Anda di halaman 1dari 8

Kelompok 4:

1. Erha Taufan Reforma Suluh Ananda (21/489065/EE/07605)


2. Farah Harum Apsari Irwanto Putri (21/491332/EE/07633)
3. Fernanda Mutiari Simamaru (21/491513/EE/07641)

SUMBER PEMBIAYAAN

A. Retained Earning
Retained earning merupakan laba yang ditahan perusahaan sehingga tidak
dibagikan kepada pemegang saham. Laba yang ditahan dapat bersifat tunai maupun
dividen dengan tujuan tertentu yang mana dapat digunakan untuk kegiatan yang
mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Selain itu retained earning juga dapat
diartikan sebgai laba bersih yang akan diputar kembali sehingga tidak dibagikan kepada
shareholder.
Retained earning dapat berasalh dari kegiatan operasional ataupun non-
operasional perusahaan. Jumalh dana dari laba ditahan pada akhirnya akan menjadi
ekuitas perusahaan dan digunakan sesuai dengan kebutuhannya.
Retained earning digunakan sebagai tambahan modal untuk perusahaan.
Terdapat beberapa alasan untuk menggunakan retained earning seperti:
1. Sebagai pengembangan usaha
2. Sebagai modal membayar hutang
3. Sebagai modal untuk menstabilkan perusahaan
4. Sebagai modal investasi
5. Sebagai pendukung kegiatan operasional
Dalam praktiknya, saldo laba ditahan atau retain earning dipengaruhi oleh
beberapa kelompok akun. Akun-akun tersebut antara lain adalah besarnya laba
ditahan periode sebelumnya, dividen, serta besarnya laba/rugi bersih setelah pajak
perusahaan. Laba ditahan pada periode sebelumnya adalah laba yang sudah
digunakan pada periode berjalan. Laba ditahan periode sebelumnya tersebut akan
dijumlahkan dengan laba/rugi bersih setelah pajak perusahaan. Hasilnya kemudian
dikurangi dividen atau besarnya laba bersih yang hendak dibagikan kepada
pemegang saham. Dividen dapat berupa saham atau tunai yang mana besarannya
ditentukan oleh kebijakan dividen perusahaan yang ditetapkan pada rapat umum
pemegang saham atau RUPS. Melalui tiga akun tersebut, laba ditahan atau retained
earning pada periode berjalan dapat diketahui. 
Perusahaan lebih cenderung memilih pendanaan yang berasal dari internal
dibandingkan dengan ekstrenal seperti hutang. Keputusan perusahaan dalam
menentukan sumber dana yang digunakan akan menghasilkan dampak bagi
perusahaan tersebut. Ketika sumber pendanaan internal digunakan, maka akan timbul
opportunity cost, dan ketika dana eksternal digunakan, maka akan timbul biaya modal
sebesar biaya bunga yang dibebankan kreditor.
Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu sumber dana paling
penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan. Apabila perusahaan memilih untuk
membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan
selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal financing, sebaliknya,
jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan
pembentukan dana intern akan semakin besar. Besar kecilnya dividen yang dibagikan
kepada pemegang saham tergantung dari kebijakan dividen masing-masing
perusahaan, karena tidak ada suatu ukuran tertentu dalam menentukan pembayaran
dividen.

