Anda di halaman 1dari 12

PENGGOLONGAN ASET TIDAK BERWUJUD DAN PERLAKUAN AKUNTANSINYA

Dalam hal penggolongan aset tidak berwujud, dibedakan menurut sifat kekhususan, masa
manfaat, hubungan dengan kegiatan usaha, dan penghapusannya. Dasar yang digunakan
sebagai penggolongan aset tidak berwujud (PSAK No. 19 Tahun 2015)
1. Kemampuan untuk diindentifikasi : dapat atau tidak dapat secara khusus
2. Cara perolehan: diperoleh secara individual, secara kelompok, melalui penggabungan
badan usaha, atau dikembangakan sendiri
3. Masa manfaat yang diharapkan: tergantung pada pembatasan yang diatur pada
hukum atau perjanjian, pada faktor keekonomian atau manusia, atau pada jangka
waktu yang tudak terbatas atau tidak dapat ditemukan di masa depan.
4. Kemampuan untuk dipisahkan dari keseluruhan perusahaan. Hal yang dapat dialihkan
tanpa bukti kepemilikan, dapat dijual atau tidak dapat dipisahkan dari perusahaan
dari bagian pokoknya.
Untuk aset tetep tidak berwujud yang diperoleh diakui sebesar biaya perolehan. Biaya
perolehan sendiri terdiri dari harga beli, termasuk bea masuk dan pajak pembelian yang
tidak dapat direstitusi, setelah dikurangi diskon dan rabat, serta seluruh biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung dalam mempersiapkan aset untuk digunakan sesuai dengan
intensinya
TERMASUK ASET TIDAK BERWUJUD
Hak Paten
Adalah hak yang diberikan kepada pihak yang menemukan hal baru untuk memproduksi,
menjual atau mengawasi penemuannya dalam jangka waktu tertentu. hak paten bisa
digunakan sendiri oleh penemunya atau diserahkan kepada pihak lain berdasarkan
kesepakatan.
Harga perolehan hak paten adalah mencakup keseluruhan pengeluaran yang meliputi biaya
penelitian, biaya pengembangan, pembuatan gambar dan model, biaya percobaanpercobaan, dan lain-lain termasuk biaya pengurusan hak paten hingga sertifikat hak paten
diterima.
Contoh soal:
Harcott Co. mengeluarkan biaya hukum sebesar $200.000 pada tanggal 1 Januari 2009
untuk mempertahankan paten. Paten itu memiliki masa manfaat 20tahun dan
diamortisasi menggunakan metode garis lurus. Jurnal untuk mencatat biaya hukum dan
amortisasi setiap akhir tahun, yaitu:

Tanggal
1 Januari 2009

Hak Paten
Kas

$200.000
$200.000

Tanggal
31
Desember Beban Amortisasi Hak Paten
$10.000
2009
Akumulasi
Amortisasi
Paten
$10.000

Hak

Pembebanan amortisasi dapat dialokasikan ke biaya produksi atau biaya penjualan (apaila
digunakan pada kegiatan yang berhubungan dengan penjualan)
Hak cipta (Copyright)
Adalah hak yang diberikan kepada pengarang, pencipta, aransemen untuk menerbitkan,
menjual atau mengawasi karyanya. Hak cipta dapat dijual untuk diberikan kepada pihak
lain berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati.
Harga perolehan hak cipta mencakup keseluruhan pengeluaran mulai saat penyusunan atau
penelitian sampai pengurusan ijin hak cipta hingga sertifikat hak cipta diterima. Amortisasi
terhadap hak cipta ini sesuai masa yang ditetapkan atau diamortisasi sekaligus apabila
masanya kurang dari yang ditetapkan dan taksiran masa sesuai jumlah yang akan terjual.
Hak merk dagang
Adalah hak cipta dan hak untuk menggunakan suatu tanda pengenal atau simbol atas suatu
barang yang diusahakan. Harga perolehan hak merk dagang adalah meliputi biaya
perencanaan gambar atau desain gambar, biaya sayembara pembuatan lambing, dan lainlain termasuk biaya pengurusan ijin merk dagang hingga sertifikat merk dagang diterima.
Contoh:
Tanggal 1 April 1995, Firma Halomoan & Co memperoleh hak merek atas produk pabriknya
dengan biaya Rp. 7.800.000,-. Harga perolehan tersebut diamortisasi selama 6 tahun.
Jurnal untuk mencatat perolehannya (1 April 1995)
(D) Merek Dagang Rp. 7.800.000,(K) Kas
Rp 7.800.000,-.
Mencatat amortisasi tahunan
(7.800.000:6) * Rp. 1 = Rp. 1.300.000, Mencatat beban amortisasi tahun 1995
1 April 31 Desember 1995 = 9 bulan
(9:12) * 1.300.000 = Rp. 975.000,-

