Syaikh Ali Ath-Thanthawi dalam bukunya "Rijalun min al-Tarikh" mengajak pembacanya untuk
merenungi sejenak tentang kisah seorang pemuda kaya-raya yang karena tenggelam dalam
lautan cinta akhirnya justru menjadi sengsara.
Pemuda sukses yang saudagar itu pada mulanya seluruh hidupnya hanya diabdikan untuk
berdagang. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, bahkan mimpinya sendiri hanyalah
soal dagang. Di luar dunia dagang, ia nyaris tidak memperhatikannya. Orang tuanya mulai
gundah, sebab sang putera sudah cukup umur untuk menikah, sementara ketertarikannya
kepada wanita nyaris tidak ada. Berkali-kali ditawari menikah, ia menolaknya.
Kedua orangtua pemuda itu tak putus asa. Hampir setiap hari keduanya mendatangkan
wanita-wanita cantik nan terhormat di rumahnya, dengan harapan agar anaknya tertarik dan
memilih salah satunya untuk dijadikan istri. Bujuk rayu orangtuanya tidak berhasil mencuri
perhatian sang putera. Tak satu pun wanita-wanita cantik itu yang menarik perhatiannya.
Namun yang mengejutkan, tiba-tiba pada di suatu hari, sang pemuda pergi ke pasar budak. Di
pasar itu ia menjumpai seorang budak wanita, lalu jatuh cinta ia jatuh cinta kepada budak
wanita tersebut. Setelah dibelinya budak itu lalu dibawanya pulang dan diperistrinya.
Sejak saat itu berubahlah seluruh dimensi kehidupannya. Sang pemuda yang biasanya setiap
pagi sudah pergi ke pasar dan baru larut malam ia kembali pulang, kini tidak seperti itu lagi.
Ia tidak lagi mau pergi ke pasar, mengurus perdagangan dan meraup keuntungan. Ia kini
hanya menyibukkan diri untuk mencintai sang isteri. Siang malam ia hanya bercumbu dengan
isterinya, sampai akhirnya ia lupa segala-galanya.
Kejadian ini tidak hanya berlangsung dalam hitungan hari dan pekan. Hari berganti bulan,
bulan berganti tahun, dan tahun terus bergerak, tapi pola kehidupan pasangan itu tidak
berubah. Hingga sampai pada saatnya seluruh kekayaannya habis, bahkan perabot
rumahtangga pun sudah mulai digadai.
Ketika orang-orang sekitarnya mengingatkan agar ia kembali berdagang, ia berkomentar
sederhana, "Tujuan dagang itu untuk apa? Mengejar keuntungan. Lalu jika keuntungan itu
sudah diperoleh, digunakan untuk apa? Untuk memperoleh ketenangan, kenikmatan, dan
kebahagiaan. Ketahuilah, ketiganya kini telah kudapatkan pada isteriku, lalu untuk apa aku
berdagang lagi?"
Sampai akhirnya ketika sudah tidak ada lagi miliknya yang bisa dijual, kecuali rumahnya yang
tinggal tiang, dinding, dan atapnya saja, ia mulai menyadari. Kesadaran yang terlambat itupun
datangnya bersamaan dengan saat-saat kritis menjelang kelahiran bayi pertamanya. Ketika
sang istri akan melakukan persalinan, ia sudah tidak punya apa-apa lagi, hatta ke dukun bayi
sekalipun ia tak mampu membayarnya.
Saat itulah sang isteri meminta dengan iba agar suaminya pergi mencari minyak dan peralatan
persalinan. Atas permintaa itu sang suami keluar rumah, tapi sayangnya sudah tidak ada lagi
orang yang dikenali.
Demi keselamatan sang isteri dan bayi yang akan lahir, ia terus berjalan, namun ia sudah lupa
bagaimana cara mendapatkan setetes minyak dan peralatan persalinan lainnya. Lelaki itu
hampir saja putus asa. Sekiranya ia tak segera sadar bahwa agama melarangnya untuk bunuh
diri, tentu ia sudah mencebur ke sungai atau melemparkan badannya di tengah jalan ramai.
Lelaki itu terus berjalan dan semakin menjauhi rumah dan tempat sang isteri akan melakukan
persalinan. Meskipun demikian, bayangan isterinya yang menangis dengan mengiba-iba agar
sang suami pergi mencari minyak dan peralatan persalinan tak bisa hilang dari pikiran dan
perasaannya. Justru bayangan itu mendorongnya untuk semakin jauh berjalan menyusuri
jalan-jalan yang tak berujung.
Kisah pasangan ini sengaja diputus hanya sampai di sini, sebab yang menjadi fokus perhatian
kita adalah sebuah pertanyaan, kenapa cinta berakhir dengan sengsara? Bukankah CINTA ITU
SEBUAH ENERGI YANG DAPAT MENDORONG SESEORANG UNTUK BERBUAT DAN BERPERILAKU
YANG JAUH LEBIH DAHSYAT DARIPADA SEBELUMNYA? Mengapa justru cinta mematikan
potensi, energi, dan semangat yang ada dalam diri?