B. Pendanaan Modal
Pendanaan dalam bentuk modal dilakukan oleh perusahaan melalui penjualan
kepemilikan saham biasa perusahaan tersebut. Contoh lain, seperti persekutuan (“CV”)
yangmenjual bagian kemitraannya kepada investor baru.
Pembiayaan modal juga ada dalam berbagai bentuk. Umumnya yang biasa
dilakukan adalah kontribusi kepada modal, selalu dalam bentuk kas tetapi terkadang
dalam bentuk properti yang dilakukan oleh para mitra dalam persekutuan atau pemilik
dari perusahaan terbatas, bersama dengan penerbitan capital stock oleh perusahaan.
Untuk selanjutnya, selalu hanya saham biasa yag diterbitkan. Pemilik saham biasa
seringkali memiliki kontrol suara voting control dari perusahaan, dan mereka
mempunyai keuntungan atau kerugian dari residual ownership.
Pemilik saham preferen selalu tidak mempunyai hak suara, tetapi mereka harus
dibayar pada jumlah dividen tertentu, dimana dihitung sama dengan bunga. Hybrid
Securities adalah beberapa kombinasi diatas, yang biasanya dalam bentuk utang yang
dapat dikonversi menjadi modal.
Dalam perencanaan strategis, manajer mencari struktur modal optimal untuk
jangka panjang. Perpaduan optimal dari utang dan modal untuk organisasi tergantung
dari tujuan perusahaan. Untuk organisasi nirlaba, utang dapat dicegah untuk menjamin
kelangsungan program selama penurunan ekonomi, dimana dapat mengurangi
kontribusi yang tidak diharapkan.
Untuk bentuk paling umum dari bisnis, tujuan perusahaan adalah meningkatkan
nilai pemegang saham. Jika saham perusahaan secara publik diperjualbelikan, teori
keuangan seperti model harga barang modal mengindikasikan bahwa harga pasar yang
mereka perdagangkan secara implisit diperhitungkan atas kedua risiko dan
pengembaliannya.
Dalam menambah pemilihan waktu, aspek nilai waktu dari keuntungan pajak
adalah penting dalam keputusan struktur modal. Untuk para investor, pemilihan waktu
pembayaran dapat direkayasa sehingga pembayaran dilakukan dalam meminimalisasi
pajak. Dividen dapat dibayarkan ketika tarif pajak menurun, atau dividen terbatas
dibayarkan, sehingga pengembalian saham dilakukan dalam rangka
pemberianpenghargaan. Dengan demikian, pajak ditunda dan kemudian ditransformasi
ke dalam penghasilan dari keuntungan modal yang dipajaki dengan tarif rendah.

C. Dampak dari pendanaan melalui utang


Bentuk pendanaan dalam bentuk utang dapat berupa pinjaman jangka pendek
(seperti pembiayaan pembelian melalui pembelian kredit) atau pinjaman jangka
Panjang (seperti meningkatkan kas dengan menjual obligasi atau jaminan properti
(mortgaging property).
Aspek penting dari pembiayaan utang adalah solvabilitas/leverage (kemampuan
perusahaan membayar utang-utangnya karena asetnya melebihi utang-utangnya), yang
dapat membawa dampak menguntungkan atau merugikan. Utang membolehkan
investasi ekuitas untuk mengendalikan lebih atas aset, dimana menambahkan nilai
ketika peningkatan arus kas dari ekspansi pembiayaan utang melebihi kas yang
dialihkan ke utang. Dengan kata lain, utang menambahkan nilai ketika utang
meningkatkan arus kas dalam kelebihan pembayaran bunga berkala yang diperlukan
dan pembayaran pokok. Ketika hal ini terjadi, pengembalian solvabilitas lebih tinggi
daripada tanpa solvabilitas.
Risiko mempengaruhi pilihan pembiayaan termasuk risiko operasi dan risiko
keuangan. Risiko operasi dapat menghasilkan dari siklus ekonomi. Jika siklus ekonomi
atau perusahaan menurun, arus uang dapat menurun, mempengaruhi kemampuan
perusahaan membayar bunga dan pokok bunga. Risiko keuangan muncul dari fluktuasi
tingkat bunga. Alasannya, utang memiliki risiko keuangan yang lebih. Risiko lebih tinggi
adalah untuk utang.
Tetapi, biaya sering lebih rendah pada pembiayaan utang. Alasan utamanya
adalah bahwa pembayaran bunga pada umumnya dapat mengurangi pajak. Dalam
situasi ini, mereka bertindak sebagai pelindug pajak (tax shield) untuk mengurangi
keseluruhan pajak entitas. Tetapi, makin tinggi menggunakan utang, makin tinggi risiko
kebangkrutan atau mahalnya negosiasi utang. Ini menurunkan EVA.
Nilai tambah juga menurun pada beberapa poin karena pemberi pinjaman
membebankan tingkat bunga lebih tinggi untuk tambahan bunga sebagai risiko
kegagalan perusahaan yang meningkat. Ini menetralkan peningkatan pengembalian
dari investasi solvabilitas.
Struktur modal optimal – perpaduan terbaik antara utang dan modal – bervariasi
berdasarkan industry dan dari waktu ke waktu. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, beberapa industri dikarakterisasi oleh margin keuntungan kecil, jadi
pembiayaan eksternal lebih diinginkan.
Berikutnya, peminjam dapat membuat patokan terhadap norma industri dan
menyediakan pinjaman lebih kepada perusahaan dalam industri tertentu. Juga,
perusahaan dengan tarif pajak pajak yang tinggi memperoleh keuntungan dari utang
karena perlindungan pajak. Sebagai tambahan, secara strategis ada interaksi antara
status pajak pesaing dan struktur modal optimal perusahaan.

D. Factoring
Dalam kondisi normal, ketika perusahaan memperoleh piutang dari pelanggan,
Piutang tersebut akan ditagihkan ke pelanggan sehingga dapat memperoleh kas. Ketika
kas diperoleh piutang akan hilang dan kas perusahaan akan bertambah. Itu adalah
keadaan normalnya, pada kondisi sekarang sudah terjadi perubahan dan sudah mulai
banyak perusahaan yang melakukan penjualan piutangnya ke entitas lain. Hal ini
dilakukan untuk segera memperoleh kas, dan mempercepat cash-to-cash operating
cycle. Kegiatan melakukan penjualan piutang ke pihak lain disebut dengan factoring
atau di masyarakat lebih dikenal dengan anjak piutang.
Adapun alasan perusahaan melakukan anjak piutang diantaranya adalah:

1. Bisa jadi hal ini merupakan satu-satunya sumber untuk memperoleh kas.
Ketika keadaan kas sudah menipis, kemampuan perusahaan untuk
memperoleh pinjaman dana akan berkurang, kas yang tipis bisa menjadi
penghalang kemampuan perusahaan untuk membayar bunga pinjaman.
2. Waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk dikeluarkan untuk penagihan
memakan waktu yang lama dan biaya yang besar. Lebih mudah bagi
perusahaan untuk menjual piutangnya dan dengan memperoleh kas yang
lebih cepat dan menghemat waktu dan biaya untuk melakukan penagihan.
Dalam aktivitas anjak piutang akan terlibat tiga entitas yaitu:
1. Nasabah
2. Perusahaan anjak piutang
3. Debitur

E. Leasing
Leasing, adalah suatu kontrak antara pemilik aktiva yang disebut dengan lessor
dan pihak lain yang memanfaatkan aktiva tersebut yang disebut lessee untuk jangka
waktu tertentu. Salah satu manfaat leasing adalah lessee dapat memanfaatkan aktiva
tersebut tanpa harus memiliki aktiva tersebut. Sebagai kompensasi manfaat yang
dinikmati, maka lessee mempunyai kewajiban membayar secara periodik sebagai sewa
aktiva yang digunakan. Manfaat lain adalah bahwa lessee tidak perlu menanggung
biaya perawatan, pajak dan asuransi.

Bentuk-bentuk leasing adalah:


1. Sale and lease back, dimana perusahaan yang memiliki aktiva seperti tanah,
bangunan dan peralatan pabrik menjual aset tersebut kepada perusahaan
lain dan sekaligus menyewa kembali asset tersebut untuk periode tertentu.
Pembeli aset tersebut bisa sebuah bank, perusahaan asuransi, perusahaan
leasing, pegadaian, atau investor individu.
2. Operating leases, Jenis ini pihak lessor menyediakan pendanaan sekaligus
biaya perawatan yang keseluruhannya tercakup dalam pembayaran leasing.
Ciri utama bentuk leasing ini adalah bahwa harga perolehan aset tersebut
sebagai objek leasing tidak diamortisasikan secara penuh.
3. Financial and capital leases, Bentuk leasing ini berbeda dengan operating
leases karena lessor tidak menanggung biaya perawatan, tidak dapat
dibatalkan dan diamortisasikan secara penuh. Dengan demikian lessor
menerima pembayaran sebesar harga perolehan aset ditambah tingkat
keuntungan yang disyaratkan. Pada umumnya lessee juga harus membayar
pajak dan asuransi aset objek leasing tersebut. Perbedaan utama antara
financial leases dengan operating leases adalah bahwa perusahaan
memperoleh aktiva yang baru bukan aktiva yang selama ini telah digunakan.
Sering kali dalam bentuk leasing ini melibatkan pihak ketiga yaitu pemberi
pinjaman. Pihak ketiga ini memberi pinjaman kepada lessor untuk membeli
aktiva, misalnya 80% dibiayai dengan utang sedangkan selebihnya dari
modal sendiri.

F. Hybrid Financial Instruments

Hybrid financial instruments merupakan salah satu instrumen keuangan yang


banyak digunakan oleh perusahaan dalam melakukan investasi di masa kini. Inovasi
instrumen keuangan ini memberikan keuntungan ketika perusahaan menghadapi risiko
investasi yang besar. Karakteristik hybrid financial instruments menggabungkan
karakter instrumen utang dan karakter instrumen modal, sebagai berikut:

Utang Penyertaan Modal


Dana akan dikembalikan dalam jangka Dana hanya dikembalikan pada saat
waktu yang telah ditetapkan likuidasi
Imbalan dari utang harus tetap dibayar Imbalan dari penyertaan modal
meskipun penerima utang dalam tergantung dari performa usaha penerima
keadaan merugi modal
Dalam keadaan likuidasi, pemberi utang Hak pemberi modal (pemegang saham)
(kreditor) memiliki hak prioritas atas asset atas aset merupakan hak tagih terakhir
setelah kreditor
Pemberi utang (kreditor) tidak memiliki Pemberi modal (pemegang saham)
control atas perusahaan memiliki control atas perusahaan
Sumber:
Marjaana Helminen, The International Tax Law Concept of Dividend (The Netherlands: Kluwer
Law International, 2010), 165-168

OECD mendefinisikan hybrid financial instruments sebagai instrument keuangan


yang diklasifikasikan berbeda diantara negara-negara yang terlibat dalam transaksi
instrumen tersebut, misalnya di suatu negara dianggap sebagai utang dan di negara
lainnya dianggap sebagai modal. Contoh hybrid financial instruments antara lain:
saham preferen, silent partnerships, shareholder loan, participation bonds, convertible
bonds, warrant bonds, dan profit participation loans.

Berikut merupakan ilustrasi transaksi yang menggunakan skema hybrid financial


instrument:
Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) Perusahaan di Negara X (X Co) dibiayai
oleh SPDN Perusahaan di Negara Y dengan instrumen yang dikualifikasi sebagai
ekuitas di Negara Y tetapi sebagai utang di Negara X. Jika pembayaraan saat ini
dilakukan berdasarkan instrumen, maka terdapat beban bunga yang dapat dikurangkan
untuk X Co berdasarkan hukum pajak Negara X. Penerima penghasilan di Negara Y
menerima dividen yang diperlakukan sebagai dividen yang dibebaskan untuk tujuan
perpajakan Negara Y.
Akibatnya, pengurang bersih muncul di negara X tanpa memasukkan pendapatn
yang sesuai di negara Y. Hasil yang sama juga dapat dicapai melalui penggunaan
entitas hybrid (misalnya jika entitas diperlakukan sebagai non-transparan di negara
dimana ia diselenggarakan membuat pembayaran dikurangan untuk para pemegang
saham, yang negaranya tinggal memperlakukan entitas asing sebagai transparan (unit
tidak kena pajak) sehingga mengabaikan pembayaran untuk tujuan pajak) dan transfer
hybrid (misalnya jika dua perusahaan masuk ke dalam penjualan dan pembelian
kembali kesepakatan pengalihan saham dari special purpose vehicle (SPV) dan satu
negara memperlakukan transaksi sebagai penjualan dan pembelian kembali saham
SPV sementara negara lain memperlakukan transaksi sebagai pinjaman dijalmin
melalui saham SPV).

G. Onshore atau Offshore Financing


Onshore financing adalah pembiayaan yang dananya berasal dari dalam negeri
dan dapat diberikan dalam bentuk rupiah atau valuta asing. Sedangkan offshore
financing adalah pembiayaan yang dananya berasal dari luar negeri dan diberikan
dalam bentuk valuta asing. Perusahaan onshore adalah perusahaan yang terdaftar di
negara yang tidak memberikan perlindungan pajak (nontax haven country), biasanya di
negara berkembang yang mengenakan tarif pajak yang tinggi. Sedangkan perusahaan
offshore dapat didefinisikan sebagai perusahaan yang terdaftar di negara yang
memberikan perlindungan pajak (tax haven country).
Meskipun begitu, tax haven sendiri tidak memiliki definisi khusus. Hal ini
dikarenakan benefit dalam hal perpajakan yang diberikan oleh tiap tax haven country
berisifat relatif dan mungkin merupakan tax haven bagi perusahaan pada tingkat
tertentu.

OECD telah menentukan kriteria untuk menentukan apakah suatu yuridiksi


merupakan tax haven:
a. Tidak mengenakan pajak atau mengenakan tarif pajak yang rendah
b. Kurangnya transparansi
c. Adanya peraturan perundang-undangan atau praktek administratif yang
mencegah terjadinya pertukaran informasi dengan pemerintah negara lain
untuk tujuan perpajakan
Contoh dari tax haven country salah satunya adalah Cayman Islands yang tidak
mengenakan pajak badan.

Perlakuan Onshore atau Offshore Financing dalam Perpajakan


Dengan adanya tax haven country membuka peluang bagi perusahaan untuk
melakukan penghindaran pajak. Oleh karena itu, otoritas pajak dunia sepakat untuk
mendorong keterbukaan informasi secara sukarela berdasarkan aturan. Masyarakat
internasional telah melahirkan dua instrument, yaitu Automatic Exchange of Information
(AEoI) dan 15 aksi anti BEPS. Pemerintah Indonesia sendiri berupaya untuk
mengurangi potensi penghindaran pajak salah satunya adalah dengan cara
menerapkan anti-tax avoidance rule. Di Indonesia, anti-tax avoidance rule diatur di
pasal 18 UU PPh. Peraturan tersebut merupakan wujud komitmen dari Indonesia untuk
mengimplementasi aksi atas BEPS (Base Erosion & Profit Shifting) yang dilakukan
perusahaan. Pada pasal 18 UU PPh kurang lebih diantara lain memuat tentang
kewenangan menteri keuangan dalam menentukan rasio hutang dan modal
perusahaan, kewajiban perusahaan untuk melaporkan skema dari tax planning-nya
kepada otoritas pajak, kewajiban perusahaan dalam menyediakan dokumen transfer
pricing. Sebagai contoh atas keseriusan Indonesia dalam rangka menerapkan anti-tax
avoidance rule, dalam hal transfer pricing, selain diatur pada pasal 18 ayat 3 dan 3a UU
PPh, pemerintah juga menguatkan aturan terkait dengan mengeluarkan Perdirjen Pajak
Nomor 32/PJ/2011 dan PMK Nomor 213/PMK.03/2016. Perdirjen Pajak Nomor
32/PJ/2011 mengatur transfer pricing yang melalui saluran transfer dana untuk
perusahaan yang ada di luar negeri (offshore). Sedangkan PMK Nomor
213/PMK.03/2016 berlaku untuk onshore dan offshore. Dalam peraturan tersebut,
perusahaan yang terafiliasi dengan perusahaan di luar negeri yang mempunyai omzet
diatas Rp 11 triliun harus menyiapkan dokumen seperti local file, master file, dan
country by country report (CbCR).

Onshore atau Offshore Financing dalam Perencanaan Pajak


Saat perusahaan memutuskan untuk mendirikan perusahaan offshore untuk
tujuan tertentu, maka perusahaan terlebih dahulu harus menilai tax factors dan non-tax
factors dari yuridiksi dimana perusahaan offshore tersebut akan terdaftar. Contoh dari
tax factors yang signifikan diantara lain seperti tarif pajak yang dikenakan, treaty
network, anti-avoidance rule. Sedangkan contoh dari non-tax factors diantara lain
seperti stabilitas politik dan ekonomi, infrastruktur yang memadai, tersedianya tenaga
kerja yang terampil,sumber daya alama, mudahnya akses ke pasar, perlindungan
hukum bagi investor.
Berikut adalah beberapa contoh bentuk perusahaan offshore yang menjadi
perantara transanksi dalam grup perusahaan:
1. Captive Insurance Company
2. Employee Leasing Company
3. International Shipping/Aircraft Company
4. Offshore Trading Company
5. Offshore trusts
6. Foundation
7. Royalty Routing Company
8. International Holding Company
9. Hybrid Company
10. Protected Cell Companies
11. Offshore Banking Company
Referensi:
https://pdfcoffee.com/source-of-financing-ii-final-eden-24092018-manajemen-pajak-pdf-
free.html
https://www.e-akuntansi.com/dampak-dari-menahan-laba-pendanaan-internal/
http://iaiglobal.or.id/v03/files/modul/mp/index.html#p=96

Anda mungkin juga menyukai