Jurnal untuk mencatat penyesuaian beban amortisasi 31/12


(D) Amortisasi merek dagang
Rp. 975.000,(K) Merek dagang
Rp. 975.000,-

Waralaba (Franchise)
Merupakan hak yang diberikan oleh pihak tertentu (franchisor) kepada pihak lain atas
penggunaan fasilitas yang dimiliki franchisor. Akuntansi dan hal yang berkenaan dengan
pemajakan atas usaha waralaba diatur tersendiri.
Contoh:
PT. Mulia memperoleh hak dari Brothers Limited Amerika memproduksi suatu produk &
menjual kepada umum.
Biaya yang dikeluarkan atas produk tersebut sebesar Rp. 15.000.000,- sesuai dengan
perjanjian hak mempergunakan selama 10 tahun.
Jurnal untuk mencatat hak franchise produk tersebut tanggal 1 Mei 1995
(D) Franchises
Rp. 15.000.000,(K) Kas
Rp. 15.000,000, Mencatat beban amortisasi per tahun
(15.000.000 : 10) * Rp. 1 = Rp. 1.500.000, Mencatat jurnal penyesuaian 31 Des jika kontrak disepakati 1 Mei 1995
1 Mei 31 Des = 8 bulan
(8 : 10) * 1.500.000 = Rp. 1.000.000,(D) Amortisasi franchise Rp. 1.000.000,(K) Franchise
Rp. 1.000.000,Leasehold
Bentuk leasehold ini merupakan hak dari penyewa untuk menggunakan set tetap dalam
bentuk sewa menyewa. Sewa yang dibayar setiap periode dibebankan pada periode
terjadinya atau dikaptalisasi sebagai aset tetap berwujud tergantung perjanjian sewa,
operaying, atau capital lease
Apabila pembayaran sewa dilakukan dimuka, maka perlakuan akuntansinya adalah sebagai
berikut:
1. Dicatat pada aset lancar dengan akun sewa di bayar di muka
2. Dicatat sebagai set tetap tidak berwujud (pembayaran di muka dalam beberapa
periode yang relatif sama)
Terhadap beban sewa di bayar dimuka atau aset tetap tidak berwujud diamortisasi setiap
masa selama jangka waktu sewa, untuk pengelompokan pada aset tetap tidak berwujud
dapat digunakan dalam leasehold.
Goodwill
GAAP mendefiniskan goodwill adalah kelebihan biaya investasi terhadap nilai wajar yang
diterima. Definisi lain secara teori, goodwill adalah ukuran nilai sekarang dari kelebihan