Cinta itu memang indah, ibarat taman yang dipenuhi bunga yang berwarna-warni. Ada orang
yang datang menikmati keindahannya, mencium bau harumnya, menghirup udara segarnya,
dan kemudian pulang untuk suatu saat kembali lagi. Akan tetapi ada juga orang sekali datang
ke tempat itu, menikmati keindahannya, kemudian tak mau pergi lagi. Ia ingin menguasai
taman itu, sekalipun banyak orang yang juga ingin menikmatinya.
Cinta itu kadang berubah menjadi semacam alkohol yang memabukkan. Sekali mencoba ingin
terus mengulangi, hingga sampai pada titik tertentu ia kemudian mencandu. Jika sudah pada
tingkatan ini, maka dari hari ke hari kadar alkoholnya semakin dinaikkan, dosisnya semakin
tinggi, sampai pada saatnya orang tersebut sakit dan mati justru oleh sesuatu "yang dicintai".
Jika cinta kepada manusia bisa seperti itu akibatnya, bagaimana dengan cinta kepada Allah?
Dalam kaitan ini, banyak kaum sufi berpendapat bahwa cinta itu bahasa universal, berlaku
pada siapa saja dan untuk apa saja. Berlaku universal untuk semua subyek dan obyek.
CINTA KEPADA ALLAH YANG DILAKUKAN DENGAN CARA YANG SALAH BISA JUGA
MENYENGSARAKAN, BAHKAN MEMATIKAN, sebagaimana kisah di atas. Untuk itu, para sufi
berpesan terutama kepada para pemula agar lebih hati-hati. JIKA CINTA KEPADA ILAHI ITU
DIIBARATKAN SAMUDERA, MAKA ORANG YANG SELAMAT ADALAH MEREKA YANG BERENANG.
ADAPUN ORANG YANG TENGGELAM DALAM "LAUTAN CINTA" ITU JUSTRU TAK AKAN PERNAH
SAMPAI KE TEPI.
Di masyarakat kita banyak dijumpai para pecinta Allah yang menenggelamkan diri. Mereka
asyik masyuk berdzikir kepada Allah berjam-jam lamanya di masjid, kemudian ia lakukan
dawah dari rumah ke rumah berhari hari, berbulan-bulan, bahkan ada yang sampai
hitungan tahun dengan meninggalkan keluarganya, bahkan kadang tanpa bekal apapun.
Mereka tenggelam dalam lautan cinta.
Tenggelam di lautan itu memang mengasyikkan, terutama bagi mereka yang bisa menikmati
keindahan taman laut. Di sana ada gugusan karang yang tertata alamiah dengan sangat
indahnya. Di sana pula dijumpai warna-warni ikan hias yang luar biasa indahnya. Belum lagi
ombak, bening, hangat dan dinginnya air laut. Semuanya indah, tapi BUAT APA KEINDAHAN
ITU BAGI ORANG-ORANG YANG TENGGELAM?
Untuk itu Allah menurunkan syariat. DALAM SYARI'AT ITU ALLAH MENGENALKAN BATASANBATASANNYA, HINGGA KAUM BERIMAN SELAMAT DALAM MENGARUNGI BAHTERA
KEHIDUPANNYA SAMPAI KE TEMPAT TUJUANNYA, BUKAN TENGGELAM LALU TIDAK DIKETAHUI
DI MANA KEBERADAANNYA.
Boleh saja orang menikmati khusyunya shalat sebagai sarana komunikasi dialogis dengan
Allah swt. Akan tetapi shalat itu dibatasi dengan bacaan dan gerakan-gerakan. Orang yang
shalat tidak boleh hanya menikmati rukunya saja, atau sujudnya saja, atau duduk tahiyyatnya
saja. Semua gerakan, mulai dari takbiratul ihram hingga salam harus dinikmati semuanya
secara proporsional. Inilah yang membedakan meditasi, baik meditasi agama-agama bumi
maupun meditasi hasil karya cipta para spritualis yang kini berkembang bak jamur di musim
hujan itu.
Boleh saja shalat itu dilakukan berlama-lama di masjid, akan tetapi syariat Allah tetap
memberi batasan. Sehabis shalat kaum Muslimin harus segera pergi untuk menyebar di
permukaan bumi, mencari karunia Allah berupa rizki. Dalam kaitan ini secara khusus Allah
menyorotinya dalam firman-Nya: "Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian
di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian
beruntung". (Surat Al-Jumu'ah: 10).
Apa bedanya orang yang berenang di lautan cinta Ilahi dengan mereka yang tenggelam di
dalamnya? Orang yang berenang sadar bahwa ia sedang kepada Allah. Ia menikmati segala
karunia yang disediakan Allah sambil terus berenang agar bisa sampai ke tujuan (Allah SWT).
Adapun orang-orang yang tenggelam itu merasa dirinya sudah sampai kepada Allah. Ia tidak
perlu lagi berenang, sebab tujuannya telah sampai. Ia tidak perlu lagi bersusah payah,
karenanya ia menenggelamkan diri.
Kini, apakah kita termasuk kelompok perenang atau orang yang tenggelam? (Author: Abu
Zifora - Maraji': Suara Hidayatullah 01/XVI 2003)
*IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA*
Al-Hubb Fillah wa Lillah,
Janda Jelata
Seorang janda tua pernah mengundang saya untuk selamatan di rumahnya. Perempuan yang
sudah nenek-nenek itu saya tahu mata pencahariannya hanya berdagang kue keliling
kampung yang hasilnya tidak seberapa. Ia hidup sendirian di Jakarta, tanpa sanak keluarga.
