Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini kata Bungku memiliki beberapa makna (pengertian)
diantaranya, merujuk kepada satu etnis dari dua belas etnis yang mendiami Provinsi
Sulawesi Tengah.kedua merujuk kepada suatu wilayah eks landscape
Tambuku/Tombuku (Bungku) yang merupakan satu kesatuan geografis terletak di
Kabupaten Morowali dan membentang dari Kecamatan Menui Kepulauan sampai
dengan Kecamatan Mamo Salato.
Kerajaan Bungku berdiri sebagai akibat dari sikap kesewenang-wenangan
pemerintah Hindia Belanda yang ingin mengikat seluruh kerajaan yang ada di
wilayah Sulawesi Tengah dalam sebuah perjanjian yang hanya menguntungkan
sebelah pihak. Kerajaan-kerajaan yang menolak perjanjian tersebut akan diserang
dengan cara-cara kekerasan oleh Belanda dan kemudian wilayah kerajaannya
dipecah-pecah. Salah satu kerajaan yang menolak perikatan itu adalah Kerajaan Mori,
yang kemudian oleh Belanda dipecah menjadi Kerajaan Mori dan Kerajaan
Bungku.Namun, pada perkembangan selanjutnya, ketika kekuasaan penjajahan
Belanda sudah semakin kuat, Pulau Sulawesi pada tahun 1905 oleh Belanda dibagi
menjadi dua provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Utara.
Batas kedua provinsi tersebut adalah Pegunungan Tokolekayu di sebelah selatan
Danau Poso.Provinsi Sulawesi Selatan dengan ibu kotanya Makassar dipimpin oleh
seorang gubernur dan Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kotanya Manado dipimpin
oleh seorang residen.Gubernur dan residen secara organisatoris berada langsung di
bawah Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkedudukan di Batavia.
Keberadaan masyarakat Bungku sejak tahun 1622 sudah dikenal di Eropa
terutama oleh orang Portugis dengan kata Tobuguo. Nama ini diperkenalkan oleh
Hessel Gerrits dalam buku La Kartographie Neederlandaise de la Celebes
sementara dalam literatur Belanda terdapat dua nama secara bergantian digunakan
untuk menyebut Bungku yaitu Tambuku dan Tombuku kemudian hingga kini
belum diketahui sejak kapan berubah menjadi Bungku yang kita kenal sebagai
salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Morowali Sekarang.
Walaupun terbilang kerajaan muda karena baru berdiri pada awal abad ke-20,
sejarah Kerajaan Bungku dan berbagai informasi yang berkaitan dengannya sangat
1

sedikit sekali diketahui oleh bangsa ini. Padahal, tak dapat dipungkiri, Kerajaan
Bungku juga merupakan mata rantai dari perjalanan panjang sejarah bangsa ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penerapan teori bentuk arsitektur pada Masjid Tua dan Rumah
Raja di Bungku?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui unsur-unsur bentuk dan tampilan Masjid Tua dan Rumah Raja di
Bungku

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bentuk

Bentuk adalah suatu perwujudan dari organisasi ruang yang merupakan hasil
dari suatu proses pemikiran. Proses ini didasarkan atas pertimbangan fungsi
dan usaha pernyataan diri atau ekspresi (Hugo Haring).
Wujud dari penyelesaian akhir dari konstruksi yang pengertiannya sama (Mies
van der rohe).
Suatu keseluruhan dari fungsi-fungsi yang bekerja secara bersamaan, yang
hasilnya merupakan susunan benda (Benyamin Handler).
Hasil dipenuhinya syarat-syarat kokoh guna dan indah (Vitruvius).

Bentuk secara umum adalah:

Penampilan luar yang dapat dilihat


Gambar struktur formal, tata susun, komposisi yang menghasilkan gambaran
nyata
Massa 3 dimensi, wujud, penampilan, konfigurasi dalam arsitektur, bentuk
selalu dihubungkan dengan

Wujud yaitu sisi luar karakteristik atau konfigurasi permukaan suatu bentuk tertentu.
Wujud juga merupakan aspek utama dimana bentuk-bentuk dapat diidentifikasikan
dan dikategorikan. Disamping wujud, bentuk memiliki ciri visual:

Dimensi, dimensi fisik berupa panjang, lebar dan tebal. Dimensi-dimensi


tersebut menentukan proporsi dari bentuk. Skala ditentukan oleh ukuran
relatifnya terhadap bentuk-bentuk lain dalam konteksnya.
Warna, merupakan fenomena pencahayaan dan persepsi visual yang
menjelaskan persepsi individu dalam corak, intensitas dan warna. Warna
adalah atribut yang paling menyolok dan membedakan suatu bentuk dari
lingkungannya. Warna juga berpengaruh terhadap bobot visual suatu bentuk.
Tekstur, Tekstur adalah kualitas yang dapat dilihat dan diraba yang diberikan
kepermukaan oleh ukuran, bentuk, pengaturan dan proporsi bagian benda.
tekstur juga menentukan sampai dimana permukaan suatu bentuk
memantulkan atau menyerap cahaya datang.

