lebih sederhana.
Kedua, kelengkapan dokumen disampaikan setelah adanya pemberitahuan bahwa
permohonan APA dapat ditindaklanjuti.
Ketiga, pengujian material atas permohonan APA yang telah memenuhi kelengkapan
dilakukan dengan menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU).
"Dan terakhir, PKKU dalam ketentuan ini berlaku juga bagi Wajib Pajak dalam pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajibannya terkait dengan transaksi yang dipengaruhi hubungan
istimewa," kata John seperti dikutip dalam keterangannya, Rabu (1/4/2020).
Ia menambahkan bahwa tujuan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor
22/PMK.03/2020 adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak, termasuk
memperkenankan Roll-back untuk tahun pajak sebelum Periode APA dengan persyaratan
tertentu, memudahkan Wajib Pajak dalam mengajukan APA melalui prosedur yang lebih
sederhana (yakni menghilangkan prosedur prelodgement dan mengatur mengenai
penyampaian dokumen untuk APA hanya satu kali) dan memberikan norma dan panduan
kepada Wajib Pajak untuk menentukan harga wajar transaksi yang dipengaruhi hubungan
istimewa dengan menerapkan PKKU.

Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) arm’s length principle dilakukan dengan
menggunakan langkah-langkah berikut:

1. Melakukan analisis kesebandingan dan menentukan pembanding. Di sini usaha yang


tidak memiliki hubungan istimewa dijadikan bahan pembanding.
2. Menentukan metode harga transfer yang wajar.
3. Menerapkan prinsip kesebandingan dan kewajaran dengan metode penentuan transfer
pricing yang wajar ke dalam transaksi yang dilakukan oleh kedua wajib pajak yang
memiliki hubungan istimewa.
4. Merekam atau mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan harga atau laba
wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Hubungan Istimewa dan Langkah Penentuan Harga Wajar


Istilah transfer pricing tidak luput dari hubungan istimewa. Istilah hubungan istimewa ini pun
dibahas dalam UU Pajak Pertambahan Nilai pasal 18 ayat 4 dan pasal 2 ayat 2 dimana
hubungan istimewa dianggap ada apabila;

1. Wajib pajak memiliki penyertaan modal langsung atau tidak langsung lebih rendah
25% pada wajib pajak lainnya.
2. Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya dua atau lebih wajib pajak berada di
bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung.
3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan
lurus atau ke samping satu derajat.
Prinsip kewajaran dan kelaziman usaha ini maksudnya adalah prinsip yang mengatur
bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang memiliki
hubungan istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan
antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa yang menjadi pembanding, maka
harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang memiliki
hubungan istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa yang
menjadi pembanding. Singkatnya, transaksi antara usaha yang memiliki hubungan
istimewa harus sebanding dengan transaksi yang dilakukan oleh usaha yang tidak
memiliki hubungan istimewa.

D. METODE UNTUK PENENTUAN HARGA


a. Metode Perbandingan Harga
Metode yang sering disebut CUP atau Comparable Uncontrolled Price ini bertujuan untuk
membandingkan harga transaksi dari kedua usaha yang memiliki hubungan istimewa
dengan transfer pricing produk sejenis dengan usaha yang tidak memiliki hubungan
istimewa. Dalam panduannya tentang transfer pricing, Kementerian Keuangan RI
menyebutkan metode ini lah yang paling efektif dibanding dengan metode-metode lain.

Praktisi pajak internasional, Steven Hannes, ada beberapa faktor kunci yang harus
diperhatikan dalam melakukan metode perbandingan harga:

1. Analisis Fungsi, Aset, dan Risiko


2. Surat Kontrak
3. Produk dan jasa yang ditransaksikan
4. Strategi bisnis
5. Situasi ekonomi
6. Waktu transaksi
7. Alternatif pilihan realistis
8. Keberadaan aset tidak berwujud yang melekat pada produk yang ditransaksikan

Selain ke delapan hal tersebut, besarnya cakupan pasar baik dari segi geografis maupun
demografis dan juga biaya transportasi barang tersebut juga perlu diperhatikan dalam analisis
perbandingan harga.