Dan ia tinggal di emperan rumah orang lain atas kebaikan hati si tuan rumah. Hari itu, selepas
salat Jum'at ia ingin mengadakan syukuran.
Saya pun segera datang tepat pada waktunya. Tidak berapa lama kemudian datang pula ketua
RT, imam masjid, dan seorang merbotnya. Disusul dengan kehadiran si tuan rumah yang
selama bertahun-tahun memberikan emperan rumahnya untuk ditempati.
Sudah setengah jam saya tunggu yang lainnya tidak ada yang datang lagi. Jadi saya tanya,
"Masih ada yang ditunggu Nek?"
Nenek itu menggeleng, "Tidak ada, Ustadz. Yang saya undang hanya lima orang, termasuk
Ustadz. Maklum, tempatnya sempit."
Saya tersentuh. Orang kecil ini masih juga ingin mengadakan syukuran kepada Allah dalam
ketidakberdayaannya, sementara banyak orang lain yang rumahnya besar-besar tidak pernah
diinjak tetangganya untuk selamatan.
"Apa tujuan syukuran ini, Nek?" saya bertanya pula.
"Begini, Ustadz," jawab si nenek. "Saya bersyukur kepada Allah karena sejak bulan depan
saya bisa mengontrak kamar ini, sebulan tiga ribu rupiah. Tadinya tuan rumah menolak, tidak
mau menerima uang saya. Tapi akhirnya ia tidak keberatan, sehingga utang budi saya tidak
terlalu berat."
Masya Allah. Alangkah mulianya hati nenek itu. Ia yang sebetulnya masih perlu disedekahi,
tidak mau membebani orang lain tanpa imbalan. Dan alangkah mulianya pula si tuan rumah
yang tidak mau mengecewakan hati seorang nenek yang ingin terbebas dari perasaan
bergantung pada orang lain. (KH. A. Arroisi)
Buah Prasangka
Alkisah seekor anjing yang sangat setia kepada tuannya. Kemanapun tuannya pergi ia selalu
mengikutinya untuk melindungi sang tuan. Ia sangat patuh dan selalu menuruti perintah
tuannya. Anjing ini memang jenis anjing yang langka. Ia juga bisa berkomunikasi dengan
manusia segala umur. Kebetulan sang tuan mempunyai anak kecil yang mulai bisa bermain.
Anjing itu kadang ikut bermain dengannya. Jadilah anjing itu sangat disayang tuannya
sebagaimana sang anak.
Suatu ketika sang tuan pergi untuk berbelanja besar ke pasar yang biasa ia lakukan setiap
akhir pekan. Kali ini ia tidak mengajak anjing kesayangannya. Sebab, ketika itu anaknya
sedang pulas tidur di kamarnya. Dan ia tugaskan anjingnya untuk menjaga sang anak. Anjing
itu menuruti apa kata tuannya walaupun raut mukanya menyiratkan sedikit kekecewaan
karena tidak bisa pergi bersama tuannya. Ia kemudian naik ke tempat tidur di mana anak
tuannya sedang pulas mendengkur. Ia juga ikut tidur bersamanya untuk menemani dan
menjaganya.
Mulailah sang tuan pergi menuju pasar. Sesampainya di sana, ia beli barang-barang yang
sudah ia rencanakan sebelumnya. Tak lupa pula beberapa mainan kesayangan anaknya ia beli
semua. Terakhir untuk sang anjing, ia belikan tulang-tulang dan daging kesukannya.
Kemudian ia pulang dengan ceria karena ia telah dapat membeli semua barang sesuai
rencana.
Sesampainya di rumah, ia langsung disambut oleh anjing kesayangannya dengan penuh suka
dan gembira. Tapi sang tuan justru menampakkan ketidaksukaannya --sikap yang tidak
pernah ia tunjukkan selama ini. Ia heran melihat mulut anjingnya yang belepotan darah
pertanda baru saja ia habis makan besar. Ia mengira bahwa anjingnya telah memangsa sang
anak yang ditinggalkannya. Perasaan marah dan sedih berbaur jadi satu. Dengan pikiran kalut
ia amat menyesalkan dirinya sendiri mengapa ia tidak mengajak anjing pergi bersamanya atau
pergi bersama anaknya atau...
Dengan penuh marah dan geram, langsung saja ia ambil sebilah golok panjang dan tanpa pikir
lagi ia ayunkan golok itu ke leher anjing yang selama ini selalu menemaninya. Tak ada
perlawanan sedikitpun dari sang anjing yang sedang gembira menyambut tuannya datang.
Darah muncrat membanjiri halaman rumah. Tubuh anjing itu langsung tergelepar, tergolek,..
dan akhirnya tak bergerak lagi, mati. Ia merasa puas telah membinasakan anjing yang telah
merenggut nyawa anaknya. Tapi perasaan sedih tetap saja tidak bisa ia pendam. Dengan air
mata yang menggenang di pelopak matanya, ia pergi menuju kamar tempat tidur sang anak.
Ia ingin melihat sisa-sisa mayat dan tulang belulang anaknya.