Posisi, letak dari sebuah bentuk adalah relatif terhadap lingkungannya atau
lingkungan visual dimana bentuk tersebut terlihat. Orientasi, arah dari sebuah
bentuk relatif terhadap bidang dasar, arah mata angin, bentuk-bentuk
benda-benda lain, atau terhadap seseorang yang melihatnya.
Inersia Visual, merupakan tingkat konsentrasi dan stabilitas suatu bentuk.
Inersia suatu bentuk tergantung kepada geometri dan orientasinya relatif
terhadap bidang dasar, gaya tarik bumi dan garis pandang manusia.

Ciri-ciri Visual menurut Ching(1996:50,51)adalah :


Wujud yaitu ciri-ciri kokoh yang menunjukkan bentuk yang merupakan hasil
konfigurasi tertentu dari permukaan-permukaan dan sisi sisi suatu bentuk. Dimensi
yaitu panjang lebar dan tinggi. Dimensi-dimensi ini menentukan proporsinya,
sedangkan skala ditentukan oleh perbandingan ukuran relatifnya terhadap bentukbentuk lain disekelilingnya. Warna itu corak, intensitas dan noda pada permukaan
suatu bentuk. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk. Tekstur yaitu
karakter permukaan suatu bentuk, tekstur mempengaruhi baik perasaan kita pada
waktu menyentuh maupun kualitas pemantulan cahaya menimpa permukaan bentuk
tersebut.Posisi yaitu letak relatif suatu bentuk terhadap suatu lingkungan atau medan
visual. Orientasi yaitu posisi relatif suatu bentuk terhadap bidang dasar, arah mata
angin, atau terhadap pandangan seseorang yang melihatnya. Inersia visual yaitu
derajat konsentrasi dan stabilitas suatu bentuk, inersia suatu bentuk tergantung pada
geometri dan orientasi relatif terhadap bidang dasar dan garis pandangan kita.
Semua ciri-ciri visual bentuk diatas pada kenyataannya dipengaruhi oleeh
keadaan bagaimana kita memandangnya, seperti perspektif/sudut pandang kita, jarak
kita terhadap bentuk tersebut, keadaan pencahayaan, lingkungan visual yang
mengelilingi benda tersebut. Sedangkan Eppi,dkk(1986:52,53) menguraikan bahwa
bentuk-bentuk arsitektur memiliki unsur-unsur : garis, lapisan, volume, tekstur, dan
warna.
Kombinasi atau perpaduan dari kesemua unsur akan menghasilkan ekspresi
bangunan. Ini menghasilkan suatu pengungkapan maksud dan tujuan banguna secara
menyeluruh. Dengan melalui uraian tersebut diatas dapat dipahami bahwa kondisi
fisik bentuk menentukan ekkspresi bangunan, menghasilkan citra tertentu yang
merupakan aspek filosofi desain yang menentukan kekhasan desain. Dengan
demikian bentuk memiliki peran mendasar dalam setiap keputusan pada proses
perancangan arsitektur.

Rumah yang dikenal masyarakat turun temurun merupakan hasil kebudayaan.


Manusia memiliki kemampuan dalam menginterpretasikan kejadian dan aktivitas
yang dilakukan dalam setting sehingga memeroleh kesesuaian. Kebudayaan tidak
serta merta terbentuk melainkan suatu roses dari nol hingga ada dan berkembang
serta pengaruh-mempengaruhi. Dengan sistem yang kuat dan stabil, budaya tetap ada
dan di pegang teguh oleh masyarakatnya.