laba masa depan yang diproyeksikan dari perusahaan yang bergabung terhadap laba normal
perusahaan sejenis.Goodwill itu timbul karena adanya penggabungan usaha atau akuisisi
perusahaan dengan harapan akan memperoleh manfaat ekonomis di masa depan.
Goodwill dalam sebuah kombinasi bisnis diakui sebagai aset yang menggambarkan manfaat
ekonomis
di
masa
depan
yang
muncul
dari
aset
lain
yang diakuisisi dalam kombinasi bisnis tersebut yang tidak
didefinisikan
secara
individual dan diakui secara terpisah.
Goodwill lebih dianggap sebagai suatu nilai sisa, jumlah harga akuisisi suatu perusahaan
yang tersisa setelah semua aset berwujud dan tidak berwujud dapat diidentifikasikan.
Secara umum, goodwill mewakili semua keuntungan khusus yang dapat diidentifikasikan
secara terpisah namun dapat dinikmati oleh sebuah perusahaan, seperti peringkat utang
yang baik, reputasi yang bagus dengan produk dan jasanya, pengalaman dalam prosen
pengembangan dan distribusi, dan hubungan yang baik dengan pemerintah. Faktor-faktor
inilah yang memungkinkan perusahaan menghasilkan laba diatas normal yang dihasilkan
oleh aset yang dapat diidentifikasikan.
Setelah diakui, goodwill tetap ada di pembukuan perusahaan pada jumlah awalnya yang
tercatat, kecuali jika ada bukti bahwa nilainya menurun. Keberatan utama perusahaan
terhadap metode pembelian dibandingkan terhadap metode penyatuan kepemilikan adalah
karena
metode
ini
mengakibatkan pengakuan goodwill yang
diamortisasi
dan
mengakibatkan penurunan laba yang dilaporkan pada tahun berikutnya. Menurut FASB
Statement No. 142, goodwill tidak lagi diamortisasi untuk tujuan pelaporan keuangan.
Tiga pendekatan dasar yang disarakan untuk mengamortisasigoodwill, yaitu:
1. Membebankan goodwill dengan segera ke ekuitas
Perlakuan akuntansi goodwill yang dibeli dan goodwill yang dihasilkan secara internal harus
dikonsisten. Goodwill yang dihasilkan secara internal langsung dibebankan dan tidak
tampak sebagai suatu aset: perlakuan yang sama juga harus diberikan untuk goodwill yang
dibeli.
2. Mempertahankan goodwill untuk jangka waktu tidak terbatas kecuali terjadi
penurunan nilai
Goodwill dapat memiliki umur yang tidak terbatas dan harus dipertahankan sebagai aset
hingga terjadi penurunan nilai.
3. Mengamortisasi goodwill selama masa manfaat
Nilai goodwill pada akhirnya akan menghilang dan sudah sewajarnya jika aset tersebut
dibebankan sebagai beban selama periode yang dipengaruhi. Prosedur ini menyediakan
penandingan biaya dan pendapatan yang lebih baik
Metode penentuan besarnya Goodwill :

1. Kapitalisasi penghasilan bersih rata rata ( capitalization of average income )


2. Kapitalisasi kelebihan penghasilan rata rata (capitalization of average exess
income)
Sebagai penerapan model di atas diberikan contoh sebagai berikut:
PT. Maju Terus memperoleh laba bersih dari tahun 2005 sampai dengan 2009 adalah sebagai
berikut :
Tahun 2005
Laba bersih
Rp250.000.000
2006
Laba bersih
Rp350.000.000
2007
Laba bersih
Rp300.000.000
2008
Laba bersih
Rp250.000.000
2009
Laba bersih
Rp400.000.000
Total
Rp1.550.000.000
Pada tanggal 1 Januari 2010 aset perusahaan (tidak termasuk goodwill) adalah sebesar
Rp2.500.000.000 dengan Utang Rp250.000.000. maka hitunglah good will dengan
menggunakan metode diatas
Kapitalisasi Penghasilan Rata Rata
Pada metode ini ditetapkan bahwa jumlah yang akan dibayar kepada perusahaan yang
dibeli, dihitung dengan cara mengetimasi penghasilan yang akan datang dengan
menggunakan tarif, yaitu sebesar 105 yang mana tarif ini menunjukkan hasil yang
diharapkan dari investasi.
Penghasilan Rata - Rata : Rp1.550.000.000 / 5 = Rp310.000.000 / Tahun
So Estimasi Penghasilan adalah Rp310.000.000
Jumlah yang dibayar : ( 310.000.000 x 100/10 )
Nilai bersih aset : ( Rp2.500.000.000 250.000.000)
Nilai Goodwill
Kapitalisasi Kelebihan Penghasilan Rata Rata

= Rp3.100.000.000
= (Rp2.250.000.000)
= Rp 850.000.000

Pada metode ini perhitungan goodwilldidasarkan pada penghasilan rata rata dan nilai aset
yang akan dibeli selanjutnya apabila diketahui hasil yang diharapkan dari investasi 10% dan
kelebihan penghasilan akan dikapitalisasi 25%.
Estimasi Penghasilan yang akan datang
Nilai bersih aset
Kelebihan Penghasilan
Proyeksi hasil investasi 10% x 850 Juta