Dibukalah pintu kamar dan langsung ia lemparkan pandangannya ke atas ranjang. Namun,
dengan mata melotot dan terbelalak-heran ia temukan seekor ular besar tercabik-cabik di atas
ranjang bekas tempat tidur anaknya semula. Kemudian ia cepat bergegas menuju taman di
belakang rumah tempat anak dan anjingnya biasa bermain. Ia lihat di sana sang anak tertawa
riang bermain di taman itu.
Sekarang, barulah ia menyadari semuanya bahwa ia salah sangka terhadap anjingnya yang
selalu setia kepadanya. Sesungguhnya anjing itu sangat gembira ketika menyambut
kedatangannya untuk menunjukkan keberhasilannya menjaga anaknya dari gangguan ular
berbisa. "Anjing itu ternyata tetap setia dan prasangka itu telah membuatku lupa semuanya.."
sesalnya. [pesantrenonline.com]
Apa
Apa
Apa
Apa
Apa
Apa
yang
yang
yang
yang
yang
yang
paling
paling
paling
paling
paling
paling
Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali
bertanya.... pertama, "Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?"
Murid-muridnya menjawab "orang tua, guru, kawan, dan sahabatnya".
Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita
adalah "MATI". Sebab itu sememangnya janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti
akan mati. (Ali Imran 185).
Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua. "Apa yang paling jauh dari diri kita di
dunia ini?"
Murid-muridnya menjawab "negara Cina, bulan, matahari dan bintang-bintang".
Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan itu adalah benar.
Tapi yang paling benar adalah "MASA LALU". Walau dengan apa cara sekalipun kita tidak dapat
kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan
datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.
Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga. "Apa yang paling besar di
dunia ini?"
Murid-muridnya menjawah "gunung, bumi dan matahari".
Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini
adalah "NAFSU" (Al A'Raf 179). Maka kita harus berhati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai
nafsu membawa kita ke neraka.
Pertanyaan keempat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?"
Ada yang menjawab "besi dan gajah".
Semua jawaban adalah benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "MEMEGANG
AMANAH" (Al Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak
mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini.
Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak
dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak dapat memegang amanahnya.
Pertanyaan yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?".
Ada yang menjawab "kapas, angin, debu dan daun-daunan".
Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan
Shalat. Gara-gara pekerjaan kita meninggalkan shalat, gara-gara aktivitas kita meninggalkan
shalat.
Dan pertanyaan keenam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?".
Murid-muridnya menjawab dengan serentak, "pedang".
Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "LIDAH MANUSIA". Karena melalui
lidah, Manusia selalunya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.
[mujahadah.cjb.net]
Tetapi masih ada masalah yang masih menggagu keduannya yaitu bagaimana berbicara
kepada kedua orang tua Katrina, pasti mereka akan mendapat marah besar. Selama itu
Katrina belajar dengan cara sembunyi-sembunyi di rumahnya.
Tetapi rupanya Tuhan berkehendak lain..
Pada suatu hari Kakak lelaki Katrina membuat suatu keputusan berbicara kepada Bapaknya
bahwa dia ingin pindah agama dan memeluk agama Islam. Subhanallah, Bapaknya tidak
melarangnya.
Mendengar kakaknya masuk Islam dan diperbolehkan Bapaknya, Katrina kemudian
memberanikan untuk membicarakan hal yang sama yaitu bahwa dia juga ingin memeluk
agama Islam..... Bapaknya juga mengijinkan.
Bukan main gembiranya hati Katrina dan Fulan, dengan demikian sudah tidak ada lagi beban
yang mengganjal di hati mereka, dan Fulan semakin yakin dapat mempersunting Katrina
karena mereka bisa se-iman yaitu Islam.
Berarti di rumah Katrina yang terdiri dari 4 orang itu yang 2 orang telah memeluk Islam. Dan
pada suatu hari terjadi berita yang menggemparkan dalam keluarga Katrina.. Ketika tiba-tiba
Ayah Katrina pada suatu sore pergi dengan menggunakan sarung dan baju putih menuju ke
Masjid terdekat di sekitar rumahnya. Tentu saja ini membuat anggota keluarganya baik yang
Muslim dan yang non muslim menjadi keheranan.
Bagi Katrina dan Kakaknya ini adalah suatu Rahmat yang tidak ternilai harganya karena kini
Ayah mereka juga memeluk agama Islam, tapi tidak demikian dengan Ibunya, tentu saja hal
ini menjadi kesedihan yang sangat mendalam baginya.
Dengan demikian di dalam satu rumah itu hanya Ibunya saja yang non muslim. Ibunya
mengatakan bahwa dirinya tidak mungkin pindah agama karena sejak kecil agama yang
diyakininya adalah agama yang dianutnya sekarang.
Namun demikian baik Katrina, Kakaknya serta Fulan memberi tahu kepada Ibunya bahwa
ibunya tidak usah kawatir mereka akan tetap berbakti kepada ibunya. Ayahnya sendiri berkata
bahwa bersedia untuk mengantarkan istrinya ke tempat peribadatan yang diyakini Istrinya.
Dan tidak satupun dari mereka yang berusaha untuk mempengaruhi ibunya untuk masuk
agama Islam.