2.2 Prinsip - Prinsip Desain Sebagai Elemen Komposisi Bentuk/Desain


1) Keseimbangan (Balance)
Suatu kualitas nyata dari setiap obyek dimana perhatian visual dari 2
bagian pada 2 sisi dari pusat keseimbangan (pusat perhatian) adalah sama.
Ada tiga jenis keseimbangan dalam komposisi:
Keseimbangan Formal (simetri) atau Bisymetries
Pengaturannya seimbang terhadap garis tengah sumbu, axis. Tiap elemen
diulang sepasang-sepasang masing-masing di kiri dan kanan garis tengah
sumbu tadi. Kelemahan: adanya kecenderungan pada keterbatasan serta
tidak imajinatif dalam pelaksanaan. Terlalu banyak pasangan yang sama
dalam suatu komposisi dapat menjadikan komposisi itu monoton dan
statis. Simetri itu dapat dibuat menjadi imajinatif dan kompleks bila
simetri itu dinamis.
Keseimbangan informal (asimetri)
Sering disebut juga keseimbangan aktif. Keseimbangan ini lebih bebas
dari keseimbangan simetri, karena pengaturannya adalahsembarang dan
tidak kaku. Disini tidak ada garis tengah yang membagi komposisi dalam
dua bagian yang sama, karena komponen desain berbeda, baik dalam
bentuk dan warna, tetapi nampaknya sama berat.
Keseimbangan radial
Keseimbangan radial adalah simetri yang mengelilingi suatu titik pusat.
Semua elemen desain mengelilingi titik pusat.

2) Tekanan/Pusat Perhatian

Tekanan merupakan fokal point atau pusat perhatian dalam sebuah


komposisi/bangunan, yaitu berupa area yang pertama kali ditangkap oleh
pandangan mata. Titik tekanan ini sangat dominan, bagian-bagian (kelompok)
lain dari komposisi/bangunan berkaitan padanya. Tekanan dapat dicapai
melalui perbedaan yang kontras dalam.
Ukuran
Warna
Tekstur dan Cahaya
Bentuk
Lokasi
Ornamen
Arah garis, dll
Tekanan dapat berupa prinsip desain yang diterapkan dalam komposisi seperti
gerak, perulangan, dll yang mendominasi dalam proses pengamatan karya,
sehingga tidak selalu berbentuk obyek yang menarik perhatian.
3) Irama
Adalah elemen desain yang dapat menggugah emosi/perasaan yang
terdalam.Dalam rancangan, irama merupakan perekat yang menyatukan
unsur-unsur masing-masing menjadi satu kesatuan. Hakekat Iramaadalah
menelusuri sifat perseptual manusia dalam memandang bangunan, dimulai
dari mata yang meluncur ke bagian bangunan, dari unit satu ke unit lainnya
dengan teratur. Irama dalam arsitektur memberikan arti indah dan
menimbulkan rasa puas bagiyang melihatnya. Irama tersebut
biasanya mengikuti suatu pola tertentu yang tiap kali bentuk atau obyeknya
muncul dengan atau tanpa variasi. Irama merupakan salah satu unsur
terpenting didalam dunia arsitektur karena merupakan suatu tanggapan emosi
yang ingin disampaikan arsitek dalam bangunan. Irama dapat dicapai
dengan :
Pengulangan (Repetisi)
Garis
Bentuk (misal: jendela, pintu, kolom, dinding, dsb)
Tekstur (kasar, halus, kayu, batu, dsb)
Warna
Gradasi/perubahan bertahap
Warna (gelap ke terang atau sebaliknya)
Bentuk dan

Dimensi
Oposisi adalah pertemuan garis pada susut siku-siku, misalnya dalam
daun pintu,lemari, dsb. Transisi merupakan perubahan pada garis-garis
lengkung. Radial adalah irama yang beradiasi pada sentral axis (sumbu
sentral). Progresif, Irama progresif dibentuk oleh perubahan yang teratur,
sedemikian rupa sehingga bentuk mirip dengan yang lain. Jarak yang satu
dengan yang lain hampir sama. Dengan demikian tumbuh irama progresif
karena menunjukkan gerak/ perubahan progresif. Irama naik, turun, naik turun
dan sebaliknya. Tidak ada bentuk dan jarak yang sama yang diulang.
Jenis-Jenis Irama :
1. Irama Statis.
- Didapat
dengan
cara
garis,pengulangan dimensi.