Contoh sederhana metode CUP


PT AAA menyerahkan penjualan barang mentah X kepada afiliasinya PT BBB dengan
harga franco tujuan Rp. 50.000.000, Di saat yang sama PT AAA juga menjual barang yang
sama kepada pihak ketiga PT CCC dengan franco pabrik sebesar Rp. 50.000.000 dan biaya
pengangkutan dan asuransi sebesar Rp.500.000.

Dengan metode CUP atau perbandingan ini, harga jual barang mentah X yang wajar dari PT
AAA ke PT BBB seharusnya sebesar Rp. 50.500.000.

b. Metode Harga Penjualan Kembali


Disebut juga dengan Resale Price Method (RPM). Metode ini dilakukan dimana produk yang
telah dibeli dari pihak yang memiliki hubungan istimewa dijual kembali kepada pihak yang
tidak memiliki hubungan istimewa.

Harga yang terjadi pada resale tersebut dikurangi dengan laba kotor (mark up) wajar
sehingga diperoleh harga beli wajar dari pihak yang memiliki afiliasi (hubungan istimewa).

Ada syarat yang harus dilakukan sebelum menerapkan metode RPM ini. Pertama, tingkat
kesebandingan yang tinggi antara transaksi yang memiliki hubungan istimewa dengan yang
tidak memiliki hubungan istimewa.

Kedua, pihak penjual kembali, tidak memiliki signifikansi nilai harga atas barang atau jasa
yang ditransaksikan.

Contoh sederhana metode RPM


PT A dan PT B yang memiliki hubungan istimewa melakukan transaksi barang sebesar
rupiah 10.000.000.

Kemudian PT B menyerahkan barang tersebut kepada PT C yang tidak memiliki hubungan


istimewa dengan harga Rp. 20.000.000

Ternyata ada transaksi barang sejenis antara PT AA dan PT BB yang sama sekali tidak
memiliki hubungan istimewa dengan mark up 20%.

Maka nilai kewajaran atas transaksi PT A dan PT B adalah;

Rp. 20.000.000 – (20% – Rp. 20.000.000) = Rp. 16.000.000.


c. Metode Biaya-Plus
Metode yang biasa disebut dengan cost plus method ini menentukan harga transfer yang
menambahkan laba kotor dari transaksi antara perusahaan wajib pajak tidak terafiliasi yang
sebanding terhadap biaya yang ditanggung dalam transaksi afiliasi.

Adapun metode ini tepat digunakan ketika barang setengah jadi dijual kepada pihak yang
terafiliasi (memiliki hubungan spesial) Selain itu pihak yang terafiliasi (memiliki hubungan
spesial) memiliki kontrak jangka panjang atau kontrak perjanjian penggunaan fasilitas
bersama.

Metode ini sangat efektif apabila digunakan pada usaha dengan transaksi penyedia jasa.

Contoh metode biaya-plus


PT A memproduksi barang dengan biaya Rp 500.000 dan menyerahkan barang tersebut
kepada rekan istimewanya, PT B dengan harga Rp. 900.000

Di sisi lain, PT Y juga memproduksi barang yang sama dengan biaya Rp 600.000 dan
menjualnya ke PT Z yang tidak memiliki hubungan istimewa dengan harga Rp. 900.000.

Jika dilihat dari rasio laba kotor penjualan PT Y, maka didapat 50% (30:60)

Dengan analisis biaya-plus ini, dapat diketahui harga transfer wajar PT A ke PT B adalah:

Rp.500.000 + (50% x Rp 500.000) = Rp. 750.000.

Sehingga kesimpulannya, transfer pricing PT A ke PT B dianggap terlalu mahal dan


memerlukan audit dari kantor pajak.

d. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM)