Dengan kata lain mereka sekeluarga tidak memaksa ibunya untuk pindah agama apalagi
memusuhinya bahkan tetap menghormatinya sebagai seorang ibu.
Dalam benak seorang suami (bapaknya Katrina) selalu berharap agar istrinya dapat seiman
dengannya tetapi tidak diutarakannya untuk menjaga perasaan istrinya.
Kehidupan keluarga itupun kesehariannya tidak ada masalah karena toleransi yang cukup
tinggi yang diterapkan oleh keluarga tersebut dan sudah berjalan selama satu setengan tahun.
Namun Bapaknya Katrina setiap tengah malam selalu bangun untuk shalat Tahajud. Dan di
dalam shalatnya itu ia berdo'a dengan tulus dan ikhlas. Dia memohon kepada Allah SWT. agar
dibukakan pintu Hidayah bagi istrinya untuk dapat seiman dengannya. Hal ini dilaksanakan
secara terus menerus selama empat puluh malam berturut-turut tanpa alpa satu malam pun.
Pada suatu malam, tepatnya malam keempat puluh Ayahnya Katrina melaksanakan shalat
Tahajud, di sebelahnya Istrinya sedang terlelap. Di dalam tidurnya (ibu Katrina) bermimpi di
datangi seseorang dengan wujud Pocongan. Tetapi Ibunya Katrina tidak bilang kepada siapasiapa tentang mimpinya kecuali kepada Katrina yang diteruskan kepada kekasihnya, Fulan.
Kemudian malam berikutnya kembali Ibu Katrina bermimpi didatangi seseorang pria dengan
memakai Jubah dan mengenakan sorban putih dengan wajah tampan dan bersinar
memandanginya dengan tersenyum.
Mimpi didatangi pria bersorban dan berjubah putih itu dialami ibunya Katrina selama tiga
malam berturut-turut. Ibunya masih tidak mengerti apa arti dari mimpinya itu, begitu juga
dengan Katrina yang menjadi curahan hati ibunya dalam berbagi cerita mengenai mimpinya.
Malam ke lima Ibunya Katrina bermimpi, kali ini dia bermimpi kalau dia melakukan suatu
gerakan-gerakan yang tidak dia mengerti. Gerakan-gerakan tersebut setelah diceritakan
kepada Katrina ternyata adalah gerakan shalat.
Malam berikutnya kembali Ibunya Katrina bermimpi, kali ini ia bermimpi bahwa dia sedang
membaca Al-Qur'an dengan lancar. Luar Biasa.......
Akhirnya tepat di malam yang ke tujuh Ibunya kembali bermimpi, yang terakhir ini Ia
bermimpi sedang melaksanakan Ibadah Haji.... Subhanallah......
Dan disetiap mimpinya itu ibunya selalu bercerita kepada Katrina, hingga disuatu hari tepatnya
malam minggu di pertengahan tahun 1996 dimana Fulan dan Katrina sedang berbincangbincang di teras rumah, Ibunya ikut bergabung. Tiba-tiba ibunya berbicara kepada Katrina.
Dik (karena Katrina anak bungsu, dia selalu dipanggil adik oleh orang tua dan kakanya), Dik..
kembali ibunya mengulangi ucapannya...
Dik aku pinjem buku kamu dong...
Buku yang mana jawa Katrina di depan Fulan..
Buku kamu yang dari Mas Fulan... Buku tentang shalat dan lain-lain...
Mendadak Fulan dan Katrina terperangah dan tersenyum, tanpa bicara apa-apa Katrina
langsung berlari dan menghampiri ibunya lalu memeluknya erat-erat sambil berkata lirih..
Allaahu Akbar.. Subhanallah...
Tentu saja berita sangat mengejutkan, karena ibunya pernah berkata bahwa ia tidak akan
pindah agama walau apapun yang terjadi. Dan berita inipun menyebar di lingkungan
keluarganya dan disambut dengan suka cita apalagi dengan Ayahnya. Karena ayahnya Katrina
merasa bahwa do'anya di dalam shalat telah didengar dan dikabulkan Allah SWT.
Maka tanpa diduga dan hanya karena kehendak Allah SWT. Seluruh keluarga tersebut menjadi
Mualaf.. Subhanallah...
Dan pada awal tahun 1998 kedua orang tua Fulan dan Katrina sepakat akan melanjutkan
hubungan putra-putri mereka ketingkat yang lebih tinggi yaitu pernikahan. Tepatnya
pernikahan itu akan dilangsungkan pada bulan Oktober 1998. Dan persiapan pernikahan
itupun mulai dilaksanakan.
Namun Allah punya rencana lain Akhir bulan Juli 1998 setelah memasuki tahun ke tiga
Ayahnya Katrina memeluk agama Islam dan di tengah-tengah persiapan pernikahan putrinya,
tiba-tiba Beliau terserang stroke dan setelah sembilan hari dirawat di rumah sakit Ayahnyapun
berpulang ke Rahmatullah pada tanggal 29 Juli 1998 pukul 16:00. Dan sampai akhir
hayatnyapun sewaktu di rumah sakit beliau selalu melaksanakan shalat Wajib walaupun
dengan berbaring, sampai-sampai pada saat beliau tidak sadar, tangan selalu bergerak-gerak
seperti orang sedang shalat.
Akhirnya Fulan dan Katrina atas persetujuan kedua belah pihak dan untuk menjaga hal-hal
yang tidak diinginkan serta untuk menjaga Ibu mereka maka Keduanya dinikahkan di depan
Jenazah Ayahnya sesaat sebelum Ayahnya dikebumikan...
"Ulama mengatakan bahwa kubur sebagai taman sorga atau jurang menuju neraka. Kubur
kadang membelai orang mati seperti kasih ibu, atau terkadang menghimpitnya sebagai
tulang-belulang berserakan. Apakah engkau dibelai atau dimarahi, Ayah?"
"Ayah, kata ulama, orang yang dikebumikan menyesal mengapa tidak memperbanyak amal
baik. Orang yang ingkar menyesal dengan tumpukan maksiatnya. Apakah engkau menyesal
karena kejelekanmu ataukah karena amal baikmu yang sedikit, Ayah?"
"Jika kupanggil, engkau selalu menyahut. Kini aku memanggilmu di atas gundukan kuburmu,
lalu mengapa aku tak bisa mendengar sahutanmu, Ayah?"
"Ayah, engkau sudah tiada. Aku sudah tidak bisa menemuimu lagi hingga hari kiamat nanti.
Wahai Allah, janganlah Kau rintangi pertemuanku dengan ayahku di akhirat nanti."
Gadis kecil itu menengok kepada Hasan al-Bashri seraya berkata, "Betapa indah ratapanmu
kepada ayahku. Betapa baik bimbingan yang telah kuterima. Engkau ingatkan aku dari lelap
lalai."
Kemudian, Hasan al-Bashri dan gadis kecil itu meninggalkan makam. Mereka pulang sembari
berderai tangis. [Maraji': Mutiara Hikmah dalam 1001 Kisah (Al-Islam)]
saya bisa tahu saya ada di mana? Kamu telah benar-benar meninggalkan saya." Burhan
hancur hatinya mendengar itu. Tapi dia sadar apa yang musti dilakukan. Mau tak mau Yasmin
musti terima. Musti mau menjadi wanita yang mandiri.
Burhan tak melepas begitu saja Yasmin. Setiap pagi, dia mengantar Yasmin menuju halte bus.
Dan setelah dua minggu, Yasmin akhirnya bisa berangkat sendiri ke halte. Berjalan dengan
tongkatnya. Burhan menasehatinya agar mengandalkan indera pendengarannya, di manapun
dia berada. Setelah dirasanya yakin bahwa Yasmin bisa pergi sendiri, dengan tenang Burhan
pergi ke tempat dinas.
Sementara Yasmin merasa bersyukur bahwa selama ini dia mempunyai suami yang begitu
setia dan sabar membimbingnya. Memang tak mungkin bagi Burhan untuk terus selalu
menemani setiap saat ke manapun dia pergi. Tak mungkin juga selalu diantar ke tempatnya
belajar, sebab Burhan juga punya pekerjaan yang harus dilakoni. Dan dia adalah wanita yang
dulu, sebelum buta, tak pernah menyerah pada tantangan dan wanita yang tak bisa diam
saja. Kini dia harus menjadi Yasmin yang dulu, yang tegar dan menyukai tantangan dan suka
bekerja dan belajar.
Hari-hari pun berlalu. Dan sudah beberapa minggu Yasmin menjalani rutinitasnya belajar,
dengan mengendarai bus kota sendirian. Suatu hari, ketika dia hendak turun dari bus, sopir
bus berkata, "Saya sungguh iri padamu". Yasmin tidak yakin, kalau sopir itu bicara padanya.
"Anda bicara pada saya?"
" Ya", jawab sopir bus. "Saya benar-benar iri padamu". Yasmin kebingungan, heran dan tak
habis berpikir, bagaimana bisa di dunia ini, seorang buta, wanita buta, yang berjalan terseokseok dengan tongkatnya hanya sekedar mencari keberanian mengisi sisa hidupnya, membuat
orang lain merasa iri?
"Apa maksud anda?" Yasmin bertanya penuh keheranan pada sopir itu.
"Kamu tahu," jawab sopir bus, "Setiap pagi, sejak beberapa minggu ini, seorang lelaki muda
dengan seragam militer selalu berdiri di seberang jalan. Dia memperhatikanmu dengan harapharap cemas ketika kamu menuruni tangga bus. Dan ketika kamu menyebrang jalan, dia
perhatikan langkahmu dan bibirnya tersenyum puas begitu kamu telah melewati jalan itu.
Begitu kamu masuk gedung sekolahmu, dia meniupkan ciumannya padamu, memberimu
salut, dan pergi dari situ. Kamu sungguh wanita beruntung, ada yang memperhatikan dan
melindungimu".
Air mata bahagia mengalir di pipi Yasmin. Walaupun dia tidak melihat orang tersebut, dia
yakin dan merasakan kehadiran Burhan di sana. Dia merasa begitu beruntung, sangat
beruntung, bahwa Burhan telah memberinya sesuatu yang lebih berharga dari penglihatan.
Sebuah pemberian yang tak perlu untuk dilihat; kasih sayang yang membawa cahaya, ketika
dia berada dalam kegelapan. [Anisa Riyanti (bped@...)]
