Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN

REPRODUKSI DENGAN SIKAP


TERHADAP SEKS PRA NIKAH

Rida Bhakti Kencana


Hastutik, SST, M. Kes
ABSTRAK
Menurut survey Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa
Tengah tahun 2010 di Semarang tentang pengetahuan kesehatan reproduksi
menunjukkan 43,22% pengetahuannya rendah, 37,28% pengetahuan cukup,
sedangkan 19,50% pengetahuannya memadai. Studi pendahuluan di SMA Negeri 2
Karanganyar didapatkan data hasil wawancara terhadap 10 siswa menyatakan 75%
siswa tidak setuju terhadap sikap seks diluar nikah, sedangkan 10% siswa setuju
terhadap seks diluar nikah dan 15% siswa menyatakan belum mengetahui tentang
kesehatan reproduksi remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa
hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dengan
sikap terhadap seks pranikah.
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan Cross
Sectional. Waktu penelitian dilakukan di bulan Februari sampai dengan bulan Juli
2011 di SMAN 2 Karanganyar. Teknik pengambilan sampelnya menggunakan teknik
Sistematis Random Sampling dengan respondennya 56 orang. Teknik pengumpulan
data adalah dengan menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dengan sikap terhadap seks pra
nikah sebesar 0,173, dengan taraf signifikan nilai z sebesar 1,9.
Simpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi
dengan sikap terhadap seks pra nikah.

PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa
ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak yang meliputi
perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Disebagian besar
masyarakat dan budaya masa remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada
usia 18-22 tahun. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO) remaja
merupakan individu yang secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual,
mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri
(Notoatmodjo, 2007).
Perubahan ini ditunjukan dari perkembangan organ seksual menuju
kesempurnaan fungsi serta tumbuhnya organ genetalia sekunder. Hal ini menjadikan
remaja sangat dekat dengan permasalahan seputar seksual.
Laporan Planned Parenthood Federation of America Inc (PPAF) 2004 tentang
penilaian 1038 remaja berumur 13-17 tahun terhadap hubungan di luar nikah adalah
16% dari remaja mengatakan sikap setuju dalam melakukan hubungan seks di luar
nikah, sedang 43% mengatakan tidak setuju melakukan hubungan seks di luar nikah
(Soetjiningsih, 2004).

Menurut Dr. Boy Abidin data kehamilan remaja di Indonesia tahun 2007 yaitu
hamil di luar nikah karena diperkosa sebanyak 3,2%, karena sama-sama mau sebanyak
12,9% dan tidak terduga sebanyak 45%. Seks bebas sendiri mencapai 22,6% hal itu
terjadi karena minimnya pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi (Anton,
2007).
Menurut survey Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa
Tengah tahun 2010 di Semarang tentang pengetahuan kesehatan reproduksi
menunjukkan 43,22% pengetahuannya rendah, 37,28% pengetahuan cukup, sedangkan
19,50% pengetahuannya memadai. Menurut survey Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI) Jawa Tengah tentang perilaku remaja saat berpacaran menunjukkan
saling mengobrol 100%, berpegangan tangan 93,3%, mencium pipi/kening 84,6%,
berciuman bibir 60,9%, mencium leher 36,1%, saling meraba (payudara dan kelamin)
25%, dan melakuan hubungan seks 7,6% (Farid, 2005).
Berdasarkan kasus yang terjadi di Karanganyar pada 1 Oktober 2010 yaitu 4
siswa SMA yang rata-rata berusia 15 tahun ditangkap di sebuah villa di kawasan
Tawangmangu karena melakukan hubungan seks di luar nikah. Alasannya untuk
membuktikan cinta dan didasari atas keinginan untuk mencoba (Anonim, 2009).
Setelah melakukan studi pendahuluan pada tanggal 16 Mei 2011 di SMA Negeri
2 Karanganyar didapatkan data hasil wawancara terhadap 10 siswa menyatakan 75%
siswa tidak setuju terhadap sikap seks diluar nikah, sedangkan 10% siswa setuju
terhadap seks diluar nikah. Sebanyak 15% siswa menyatakan belum mengetahui
tentang kesehatan reproduksi remaja. Selain itu dari hasil wawancara di ruangan
Bimbingan Konseling didapatkan bahwa ada 1 siswa kelas 2 dikeluarkan karena hamil
diluar nikah.
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisa hubungan antara
tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dengan sikap terhadap seks
pranikah. Tujuan Khusus Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang
kesehatan reproduksi, Untuk mengetahui sikap remaja terhadap seks pranikah.
BAHAN DAN METODE
A. Tinjauan Teori
1. Pengetahuan (knowledge)
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengideraan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
dalam membentuk tingkatan seseorang overt behavior (Notoatmodjo,
2007).
Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh
manusia melalui pengamatan indrawati. Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan indra atau akal budinya untuk mengenali benda
atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya
(Wijayanti, 2009).
b. Sumber pengetahuan
Sumber pengetahuan berasal dari pengindraan indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Wijayanti, 2009).
c. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercangkup dalam


domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, meliputi:
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari seebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dan
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang paling rendah.
Misalnya menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Misalnya dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu komponen untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
menciptakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Sintesis juga dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori
atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenelitian itu didasari pada suatu kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yng ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan
diatas.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Hendra (2008), ada 7 faktor yang mempengaruhi
pengetahuan yaitu :
1) Umur

Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada


pertambahan pengetahuan yang diperoleh, akan tetapi pada umur-umur
tertentu atau menjelang usia lanjut kemampun penerimaan atau
mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
2) Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan
berfikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi
baru. Intelegensi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang
merupakan salah satu modal berfikir dan mengolah berbagai informasi
secara terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari
seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahauan.
3) Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama
bagi seseorang dimana seseorang dapat mempelajari hal- hal yang baik
dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam
lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan
berpengaruh pada cara berfikir seseorang.
4) Sosial Budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungan dengan
orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses
belajar dan memperoleh suatu pengetahuan.
5) Pendidikan
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin
baik pula pengetahuannya.
6) Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan
seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi
bila ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya
TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan
pengetahauan seseorang.
7) Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat
diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahauan, atau
pengetahuan itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
Oleh sebab itu, pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya
untuk memperoleh pengetahauan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memeahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
e. Kategori pengetahuan
Tingkat pengetahun yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu :
1) Baik, bila nilai responden yang diperoleh ( x ) > mean + 1 SD
2) Cukup, bila nilai mean 1SD x mean + 1 SD
3) Kurang, bila nilai responden yang diperoleh (x) < mean 1 SD
(Riwidikdo, 2008).
2. Kesehatan Reproduksi

a. Pengertian Kesehatan Reproduksi


Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial
yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala
aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.
Atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan
seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya
secara sehat dan aman (Rejeki, 2010).
World Health Organization (WHO) memberikan definisi tentang
remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan
tiga
kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Ditinjau
dari bidang kegiatan WHO yaitu kesehatan, masalah yang dirasakan paling
mendesak berkaitan dengan kesehatan remaja adalah kehamilan yang
terlalu awal (Sarwono, 2007).
b. Tujuan Kesehatan Reproduksi
Para remaja akan tempat yang nyaman untuk memeriksakan diri atau
konsultasi perlu dengan para petugas dan orang-orang yang tepat yang
mengalami masalah-masalah keremajaan. Adapun tujuan kesehatan
reproduksi remaja, yaitu:
1) Menurunkan risiko kehamilan dan pengguguran yang tidak dikehendaki
2) Menurunkan penularan IMS / HIV-AIDS
3) Memberikan informasi kontrasepsi (untuk pasca keguguran)
4) Konseling untuk mengambil keputusan
Bila pelayanan reproduksi esensial tersebut dapat dilaksanakan akan
merupakan langkah yang sangat baik untuk mengatasi masalah masalah
remaja seperti yang diuraikan diatas (Soetjiningsih, 2004).
Alat-alat Reproduksi
Menurut Sarwono (2008), diantara perubahan-perubahan fisik, yang
terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan
tubuh (badan menjadi panjang dan tinggi). Selanjutnya, mulai berfungsinya
alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah
pada laki-laki).
1) Alat-alat Reproduksi pria
Alat-alat reproduksi pria terdiri dari bagian luar dan bagian dalam.
Bagian luar seperti penis dan kantong Zakar (skrotum). sedangkan alat
reproduksi pria bagian dalam terdiri dari : testis, epididimis, kelenjar
prostate, vasdeferens dan saluran kencing (uretra)
2) Alat-alat reproduksi wanita
Alat reproduksi wanita terdiri dari bagian luar dan bagian dalam,
bagian luar seperti bibir besar kemaluan (labia mayora), bibir kecil
kemaluan (labia minora), klitoris, uretra dan vagina (liang seggama).
Alat reproduksi bagian dalam seperti liang senggama (vagina), mulut
rahim (servix), rahim (uterus), saluran telur (tuba falopii) dan indung
telur (ovarium).
d. Proses reproduksi
Pada manusia terjadi proses reproduksi yang dibedakan atas :
1) Wanita
Alat reproduksi wanita telah berkembang dan indung telur
memproduksi : hormon progesteron. Bertugas untuk mematangkan dan
menyiapkan sel telur (ovum) sehingga siap untuk dibuahi, hormon
estrogen, yaitu yang mempengaruhi pertumbuhan sifat-sifat kewanitaan

(payudara membesar, pinggul membesar, suara halus dan sebagainya).