pengulangan

bentuk,

pengulangan

2. Irama Dinamis.
Didapat dengan cara :
- Pengulangan bentuk/garis dengan perletakan yang berbeda
- Pengulangan bentuk/garis dengan jarak yang berbeda
- Pengulangan bentuk/garis dengan dimensi yang berbeda
3. Irama Terbuka dan Tidak Menentu.
Didapat dengan cara pengulangan bentuk/garisdengan jarak yang sama
tanpa permulaan atau pengakhiran.
4. Irama Tertutup dan Tertentu.
Didapat dengan cara :
- Merubah bentuk unit paling akhir
- Merubah ukuran/dimensi unit paling akhir
- Kombinasi kedua-duanya
- Menambahkan secara menyolok suatu elemen diakhir irama
4) Skala (Scale)
Skala adalah sistem pengukuran (alat pengukur) yang menyenangkan,
dapat dalam satuan cm, inchi atau apa saja dari unit-unit yang akan diukur.
Gambar skala adalah dimensi yang dipakai untuk gambar sebagai
perbandingan. Jadi ukuran dalam gambar, menyatakan ukuran sebenarnya dari
bangunan. Dalam arsitektur yang dimaksud dengan skala adalah hubungan

yang harmonis antara bangunan beserta komponen-komponennya, dengan


manusia.
1. Skala Normal
- Lebih bersifat alamiah.
- Dapat diperoleh dengan cara pemecahan masalah fungsional secara
wajar.
Misalnya besarnya ukuran pintu, jendela dan unsur-unsur lain
dimana manusia bekerja adalah menurut fungsinya atau standard-standard
ukuran yang ada.
2. Skala monumental
- Bersifat berlebihan
- Kelihatan megah.
Dapat diperoleh dengan cara: Penerapan satuan yang lebih besar dari
biasanya. Perletakan elemen yang berukuran kecil berdekatan dengan
elemen yang besar sehingga tampak perbedaan ukuran besarnya.
Penerapan langit-langit tinggi. Misalnya penerapan langit-langit tinggi
seperti pada ketinggian langit-langit ruang ibadah gereja Gotik
5) Proporsi
Hubungan antar bagian dari suatu design dan antara bagian dengan
keseluruhan. Menurut vitruvius ada hubungan tertentu antara ukuran bagian
terkecil dengan ukuran keseluruhan. Proporsi yang baik pada bangunandapat
dihasilkan bila bagian-bagian dari bangunan didasarkan pada suatu perbandingan
tertentu, dimana merupakan hasil perhitungan yang bersifat rasional dan terjadi
bila kedua buah perbandingan adalah sama

a:b=c:d
(a,b,c,d = ukuran tinggi, lebar, dan kedalaman dari suatu unsur-unsur atau massa
keseluruhan bangunan). Kepekaan perbandingan dari sang pencipta. Masalah
proporsi sangat penting sekali, apapun yang menjadi perwatakan suatu komposisi
visual, mutu penampakannya akan ditentukan sekali oleh kepekaan terhadap
perbandingan.

Konsep proporsi yang diterapkan menurut pemikiran timur didasari pada ukuran
tubuh manusia.

6) Urutan/sequence
Dalam suatu karya arsitektur yang baik terdapat:
-

Urut-urutan dalam segi keindahan bentuk (ada proses menuju klimaks)


Urut-urutan dalam fungsi
Urut-urutan dalam struktur

Urut-urutan ini saling berkaitan secara logis dan terorganisir dengan baik.
7) Kesatuan/Unity
Adalah keterpaduan, yang berarti tersusunnya beberapa unsur menjadi
satu kesatuan yang utuh dan serasi. Cara membentuk kesatuan adalah dengan
penerapan tema desain. Ide yang dominan akan membentuk kekuatan dalam
desain tersebut. Unsur-unsur rupa yang dipilih disusun dengan/untuk
mendukung tema.

Tersusunnya beberapa unsur menjadi satu kesatuan yang utuh dan serasi
Keterpaduan dari yang paling sederhana sampai ke yang rumit
Keterpaduan bentuk-bentuk geometris

2.3 Defenisi Fasad


Dalam arsitektur, fasad atau facade adalah istilah dalam desain yang
menampilankan wajah suatu bangunan sehingga menjadikah ciri atau karakter dari
bangunan tersebut. Dengan kata lain bangunan tersebut memiliki ciri pada bagian
tertentu, yang membuat pandangan akan lebih tertuju pada sebuah objek. Terdapat
banyak fasad yang memiliki nilai sejarah. Fasad menjadi gambaran tentang fungsi
bangunan, kegiatan didalamnya, serta kondisi sosial masyarakat tempat bangunan

berada. Tubuh bangunan yang sempurna adalah yang memprioritaskan penciptaan


bagian khusus untuk dipamerkan:. Karena posisnya menghadap kejalan, maka fasad
mempunyai peran sebagai berikut :

Mengungkapkan fungsi dan makna bangunan


Mengungkapkan organisasi ruang didalam bangunan
Menyampaikan keadaan budaya saat bangunan tersebut di bangun
Memberikan kemungkinan dan kreatifitas dalam ornamentasi dan dekorasi
Memberikan identitas terhadap penghuninya.

Fasad berarti elemen yang menunjukkan karakter, fungsi dan makna


bangunan. Seorang arsitek menunjukkan dengan caranya sendiri untuk memulai
pemberian bentuk, komposisi, penampilan, struktur hingga ornamen-ornamen khusus
didalamnya. Fasad dapat diolah dengan berbagai macam cara, diantaranya :
1. Menggunakan komposisi geometris
2. Membentuk dan mengelompokkan elemen fasad melalui bukaan-bukaan,
sehingga memberikan efek tertentu
3. Mengkombinasikan dengan elemen-elemen yang berbeda.

2.4 Arsitektur Kolonial


Pengertian Arsitektur Kolonial
Arsitektur kolonial merupakan sebutan singkat untuk langgam arsitektur yang
berkembang selama masa penjajahan Bangsa Eropa di tanah air. Masuknya unsur
Eropa ke dalam komposisi kependudukan menambah kekayaan ragam arsitektur di
nusantara. Semangat modernisasi dan globalisasi (khususnya pada abad ke-18 dan ke19) memperkenalkan bangunan modern seperti administrasi pemerintah kolonial,

10

rumah sakit atau fasilitas militer. Bangunan bangunan inilah yang disebut dikenal
dengan bangunan kolonial.Arsitektur kolonial lebih banyak mengadopsi gaya neoklasik, yakni gaya yang berorientasi pada gaya arsitektur klasik Yunani dan Romawi.
Ciri menonjol terletak pada bentuk dasar bangunan dengan trap-trap tangga naik
(cripedoma). Kolom-kolom dorik, ionik dan corinthian dengan berbagai bentuk
ornamen pada kapitalnya. Bentuk pedimen, yakni bentuk segi tiga berisi relief mitos
Yunani atau Romawi di atas deretan kolom. Bentuk-bentuk tympanum (konstruksi
dinding berbentuk segi tiga atau setengah lingkaran) diletakkan di atas pintu dan
jendela berfungsi sebagai hiasan. Arsitektur klonial Belanda adalah gaya desain yang
cukup popular di Netherland tahun 1624-1820. Ciri-cirinya yakni facade simetris,
material dari batu bata atau kayu tanpa pelapis, entrance mempunyai dua daun pintu,
pintu masuk terletak di samping bangunan, denah simetris, jendela besar berbingkai
kayu, terdapat dormer (bukaan pada atap) Wardani.
Arsitektur kolonial merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya
Barat dan Timur. Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan
diperuntukkan bagi bangsa Belanda yang tinggal di Indonesia, pada masa sebelum
kemerdekaan. Arsitektur yang hadir pada awal masa setelah kemerdekaan sedikit
banyak dipengaruhi oleh arsitektur kolonial disamping itu juga adanya pengaruh dari
keinginan para arsitek untuk berbeda dari arsitektur kolonial yang sudah ada.

Perkembangan Arsitektur Kolonial di Indonesia


Sejarah mencatat, bahwa bangsa Eropa yang pertama kali datang ke Indonesia
adalah Portugis, yang kemudian diikuti oleh Spanyol, Inggris dan Belanda. Pada
mulanya kedatangan mereka dengan maksud berdagang. Mereka membangun rumah
dan pemukimannya di beberapa kota di Indonesia yang biasanya terletak dekat
dengan pelabuhan. Dinding rumah mereka terbuat dari kayu dan papan dengan
penutup atap ijuk. Namun karena sering terjadi konflik mulailah dibangun benteng.
Hampir di setiap kota besar di Indonesia. Dalam benteng tersebut, mulailah bangsa
Eropa membangun beberapa bangunan dari bahan batu bata. Batu bata dan para
tukang didatangkan dari negara Eropa. Mereka membangun banyak rumah, gereja
dan bangunan-bangunan umum lainnya dengan bentuk tata kota dan arsitektur yang
sama persis dengan negara asal mereka. Dari era ini pulalah mulai berkembang
arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Setelah memiliki pengalaman yang cukup
dalam membangun rumah dan bangunan di daerah tropis lembab, maka mereka mulai

11

memodifikasi bangunan mereka dengan bentuk-bentuk yang lebih tepat dan dapat
meningkatkan kenyamanan di dalam bangunan.
Elemen arsitektur kolonial
Pengaruh budaya barat terlihat pada pilar-pilar besar, mengingatkan kita pada
bentuk arsitektur klasik Yunani dan Romawi. Pintu termasuk terletak tepat ditengah,
diapit dengan jendela-jendela besar pada kedua sisinya. Bangunan bergaya kolonial
adalah manifestasi dari nilai-nilai budaya yang ditampilkan bentuk atap, dinding,
pintu, dan jendela serta bentuk ornamen dengan kualitas tinggi sebagai elemen
penghias gedung. Elemen-elemen pendukung wajah bangunan menurut Krier (2001),
antara lain adalah sebagai berikut:

Atap
Jenis atap ada bermacam-macam. Jenis yang sering dijumpai saat ini
adalah atap datar yang terbuat dari beton cor dan atap miring berbentuk
perisai ataupun pelana. Secara umum, atap adalah ruang yang tidak jelas,
yang paling sering dikorbankan untuk tujuan eksploitasi volume bangunan.

Bangunan Kolonial di Bandung


Atap merupakan mahkota bagi bangunan yang disangga oleh kaki dan tubuh
bangunan, bukti dan fungsinya sebagai perwujudan kebanggaan dan martabat
dari bangunan itu sendiri.
Pintu
Pintu memainkan peranan penting dan sangat menentukan dalam
menghasilkan arah dan makna yang tepat pada suatu ruang. Ukuran umum
pintu yang biasa digunakan adalah perbandingan proporsi 1:2 atau 1:3.
ukuran pintu selalu memiliki makna yang berbeda, misalnya pintu berukuran
pendek, digunakan sebagai entrance ke dalam ruangan yang lebih privat.

12

(Posisi pintu ditentukan oleh fungsi ruangan atau bangunan).

Jendela
Jendela dapat membuat orang yang berada di luar bangunan dapat
membayangkan keindahan ruangan-ruangan dibaliknya, begitu pula
sebaliknya.

Krier (2001), mengungkapkannya sebagai berikut: dari sisi manapun


kita memasukkan cahaya, kita wajib membuat bukaan untuknya, yang selalu
memberikan kita pandangan ke langit yang bebas, dan puncak bukaan
tersebut tidak boleh terlalu rendah, karena kita harus melihat cahaya dengan
mata kita.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Istana Raja Bungku

13

Istana raja ini merupakan bangunan ber-arsitekur kolonial karena di bangun


pada masa kolonial. Istana ini juga mirip dengan istana raja Banggai dan istana raja
Mori
di
Kolonodale. Bentuk
aslinya sudah
mengalami
perubahan
karena pada tahun
1954 istana ini
di
bakar
oleh
DI/TII.I

Istana Raja sebelum terbakar

14

Bangunan ini memiliki ukuran bangunan seluas 14 x 10 m. Rumah raja ini di


bangun oleh seorang tukang dari Manado yang bernama Rumamper (baca :
Rumapow) pada tahun 1927.
Bangunan istana Bungku berdiri di atas 37 umpak berbahan cor beton.
Bangunan tambahan dari istana ini antara lain : gudang senjata di bagian belakang,
kamar mandi dan WC serta dapur. Pada posisi belakang istana terdapat sebuah sumur
yang dilengkapi dengan menara air dengan sistem perpipaan ala kolonial.

Istana raja bungku atau yang sekarang lebih di kenal sebagai rumah dinas raja
bungku merupakan tempat pelantikan raja-raja bungku. Bentuk dan penampilan dari
rumah raja bungku merupakan bukti dari sejarah kesewenangan pemerintah belanda
yang memaksa menduduki beberapa kerajaan di sulawesi tengah sehingga bentuk
rumah raja di daerah sekitar nya pun masih sama, selayaknya rumah Raja Mori di
daerah wilayah Kolonedale dan Banggai.

15

Istana

Raja

Mori

di

Kolonodale

Istana Raja Banggai

3.2 Elemen-elemen Arsitektur Kolonial pada Istana Raja Bungku

tympanu
m

Pintu, Jendela dan ventilasi Istana Raja Bungku

Pintu, jendela dan ventilasi pada Istana Raja berbentuk persegi


panjang dengan elemen perulangan pada kaca pencahayaan di bagian atas
jendela. Jendela ini memiliki fungsi penghawaan jika di tutup, dan untuk
pencahayaan melalui perulangan kaca di bagian atas. Bentuk-bentuk
tympanum (konstruksi pada dinding berbentuk setengah lingkaran) diletakkan
di atas pintu dan jendela berfungsi sebagai hiasan, merupakan ciri dari
arsitektur colonial.
3.3 Masjid Tua Bungku

16

Masjid Tua Bungku merupakan bagian dari sejarah perkembangan islam di tanah
Bungku, lama sebelum kedatangan Belanda. Mulanya, ketika seorang musafir dari
tanah Johor semenanjung Malaya ( Malaysia-red) Syaikh Maulana Ibrahim Sampai di
tanah Bungku sekitar tahun 1470-an, dalam pengembaraannya menyebarkan Islam,
takdir kemudian mempertemukan nya dengan dua tokoh kerajaan Bungku, di puncak
bukit Fafon Sandengaa. Dari sinilah, mereka kemudian bersepakat untuk
menyebarkan Agama Islam di tanah Bungku. Penyebaran Islam dikemudian hari
menjadi mudah, Sangiang Kinambuka (Raja Bungku) menerima dakwah ini dan
menjadi pemeluk Islam yang taat, dan di ikuti oleh masyarakatnya yang berdiam di
sekitar benteng kerajaan serta merta memeluk Islam.
Bentuk bangunan masjid melambangkan nilai-nilai Islam yang kental.
Diantaranya menara yang berdiri 25 meter dari permukaan tanah, dikenal sebagai
menara alif yang berarti tauhid (keesaan) Allah, sumber sejarah menceritakan dulunya
menara alif ini terpasang simbol bulan bintang.
Atapnya yang bersusun lima memilki makna Rukun Islam. Luas bangunan
mencapai 20x13 meter, masjid ini mampu menampung seratus lebih jamaah. Konon,
tegel (lantai) yang digunakan saat itu dikirim dari singapura, dindingnya terbuat dari
beton terdiri dari susunan batu kapur,yang direkatkan dengan menggunakan putih
telur dan getah kayu waru dan bahan-bahan lainnya. Disebelah situs ini juga terdapat
peninggalan sejarah lainnya yaitu Situs Rumah Raja, dan Makam Raja Bungku
3.4 Bentuk Bangunan

17

Sekilas bangunan ini mengikuti arsitektur masjid yang populer di masa itu,
mirip model dengan Mesjid Tua Demak dan masjid tua jepara pada abad ke 17.
Bentuk bangunan menyerupai bangunan khas orang cina yaitu kelenteng. Hal itu
disebabkan, penduduk asli bungku berasal dari Indocina, menurut hasil wawancara
dari narasumber setempat. Atapnya yang bersusun lima memilki makna Rukun Islam.

Mesjid tua Bungku

Masjid tua Jepara

Gambar Mesjid tua Jepara dilukis oleh seorang pelaut Belanda yang kebetulan
melintas di kota Jepara pada abad ke 17. Bangunannya berlantai 5, dengan atap yang
bersusun 5 juga. Bentuk dari mesjid mengingatkan kita pada bentuk pagoda yang
banyak terdapat di Tiongkok. Diperkirakan mesjid ini didirkan oleh Ratu Kalinyamat,
yang menurut banyak sumber (Budiman, 1979, Qurtuby, 2003) ada hubungannya
dengan Cina Muslim yang menyebarkan agama Islam mahzab Hanafi di P.Jawa

18

Mesjid Demak
Mesjid Demak merupakan salah satu mesjid yang terpentng dan tertua di Jawa
(1479). Mesjid Demak didirikan pada masa kerajaan Demak yang diperintah oleh R.
Patah pada abad ke 15. Hampir semua sumber historiografi lokal menyebutkan bahwa
R. Patah atau Panembahan Jinbun (dalam bahasa Cina dialek Yunan berarti orang
kuat) adalah seorang Cina Muslim. Perbedaannya hanya terletak pada identifikasi
genealogi R. Patah. Pendapat ini kemudian diperkuat oleh banyak sejarawan antara
lain seperti: H.J. de Graaf & Pigeaud (1985:42-43), Denys Lombard (1994, 1996:44),
Budiman (1979:16) dan Sumanto al Qurtuby (2003:39-40, 214). Tentang bentuk atap
yang bersusun dari mesjid Jawa Kuno (termasuk mesjid Demak) sudah lama menjadi
perdebatan.
Menurut Pijper (1947) dan Stutterheim (1948) menunjuk atap bertingkat
seperti pada arsitektur Bali yang didasari atas kosmologi Hindu, sebagai ide dasar
dari bentuk atap bersusun di arsitektur Jawa.
Menurut Graaf (2004) dan Lombard (1996), menganggap adanya pengaruh
Cina (atap pagoda) yang kuat pada mesjid-mesjid kuno Jawa, mengingat pada abad
ke 15 dan 16 adalah jaman dimana para pedagang Cina Islam merupakan pedagang
yang dominan dan banyak yang menetap di pantai Utara Jawa sambil menyebarkan
keagamaannya.

3.4 Prinsip Desain yang Terdapat pada Masjid Tua Bungku

19

Fasad mesjid tua Bungku

Keseimbangan pada Masjid Tua Bungku adalah keseimbangan simetris, hal


ini terlihat dari bahwa sisi kanan dan kiri pada fasad terlihat sama jika dibagi
pada sumbu axis bangunan.

Atap mesjid menjadi pusat perhatian, dan Kesatuan dapat terlihat dari
perpaduan antara bentuk atap yang geomertis yang terletak dalam satu
bangunan.
Irama pada masjid tua bungku terlihat dari bentuk atap yang berulang. Jenis
irama pada masjid tua adalah irama dinamis dan tertentu. karena pengulangan
bentuk atap mengalami perubahan dengan jarak dan dimensi yang berbeda
pada setiap tingkatan atapnya, serta perubahan bentuk di akhir pengulangan.

20

Mesjid Tua bungku menggunakan skala normal, terlihat dari tinggi pintu,
jendela dan ventilasi masjid.

3.5 Bentuk Denah Mesjid Tua


Seperti masjid pada umumnya yang mampu menampung banyak orang. Luas
bangunan mencapai 20x13 meter, masjid ini mampu menampung seratus lebih
jamaah..

21

Tempat
imam

Tempat
sholat

Serambi

Konon, tegel (lantai 30 x 30 cm) yang digunakan saat itu dikirim dari singapura,
dindingnya terbuat dari beton terdiri dari susunan batu kapur,yang direkatkan dengan
menggunakan putih telur dan getah kayu waru dan bahan-bahan lainnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

22

Orang Indo Cina Muslim pada awal abad ke 15 sudah banyak terdapat di kota
Bungku, Kabupaten Morowali utara, Provinsi Sulawesi tengah Sebagian besar
berasal dari suku Konghu (asal Guangdong) secara turun menurun berprofesi sebagai
pedagang dan tukang yang sangat ahli dalam pengerjaan kayu dan batu. Dalam
kesempatan ini, Jasa pertukangan kayu dan batu dari suku Konghu (asal Guangdong)
ini terus digunakan oleh orang-orang Belanda dalam membangun gedung-gedung
kolonial di seluruh Hindia Belanda. Sebagai contoh misalnya bangunan Gedung
Sate yang terkenal sebagai bangunan monumental yang terindah di Indonesia, juga
memakai jasa keahlian tukang-tukang kayu dan batu orang suku Kwang Tung ini
untuk pekerjaan kayu dan ukiran dari batunya. Selain itu tercatat bahwa daerahdaerah pesisir terdahulu, seperti Demak, Kudus, Jepara, hingga kota Bungku sendiri
tercatat bahwa kerajinan ukiran kayu bertahan sampai abad ke 20.
Mesjid tua Bungku sendiri merupakan bangunan yang bersejarah, bentuk
arsitektur mesjid tua bungku dipengaruhi oleh bentukan mesjid yang popular pada
masa itu, seperti mesjid tua Jepara, mesjid Demak dan lainnya yang merupakan
campur tangan dari arsitektur Cina. Sehingga, dapat di simpulkan bahwa Suku
cinalah yang membawa perubahan bentuk dari segi arsitektur, secara tidak langsung
terhadap mesjid tua bungku.
Rumah raja Bungku sendiri merupakan peninggalan colonial yang
memadukan antara budaya Barat dan Timur. Bentuk dan penampilan dari rumah raja
bungku itu sendiri merupakan bukti dari sejarah kesewenangan pemerintah belanda
yang memaksa menduduki beberapa kerajaan di sulawesi tengah sehingga bentuk
rumah raja di daerah sekitar nya pun masih sama, selayaknya rumah Raja Mori di
daerah wilayah Kolonedale dan Banggai.

23

Anda mungkin juga menyukai