Tentang sakaratul maut itu Rasulullah SAW sendiri menjelang akhir hayatnya berdo'a: "Ya
Allah ringankanlah aku dari sakitnya sakaratul maut" berulang hingga tiga kali. Padahal telah
ada jaminan dari Allah SWT bahwa beliau akan segera masuk surga. MULAI DETIK INI
MARILAH KITA KOMPARASIKAN KEKHAWATIRAN BELIAU YANG MEMILIKI TINGKAT KEIMANAN
DAN KESHALEHAN SEDEMIKIAN SEMPURNANYA, DENGAN KITA YANG HANYA MANUSIA BIASA
INI.
KEMATIAN MESTINYA TAK PERLU MENJADI SESUATU YANG DITAKUTI, MALAH SEBALIKNYA
HARUS SENANTIASA DIRINDUKAN. Jika sesuatu itu begitu dirindukan, logikanya berarti ingin
cepat-cepat pula ditemui. "Barang siapa membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah akan
benci bertemu dengannya" sabda Rasulullah SAW.
Ini bukan berarti, kita dianjurkan untuk selalu mengharap kematian. Bukhari meriwayatkan,
Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah seorang diantaramu mengharap kematian".
Cukuplah sepanjang hayat ini, kita selalu mengingat-ingat maut. Caranya dengan senantiasa
tanpa lelah memerangi hawa nafsu, merenung dan melindungi hati dari silaunya kemegahan
duniawi.
UNTUK SEKEDAR MENGINGAT MAUT SAJA, ALLAH TELAH MENDATANGKAN PAHALA DAN
KEBAIKAN. Ikut bertakziah mendoakan kematian orang lain, menengok jenazah atau ikut
menyaksikan penguburan; bukankah ritual itu mendatangkan pahala?.
Orang yang mengingat maut dua puluh kali dalam sehari semalam, pesan Nabi Muhammad
SAW, di hari akhir nanti akan dibangkitkan bersama-sama dengan golongan syuhada. (Original
Title: Kiat Menjemput Maut - Author: Cecep Yusuf Pramana (Ketua DPC PK Pesanggrahan,
Jakarta Selatan)
*IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA*
Al-Hubb Fillah wa Lillah,
Wahai Manusia!
Wahai manusia!
Aku heran pada orang yang yakin akan kematian, tapi hidup bersuka ria.
Aku heran pada orang yang yakin akan pertanggung jawaban segala amal perbuatan di
akhirat, tapi asyik mengumpulkan dan menumpuk harta.
Aku heran pada orang yang yakin akan kubur, tapi ia tertawa terbahak-bahak.
Aku heran pada orang yang yakin akan adanya alam akhirat, tapi ia menjalani hidupnya
dengan bersantai-santai.
Aku heran pada orang yang yakin akan kehancuran dunia, tapi ia menggandrunginya.
Aku heran pada intelektual, yang bodoh dalam soal moral.
Aku heran orang yang bersuci dengan air, sementara hatinya masih tetap kotor.
Aku heran pada orang yang sibuk mencari cacat dan aib orang lain, sementara ia tidak sadar
sama sekali terhadap cacat yang ada pada dirinya.
Aku heran pada orang yang yakin bahwa Allah SWT senantiasa mengawasi segala perilakunya,
tapi ia berbuat durjana.
Aku heran pada orang yang sadar akan kematiannya, kemudian akan tinggal dalam kubur
seorang diri, lalu diminta pertanggung jawaban seluruh amal perbuatannya, tapi ia berharap
belas kasih orang lain.
"Sungguh . . tiada Tuhan kecuali Aku . . dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Ku."
Wahai manusia!
Hari demi hari usiamu kian berkurang, sementara engkau tidak pernah menyadari. Setiap hari
Aku datangkan rejeki kepadamu, sementara engkau tidak pernah memuji-Ku. Dengan
pemberian yang sedikit, engkau tidak pernah mau lapang dada. Dengan pemberian yang
banyak, engkau tidak juga pernah merasa kenyang.
Wahai manusia!
Setiap hari Aku datangkan rejeki untukmu. Sementara setiap malam malaikat datang kepadaKu dengan membawa catatan perbuatan jelekmu. Engkau makan dengan lahap rejeki-Ku,
namun engkau tidak segan-segan pula berbuat durjana kepada-Ku.
Aku kabulkan jika engkau memohon kepada-Ku. Kebaikan-Ku tak putus-putus mengalir
untukmu. Namun sebaliknya, catatan kejelekanmu sampai kepada-Ku tiada henti.
Akulah pelindung terbaik untukmu. Sedangkan engkau hamba terjelek bagi-Ku. Kau raup
segala apa yang Ku-berikan untukmu. Ku-tutupi kejelekan yang kau perbuat secara terangterangan.
Aku sungguh malu kepadamu, sementara engkau sedikitipun tak pernah merasa malu kepadaKu. Engkau melupakan diri-Ku dan mengingat yang lain.
Kepada manusia engkau merasa takut , sedangkan kepada-Ku engkau merasa aman-aman
saja. (Ani Said)
Setapak Ukhuwah
Gelap malam memburu sinar
Menjelajah di tengah hitam
Pupil memuai tersengat suar
Kuhampiri suar cahya menepis kelam
Sekonyong, bagai hadir dalam dunia bingar
Keriangan canda ceria masa kecil terselam
Begitu cerah ceria o senangnya
Bahagia, tergelak, tertawa
Makhluk mungil manis bercanda tanpa beban minda
Alunan suara nyanyian musik gembira
Antara hati kita akrab, berbunga
Oh indahnya dunia!
Betapa kuingin kembali
Masa-masa indah lagi
Meski dunia begitu misteri
Mengapa kudu begitu dan begini
Anak kecil mesti banyak mengkaji
Namun bermain adalah seni
Ternyata, ceria tak selalu cerah
Si kecil nan kini besar gerah
Mendengar dunia penuh kesah
Yang tampak kecil pasti kalah
Di tengah arus api global yang memerah
Manusia hidup, wajib memilah
Kawan kecilku dulu, enggan ikut dan marah
Kumeniti tapak sendiri melemah
Aku kesal
Menyesal
Sendiri, pedih dalam lautan massal
Dahaga akan jejak berasal
Pintu terbuka hangat menyambut
Terjalin rantai hati terkuak dalam senyum-senyum lembut
Lapang hati, dada terangkat beban tak lagi semput
Seronok memahami arti cinta kubersujud
Ya Allah, terangilah jalanku sebelum aku Kau jemput
(Lia)
Kematiannya...
Diam,
tubuh itu diam tak bergerak
ditutupi dengan selembar kain jarik
di atas sebuah kursi kayu panjang
Hampir 2 minggu yang lalu
tubuh itu masih tergolek lemas di rumah sakit
tubuh itu koma,
karena kecelakaan...
Kepalanya terluka
akibat terbentur dinding jurang yang keras
dan batang-batang pohon yang kuat
seketika itu juga dia tak sadarkan diri
Kini,
di depan mata,
tubuh itu sudah tidak koma lagi
tubuh itu sudah tinggal tubuh
tanpa ruh...
Kuangkat tubuh itu
untuk dimandikan...
tubuh itu begitu kaku dan dingin
Masih ada darah di kepalanya
yang keluar dari bekas jahitan
Tiba-tiba merinding diri ini
membayangkan bilamana tubuh itu,
adalah diri ini....
Terbujur kaku
Tak bisa bicara
Tak bisa berkata
Sekedar untuk menyapa
Terlebih untuk meminta pertolongan,
dari azab kubur...
Ya Allah,
ampuni diri ini
ampuni jiwa ini
dari kebodohan dan kejahatan
yang pernah dan sering aku lakukan
Ampuni diri ini,
jika pernah sombong,
jika pernah angkuh dan menjauh,
dari cinta-Mu...
Ampuni dan bersihkan diri ini Ya Rabbku
dari menyekutukan-Mu
History of Prayer
Ketika kumohon pada Allah kekuatan
Allah memberiku kesulitan,
agar aku menjadi kuat...
Ketika kumohon pada Allah kebijaksanaan
Allah memberiku masalah,
untuk kupecahkan...
Ketika kumohon pada Allah kesejahteraan
Allah memberiku akal,
untuk berpikir...
Ketika kumohon pada Allah keberanian
Allah memberiku kondisi bahaya,
untuk kuatasi...
Ketika kumohon pada Allah sebuah cinta
Allah memberiku orang-orang bermasalah,
untuk kutolong...
Ketika kumohon pada Allah bantuan
Allah memberiku kesempatan...
Aku tidak pernah menerima apa yang kuminta!!!
Tapi aku menerima segala apa yang kubutuhkan
Do'aku terjawab sudah... (hamba)
Cinta-Nya Padaku
Dua tahun yang lalu,
wajahnya selalu ada
dalam benakku....
24 bulan yang lalu
berpuluh-puluh smsnya ada
dalam ponselku....
Berisi kata sayang, cinta, dan kangen....
Dia,
dia bukan temanku, bukan!!
Dia lebih dari itu...
Wajahnya yang cantik, cempluk dan putih
Masih terekam cukup jelas dalam ingatanku
hingga kini....
Rambutnya panjang, dan merah
matanya bulat....
Dan senyumnya terlihat jelas
dalam foto yang masih kusimpan
di balik baju-bajuku
di lemari...
Dia,
adalah mawar....
yang pernah tumbuh
dalam ruang-ruang jiwaku
Jiwa yang luluh oleh cinta...
bukan cinta-Nya
tapi cintanya....
Lama jiwa ini merasakan sesak
sesak karena rindu
Rindu yang sangat padanya
dan bukan pada-Nya
Jiwa ini sakit
Jiwa ini berontak atas kenyataan bahwa,
kami terpisah oleh jarak....
Jiwa ini takut
bila cintanya,
berpaling dari hatiku
Hati yang pernah berjanji
untuk tetap setia
sampai kapanpun
Mungkin sudah takdir,
kala itu juga
sesak ini terluapkan
oleh emosi yang terhempas
dari hati yang tersakiti
Bunga itu layu,
sebelum berkembang....
pernikahannya.
Atau mungkin kebaikan itu terletak pada keikhlasanmu menerima keputusan Sang Kekasih
Tertinggi.
Kekasih tempat kita memberi semua cinta dan menerima cinta
dalam setiap denyut nadi kita. (Uknown)