Adalah metode penentuan harga transfer dengan mengidentifikasi laba gabungan dari entitas-
entitas afiliasi. Misalnya, induk perusahaan yang melakukan riset sedangkan anak perusahaan
yang memproduksi dan menjual produk, jadi harus diketahui nilai kontribusi induk
perusahaan dan anak perusahaan dalam menciptakan keuntungan secara keseluruhan dari
grup perusahaan tersebut. Nah, kita bandingkan dengan perusahaan independen yang
melakukan transaksi yang sebanding, berapa persentase keuntungan yang diperoleh masing-
masing pihak. Cara hitungnya ada dua, dengan menggunakan metode kontribusi
(Contribution Profit Split Method) atau metode sisa pembagian laba (Residual Profit Split
Method).
e. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM)
Metode ini dapat dikatakan sebagai metode sapu jagat,karena metode yang paling gampang
dan paling sering dipakai. Langkah awalnya yaitu dengan menentukan Level of indicator
(LOI) yaitu rasio keuangan untuk menggambarkan tingkat laba operasi yang dihubungkan
dengan suatu penyebut tertentu sesuai dengan sifat (fungsi, aset dan risiko) entitas yang diuji.
LOI yang sering digunakan ini.

o Rasio Tingkat Pengembalian Penjualan (Return on Sales/ROS)

Biasanya ROS digunakan untuk usaha penjualan yaitu distributor baik whole
seller atau retailer. ROS (net margin) dihitung dengan formula sebagai berikut:

ROS = 𝑳𝒂𝒃𝒂𝒃𝒆𝒓𝒔𝒊𝒉𝒖𝒔𝒂𝒉𝒂/𝑷𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍𝒂𝒏 x 100%

Rasio Tingkat Pengembalian Total Biaya (Return on Total Cost/ROTC)

Biasanya digunakan untuk usaha pabrikan dan penyedia jasa. ROTC (Net Mark-up) dihitung
dengan formula sebagai berikut:

ROTC = 𝑳𝒂𝒃𝒂𝒃𝒆𝒓𝒔𝒊𝒉𝒖𝒔𝒂𝒉𝒂/(𝑯𝑷𝑷 + 𝑩𝒊𝒂𝒚𝒂𝒐𝒑𝒆𝒓𝒂𝒔𝒊) x 100%

Rasio Tingkat Pengembalian Aset (Return on Assets/ROA)

Biasanya digunakan untuk assets-intensive business. ROA dihitung dengan formula sebagai
berikut:

ROA = 𝑳𝒂𝒃𝒂𝒃𝒆𝒓𝒔𝒊𝒉𝒖𝒔𝒂𝒉𝒂/𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍𝑶𝒑𝒆𝒓𝒂𝒕𝒊𝒏𝒈𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔 x 100%

ROA = 𝑳𝒂𝒃𝒂𝒃𝒆𝒓𝒔𝒊𝒉𝒖𝒔𝒂𝒉𝒂/(𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔−𝑵𝒐𝒏𝑶𝒑𝒆𝒓𝒂𝒕𝒊𝒏𝒈𝑨𝒔𝒔𝒆𝒕𝒔,i𝒏𝒄𝒍𝒖𝒅𝒊𝒏𝒈𝒄𝒂𝒔𝒉) x
100%

Total operating assets termasuk aset tetap operasi (termasuk tanah, bangunan, pabrik dan
peralatan). Aset tidak berwujud yang digunakan dalam usaha (seperti paten atau know-how),
dan working capital assets (seperti persediaan dan piutang dagang dikurangi utang dagang).
Investasi dan kas tidak termasuk dalam operating assets kecuali perusahaan yang bergerak
dalam industri keuangan.
TAMBAHAN INFORMASI DAN KESIMPULAN

Kita telah mengetahui bahwa karena adanya transfer pricing , yaitu kebijakan perusahaan
dalam menentukan harga transfer atas suatu transaksi , membuat harga yang terbentuk
bukanlah harga yang seharusnya terjadi . Oleh sebab itu , transaksi haruslah berdasarkan
prinsip Arm’s Length Principle , yaitu prinsip yang mengatur bahwa kondisi transaksi yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa haruslah sebanding dengan
kondisi transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang independent . Dalam hal terjadi
transfer pricing ini , maka kita harus melakukan / menentuka nilai wajar dari transaksi yang
terjadi .

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2011, Prinsip


Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm’s length principle/ALP) merupakan prinsip yang
mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang
dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi
pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau
laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
yang menjadi pembanding.

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

• Melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;


• Menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
• Menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil Analisis
Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi
yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan
Istimewa; dan
• Mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai