Anda di halaman 1dari 38

A.

Latar Belakang

Keputusan adalah suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternatif yang dilakukan
secara sadar dengan cara menganalisa kemungkinan-kemungkinan dari alternatif tersebut
bersama konsekuensinya. Setiap keputusan akan membuat pilihan terakhir, dapat berupa
tindakan atau opini. Suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya sejalan dengan
pengembangan yang dialami, selalu membutuhkan tambahan modal. Pada saat perusahaan
didirikan, pemilik bisa menentukan sumber modal apa yang dipakai, apakah semuanya
bersumber dari modal saham biasa atau perlu ada hutang jangka panjang. Setiap keputusan
yang diambil tentang sumber modal selalu ada dampaknya. Misalnya bila sumber modal
saham biasa ada kewajiban membayar dividen dan keputusan-keputusan kebijakan atau
pengelolaan dari pemegang saham perlu diperhatikan. Bila sumber modal dari saham
preferen ada kewajiban membayar dividen yang harus diprioritaskan demikian pula dalam
keadaan perusahaan dilikuidasi maka pemegang saham preferen akan didahulukan
pengembalian nilai sahamnya. Jika sumber modal berasal dari hutang jangka panjang ada
kewajiban membayar bunga dan pengembalian nilai sahamnya. Jika sumber modal berasal
dari hutang jangka panjang ada kewajiban membayar bunga dan pengembalian hutang pada
saat jatuh tempo.

Dengan demikian, ada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari perusahaan dalam


mengatur perpaduan sumber modal mana akan dipakai. Misalnya suatu perusahaan tidak
menyukai menajemen perusahaannya dikelola oleh banyak pemilik, karena itu keputusan
sumber modal yang dipakai untuk pengembangan berikut adalah dari hutang jangka panjang.

Dalam setiap organiasasi terlebih lagi perusahaan, pasti tidak akan pernah lepas dari
beban dalam membuat keputusan finansial. Salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh
manager keuangan dalam menyangkut dengan kegiatan operasional perusahaan adalah
keputusan tentang Struktur Modal, yaitu keputusan keuangan yang berkaitan dengan
komposisi utang dan saham, baik itu saham prefen maupun saham biasa yang digunakan oleh
perusahaan.

Keputusan Struktur Modal secara langsung berpengaruh terhadap besarnya risiko


yang ditanggung pemegang saham beserta besarnya tingkat pengembalian atau tingkat
keuntungan yang diharapkan. Keputusan Struktur Modal yang diambil oleh manager tersebut
tidak saja berpengaruh terhadap profitalitas perusahaan, namun juga berpengaruh terhadap
resiko yang dihadapi oleh perusahaan. Semakin rumit keputusan strukutr modal yang dibuat

1
atau ditetapkan, maka semakin tinggi pula risiko yang akan dihadapi. Karena itulah, tiap –tiap
perusahaan harus dapat memanfaatkan setiap celah yang dapat membantu mereka dalam
meningkatkan nilai perusahaan, meskipun harus menghadapi risiko yang berat.

B. Pengertian Modal dan Struktur Modal

Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan dalam pos
modal (modal saham), keuntungan atau laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yang
dimiliki perusahaan terhadap seluruh utangnya. Modal pada dasarnya terbagi atas dua bagian
yaitu modal Aktif (Debet) dan modal Pasif (Kredit).

Struktur Modal adalah perbandingan antara modal dari luar dan modal sendiri. Modal
dari luar adalah hutang, baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Beberapa hal
yang menjadi pertimbangan sehingga memilih menggunakan hutang adalah sebagai berikut:

1. Biaya hutang terbatas, walaupun perusahaan memperoleh laba besar, jumlah bunga
yang dibayarkan besarnya tetap.

2. Hasil yang diharapkan lebih rendah daripada saham biasa

3. Tidak ada perubahan pengendalian atas perusahaan bila pembiayaan memakai hutang.

4. Pembayaran bunga merupakan beban biaya yang dapat mengurangi pajak

Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga dengan
penyertaan kepemilikan perusahaan.

a. Modal saham preferen. Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya


beberapa hak istimewa yang menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan
daripada pemegang saham biasa. Beberapa keuntungan penggunaan saham preferen
sebagai berikut:

1. Memiliki kemampuan untuk meningkatkan pengaruh keuangan.


2. Bersifat fleksibel, karena saham preferen memperbolehkan penerbit untuk
tidak membagikan bunga.
3. Dapat digunakan dalam restrukturisasi perusahaan, merger, pembelian saham
oleh perusahaan dengan pembayaran melalui hutang baru dan divestasi.
b. Modal saham biasa. Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang
menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang
akan datang. Ada beberapa keunggulan pembiayaan dengan saham biasa yaitu:

2
1. Saham biasa tidak memberi dividen tetap. Jika perusahaan dapat memperoleh
laba, pemegang saham biasa akan memperoleh dividen.
2. Saham biasa tidak memiliki tanggal jatuh tempo.
3. Penjualan saham biasa akan meningkatkan kredibilitas perusahaan.
4. Saham biasa mempunyai daya tarik tersendiri bagi kelompok-kelompok
investor tertentu karena dapat memberi pengembalian yang lebih tinggi
dibanding bentuk hutang lain atau saham preferen.
5. Saham biasa menyediakan para investor benteng proteksi terhadap inflasi
secara lebih baik dibanding saham preferen atau obligasi.

C. Keputusan Struktur Modal

Dalam teori, struktur modal yang optimal adalah struktur dimana biaya marginal riil
baik berupa eksplisit dari masing-masing sumber pembelanjaan adalah sama. Hal ini
menuntut kehati-hatian para manajer keuangan untuk menentukan struktur modal yang tepat
agar dalam prakteknya tidak berdampak negatif. Masalah utama dalam menentukan struktur
modal yaitu menaksir biaya implisit sumber pembelanjaan bukan modal sendiri. Perlu diingat
bahwa dari berbagai metode untuk menentukan struktur modal suatu perusahaan tidak
satupun yang bisa dianggap sempurna. Oleh karena itu, diperlukannya informasi yang cukup
untuk mengambilkeputusan yang rasional dengan pandangan positif bahwa kita mampu
menentukan struktur modal yang tepat.

Faktor-Faktor Yang Menentukan Pemilihan Struktur Modal

1. Lokasi distribusi keuntungan adalah seberapa besar nilai yang diharapkan dari
keuntungan perusahaan. Semakin besar nilai yang diharapkan dari keuntungan,
dengan penyimpangan yang sama, maka semakin kecil kemungkinan mendapatkan
kerugian.
2. Stabilitas penjualan dan Keuntungan, bahwa semakin stabil keuntungan, berarti
semakin kecil pinjaman karena bertambah besarnya kemungkinan perusahaan mampu
untuk memenuhi kewajiban tetapnya.
3. Kebijakan Dividen,. Implikasi bahwa banyak perusahaan yang mencoba
menggunakan kebijakan dividen dalam jumlah yang konstan akan langsung dirasakan
bagi manajer keuangan, yaitu dengan menyediakan dna untuk membayar jumlah
dividen yang tetap. Semakin tinggi tingkat leveragenya, semakin besar kemungkinan
perusahaan tidak bisa membayar dividen dalam jumlah yang tetap.

3
4. Pengendalian. Penggunaan hutang yang agak tinggi daripada mengeluarkan saham
baru dianggap lebih menguntungkan engan alasan kepemilikan. Hal ini bisa jadi
menyebabkan pihak yang semula memiliki sebagian besar saham dengan pengeluaran
saham baru akan menjadi nerkurang bagiannya dan akan mengurangi penguasaan atas
perusahaan.
5. Risiko kebangkrutan. Pada pasar modal sempurna, risiko kebangkrutan, aktiva dapat
dijual sesuai dengan nilai ekonomisnya dan dibagikan sesuai dengan klaim. Pada
pasar yang kurang sempurna dan tidak diperhitungkan biaya kebangkrutan, pada saat
perusahaan mengalami kebangkrutan akan menyebabkan aktiva dijual di bawah nilai
ekonomisnya. Biaya adimnistrasi menyebabkan penerimaan pemegang saham
menjadi berkurang.
6. Stabilitas Penualan. Bagi perusahaan yang memiliik tingkat penjualan yang stabil tiap
tahunnya boleh memiliki hutang yang besar dengan risiko menanggung biaya tetap
yang tinggi.
7. Struktur Aktiva. Aktiva dapata digunakan sebagai jaminan peminjaman hutang dalam
jumlah besar.
8. Elastisitas Operasi. Elastisitas operasi rendah yang dimiliki perusahaan lebih
memungkinkan untuk memanfaatkan hutang keuangan.
9. Tingkat Pertumbuhan. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat,
wajib mengandalkan modal eksternal dalam bentuk obligasi daripada saham yang
memiliki biaya pengambangan yang tinggi.
10. Profitabilitas. Perusahaan yang memiliki tingkat pengembalian investasi tinggi
cenderung memiliki hutang dalam jumlah kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi
dpat digunakan sebagai permodalan dalam bentuk laba ditahan.
11. Pajak. Tambahan tarif pajak suatu perusahaan akan lebih bak dalam menggunakan
permodalan hutang.
12. Kendali. Pengendalian terhadap penggunaan hutang dalam perusahaan perlu
dipertimbangkan, apabila menggunakan jumlah hutang yang sedikit, manajemen
menghadapi risiko pengambilalihan oleh perusahaan lain dan jika terlalu banyak,
dihadapkan pada masalah kegagalan memenuhi kewajiban.
13. Sikap Manajemen. Sikap manajemen yang cenderung konservativ atau sebaliknya
dalam menggunakan hutang akan sedikit banyak mempengaruhi harga saham.

4
14. Sikap Kreditur. Penentuan struktur modal yang tepat di tentukan oleh sikap
manajemen dalam menyikapi kreditur. Peminjaman dana lebih dapat membuat
keengganan debitur atau pemberian dengan tingkat suku bunga yang tinggi.
15. Kondisi Pasar. Perubahan jangka pendek dan jangka panjang kondisi di pasar saham
dan obligasi akan mempengaruhi struktur modal optimal suatu perusahaan.
16. Kondisi Internal Perusahaan. Kondisi internal perusahaan akan ikut mempengaruhi
target struktur modal. Bagi perusahaan baru, estimasi laba besar dimasa yang akan
datang belum mencerminkan harga saham. Penggunaan hutang sampai laba terrealisir
dan tercermin dalam harga saham, mengemisi, melunasi hutang dan kembali pada
target struktur modal.

D. BISNIS DAN RISIKO KEUANGAN

Ketika kita meneliti risiko dari sudut pandang investor, dibedakan antara risiko pasar,
yang diukur dengan koefisien beta perusahaan, dan berdiri sendiri risiko, yang meliputi risiko
pasar dan unsur risiko yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Sekarang dua dimensi
baru risiko:

1. Resiko bisnis, atau keberisikoan saham perusahaan jika tidak menggunakan


utang,
2. Resiko keuangan, yang merupakan resiko tambahan ditempatkan pada
pemegang saham biasa sebagai hasil dari keputusan perusahaan untuk
menggunakan debt.

Secara konseptual, setiap perusahaan memiliki sejumlah risiko yang melekat di


Operations- nya ini adalah resiko bisnis. Risiko tambahan pemegang saham jika perusahaan
menggunakan utang yaitu risiko keuangan perusahaan. Misalnya, jika setengah dari modal
perusahaan dinaikkan sebagai utang dan setengah ekuitas umum, maka setiap pemegang
saham umum akan menanggung sekitar dua kali lebih banyak risiko seolah-olah hanya
ekuitas digunakan. Tentu, pemegang saham perusahaan leverage akan menuntut lebih
kompensasi untuk bantalan tambahan resiko (keuangan), sehingga tingkat yang diperlukan
pengembalian ekuitas umum akan meningkat dengan penggunaan utang. Dengan kata lain,
semakin besar penggunaan utang, semakin besar konsentrasi risiko pada pemegang saham,
dan lebih tinggi biaya ekuitas umum. Dalam keseimbangan bagian ini, kita meneliti bisnis
dan risiko keuangan dalam kerangka risiko yang berdiri sendiri, yang mengabaikan efek
diversifikasi. Kemudian menganalisis efek dari diversifikasi.

5
Risiko Bisnis

Risiko bisnis adalah risiko pemegang saham biasa suatu perusahaan akan menghadapi
jika perusahaan tidak memiliki utang. risiko bisnis muncul dari ketidakpastian dalam
proyeksi dari arus kas perusahaan, yang pada gilirannya berarti ketidakpastian tentang laba
operasi dan modal (investasi) persyaratan. Dengan kata lain, kita tidak tahu pasti seberapa
besar keuntungan operasi, juga tidak tahu berapa banyak kita harus berinvestasi untuk
mengembangkan produk baru, membangun pabrik baru, dan sebagainya. Pengembalian
menginvestasikan modal (ROIC) menggabungkan dua sumber ketidakpastian, dan
variabilitas dapat digunakan untuk mengukur risiko bisnis secara berdiri sendiri :

NOPAT adalah laba operasi bersih setelah pajak, dan modal adalah jumlah yang
diperluka modal operasi, yang numerik setara dengan jumlah utang perusahaan dan ekuitas
umum. Risiko bisnis kemudian dapat diukur dengan standar deviasi dari ROIC,σ ROIC. Jika
persyaratan modal perusahaan adalah stabil, maka kita dapat menggunakan variabilitas dalam
EBIT, σ EBIT, sebagai langkah alternatif risiko bisnis yang berdiri sendiri. Risiko bisnis
tergantung pada sejumlah faktor, seperti dijelaskan di bawah:

1. Variabilitas Demand. Semakin stabil permintaan untuk produk perusahaan, lainnya


hal tetap konstan, lebih rendah risiko bisnis.
2. Penjualan variabilitas harga. Perusahaan yang produknya dijual di pasar sangat
volatile
terkena risiko bisnis lebih dari perusahaan yang sama yang harga output
lebih stabil.
3. Variabilitas biaya input. Perusahaan yang biaya input yang sangat tidak pasti adalah
terkena tingkat tinggi risiko bisnis.
4. Kemampuan untuk menyesuaikan harga output untuk perubahan biaya input.
Beberapa perusahaan yang lebih baik mampu dari orang lain untuk menaikkan harga
produksi sendiri ketika biaya masukan kenaikan. Itu lebih besar kemampuan untuk

6
menyesuaikan harga output untuk mencerminkan kondisi biaya, lebih rendah risiko
bisnis.
5. Kemampuan untuk mengembangkan produk baru secara tepat waktu, dengan biaya
yang efektif. Perusahaan dalam industri teknologi tinggi seperti obat dan komputer
bergantung pada aliran konstan produk baru. Semakin cepat produk mereka menjadi
usang, semakin besar mereka risiko bisnis.
6. Eksposur risiko asing. Perusahaan yang menghasilkan persentase yang tinggi dari
pendapatan mereka luar negeri tergantung pada penurunan laba akibat fluktuasi nilai
tukar. Juga, jika perusahaan beroperasi di daerah tidak stabil secara politik, itu dapat
dikenakan risiko politik.
7. Sejauh mana biaya tetap: operating leverage. Jika persentase yang tinggi dari
biaya yang tetap, maka tidak menurun saat permintaan turun, maka perusahaan adalah
terkena tingkat yang relatif tinggi risiko bisnis. Faktor ini disebut leverage operasi,
dan dibahas panjang lebar pada bagian berikutnya.

Masing-masing faktor ditentukan oleh karakteristik industri perusahaan, tetapi


masing-masing dari mereka juga dikontrol sampai batas tertentu oleh manajemen. Sebagai
contoh, sebagian besar perusahaan melalui kebijakan pemasaran mereka, mengambil
tindakan untuk menstabilkan penjualan unit dan harga penjualan. Namun, stabilisasi ini
mungkin memerlukan pengeluaran sebuah iklan atau harga konsesi untuk mendapatkan
komitmen dari pelanggan untuk membeli dalam jumlah tetap dengan harga yang tetap di
masa depan.

Demikian pula, perusahaan dapat mengurangi volatilitas biaya input masa depan
dengan negosiasi tenaga kerja jangka panjang dan bahan kontrak pasokan, tetapi mereka
mungkin harus membayar harga dan tempat. Harga untuk mendapatkan kontrak tersebut.
Banyak perusahaan juga menggunakan teknik hedging untuk mengurangi risiko bisnis.

Operating leverage

Pengaruh biaya tetap operasional terhadap kemampuan perusahaan untuk menutup


biaya tersebut. Dengan kata lain pengaruh perubahan volume penjualan (Q) terhadap laba
sebelum bunga dan pajak (EBIT). Gambar 15-1 mengilustrasikan konsep leverage operasi
dengan membandingkan hasil yang Strasburg bisa berharap jika digunakan derajat yang
berbeda leverage operasi. Rencana Sebuah panggilan untuk jumlah yang relatif kecil dari

7
biaya tetap, $ 20.000. Berikut perusahaan tidak akan memiliki banyak peralatan otomatis,
sehingga penyusutan, pemeliharaan, properti pajak, dan sebagainya akan menjadi rendah.
Namun, baris total biaya operasi memiliki relatif lereng curam, menunjukkan bahwa biaya
variabel per unit lebih tinggi dari mereka akan jika perusahaan menggunakan lebih maksimal
operasi. Rencana B panggilan untuk tingkat yang lebih tinggi dari biaya tetap, $ 60.000.
Berikut perusahaan menggunakan peralatan otomatis (dengan yang satu operator dapat
berubah unit sedikit atau banyak pada biaya tenaga kerja yang sama) untuk jauh batas yang
lebih besar. Titik impas lebih tinggi di bawah Rencana B-impas terjadi pada 60.000 unit di
bawah Plan B dibandingkan hanya 40.000 unit di bawah Rencana A. Kita bisa menghitung
kuantitas impas dengan mengakui operasi yang impas terjadi ketika laba sebelum bunga dan
pajak (EBIT) :

EBIT = PQ - VQ - F = 0

Berikut P rata-rata harga jual per unit output, Q adalah unit output, V adalah variabel
biaya per unit, dan F adalah biaya operasi tetap. Jika kita memecahkan kuantitas impas, QBE,
kita mendapatkan ungkapan ini:

Bagaimana operating leverage mempengaruhi risiko bisnis? hal lainnya dianggap


tetap,
semakin tinggi suatu perusahaan operating leverage, semakin tinggi resiko bisnisnya. Data di
Gambar 15-1 mengkonfirmasi hal ini. Rencana A Leverage operasi yang lebih rendah
menimbulkan jauh kisaran yang lebih rendah dari kemungkinan EBITs, dari -$ 20.000 jika,
permintaan sampai $ 80.000 jika dengan standar deviasi dari $ 24.698. Rencana rentang
EBIT B jauh lebih besar, dari -$ 60.000 sampai $ 140.000, dan memiliki standar deviasi $
49.396. Rencana A kisaran ROIC lebih rendah juga, dari -6,0 persen menjadi 24,0 persen,

8
dengan standar deviasi sebesar 7,4 persen, dibandingkan berbagai ROIC Rencana B untuk
dari -18 persen menjadi 42 persen, dengan standar deviasi 14,8 persen, yang adalah dua kali
lebih tinggi A. Meskipun Plan B adalah berisiko, perhatikan juga bahwa ia memiliki EBIT
yang diharapkan lebih tinggi dan ROIC: $ 40.000 dan 12 persen versus A $ 30.000 dan 9
persen. Oleh karena itu, Strasburg harus membuat pilihan antara proyek dengan
pengembalian yang diharapkan lebih tinggi tetapi lebih risiko dan satu dengan risiko lebih
kecil tapi kembali lebih rendah. Untuk sisa analisis ini, kita asumsikan yang Strasburg telah
memutuskan untuk pergi ke depan dengan Plan B karena manajemen berkeyakinan bahwa
pengembalian yang diharapkan lebih tinggi cukup untuk mengimbangi risiko yang lebih
tinggi.

Untuk sebagian besar, leverage operasi ditentukan oleh teknologi. utilitas listrik,
perusahaan telepon, penerbangan, pabrik baja, dan perusahaan kimia hanya harus memiliki
investasi besar dalam aktiva tetap; hasil ini dalam biaya tetap tinggi dan leverage operasi.
Demikian pula, obat, mobil, komputer, dan perusahaan lain harus menghabiskan berat untuk
mengembangkan produk baru, dan biaya pengembangan produk peningkatan leverage
operasi.

Risiko keuangan

Risiko keuangan adalah risiko tambahan ditempatkan pada pemegang saham biasa
sebagai hasilnya dari keputusan untuk membiayai dengan utang. Secara konseptual,
pemegang saham menghadapi tertentu jumlah risiko yang melekat dalam perusahaan adalah
resiko bisnis, yang didefinisikan sebagai ketidakpastian yang melekat dalam proyeksi ROIC
masa depan.

Jika sebuah perusahaan menggunakan utang (leverage keuangan), ini berkonsentrasi


risiko bisnis pada perusahaan umum pemegang saham. Untuk menggambarkan, misalkan
sepuluh orang memutuskan untuk membentuk sebuah perusahaan untuk memproduksi disk
drive. Ada sejumlah risiko bisnis dalam operasi.

Jika perusahaan dikapitalisasi hanya dengan ekuitas umum, dan jika setiap orang
membeli 10 persen saham, maka setiap saham investor sama-sama dalam risiko bisnis.
Namun, seandainya perusahaan dikapitalisasi dengan 50 persen utang dan 50 persen ekuitas,
dengan lima dari investor menempatkan modal mereka sebagai hutang dan lima lainnya
menempatkan uang mereka sebagai ekuitas. Dalam hal ini, lima investor yang memasang

9
ekuitas harus menanggung hampir semua risiko bisnis, sehingga saham biasa akan jauh lebih
berisiko daripada itu akan telah telah perusahaan telah dibiayai hanya dengan keadilan.

Dengan demikian, penggunaan utang, atau leverage keuangan, berkonsentrasi bisnis


perusahaan risiko pada pemegang saham. ini konsentrasi risiko bisnis terjadi karena
debtholders, yang menerima tetap pembayaran bunga, tidak ada risk. Untuk menggambarkan
konsentrasi risiko bisnis, kita dapat memperpanjang Strasburg Elektronik misalnya. Untuk
saat ini, perusahaan tidak pernah menggunakan utang, tapi bendahara saat ini sedang
mempertimbangkan kemungkinan perubahan dalam struktur modal. Untuk saat ini,
menganggap bahwa hanya dua pilihan pembiayaan yang sedang dipertimbangkan-sisa nol
utang, atau pergeseran $ 100.000 utang dan $ 100.000 buku ekuitas.

Pertama, fokus pada Seksi I Tabel 15-1, yang mengasumsikan bahwa Strasburg tidak
menggunakan hutang. Sejak utang adalah nol, bunga juga nol; maka laba sebelum pajak
adalah sama dengan EBIT. Pajak pada 40 persen dikurangkan untuk mendapatkan laba
bersih, yang kemudian dibagi dengan $ 200.000 dari ekuitas buku untuk menghitung ROE.
Perhatikan bahwa Strasburg menerima pajak kredit jika permintaan adalah mengerikan atau
miskin (yang merupakan dua skenario di mana laba bersih negatif). Di sini kita

10
mengasumsikan bahwa kerugian Strasburg dapat dilakukan kembali untuk mengimbangi
pendapatan yang diperoleh pada tahun sebelumnya. ROE pada setiap tingkat penjualan
kemudian dikalikan dengan probabilitas yang tingkat penjualan untuk menghitung 12 persen
diharapkan KIJANG. Perhatikan bahwa 12 persen ini sama dengan ROIC kami menemukan
pada Gambar 15-1 untuk Rencana B, karena ROE sama dengan ROIC jika sebuah perusahaan
tidak memiliki utang.
Sekarang mari kita lihat situasi jika Strasburg memutuskan untuk menggunakan $ 100.000
utang pembiayaan, ditampilkan dalam Bagian II dari Table 15-1, dengan utang biaya 10
persen. Permintaan tidak akan terpengaruh, juga tidak akan beroperasi biaya; maka kolom
EBIT yang sama untuk utang nol dan $ 100.000 kasus utang. Namun, perusahaan akan
sekarang memiliki $ 100.000 utang dengan biaya 10 persen; maka beban bunga yang akan
menjadi $ 10.000. bunga ini harus dibayar terlepas dari keadaan economy- yang jika tidak
dibayar, perusahaan akan dipaksa menjadi bangkrut, dan pemegang saham akanmungkin
akan dihapuskan. Oleh karena itu, kami menunjukkan biaya $ 10.000 dalam Kolom 4
sebagaijumlah tetap untuk semua kondisi permintaan. Kolom 5 menunjukkan pendapatan
sebelum pajak, kolom 6 pajak yang berlaku, dan Kolom 7 laba bersih yang dihasilkan. Ketika
net angka pendapatan dibagi dengan buku ekuitas-yang kini akan hanya $ 100.000 karena $
100.000 dari total kebutuhan 200.000 $ diperoleh sebagai utang-kita menemukan BUMD di
bawah masing-masing negara permintaan. Jika permintaan mengerikan dan penjualan adalah
nol, maka kerugian yang sangat besar akan terjadi, dan ROE akan? 42,0 persen. Namun, jika
permintaan indah, maka ROE akan 78,0 persen. The probabilityweighted Rata-rata adalah
diharapkan ROE, yang merupakan 18,0 persen jika menggunakan perusahaan $ 100.000
utang.

11
Biasanya, pembiayaan dengan utang meningkatkan harapkan pemegang saham untuk
pengembalian investasi, tetapi utang juga meningkatkan risiko bagi pemegang saham. Contoh
keuangan leverage menimbulkan diharapkan ROE dari 12 persen menjadi 18 persen, tetapi
juga meningkatkan risiko investasi seperti yang terlihat oleh peningkatan standar deviasi dari
14,8 persen menjadi 29,6 persen dan peningkatan koefisien variasi dari 1,23 ke 1.65.7 Kita
melihat, kemudian, bahwa menggunakan leverage memiliki efek baik dan buruk: leverage
yang lebih tinggi meningkat diharapkan ROE, tetapi juga meningkatkan risiko.

E. Teori Capital Structure dan Implikasinya

Dalam dunia keuangan, definisi dari struktur modal biasanya mengacu pada
bagaimana sebuah perusahaan mengelola pendanaan untuk asset-asetnya melalui berbagai
kombinasi dari dari modal sendiri (equity), utang (debt), serta melalui hybrid securities.
Struktur modal perusahaan kemudian adalah komposisi atau struktur dari utang-utang yang
dimilikinya. Sebagai contoh, perusahaan yang menjual US$ 20 miliar dalam equity serta US$

12
80 miliar dari utang dikatakan memiliki 20% equity-financed dan 80% debt-financed. Rasio
debt to total financing sebesar 80% di dalam contoh ini dinamakan dengan leverage
perusahaan. Pada prakteknya, struktur modal dipengaruhi oleh banyak faktor yang kompleks.

Secara umum, teorema Modigliani-Miller (M&M propositions) yang akan lebih lanjut
dijelaskan kemudian memberikan kontribusi yang cukup besar dalam membentuk basis
pemikiran modern terkait struktur modal. Walaupun teori mereka dipandang hanya bersifat
teoritis karena faktanya teorema mereka tidak mengikutsertakan berbagai faktor penting
dalam membuat keputusan struktur modal secara praktek. Sampai saat ini, ada beberapa
pendekatan teoritis yang dikenal terkait dengan struktur modal, khususnya pandangan
mengenai optimal capital structure dalam suatu perusahaan. Teori-teori tersebut akan
dijelaskan secara rinci dibawah ini, yaitu:

1. Pendekatan Tradisional

Pendekatan tradisional memiliki keyakinan bahwa memang ada suatu proporsi


struktur modal yang optimal. Dengan kata lain, struktur modal memiliki pengaruh terhadap
nilai perusahaan (value of the firm). Struktur modal dapat diubah-ubah agar perusahaan
nantinya mampu memperoleh nilai perusahaan yang optimal. Pada teori ini diasumsikan
terjadi perubahan struktur modal dan peningkatan nilai total perusahaan melalui penggunaan
financial leverage (dengan cara meningkatkan proporsi hutang dibandingkan dengan modal
sendiri).

2. Pendekatan Modigliani dan Miller (MM)

Pada tahun 1950-an, dua orang ekonom di dalam tulisannya yang berjudul
"fundamental contributions to the theory of corporate finance" menentang pandangan
pendekatan tradisional terhadap struktur modal. Mereka berpendapat bahwa sesungguhnya
struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Teorema yang mereka berikan menjadi
dasar pemikiran modern mengenai struktur modal. Teori mereka pada dasarnya ingin
menjelaskan bahwasanya dengan asumsi tidak ada pajak, bankruptcy costs, tidak adanya
informasi asimetris antara pihak manajemen dengan para pemegang saham, dan pasar dimana
perusahaan terlibat dalam kondisi efisien, maka sebenarnya value yang bisa diraih oleh
perusahaan tidak terkait dengan bagaimana perusahaan melakukan strategi pendanaan. Jadi,
tidak ada masalah bila pendanaan dibiayai oleh modal ataupun utang. Oleh karenanya, sifat
kebijakan dividen yang dilakukan pun akan menjadi tidak relevan bagi perusahaan. Teori ini

13
memiliki dua proposisi masing-masing untuk kondisi tanpa adanya corporate taxes dan
dengan adanya corporate taxes.

Teori ini sebenarnya memiliki beberapa asumsi umum yang harus diperhatikan, yaitu
sebagai berikut:

1) Perusahaan dengan kelas yang sama mempunyai risiko bisnis sama dimana risiko
bisnis tersebut diukur dengan standar deviasi dari laba sebelum bunga dan pajak;
2) Investor mempunyai harapan yang sama atau homogen terhadap laba dan risiko
perusahaan serta memiliki ekspektasi yang sama terhadap EBIT dimasa yang akan
datang; dan
3) Surat hutang seperti obligasi dan penyertaan dalam bentuk saham diperdagangkan
pada pasar yang sempurna (perfect capital market).

KONDISI I : WITHOUT CORPORATE TAXES

Proposisi I

Disini formula yang dipakai adalah Va = Vb dimana Va adalah nilai dari perusahaan
A dan Vb adalah nilai dari perusahaan B. Nilai yang dimaksud disini adalah harga yang harus
dibayar investor jika ingin membeli sebuah perusahaan.

Untuk melihat bagaimana teori ini benar, misalkan seorang investor sedang
mempertimbangkan untuk membeli perusahaan A atau B dimana tingkat pengembalian dari
investasi tersebut diperkirakan akan sama. Seharusnya dengan situasi seperti itu, harga untuk
membeli perusahaan B harus sama dengan harga untuk membeli perusahaan A dikurangi
utang yang dimiliki perusahaan B. Secara implisit, asumsi tambahan yang digunakan disini
adalah cost of borrowing dari seorang investor akan sama dengan yang dimiliki oleh
perusahaan. Pada kenyataannya hal ini tidak pernah terjadi akibat adanya asymmetric
information dan pasar yang dihadapi adalah bukan pasar yang efisien.

Proposisi 2

Gambar 2.1

Model Proposisi II Modigliani & Miller

14
Asumsi proposisi ini adalah perusahaan memiliki utang yang berisiko. Ketika terjadi
peningkatan Debt to Equity Ratio (DER; Leverage), nilai dari Weighted Average Cost of
Capital (WACC) tetap konstan. Secara matematis, hubungan di dalam konsep ini adalah
sebagai berikut:

D
k e=k 0 (k −k ) (2.1)
E 0 d

Dimana:

 ke adalah required rate of return on equity, or cost of equity.


 k0 adalah cost of capital for an all equity firm.
 kd adalah required rate of return on borrowings, or cost of debt.
 D / E adalah the debt-to-equity ratio (DER)

Dari persamaan diatas, kita dapat langsung mengetahui semakin besar angka DER,
semakin besar pula angka cost of equity. Hal ini disebabkan karena risiko yang dihadapi oleh
pemegang ekuitas akan lebih besar bila perusahaan mempunyai utang karena jika perusahaan
mengalami default atau kebangkrutan, perusahaan harus terlebih dulu memberi prioritas
penyelesaian kewajiban pada debtholders, baru kemudian stockholders. Rumus diatas juga
diturunkan dari teori WACC serta dengan beberapa asumsi berikut:

 tidak ada pajak;


 tidak ada biaya transaksi; dan
 individu maupun perusahaan meminjam dengan tingkat bunga yang sama.

Proposisi ini memang terlihat tidak relevan dengan kondisi yang ada karena
bagaimanapun tidak mungkin ada situasi seperti itu dalam dunia nyata, Namun, teori ini
masih dipelajari karena teorema ini telah mengajarkan sesuatu yang sangat penting, yaitu
15
struktur modal memang berpengaruh terhadap nilai perusahaan karena asumsi diatas hampir
mustahil terwujud di dalam prakteknya.

Hanya masalahnya saat ini adalah bagaimana cara menentukan determinandeterminan


dari struktur modal yang optimal dan bagaimana mereka mempengaruhi pembentukan
struktur modal yang optimal. Tentu ini akan melibatkan sangat banyak faktor dan variabel
dalam penentuannya.

KONDISI II: WITH CORPORATE TAXES

Pada awal tahun 1960-an, kedua ekonom tersebut memasukkan unsur pajak ke dalam
analisis mereka. Setelah asumsi tanpa pajak sebelumnya diubah, mereka memiliki
kesimpulan bahwa ternyata nilai perusahaan yang mempunyai hutang lebih tinggi
dibandingkan nilai perusahaan tanpa hutang. Dua proposisi dibawah ini akan menjelaskan
bagaimana hal itu bisa disimpulkan.

Proposisi 1

Jika perusahaan dihadapkan pada situasi seperti ini, maka persamaan yang telah
dijelaskan sebelumnya mengenai kesamaan nilai dari dua perusahaan dengan struktur modal
yang berbeda menjadi berubah. Dalam kasus ini, persamaan yang dipakai adalah sebagai
berikut:

V L=V U +T c D (2.2)

Dimana ;

o VL adalah nilai dari perusahaan yang menggunakan utang (levered firm)


o VU adalah nilai dari perusahaan yang tidak memiliki utang (unlevered firm).
o TCD adalah tax rate (TC) dikalikan dengan nilai utang perusahaan (D)
o Penggunaan istilah TCD mengasumsikan sifat utang adalah perpetual

Dari persamaan diatas kita bisa menyimpulkan bahwa ada keuntungan yang
didapatkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki utang di dalam struktur modal
mereka. Keuntungan ini mengarah kepada tax shields yang salah satunya bisa diterapkan
pada pembayaran bunga atas utang perusahaan yang memang bersifat deductable di dalam
konsep perpajakan. Sebagai konsekuensinya, pajak yang dibayarkan pun akan lebih rendah
karena adanya deductible expense berupa pembayaran bunga utang sehingga pada akhirnya

16
angka net income perusahaan pun menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan perusahaan
yang tidak mempunyai utang dalam struktur modal mereka. Ini disebabkan karena di sisi lain
pembayaran dividen yang dilakukan unlevered firms tidak bersifat deductible expense atas
pajak yang harus dibayarkan, sehingga tidak ada tax benefit yang mereka dapatkan seperti
halnya pembayaran bunga.

Proposisi 2

Di dalam proposisi kedua, penjelasan sebelumnya mengenai hubungan antara cost of


equity dengan leverage masih tetap digunakan (saat cost of equity naik, angka leverage juga
akan naik karena risiko dari equity juga naik, atau sebaliknya). Meskipun hubungan mereka
tetap sama, tetapi formula yang digunakan berbeda dari sebelumnya. Formula yang dipakai
dalam kasus ini adalah:

D
r E=r 0+ (r −r )(1−T C ) (2.3)
E 0 D

Dimana;

o rE adalah required rate of return on equity, or cost of equity.


o r0 adalah cost of capital untuk semua all equity firm.
o rD adalah required rate of return on borrowings, or cost of debt.
o D / E adalah debt-to-equity ratio (DER).
o Tc adalah tax rate yang dihadapi perusahaan

Dengan formula seperti diatas, secara implisit kita dapat mengetahui bahwa ada
perbedaan mengenai penggunaan WACC. Teori ini menjelaskan bahwa dengan memasukkan
unsur pajak dalam perhitungan dan meningkatkan jumlah pinjaman dengan biaya yang
rendah, maka perusahaan akan lebih menguntungkan untuk menggunakan utang sebagai
sumber pendanaan dibandingkan dengan ekuitas. Tentunya ini juga disebabkan karena
adanya tax shields yang dinikmati perusahaan atas utangnya sehingga nilai WACC akan terus
menurun dan bahkan mencapai angka nol ketika perusahaan memiliki struktur modal 100%
berasal dari utang. Namun, yang harus diingat adalah bahwa formula ini mempunyai
beberapa asumsi, yaitu:

a) perusahaan dikenakan pajak dengan tingkat rate TC pada laba setelah bunga,
b) tidak ada biaya transaksi yang dikenakan, dan
c) individu maupun perusahaan meminjam dengan tingkat bunga yang sama

17
Dalam prakteknya, penggunaan teori ini dengan asumsi pajak tersebut memang sangat
kontroversial. Implikasi teori Modigliani & Miller diatas adalah sebaiknya perusahaan selalu
berupaya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya dalam melakukan kegiatan pendanaan
untuk meminimalkan WACC. Namun, dalam kenyataannya tidak ada perusahaan yang
mempunyai hutang yang sangat besar dan berlebihan (misalnya 99% debt, 1% equity) karena
ada risiko kebangkrutan yang dijelaskan oleh teorema berikutnya.

3. Trade-Off Theory

Teori ini sebenarnya mengacu pada suatu pemikiran bahwa perusahaan harus memilih
berapa jumlah pendanaan yang berasal dari utang dan berapa yang dari ekuitas yang akan
digunakan untuk menyeimbangkan antara cost benefits keduanya. Tujuan penting dari
teorema ini adalah untuk menjelaskan suatu fakta bahwa perusahaan biasanya dibiayai
sebagian dari utang dan sebagian lagi dari ekuitas.

Pada satu sisi, memang ada keuntungan yang didapatkan dari berhutang berupa tax
shields yang akan memperbesar laba bersih. Tetapi, di sisi lain perusahaan juga harus ingat
bahwa semakin tinggi mereka melakukan pendanaan melalui utang, semakin besar pula risiko
mereka untuk mengalami kesulitan keuangan karena membayar bunga tetap yang terlalu
besar bagi para debtholders setiap tahunnya dengan kondisi laba bersih yang belum pasti
(bankruptcy costs of debt). Ditambah lagi risiko non-bankruptcy costs seperti misalnya
ditinggalkan karyawan, supplier yang menawarkan kontrak yang kurang menguntungkan,
pemegang saham yang menuntut kenaikan Earnings Per Share (EPS), dll.

Keuntungan marginal dari menambah utang akan menurun seiring dengan


bertambahnya utang, sementara biaya marginal akan meningkat. Jadi, kesimpulannya adalah
perusahaan harus mencari titik optimal proporsi pendanaan utang dan ekuitas yang harus
digunakan yang nantinya mampu meningkatkan nilai perusahaan secara keseluruhan. Secara
grafik, konsep teorema ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2

Model Grafis Trade-Off Theory

18
Seiring dengan berjalannya waktu, teorema ini juga banyak dipertanyakan tingkat
relevansi empirisnya. Jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan biasanya besar dan ini
pasti, sementara di sisi lain bankruptcy costs relatif lebih kecil peluangnya karena mayoritas
perusahaan sangat menghindari untuk bangkrut karena mereka akan membutuhkan biaya
yang sangat besar untuk itu.

Jika memang teori ini benar, maka seharusnya perusahaan cenderung mempunyai
jumlah utang yang relatif jauh lebih besar daripada yang kita observasi pada prakteknya (MH
Miller, 1977). Pendapat lain terkait dengan teorema ini mengatakan bahwa fluktuasi harga
saham dan variasi di dalam struktur modal sebenarnya sangat dipengaruhi oleh harga aset-
aset dan bukan hanya dari utang dan ekuitas. Walaupun diterpa dengan banyak kritik dan
opini, teorema ini tetaplah dominan untuk menjelaskan bagaimana perusahaan menyusun
struktur permodalan mereka.

4. Pecking Order Theory

Teorema ini pertama kali dikembangkan oleh Stewart C. Myers dan Nicolas Majluf
pada tahun 1984 yang menjelaskan bahwa preferensi untuk menggunakan sumber pendanaan
dari dalam perusahaan (internal financing) akan lebih besar daripada menggunakan sumber
pendanaan lainnya seperti utang dan penerbitan ekuitas baru. Teori trade-off memiliki
implikasi bahwa bisnis akan selalu mempunyai tingkatan dari sumber pendanaan yang
dibutuhkan. Secara empiris, memang belum ada bukti jelas yang dapat menunjukkan
preferensi urutan sumber pendanaan perusahaan. Namun, beberapa penulis telah menemukan
bahwa ada contoh-contoh aplikasi dari teorema ini yang bisa dijadikan acuan untuk
mengatakan bahwa teori ini cukup mampu untuk memprediksi kondisi di lapangan.
Perdebatan diantara para ahli pun masih belum usai. Pada satu sisi, Fama dan French (2002)
menemukan bahwa teori pecking order lebih baik dalam menjelaskan data dibandingkan teori

19
trade-off. Di sisi lain, Goyal dan Frank (2005) menunjukkan bahwa teori pecking order
belum mampu untuk menjelaskan preferensi tersebut. Mungkin hal ini bisa juga dikarenakan
terjadinya assymetric information menjadi masalah yang cukup sulit untuk dianalisis pada
masing-masing perusahaan.

Memang bila kita pikirkan secara logika, para manajer pasti akan berpikir dalam
kerangka trade-off antara pengematan pajak dengan biaya kebangkrutan (bankruptcy costs)
dalam penentuan struktur modal. Dalam kenyataan yang lebih empiris, mungkin memang
jarang manajer keuangan yang berpikir seperti itu.

Berbagai penelitian dalam jurnal-jurnal keuangan yang membahas mengenai perilaku


struktur modal perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat umumnya mengarah pada sebuah
kesimpulan bahwa perusahaan yang mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata cenderung
menggunakan hutang yang lebih rendah. Secara lebih spesifik, perusahaan mempunyai
tingkat urutan preferensi dalam penggunaan dana, baik untuk kebutuhan membiayai proyek
baru ataupun melakukan kebijakan dividen. Skenario urutan dalam Pecking Order Theory,
yaitu:

a. Perusahaan memilih pendanaan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba
(keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
b. Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan
kesempatan investasi.
c. Karena kebijakan dividen yang konstan (sticky), digabung dengan fluktuasi
keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan
aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan
pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu, dan akan lebih kecil pada saat yang
lain.
d. Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga
yang paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai dengan hutang, kemudian
dengan surat berharga campuran (hybrid) seperti obligasi konvertibel, dan kemudian
saham atau ekuitas baru sebagai pilihan terakhir.

Teori tersebut memang tidak mengindikasikan tentang target struktur modal yang
digunakan secara umum pada perusahaan. Teori tersebut hanya menjelaskan urutan
preferensi pendanaan. Manajer keuangan disini diasumsikan tidak memperhitungkan tingkat
hutang yang optimal. Kebutuhan dana murni hanya ditentukan oleh kebutuhan investasi.

20
Teori pecking order bisa menjelaskan kenapa perusahaan yang mempunyai tingkat
keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang lebih kecil karena perusahaan-
perusahaan seperti itu memiliki banyak surplus cash flow internal yang dapat dipakai sebagai
sumber pendanaan nantinya.

5. Teori Asimetri Informasi dan Signaling

Konsep signaling dan asimetri informasi berkaitan erat. Teori asimetri mengatakan
bahwa pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi dengan
bobot dan kualitas yang sama mengenai prospek dan risiko perusahaan. Suatu pihak tertentu
(biasanya pihak internal manajemen, dll) mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan
pihak lainnya. Lingkup teori ini diantaranya mencakup:

a) Myers (1977). Menurut Myers (1977), ada asimetri informasi antara manajer dengan
pihak luar. Manajer mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi
perusahaan dibandingkan dengan pihak luar. Oleh karena itu, struktur modal memiliki
pengaruh yang berbeda bagi manajer dan pihak luar perusahaan.
b) Signaling (Ross, 1977). Ross (1977) mengembangkan sebuah model dimana struktur
modal (penggunaan hutang) merupakan sinyal yang disampaikan oleh manajer ke
pasar. Jika manajer memiliki keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan
karenanya ingin agar harga saham meningkat, manajer tersebut tentunya ingin
mengkomunikasikan hal tersebut kepada para investor. Manajer bias menggunakan
utang yang lebih banyak, yang nantinya berperan sebagai sinyal yang lebih terpercaya.
Ini karena perusahaan yang meningkatkan utang bias dipandang sebagai perusahaan
yang yakin dengan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Investor diharapkan
akan menangkap sinyal tersebut, sinyal yang mengindikasikan bahwa perusahaan
mempunyai prospek yang prospektif di masa depan. Jadi, kita dapat menyimpulkan
dari penjelasan diatas bahwasanya hutang merupakan tanda atau signal positif dari
perusahaan.

6. Teori Lain
a. Pendekatan Teori Keagenan (Agency Approach).
Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untukmengurangi konflik
antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan
manajer sebenarnya adalah konsep free-cash flow. Free-cash flow dalam konteks ini

21
didefinisikan sebagai aliran kas yang tersisa sesudah semua investasi dengan nilai
NPV positif didanai. Tetapi, ada kecenderungan bahwa manajer ingin menahan
sumber daya (termasuk free-cash flow) sehingga mempunyai control atas sumber
daya tersebut. Hutang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan
terkait free-cash flow. Jika perusahaan menggunakan hutang, maka manajer akan
dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan (untuk membayar bunga).
b. Pendekatan Interaksi Produk/Input dengan Pasar.
Model ini bermula dari teori organisasi industri, dan relatif baru dibandingkan
teori lainnya. Ada dua kategori dalam pendekatan ini: Menjelaskan hubungan antara
struktur modal perusahaan dengan strategi; dan Menjelaskan hubungan antara struktur
modal dengan karakteristik produk atau input.
c. Kontes atas Pengendalian Perusahaan.
Beberapa penemuan pendekatan ini adalah perusahaan yang menjadi target
(dalam pengambilalihan) akan meningkatkan tingkat hutangnya, dan mengakibatkan
kenaikan harga saham. Tingkat hutang berhubungan negative dengan kemungkinan
sukses tender offer (penawaran terbuka pada proses pengambilalihan usaha).

F. Teori Struktur Modal: Bukti Arbitrase MM Model.

Teori struktur modal lebih didasarkan atas perilaku investor dibanding dengan model
konstruksi kehati-hatian yang bisa diuji dengan analisis statistik formal, setidakya inilah yg
digambarkan terjadi sampai dengan tahun 1958. Kita bisa menyimak banyak kumpulan
dokumen keuangan yang pernah diterbitkan Franco Modigliani Dan Merton Miller (yg
kemudian sangat popular dengan inisial “MM”) menunjukkan struktur modal dengan teliti
dalam karya ilmiahnya yang fenomenal dan hasil riset yang mereka lakukan secara terus
menerus.

Asumsi-asumsi.

MM menggunakan konsep arbitrase untuk mengembangkan teori struktur modal,


konsep arbitrase merupakan konsep guna memperoleh keuntungan dari perbedaan harga yang
terjadi di antara dua pasar. Dalam pembahasan ini arbitrase terjadi jika dua asset penjualan
saham unleveraged dan leveraged pada harga yang berbeda. Para pelaku Arbitrase akan
membeli sejumlah saham pada saat dihargai rendah dan secara bersama-sama kembali
menjualnya ke pasar bursa dengan harga yang lebih tinggi, perolehan laba dalam proses ini
akan dilanjutkan sampai pada harga kedua assetnya adalah sama.

22
Mendasarkan pada alasan karena arbitrase yang akan dipergunakan maka assetnya
harus sepadan atau hampir sama. MM menunjukkan bahwa dalam asumsi-asumsi mereka
saham unleveraged dan leveraged yang serupa dilakukan dengan proses arbitrase untuk
beroperasi.

Modigliani dan Miller (1958) mengemukakan bahwa teori MM didasarkan pada


asumsi-asumsi penting, yaitu:

1. Tidak ada pajak, baik pribadi maupun perusahaan.


2. Risiko bisnis dapat di/terukur oleh EBIT, dan perusahaan dengan derajat
tingkat risiko bisnis yang sama disebut dalam suatu kelas resiko yang
homogen.
3. Semua calon investor mempunyai perkiraan yang serupa dari prospek EBIT
(laba bersih perusahaan sebelum pajak) suatu perusahaan dan itu berarti
investor mempunyai harapan yang homogen tentang laba masa depan
perusahaan yang diharapkan dan berani mengambil resiko atas laba tersebut.
4. Saham dan obligasi akan diperdagangkan dalam pasar modal sempurna.
Asumsi ini mengisyratkan, di antaranya adalah (a) Bahwa tidak ada biaya-
biaya perantara, dan (b) Investor itu ( termasuk individu dan institusi) dapat
meminjam di tingkat tarif yang sama seperti yang dilakukan perusahaan.
5. Hutang adalah suatu resiko. Ini berlaku bagi perusahaan maupun investor,
sehingga tingkat bunga atas hutang adalah tingkat bunga bebas resiko. Lebih
lanjut, dalam situasi ini diasumsikan dengan mengabaikan seberapa banyak
hutang dipergunakan suatu perusahaan (atau individu).
6. Semua arus kas adalah bersifat selamanya, ini berarti semua perusahaan
diharapkan tidak mengalami pertumbuhan atau nol, karenanya perusahaan
mempunyai suatu "harapan yang stabil" yaitu EBIT, dan semua obligasi
bersifat jangka panjang. "Harapan yang stabil" ini berarti bahwa estimasi yang
terbaik adalah untuk menilai bahwa EBIT akan bersifat stabil, tetapi pada
pelaksanaannya bisa saja berbeda jauh dengan apa yang diharapkan.

MM tanpa Pajak.

23
MM pertama kali melakukan analisis dengan asumsi bahwa tidak ada pajak
pendapatan perseorangan maupun perusahaan. Berdasarkan asumsi tersebut, mereka
menyatakan dan membuktikan dengan dua proposisi persamaan aljabar sebagai berikut:

Proposisi I. Nilai suatu perusahaan merupakan kapitalisasi laba bersih operasi yang
diharapkan (EBIT) atas tingkat bunga konstan (r sU ) berdasarkan pada kelas risiko
perusahaan:

EBIT EBIT
V L=V U = =
WACC r sU

Proposisi II. Ketika tidak dikenakan pajak, biaya modal dari utang perusahaan (r sL) , sama
dengan (1) biaya modal pada perusahaan yang tidak memiliki utang dalam kelas risiko yang
sama(r su ), ditambah dengan (2) risiko premium yang tergantung ukurannya pada kedua
perbedaan antara biaya utang dan modal perusahaan yang tidak mempunyai hutang dan
jumlah utang yang dipergunakannya :

r sL=r sU + Risk premium=r sU +(r sU – r d )(D /S)

Dimana

rd : Biaya utang konstan

D : Nilai pasar dari utang perusahaan

S : Nilai pasar dari ekuitas

Arbitrase Pembuktian MM

MM menggunakan pembuktian arbitrase untuk mendukung proposisi mereka. Mereka


menunjukkan bahwa dengan mendasarkan pada asumsi jika dua perusahaan hanya berbeda
pada dua hal, pertama dalam cara mereka melakukan pembiayaan, dan kedua dalam total
nilai pasar mereka. Apabila terdapat dua perusahaan dengan nilai berbeda karena struktur
modalnya juga berbeda maka terjadi proses arbitrase. Investor akan menjual saham
perusahaan yang memiliki hutang dengan harga lebih tinggi dan membeli saham perusahaan
yang tidak memiliki hutang dan menginvestasikan kelebihan dana pada investasi lain.
Dengan menggunakan asumsi tidak ada biaya transaksi maka investor dapat meningkatkan

24
tingkat keuntungan yang diterima dengan tingkat risiko sama. Proses ini akan berlangsung
terus hingga kedua perusahaan mempunyai nilai pasar yang sama.

MM mengasumsikan bahwa semua perusahaan berada dalam situasi tidak bertumbuh


ini berarti EBIT diharapkan tetap konstan, yang mana akan terjadi jika ROE tetap konstan,
dan seluruh laba digunakan untuk membayar dividennya, dan tidak ada pengenaan pajak.
Dibawah asumsi EBIT yang konstan, total nilai pasar saham biasa, S adalah nilai sekarang
dari perpetuitas, dimana dapat dirumuskan sebagai berikut :

Devidens Net Income (EBIT −r d D)


S= = =
r sL r sL r sL

Bukti Arbitrase:

Perusahaan U dan L adalah identik. U menggunakan 100% modal sendiri dan L memiliki
utang sebesar $4.000.000 dengan bunga 7,5%. Keduanya memiliki EBIT $900.000, memiliki
tingkat bunga rsL = rsU = 10% dan berada dalam kelas risiko yang sama.

Untuk Perusahaan U:

Value S U =(EBIT−r d D)/r sU

¿($ 900.000−$ 0)/0 , 10

¿ $ 9.000 .000

Total Market Value U = Vu = Du + Su = $0 + $9.000.000 = $9.000.000

Untuk Perusahaan L:

Value S L =(EBIT−r d D)/r sL

¿¿

¿ $ 600.000/0 , 10

¿ $ 6.000 .000

Total Market Value L = VL = DL + SL = $4.000.000 + $6.000.000 = $10.000.000

25
Nilai perusahaan yang memiliki leverage, lebih tinggi daripada yang tidak memiliki
leverage. Dalam situasi seperti ini, menurut MM, investor dapat memperoleh tingkat yang
keuntungan lebih tinggi dengan risiko sama.

Salah satu karya tulis MM yang diterbitkan pada tahun 1958, mengasumsikan
pengenaan pajak adalah nol, Pada tahun 1963, mereka mempublikasikan artikel keduanya
tentang pengenaan pajak perusahaan. Dengan pengenaan pajak pendapatan perusahaan,
mereka menyimpulkan bahwa hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. Ini terjadi karena
bunga merupakan biaya pengurang pajak, karena itu, arus pendapatan operasi perusahaan
yang berasal dari hutang akan diteruskan ke investor.

Pada pembahasan berikutnya akan ditunjukkan pembuktian dari proposisi MM ketika


pajak perseorangan seperti halnya pajak untuk perusahaan dikenakan. Pada situasi ketika
perusahaan harus patuh kepada pengenaan pajak pendapatan, tetapi tidak dikenakan pajak
perseorangan, ini adalah kejadian khusus dengan pengenaan pajak pribadi dan pajak
perseroan, maka kita hanya akan menyajikan hasilnya di sini.

Proposisi I. Nilai dari hutang perusahaan adalah sama dengan nilai perusahaan yang tidak
memiliki hutang dalam kelas risiko yang sama ( V U ) ditambah dengan keuntungan hutang.
Keuntungan dari hutang ini adalah nilai dari penghematan pajak, yang ditemukan seperti
tingkat pajak perusahaan (T) dikalikan dengan jumlah hutang yang digunakan perusahaan.

V L=V U +TD

Poin penting disini adalah ketika pajak perseroan diperkenalkan, nilai perusahaan
yang levereged akan melebihi nilai perusahaan yang unlevereged sama dengan TD. Sejak
keuntungan yang diterima dari peningkatan levereged berasal dari peningkatan hutang, maka
hal ini menyiratkan bahwa nilai suatu perusahaan dapat dimaksimalkan 100 persen dengan
pembiayaan hutang. Sebab semua arus kas diasumsikan untuk diperpetuitaskan, nilai
perusahaan yang unlevereged dapat ditemukan dengan menggunakan persamaan nilai
perusahaan diatas dan pengenaan pajak badan usaha. Dengan asumsi hutang nol (D=$0), nilai
perusahaan adalah sama dengan nilai modalnya:

26
EBIT (1−T )
S=V U =
r sU

Proposisi II. Biaya modal untuk perusahaan yang levereged sama dengan (1) Biaya modal
perusahaan yang unlevereged dalam kelas risiko yang sama, ditambah (2) risiko premium
yang tergantung dari perbedaan ukuran antara biaya modal dan hutang perusahaan
unlevereged, jumlah pembiayaan levereged yang digunakan, dan tingkat pengenaan pajak
perusahaan:

r sL=r sU +(r sU – r d )(1−T )(D /S)

Ilustrasi Frederickson Water Company

Frederickson Water Company tidak memiliki hutang

EBIT =$ 2.400.000

r d =8 %

beta(b)=8 %

risk rate free (r rf )=8 %

RPM =5 %

Maka besarnya rsU adalah = rrf + b (RPM) = 8% + 8% (5%) = 12%

Karena asumsinya Frederickson Water Company tidak menggunakan pajak:

maka T = 0%, sehingga nilai VL = VU = EBIT / rSu = $ 2.400.000 / 12% = $ 20.000.000

Jika Frederickson Water Company menggunakan utang sebesar $ 10.000.000 maka nilai
perusahaan adalah S = V – D = $ 20.000.000 - $ 10.000.000 = $ 10.000.000

Maka besarnya WACC adalah:

r sL=r sU +(r sU −r d )(D/S )


¿ 12 %+(12 %−8 %)($ 10.000 .000/ $ 10.000 .000)
¿ 12 %+ 4 %

27
¿ 16 %
WACC =(D /V )(r d )(1 – T )+(S /V )r sL

¿($ 10.000 .000 /$ 20.000 .000)(16 %)(1 – 0)+($ 10.000.000 /20.000.000)(16 %)

¿ 12 %

Jika menggunakan Pajak Perusahaan

EBIT =$ 4.000 .000

T =40 %

V U =EBIT (1 – T )/r sU

¿ $ 4.000 .000(1 – 0 , 4)/12 %

¿ $ 20.000 .000

Jika Frederickson Water Company menggunakan utang sebesar $ 10.000.000 maka total
market value adalah

S=V U + TD

¿ $ 20.000 .000+(0 , 4 x $ 10.000 .000)

¿ $ 24.000 .000

Nilai equity Frederickson Water Company

S=V – D

¿ $ 24.000 .000 – $ 10.000.000

¿ $ 14.000 .000

Maka besarnya WACC adalah:

r sL=r sU +(r sU −r d )(1 – T )(D /S)

¿ 12 %+(12 %−8 %)(1 – 0 , 4)($ 10.000.000 /$ 14.000 .000)

¿ 12 %+1 , 71 %

28
¿ 13 , 71%

WACC =(D /V )(r d )(1 – T )+(S /V )r sL

¿($ 10.000 .000 /$ 24.000 .000)(0 , 6 %)+($ 14.000 .000 /$ 24.000 .000)(13 , 71% )

¿ 10 %

G. PENGANTAR PAJAK PERSEORANGAN: MODEL MILLER

Walaupun MM memasukkan pajak perusahaan pada model versi keduanya, mereka


tidak menyampaikan model yang memasukkan pajak perseorangan.

Dengan memasukkan pajak perseorangan, dan menyamakan dengan asumsi yang


digunakan dalam model MM yang lalu, nilai perusahaan yang unlevereged dapat
disampaikan sebagai berikut:

EBIT (1−T c ) EBIT ( 1−T c ) (1−T c )


V U= =
r sU r sU

Dimana T c adalah tingkat pajak perusahaan

Formula Miller dapat dinyatakan dengan pembuktian arbitrase yang mirip dengan
salah satu yang kita tunjukkan sebelumnya. Bagaimanapun, pembuktian alternatif
menunjukkan bahwa ini adalah mengikuti dari model yang terdahulu. Untuk memulainya,
kita membagi arus kas tahunan perusahaan levered, CF L , kepada para pemegang saham dan
kepada para pemegang obligasi, setelah pengenaan pajak perseorangan dan pajak perusahaan.

CF L =Net CF ¿ Stockholders+ Net CF ¿ Bondholders

¿ ( EBIT −I ) ( 1−T c ) ( 1−T s ) + I (1−T d )

Maka persamaan tersebut dapat disusun kembali sebagai berikut :

CF L =[ EBIT ( 1−T c ) ( 1−T s ) ]−[ I ( 1−T c ) ( 1−T s ) ] +[ I ( 1−T d ) ]

Persyaratan pada persamaan diatas identik dengan arus kas setelah pajak perseorangan
pada perusahaan unlevereged, dan ini adalah nilai sekarang yang diperoleh dari discounting
perpetual cash flow oleh rsU (1 – Ts). Pada persyaratan dua dan tiga, dimana reflek levereged,

29
yaitu hasil dari penggabungan arus kas dengan pendanaan hutang, dimana pada asumsi MM
adalah berisiko. Kita dapat tuliskan nilai dari risiko hutang perpetualnya adalah sebagai
berikut:

I I (1−T d )
D= =
r d r d (1−T d )

Kita dapat memperoleh salah satu diskon pajak perseorangan sebelum pembayaran
bunga atau sebelum penilaian pajak perseorangan dari r d atau kita memperoleh potongan
pajak perseorangan setelah pembayaran bunga atau setelah penilaian pajak perseorangan
r d (1−T d ). Kombinasi dari nilai sekarang atas tiga syarat ini, kita peroleh nilai dari
perusahaan leverednya:

EBIT ( 1−T c ) (1−T s) I ( 1−T c ) ( 1−T s ) I (1−T d )


V L= − +
r sU r d (1−T d ) r d (1−T d)

Syarat pertama untuk persamaan diatas adalah sama dengan Vu. Maka oleh karena
itu, ketika kita menggabungkan dengan persyaratan kedua, kita peroleh persamaan sebagai
berikut:

V L=V U +
I (1−T d)
r d (1−T d )
1−
[( 1−T c ) ( 1−T s )
( 1−T d ) ]
Sekarang bahwa pembayaran bunga dividen setelah pajak perpetual dan tingkat
I (1−T d )
pengembalian keuntungan yang diharapkan atas hutang setelah pajak, , sama
r d (1−T d )
dengan nilai pasar atas hutang, D. Jika D disubstitusikan kedalam persamaan dan disusun
ulang, kita peroleh suatu persamaan, yang disebut Model Miller :

V L=V U + 1−
[ ( 1−T c )( 1−T s )
( 1−T d )
D
]
30
Model Miller memperkirakan nilai perusahaan leverage dengan menggunkan pajak
perusahaan dan pajak pribadi. Model Miller memiliki beberapa implikasi penting:

1. The term in bracket ( persamaan dalam kurung )

[ 1−
( 1−T c )( 1−T s )
( 1−T d )
D
]
Ketika dikalikan dengan D yang merupakan keuntungan dari Leverage. Persamaan
dalam kurung menggantikan tarif pajak perusahaan atau T. Dalam model MM
sebelumnya pajak perusahaan VL = VU + TD

2. Bila semua pajak diabaikan Tc = Ts = Td = 0 maka persamaan dalam kurung bernilai


Nol. Yang artinya model tersebut sama dengan model MM tanpa pajak

3. Bila pajak pribadi diabaikan Ts = Td = 0 maka persamaan dalam kurung akan


dikurangi menjadi [ 1 – (1 – T c)]= Tc. yang artinya model tersebut sama dengan model
MM dengan menggunkan pajak

4. Bila Rate pajak pribadi sama dengan pajak perusahaan yaitu T s = Td = 0 maka
persamaan (1 – Ts) dan (1 – Td) dihilangkan, persamaan dalam kurung dikurangi
menjadi Tc

5. Bila (1 – Tc) (1 – Ts) = (1 – Td) maka persamaan dalam kurung bernilai Nol dan nilai
menggunakan leverage / hutang akan menjadi Nol juga. Ini berarti keuntungan dari
pajak utang perusahaan akan sama dengan keuntungan utang pajak pribadi.

6. Karena capital gain lebih rendah daripada pendapatan biasa dan dapat ditangguhkan,
tarif pajak yang berlaku atas penghasilan saham biasanya lebih sedikit daripada
pendapatan Obligasi. Ada pertanyaan apa yang akan dihasilkan model Miller ini
dalam memprediksi gain / hasil dari leverage ? untuk menjawabnya diumpamakan
rate pajak pendapatan perusahaan Tc = 34%, rate efektif dari pendapatan obligasi T d =
28%, dan efektif rate pendapatan saham Ts = 15% maka diperoleh :

[
Gain ¿ leverage= 1−
( 1−T c ) ( 1−T s )
r d ( 1−T d )
D
]
[
¿ 1−
( 1−0.34 ) ( 1−0.15 )
( 1−0.28 )
D
]
¿ 0.22 D

31
PERTUMBUHAN MODEL MM

Pada bagian ini kita mendiskusikan suatu perluasan model MM yang menyertakan
pertumbuhan dan tingkat pemberian potongan tunai yang berbeda untuk perlindungan pajak
atas hutang.

MM mengasumsikan bahwa perusahaan membayar semua pendapatan dividen mereka


dan oleh karena itu tidak mengalami pertumbuhan. Bagaimanapun, kebanyakan perusahaan
akan bertumbuh, dan pertumbuhannya akan mempengaruhi hasil MM dan juga hasil dari
Hamada. Ingat itu hanya untuk suatu perusahaan unlevereged, WACC hanya merupakan
biaya modal unlevereged, WACC= rsu. Jika g adalah laju pertumbuhan yang tetap dan FCF
adalah arus kas bebas yang diharapkan, modelnya:

FCF
V U=
r sU −g

nilai perusahaan yang levereged memadai sama dengan nilai perusahaan yang unlevereged
yang lebih nilai pajak melindungi

V L=V U +V Tax Shield

Jika rTS adalah tingkat potongan tunai yang sesuai untuk perlindungan pajak, rd adalah
tingkat bunga atas hutang, T adalah tingkat tarip pajak perseroan, dan D adalah jumlah
hutang sekarang, kemudian nilai saat ini dari perlindungan pajak yang bertumbuh ini adalah :

r d TD
V Tax Shield =
r TS −g

Setelah itu diberikan nilai perudahaan levereged yang menyertakan pertumbuhan tetap:

V L=V U +
[ ]rd
r TS−g
TD

Dengan mengabaikan laju pertumbuhan, perusahaan dengan hutang mempunyai biaya


modal yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang tidak mempunyai hutang.

32
Ketidak konsistenan ini dapat dicegah jika r TS= rsU. Dengan hasil ini , maka nilai perusahaan
yang levereged menjadi :

r d TD
V L=V U +
r TS −g

Didasarkan pada persamaan penilaian ini, Enrhardt dan Daves memperoleh rumus
yang dimodifikasi untuk biaya modal dan beta yang levereged, menjadi

D
r sL=r sU +(r sU −r d )
S

Dan

D
b L =bU +(bU −bd )
S

Ilustrasi Dari Ekstensi MM Dengan Pertumbuhan

Sebelumnya telah dilakukan pembahasan diatas terkait pengujian Fredrickson Water


Company, dengan nol-pertumbuhan perusahaan dan nilai unlevereged dari $ 20 juta. Untuk
melihat bagaimana pertumbuhan mempengaruhi leveraged nilai perusahaan dan biaya
leverage ekuitas, mari kita lihat Peterson Power Inc, yang mirip dengan Fredrickson, dengan
adanya pertumbuhan. Diharapkan Peterson arus kas adalah $ 1 juta, dan tingkat pertumbuhan
arus kas bebas adalah 7 persen. Seperti pada ilustrasi Fredrickson, biaya unlevereged nya
ekuitas adalah 12 persen dan 40 persen tarif pajak. Nilai Peterson unlevereged,

juta
V UPeterson=$ 1 =$ 20 juta
0.12−0.07

Misalkan sekarang bahwa Peterson menggunakan $ 10 juta utang dengan biaya 8


persen. Maka

V L=$ 20 juta+ ( 0.08 ×0.40 × 10 juta


0.12−0.07 )=$ 26.4 juta
Nilai dari modal

33
S=V L −D=$ 26.4 juta−$ 10 juta=$ 16.4 juta

Dalam kasus Person dengan pertumbuhan 7%nya kenaikan nilai perusahaan sebesar
$6.400.000dibandingkan dengan perusahaan Fredricson yang tidak melihat pertumbuhan nilai
perusahaannya hanya $ 4 juta. Alasannya untuk perbedaan ini adalah bahwa meskipun pajak
utang saat ini sebesar $ 0.32 juta untuk setiap perusahaan, tetapi pajak akan tumbuh pada
tingkat 7 persen untuk Peterson, tetapi akan tetap dari waktu ke waktu untuk Fredrickson.
Dan meskipun Peterson dan Fredrickson memiliki dolar awal yang sama dengan nilai utang,
beban utang mereka tidak sama. Peterson beban hutang 37.88% sedangkan Fredrickson
beban hutangnya adalah 41,67%. Dengan $ 10 juta dalam utang, biaya baru Peterson ekuitas

0.3788
r d =12 %+ (12 %−8 % ) =14.44 %
0.6212

dibandingkan WACC Fredrickson dari 10,0 persen. Jadi, dengan menggunakan model MM
dan Hamada untuk menghitung nilai sebuah perusahaan leverage dan biaya modal ketika ada
pertumbuhan akan (1) nilai dari leverage perusahaan tidak relevan karena tidak
memperhitungkan nilai tax shield tumbuh dan (2) WACC leverage dan biaya leverage lebih
rendah modal karena untuk diberikan nilai awal utang mereka melebih-lebihkan beban utang
perusahaan.

Risiko Hutang Dan Modal Adalah Suatu Opsi

Dalam bagian sebelumnya, kita mengevaluasi modal dan hutang dengan


menggunakan teknik arus kas nilai sekarang yang baku. Bagaimanapun, kita pelajari sebelum
pembahasan ini bahwa jika ada suatu kesempatan bagi manajemen untuk melakukan
perubahan sebagai hasil dari suatu informasi baru setelah suatu proyek atau investasi
dievaluasi. Ini adalah contoh kasus mengenai modal. Untuk melihat mengapa, Kunkel Inc,
mempertimbangkan produsen kecil di bidang kabel elektronik dan instrumentasi yang terletak
di Minot, North Dakota.

Penggunaan Opsi Model Harga Black-Scholes untuk Nilai Modal

Kita dapat menggunakan Black-Scholes Option Pricing Model untuk menentukan


nilai aset pada Kunkel Inc,. Nilai call option tergantung pada lima hal: harga underlying
asset, harga pelaksanaan, tingkat bebas risiko, waktu untuk kedaluwarsa, dan volatilitas nilai
pasar dari aset yang mendasari. Di sini yang mendasari aset adalah total nilai perusahaan.

34
Dengan asumsi volatilitas yang 40 persen dan tingkat bebas risiko adalah 6 persen, di sini
adalah asumsi untuk model Black-Scholes:

P=$ 20 million
X =$ 10 million
t=5 tahun
r RF=6 %
σ =40 %

Persamaan yang dipakai untuk mencari nilai dari call option

V =P [ ( N d 1 ) ]−X e−r [( N d2)]


t
RF

( )[ ]
2
P σ
ln + r RF + t
X 2
d 1=
σ √t

d 2=d 1−σ √ t

maka

( )[ ]
2
20 0.40
ln + 0.06+ 5
10 2
d 1= =1.5576
0.40 √5

d 2=1.5576−0.40 √ 5=0.6632

Melihat dari tabel distribusi normal, maka

N ( d 1 )=N ( 1.5576 )=0.9403

N ( d 2 )=N ( 0.6632 )=0.7464

35
Didapatkan nilai perusahaan berikut

V =20 [ 0.9403 ] −10 e−0.06(5) [ 0.7464 ]=$ 13.28 juta

Ini berarti nilai Ekuitas Kunkel bernilai $ 13.280.000, dan utang harus bernilai apa
yang tersisa lebih, $20 juta -$13.28 juta= $ 6.720.000. Karena ini adalah lima tahun maka nol
kupon utang hasil yang harus

( )
1/ 5
10
yield on debt= −1=0.0827=8.27 %
6.72

Jadi, ketika Kunkel menerbitkan utang, menerima $ 6.72 juta dan hasil pada utang adalah
8.27 persen. Perhatikan bahwa hasil pada utang, 8.27 persen, lebih besar dari tingkat bebas
risiko 6 persen.

Insentif Manajerial

Manajemen memiliki beberapa peluang untuk mempengaruhi keberisikoan


perusahaan melalui penganggaran modal dan investasi keputusan, dan dapat mempengaruhi
jumlah modal yang diinvestasikan dalam perusahaan melalui kebijakan dividen.

Keputusan biaya modal

Pilihan yang bernilai lebih pada volatilitas lebih tinggi menyatakan bahwa jika
manajemen dapat menemukan cara untuk meningkatkan keberisikoan tanpa mengurangi nilai
total perusahaan, ini akan meningkatkan nilai ekuitas sementara penurunan nilai utang. Jika
manajemen memiliki banyak opsi saham, pemegang obligasi hasil mereka menyadari insentif
dan menulis perjanjian dalam masalah utang yang membatasi kemampuan manajemen untuk
berinvestasi dalam proyek-proyek berisiko daripada yang dijanjikan.

Ekuitas dengan Risky Kupon Utang

Kami telah menganalisis kasus sederhana ketika sebuah perusahaan memiliki utang
nol-kupon yang luar biasa. Analisis menjadi jauh lebih rumit ketika sebuah perusahaan
memiliki utang yang membutuhkan pembayaran bunga periodik, karena kemudian
36
manajemen dapat memutuskan apakah default atau tidak default pada setiap tanggal
pembayaran bunga.

Jika utang berisiko memiliki kupon, maka tiap pembayaran kupon manajemen
memiliki suatu opsi. jika manajemen membuat pembayaran bunga kemudian ia membeli hak
untuk membuat pengunduran (to later make) pembayaran pokok dan mempertahankan
perusahaan. Hal ini disebut a compound option.

TEORI STRUKUR MODAL : PANDANGAN KITA

Kontribusi terbesar model struktur modal yang dikembangkan oleh MM, Miller, dan
para pengikut mereka adalah bahwa model ini mengidentifikasi biaya-biaya dan manfaat
yang spesific dalam penggunaan hutang –keuntungan pajak, biaya-biaya penekan keuangan,
dan seterusnya. Sebelum MM, tidak ada yang mengulas tentang teori struktur modal, maka
kita tidak punya cara yang sistematis dalam meneliti efek pembiayaan hutang.

Dengan kombinasi Trade-off dan teori informasi asimetrik, kita memperoleh penjelasan ini
untuk perilaku perusahaan :

1. Pembiayaan hutang memberikan keuntungan karena pembayaran bunga dapat


mengurangi pengenaan pajak, maka perusahaan perlu memiliki hutang dalam struktur
modal mereka.

2. Bagaimanapun, biaya keagenan dan kesulitan keuangan membatasi pada penggunaan


hutang - beberapa poin menunjuk, biaya offset ini merupakan keuntungan pajak dari
hutang. Biaya dari kesulitan keuangan sangat membahayakan nilai perusahaan
terutama dilihat dari pertumbuhan aktiva tidak berwujudnya, seperti pada riset dan
pengembangan. Dengan demikian perusahaan perlu menjaga agar tingkat hutangnya
lebih rendah dibanding dengan perusahaan yang berbasis pada aktiva tak berwujud.

3. Oleh karena munculnya masalah adalah hasil dari biaya flotasi dan pengumpulan
informasi yang asimetrik, maka perusahaan yang memiliki pertumbuhan rendah perlu
mengikuti suatu alur, yang pertama dengan cara meningkatkan modal dari sumber
internal, kemudian dengan meminjam, dan akhirnya dengan menerbitkan saham baru.
Kenyataannya, perusahaan yang memiliki pertumbuhan rendah sebenarnya tidak
terlalu membutuhkan penambahan modal dari luar perusahaan. Pada perusahaan yang
memiliki pertumbuhan tinggi dimana terjadi peningkatan pertumbuhan dalam bentuk

37
aktiva berwujud perlu melakukan urutan kegiatan yang sama, tetapi pada umumnya
mereka harus menerbitkan saham baru seperti halnya hutang. Pada perusahaan yang
memiliki pertumbuhan tinggi terutama untuk meningkatan aktiva berwujudnya
memerlukan tambahan uang tunai, tetapi mereka perlu menekankan pada penerbitan
saham dibanding dengan menambah piutang untuk mengatasi masalah kesulitan
keuangan yang terjadi di dalam perusahaan.

4. Akhirnya, karena informasi yang tidak simetris, maka perusahaan perlu memelihara
suatu cadangan untuk meminjam kapasitas lainnya dalam rangka mengambil
keuntungan dari peluang investasi yang baik tanpa harus mengeluarkan saham dengan
harga murah, dan cadangan ini akan menyebabkan ratio hutang nyata-nya menjadi
lebih rendah dari yang yang diusulkan oleh model trade-off.

Daftar Pustaka:

Brigham EF and Daves PR. 2010. Intermediate Financial Management. 10th, South Western
Cengage Learning, USA.

38

Anda mungkin juga menyukai