= Rp3.100.000.000
= Rp2.250.000.000
= Rp 850.000.000
= Rp
85.000.000

Good will = 100/25 x Rp85.000.000

= Rp 340.000.000

Biaya yang Ditangguhkan

Biaya yang ditangguhkan (deffered cost) dikategorikan sebagai aset tetap tidak berwujud.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa aset tetap tidak berwujud mempunyai nilai
berupa hak, tetapi pada biaya yang ditangguhkan ini memperoleh nilai karena adanya
pembayran di muka yang biasanya menyangkut masa yang lama. Kosekuensinya setiap tahun
dilakukan amortisasi sebagai contoh amortisasi atas biaya pendirian. Namun demikian, hal
yang berkaitan dengan biaya pendirian diamortisasi atau tidak diamortisasi memang ada
beberapa pendapat. Apabila biaya pendirian ini memberikan mandaat semala perusahaan
berdiri, maka biaya pendirian setelah dikapitalisasi tidak dimaortisasi sehingga tampak
terus menerus di laporan posisi keuangan. Sebaliknya terhadap biaya pendirian tidak
memberikan manfaat langsung akan diamortisasi tergantung kebijakan perusahaan.
DEPLESI
Deplesi adalah berkurangnya harga perolehan atau nilai sumber daya alam seperti minyak,
mineral, tambang, bijih besi dan hutan kayu yang disebabkan oleh perubahan sumber daya
alam tersebut hingga menjadi persediaan (Rudianto 2012 : 268).
PT. Payung Buana adalah sebuah perusahaan penambangan pasir yang berlokasi di Cirebon,
Jawa Barat. Pada awal tahun 2013, perusahaan itu membeli sebidang tanah yang akan
dijadikan lokasi penambangan pasir seharga Rp. 200.000.000. tanah seluas 50.000
m2 tersebut diperkirakan mengandung pasir sebanyak 100.000 m3 pasir. Diperkirakan
setelah seluruh pasir berhasil digali, tanah sisa pertambangan tersebut akan dapat dijual
seharga Rp. 50.000.000. Selama tahun 2013, perusahaan berhasil menggali pasir dari tanah
pertambangan tersebut sebanyak 20.000 m3. Bagaimanakah jurnal yang berhubungan
dengan aktivitas pembelian dan pemanfaatan tanah pertambangan serta berapakah beban
deplesi dari tanah pertambangan tersebut ?
Jawab :
Pada awal tahun 2013, saat perusahaan membayar transaksi pembelian tanah
pertambangan secara tunai, jurnal yang perlu dibuat adalah :
Tanah Pertambangan
200.000.000
Kas
200.000.000
Pada awal tahun itu juga, perusahaan dapat menghitung beban deplesi untuk
tanah pertambangan tersebut sebesar :
Diketahui : Harga Perolehan
= Rp. 200.000.000
Nilai Sisa
= Rp. 50.000.000
Estima Jumlah Unit = 100.000 m3
Deplesi

= 200.000.000 50.000.000
100.000
= Rp. 1.500/m3

Jika pada tahun 2013 PT Payung Buana Berhasil menggali pasir sebanyak 20.000
m3, maka beban deplesi perusahaan untuk tahun 2013 adalah :
Rp. 1.500 x 20.000 m3 = Rp. 30.000.000

Jurnal untuk pencatatan deplesi perusahaan adalah :


Beban Deplesi
30.000.000
Akumulasi Deplesi
30.000.000
Penyajian dalam Neraca :
Tanah Petambangan
Dikurangi Akumulasi Deplesi

200.000.000
30.000.000
170.000.000

AMORTISASI
Menurut Horngren (2007:502), amortisasi adalah pengurangan sistematis atas nilai tercatat
aktiva pada pembukuan. Amortisasi adalah pengalokasian harga perolehan ke beban usaha
(biaya) yang pada aktiva tetap berwujud dikenal dengan penyusutan dimana perhitungan
maupun pencatatan atas amortisasi sama saja dengan cara perhitungan maupun pencatatan
atas penyusunan aktiva tetap berwujud.
Amortisasi dihitung selama estimasi umur manfaat aktiva. Biasanya dengan metode garis
lurus. Keusangan sering kali memperpendek umur manfaat aktiva tidak berwujud. Beban
amortisasi untuk aktiva tak berwujud dapat dikreditkan secara langsung ke aktiva tanpa
akun akumulasi amortisasi
Perhitungan Amortisasi
Amortisasi Paten
Tanggal 1 Januari perusahaan membayar Rp. 170.000.000 untuk membeli paten. Dan
perusahaan tersebut memperkirakan umur paten 5 tahun. Maka biaya amortisasi paten per
perperiode adalah ?
Jawab :
Mencatat jurnal harga perolehan
Paten
170.000.000
Kas
170.000.000
Mencatat beban amortisasi paten :
5 tahun x 12 bulan
= 60 bulan
12/60 x 170.000.000
= 34.000.000
Jurnal untuk beban amortisasi paten :
Amortisasi paten
34.000.000
Paten
34.000.000
Amortisasi Hak Cipta

Pada tanggal 1 Juli 2014, Arnold memperoleh hak cipta. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
penyusunan karangan, pendaftaran, dan hak memperoleh hak cipta sebesar Rp. 5.400.000.
menurut taksiran hasil penjualan karangan, taksiran umur hak cipta 9 tahun.
Berapakah biaya amortisasi hak cipta ?
Jawab :
Mencatat jurnal harga perolehan
Hak cipta
5.400.000
Kas
5.400.000
Mencatat besarnya amortisasi per tahun :
5.400.000/9 x 1
= Rp. 600.000
Mencatat besarnya amortisasi tahun 2014 :
Juli desember = 6 bulan
6/12 x 600.000
= Rp. 300.000
Jurnal untuk 31 desember 2014 :
Amortisasi hak cipta
300.000
Hak cipta
300.000

Amortisasi Dalam Pajak


AMORTISASI merupakan istilah

yang

artinya

sama

saja

dengan

penyusutan

atau

pengurangan, namun dipergunakan pada aktiva tetap tidak berwujud. Amortisasi dilakukan
dengan mendebet akun beban amortisasi terhadap aktiva. Pasal 11A UU PPh mengatur
mengenai amortisasi, dimana pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud dan
pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan
hak pakai yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yang dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dilakukan dengan metode garis lurus
atau saldo menurun selama masa manfaat. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya
perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau
dapat juga diamortisasi sesuai dengan ketentuan umum UU PPh
Amortisasi harus dilakukan secara taat asas dengan tarif sebagaimana tersaji dalam tabel
berikut ini:
Kelompok Masa manfaat Metode Garis Lurus Metode Saldo Menurun
1

4 th

25%

50%

8 th

12,5%

25%

16 th

6,25%

12,5%

20 th

5%

10%

Untuk harta berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada kelompok masa
manfaat yang ada, Wajib Pajak dapat menggunakan masa manfaat yang terdekat. Misalnya
harta berwujud dengan masa manfaat 6 tahun dapat menggunakan kelompok masa manfaat
4 tahun atau 8 tahun.
Sedangkan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi
dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. Metode ini dilakukan dengan cara
menerapkan persentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan
persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun
yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi
tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih
kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh
hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus
dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Sebagai contoh aset tetap tida berwujud masa masnfaatnya sebenenarnya 6 (enam tahun,
dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun atau 8 (delapan) tahun.
Demikian halnya apabila masa manfaat sebenarnya 5 (lima) tahun, maka menggunakan
kelompok masa manfaat 4 (empat) tahun.
Contoh:
Untuk memperoleh hak paten perusahaan telah mengeluarkan uang tunai sebesar Rp.
150.000.000,00. Masa manfaat hak paten tersebut 4(empat) tahun.
1. Perhitungan amortisasi setiap tahun dengan menggunakan metode garis lurus = 25% x
Rp. 150.000.000,00 = Rp. 37.500.000,00
2. Perhitungan amortisasi setiap tahun dengan menggunakan metode saldo menurun =
50% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 75.000.000,00
Yang Tidak Dapat Diamortisasi
Pengeluaran untuk memperoleh hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang
pertama kali tidak boleh disusutkan, sedangkan biaya perpanjangan hak-hak tersebut dapat
diamortisasi selama jangka waktu hak-hak tersebut.
Saat Mulai Melakukan Amortisasi
Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha
tertentu yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 248/PMK.03/2008 yang
meliputi:

a)

bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan

yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam
lebih dari 1 tahun
b)
bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang
tanamannya dapat berproduksi dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 tahun
c)
bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak dapat
berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipelihara sekurang-kurangnya 1
tahun.
Saat Amortisasi dan Amortisasi pada Akhir Masa Manfaat
Seperti halnya penyusutan, dalam hal amortisasi ini dilakukannya pada saat diperolehnya,
sedangkan dalam akuntansi pajak bahwa amortisasi dilakukan pada saat tahun dilakukannya
pengeluaran. Pada akhir masa manfaat aktiva tetap tak berwujud akan diamortisasi
sekaligus.
Ketentuan Lain
Pada ketentuan lain ini mengatur masalah :
1.
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya pengeluaran modal suatu perusahaan
dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai ketentuan yang
berlaku
2.
Amortisasi terhadap pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang penambangan minyak dan gas
bumi dilakukan dengan menerapkan persentase tarif armotisasi yang besarnya setiap tahun
sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi
pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas
bumi di lokasi tersebut diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih
kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh
hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran dapat dibebankan sekaligus dalam
tahun pajak yang bersangkutan.
Contoh :
PT. DmZ mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas
bumi di suatu lokasi sebesar Rp 800.000.000,- . Taksiran jumlah kandungan minyak
sebesar 200.000.000 barel produksi sebenarnya 50.000.000 barel.
a.
Tarif amortisasi = (50.000.000/200.000.000) x 100 % = 25 %
Amortisasi tahun I
= 25 % x Rp 800.000.000,= Rp 200.000.000,-

b.
Produksi sebenarnya tahun ke II 75.000.000 barel
Tarif amortisasi
= (75.000.000 / 200.000) x100 %
= 37,5 %
Tarif amortisasi Tahun II = 37,5% x Rp 800.000.000,= Rp 300.000.000,3.

Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan

gas bumi, hak pengusahaan hutan dan hak penguasaan sumber alam serta hasil alam lainnya
seperti hak pengusahaan hasil laut diamortisasi berdasarkan metode satuan produksi
dengan jumlah setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) setahun.
Contoh :
Pengeluaran untuk memperoleh hak penguasaan hutan sebesar Rp 800.000.000,- Potensi
hutan tersebut 10.000.000 ton kayu.
a.
Produksi sebenarnya tahun I 1.000.000 ton
Tarif amortisasi
= (1.000.000/10.000.000) x 100 % = 10 %
Amortisasi
= 10 % x Rp 800.000.000,= Rp 80.000.000,b.

Jika produksi sebenarnya tahun II sebesar 3.000.000 ton atau 30% potensi tersedia,

maka amortisasi tahun tersebut = 20 % x Rp 800.000.000,= Rp 160.000.000,4.

Amortisasi atas pengeluaran yang dilakukan operasi komersial yang mempunyai masa

manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Terhadap pengeluaran tersebut harus dikapitalisasi
terlebih dahulu. Pengertian biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial sebagai
contoh adalah biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk
biaya operasional rutin (gaji pegawai, rekening listrik, dsb). Biaya rutin ini akan dibebankan
sekaigus pada tahun pengeluaran.

Pengalihan Hak Aktiva Tetap Tak Berwujud


Apabila terjadi pengalihan hak aktiva tetap tak berwujud seperti tersebut dalam pasal 11A
ayat (1), ayat (4), ayat (5), nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai
kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun
terjadinya pengalihan.
Kemungkinan terjadi pengalihan aktiva tetap tak berwujud yang memenuhi syarat pasal 4
ayat (3) huruf a dan huruf b undang-undang No 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No. 10 tahn 1994, maka Nilai Sisa Buku
Aktiva tersebut boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
Contoh :
PT dMz mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di
suatu lokasi sebesar Rp 600.000.000,-. Taksiran kandungan minyak sebanyak 200.000.000
barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 barel, hak
penambangan dijual kepada pihak lain seharga Rp 400.000.000,-.
Penghitungan penghasilan dan kerugian penjualan sebagai berikut:
Harga Perolehan
Rp 600.000.000,Amortisasi yang dilakukan
100.000.000
200.000.000
Nilai Sisa Buku
Harga Jual

x 100% x Rp 600.000.00,-

Rp 300.000.000,Rp 300.000.000,Rp 400.000.000,-

Dengan demikian Nilai Sisa Buku sebesar Rp 300.000.000,- dibebankan sebagai kerugian dan
Harga Jual sebesar Rp 400.000.000,- dibukukan sebagai penghasilan.

Anda mungkin juga menyukai