Penambangan bahan tambang batuan berupa breksi tufan dan batupasir tufan di
Dusun Srumbung Desa Segoroyoso, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, DIY
dikategorikan ke dalam penambangan rakyat dengan sistem penambangan terbuka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat perubahan lahan
akibat kegiatan penambangan bahan tambang batuan dan upaya reklamasi yang tepat
untuk memulihkan kualiatas lingkungan akibat dampak dari kegiatan penambangan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, pemetaan, wawancara,
analisis laboratorium, analisis studio. Arahan pengelolaan yang dapat dilakukan di
daerah penelitian adalah melalui pendekatan secara teknis yaitu membuat
perencanaan tambang (good mining practice) untuk mendukung perencanaan
reklamasi tambang. Ukuran lebar jalan tambang 6 m dengan panjang jalan 30 m
(grade 10%), tinggi dinding jenjang 3 m dengan sudut dinding jenjang 450,
sedangkan untuk lebar jenjang 15 m. Upaya reklamasi yang akan dilakukan pada
rencana reklamasi tahapan 1 dan 3 adalah kegiatan revegetasi dengan tanaman sawo.
Dimensi pot tanam 1 m3 dengan jarak antar pot tanam 6 x 6 m. Rencana reklamasi
tahapan 2 direncanakan akan dilakukan pembangunan ruko-ruko dan rumah tinggal.
Full Text:
PDF
References
Asdak, C., 1995, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Edisi Pertama.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Direktorat Geologi dan Sumberdaya Mineral, 1986, Buku Petunjuk Usaha
Pertambangan Bahan Galian Golongan C. Ditjen Pertambangan Umum.
Hardiyatmo, Hary Christiady. 2006. Penanganan Tanah Longsor Dan Erosi. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Kartasapoetra, 1985, Teknologi Konservasi Tanah dan Air, Rineka Cipta : Jakarta.
Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 63 Tahun 2003
Tentang Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Bagi usaha dan/atau Kegiatan
Penambangan bahan Galian golongan C di Wilayah Provinsi Daerah Istimewah
Yogyakarta.
Peraturan Menteri Energi Sumberdaya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 Tentang
Reklamasi dan Penutupan Tambang.
Prodjosoemarto, P., 2006, Tambang terbuka (Surface Mining), Diktat Kuliah,
Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi
Bandung.
Pleret dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Yogyakarta.
Soemarwoto, 1994, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan,
Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Babtubara.
Batu obsidian
Batu obsidian disebut juga batu kaca. Berwarna hitam atau cokelat tua,
permukaannya halus, dan mengilap. Digunakan untuk alat pemotong dan
mata tombak. Batu obsidian Berasal dari magma yang membeku dengan
cepat di permukaan bumi.
Batu granit
Batu granit Tersusun atas butiran yang kasar. Ada yang berwarna putih dan
ada yang
berwarna
keabu-abuan. Dimanfaatkan
untuk
bahan bangunan. Granit berasal dari magma yang membeku di dalam
kerak bumi. Proses pembekuan ini berlangsung secara perlahan. Jadi, batu
ini termasuk batuan beku dalam.
Basal
Batu basal disebut juga batu lava. Basal adalah batuan beku yang
berwarna hijau keabu-abuan dan terdiri dari butiran yang sangat kecil. Batu
Basal terbentuk dari pendinginan lava yang mengandung gelembung gas
tetapi gasnya telah menguap. Berasal dari magma yang membeku di bawah
lapisan kerak bumi, tercampur dengan gas sehingga berongga-rongga kecil.
Batu andesit
Batu andesit berwarna putih keabu-abuan dan butirannya kecil seperti pada
batu basal. Dimanfaatkan untuk membuat arca dan bangunan candi. Berasal
dari magma yang membeku sangat cepat di bawah kerak bumi.
Batu apung
Batu apung berwarna cokelat bercampur abu-abu muda dan beronggarongga. Batu apung digunakan untuk mengampelas kayu dan sebagai
bahan penggosok. Berasal dari magma yang membeku di permukaan bumi.
b. Batuan Endapan (Batuan Sedimen)
Batuan endapan adalah batuan yang terbentuk dari endapan hasil
pelapukan batuan. Batuan ini dapat pula terbentuk dari batuan yang terkikis
atau dari endapan sisa-sisa binatang dan tumbuhan. Batuang endapan terdiri
dari :
Batu konglomerat
Batuan breksi
Batu pasir
Batu serpih
Terdiri dari butiran-butiran batu lempung atau tanah liat, berwarna abu-abu
kehijauan, merah,
atau
kuning.
Dimanfaatkan sebagai
bahan
bangunan. Berasal dari endapan hasil pelapukan batuan tanah liat.
Batu kapur
Batu marmer
Berwarna putih dan ada yang hitam, keras, dan permukaannya halus.
Marmer biasa digunakan untuk membuat meja, papan nama, batu nisan, dan
pelapis dinding bangunan atau lantai. Berasal dari batuan kapur yang
mengalami metamorfosis karena panas dan tekanan.
Batu sabak
Menurut susunannya, lapisan tanah terdiri atas lapisan tanah atas, lapisan
tengah, lapisan tanah bawah, dan bahan induk tanah.
Lapisan bawah, merupakan lapisan yang terdiri atas bongkahanbongkahan batu. Di sela-sela bongkahan terdapat hasil pelapukan
batuan. Jadi, masih ada batu yang belum melapuk secara sempurna.
Lapisan ini disebut lapisan tanah asli karena tidak tercampur dengan
hasil pelapukan dari batuan lain. Biasanya lapisan tanah ini warnanya
sama dengan warna batuan asalnya.
Humus berasal dari pembusukan hewan atau tumbuhan yang telah mati.
Proses pembusukan ini dibantu oleh hewan-hewan yang hidup di tanah,
misalnya cacing tanah. Cacing tanah ini memakan sampah-sampah yang ada
di permukaan tanah. Pembusukan itu menghasilkan bahan-bahan organik.
Sampah-sampah yang tidak dimakan oleh hewan-hewan ini, akan diuraikan
oleh jamur.
Perencanaan Pascatambang
(Mine Closure Planning)
LATAR BELAKANG
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 4/2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, kegiatan pertambangan
diwajibkan untuk memenuhi kaidah good mining practice, serta
berwawasan lingkungan. Hal tersebut juga disebutkan dalam
Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010, tentang Reklamasi dan
Pascatambang, dimana dalam kegiatan Reklamasi dan Pascatambang
diwajibkan untuk memasukkan prinsip-prinsip Lingkungan Hidup,
Kesehatan dan Keselamatan Kerja, serta Konservasi
Dengan dikeluarkannya Permen ESDM No. 7 Tahun 2014, tentang
Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Pada Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagai pengganti Permen
ESDM No. 18 Tahun 2008, tentang Reklamasi dan Penutupan
Tambang memberikan panduan dalam penyusunan Dokumen
Rencana Pascatambang (RPT) yang diharapkan. Penyusunan
dokumen Rencana Pascatambang diwajibkan melibatkan konsultasi
dengan para pemangku kepentingan (stakeholder), baik pihak
pemerintah, perusahaan, karyawan dan masyarakat sekitar yang
berkepentingan.
Dokumen Rencana Pascatambang yang baik, dengan mengikuti
panduan dalam Permen ESDM NO 7 tahun 2014, akan lebih
memudahkan perusahaan dalam melakukan proses konsultasi dan
mendapatkan persetujuan dari pemerintah. Selain itu juga akan
memudahkan dalam melakukan pelaksanaan kegiatan pascatambang,
mencapai tujuan pascatambang, serta penyerahan kembali wilayah
pertambangannya kepada pemerintah di kemudian hari.
Guna mendapatkan pengetahuan dan kemampuan dalam Perencanaan
Pascatambang, dirasa perlu adanya pelatihan yang memadai,
sehingga peserta pelatihan mampu melakukan Perencanaan
Pascatambang di wilayah pertambangannya dengan baik.
MAKSUD PELATIHAN
Pelatihan Perencanaan Pascatambang dimaksudkan untuk
memberikan pengetahuan dan keahlian dalam Perencanaan
Pascatambang secara sistematis, sesuai panduan dalam Permen
ESDM No. 7 Tahun 2014, tentang Pelaksanaan Reklamasi dan
Pascatambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara, sehingga tujuan Perencanaan Pascatambang di wilayah