Hormon ini juga mengatur siklus haid dan sel telur. Sel telur yang sudah
matang dilepas dari indung telur. Sel itu ditangkap oleh saluran telur
untuk selanjutnya dibuahi oleh spermatozoa atau dikeluarkan bersamasama haid.
2) Pria
Testis terletak dalam sebuah kantong (scrotum) yang tergantung
di bawah penis. Testis memproduksi : hormon androgen dan testoterone
yang sejak remaja menyebabkan tumbuhnya tanda-tanda kelaki-lakian
pada orang yang bersangkutan, seperti kumis dan jenggot, jakun, otot
yang kuat, suara yang berat, bulu kemaluan dan ketiak dan sebagainya.
Testoterone juga menyebabkan timbulnya birahi (nafsu seks, libido).
Benih laki-laki (spermatozoa). Benih inilah yang jika bertemu dengan
telur (ovum) dalam rahim wanita akan membuahi telur itu sehingga
menjadi kehamilan.
(Sarwono, 2007)
e. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi
Menurut Notoatmodjo (2007), secara umum terdapat 4 faktor yang
berhubungan dengan kesehatan reproduksi, yaitu
1) Faktor sosial-ekonomi, dan demografi. faktor ini berhubungtan dengan
kemiskiinan dan tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan
mengenai perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi
tempat tinggal yang terpencil.
2) Faktor budaya dan lingkungan, antara lain adalah praktik tradisional
yang berdampak buruk terhadap kesehatan reproduksi, keyakinan
banyak anak banyak rezeki, dan remaja mengenai fungsi dan proses
reproduksi.
3) Faktor psikologis: keretakan orang tua akan memberikan dampak pada
kehidupan remaja, depresi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
hormonal, rasa tidak berharganya wanita di mata pria yang membeli
kebebasan dengan materi.
4) Faktor biologis, antara lain cacat sejak lahir, cacat pada saluran
reproduksi, dan sebagainya
3. Remaja
a. Pengertian remaja
Menurut Sarwono (2007), remaja adalah suatu masa ketika individu
berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda sosial
seksual sekundernya sampai saat mencapai kematangan seksual.Indivudu
mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanakkanak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosialekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Sedangkan menurut Soetjiningsih, (2004). Masa remaja adalah
suatu tahap dengan perubahan yang cepat dan penuh tantangan yang sulit.
Berbagai tantangan yang sulit. Berbagai tantangan ini kadang-kadang sulit
diatasi sebab secara fisik maupun sudah dewasa namun secara psikologis
belum tentu. Kejadian serupa tidak jarang terjadi diberbagai negara
termasuk di Indonesia.
b. Batasan Remaja

Sebagai pedoman umum dapat digunakan batasan usia 11-24 tahun


dan belum menikah untuk remaja indonesia dengan pertimbangan
(Sarwono, 2007).
Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan ada tiga tahap
perkembangan remaja, meliputi :
1) Remaja awal (Early Adolescent)
Remaja pada tahap ini mengalami kebingungan akan perubahanperubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan
yang menyertai perubahan-perubahan itu.
2) Remaja madya atau pertengahan ( Middle Adolescent )
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan teman. Ada
kecenderungan narcistic, yaitu mencintai diri sendiri, dengan
menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan
dirinya. Selain itu mereka masih mengalami kebingungan untuk
menentukan pilihan.
3) Remaja akhir (Late Adolescent)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan
ditandai dengan pencapaian lima hal: minat yang makin mantap
terhadap fungsi-fungsi intelek, egonya mencari kesempatan untuk
bersatu dengan orang lain dalam pengalaman-pengalaman baru,
terbentuk identitas seksual yang tidak akan yang tidak akan berubah
lagi, egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)
diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan orang
lain dan tumbuh dinding yang memisahkan diri dan pribadinya
(private self) dan masyarakat umum (the public).
(Sarwono, 2007)
4. Sikap
a. Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup pada
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007).
b. Tingkatan sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap terdiri dari berbagai tingkatan
yaitu :
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Kerena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar
atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
c. Komponen sikap

Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat


emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktifitas, akan tetapi merupakan reaksi tertutup bukan merupakan
reaksi
terbuka. Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa
sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni :
1) Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu konsep
2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek
3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan
berfikir, keyakinan,
dan emosi memegang peranan penting.
Karakteristik Sikap
Tidak semua sikap adalah sama dengan kemampuannya
memprediksi perilaku. Cara bagaimana sikap itu pada awalnya terbentuk
melalui hubungan sikap dengan perilaku. Sikap yang pada dasarnya
terbentuk dari pengalaman interaksi secara langsung dengan objek sikap
akan cenderung lebih konsisten dengan perilaku dari pada sikap yang
terbentuk cara yang lain (Dayaksini 2010).
5. Seks Pranikah
Masalah seks pada remaja sering kali mecemaskan pada orang tua, juga
pendidik, penjabat pemerintah, para ahli dan sebagainya. Pada remaja yang
tidak melakukan hubungan seks, tentunya tidak terdapat PMS, karena penyakit
ini hanya bisa menular melalui hubungan seks. Akan tetapi, hal itu tidak berarti
bahwa remaja yang tidak atau belum bersenggama otomatis bebas bermasalah.
Misalnya dalam kenyataan perasaan takut atau dan berdosa tetap melanda diri
remaja yang melakukan mastrubasi. Padahal jumlah remaja yang melakukan
mastrubasi cukup tinggi sebagaimana terlihat dalam hasil penelitian Arswendo
Atmjowiloto (Sarwono, 2007).
a. Pengertian
Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki,
yang sering disebut jenis kelamin (Anton, 2010).
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis
(Sarwono, 2007).
Seks pranikah adalah sebuah perilaku berisiko yang merupakan hasil
akumulatif dari kombinasi sejumlah faktor sehingga menghasilkan energi.
b. Faktor-faktor Penyebab Seks pranikah
Menurut Sarwono (2008), ada 5 faktor penyebab seks pranikah yaitu:
1) Meningkatnya Libido Seksualitas
Remaja mengalami perubahan-perubahan fisik dan peran sosial
yang terjadi pada dirinya. Di dalam upaya mengisi peran sosialnya,
seorang remaja mendapat motivasinya dari meningkatkan energi
seksual atau libido. Menurut Anna Freud, fokus utama dari energi
seksual ini adalah perasaan-perasaan di sekitar
alat
kelamin,
objek-objek dan tujuan seksual.
2) Penundaan Usia Perkawinan
Penundaan usia perkawinan terjadi karena banyak hal, salah
satunya adalah karena kecenderungan masyarakat untuk meningkatkan
taraf pendidikan. Dan juga dengan adanya Undang-Undang No. 1974
tentang perkawinan pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa usia pria

saat menikah harus sudah mencapai 19 tahun sedangkan wanita


mencapai umur 16 tahun.
3) Tabu-Larangan
Seks dianggap bersumber pada dorongan-dorongan naluri yang
bertentangan dengan dorongan moral sehingga menyebabkan
remaja pada umunya tidak mau mengakui aktivitas seksualnya dan
sangat sulit diajak berdiskusi tentang seks.
4) Kurangnya Informasi tentang Seks
Pada umumnya remaja tanpa pengetahuan yang memadai tentang
seks akan salah mengartikan tentang seks. Hal ini disebabkan karena
kurangnya informasi tentang seks dari orang tua sehingga mereka
berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat.
5) Pergaulan yang Makin Bebas
Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, kiranya di
kota-kota besar. Hal ini sangat mengkhawatirkan apalagi jika kurangnya
pemantauan dari orang tua.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi seks pranikah remaja
Menurut Nitya (2009), perilaku seksual merupakan hasil interaksi
antara kepribadian dengan lingkungan sekitarnya. Ada beberapa faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual, yaitu:
1) Persepektif biologis. Perubahan-perubahan hormonal yang hasrat
seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini
membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.
2) Pengaruh orang tua, naik karena ketidaktahuan maupun karena sikapnya
yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak tidak
terbuka terhadap anak. Orang tua cenderung membuat jarak dalam anak
dalam masalah ini.
3) Pengaruh teman sebaya, kecenderungan pengetahuan yang makin bebas
antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Selain itu pada masa
remaja, pengaruh teman sebaya sangat kuat sehingga munculnya
penyimpangan perilaku seksual dikaitkan dengan norma kelompok
sebaya.
4) Persepektif akademik. Remaja dengan presentasi rendah dan tahap
aspirasi rendah cenderung lebih sering memunculkan aktifitas seksual
dibandingkan remaja yang memiliki presentasi yang baik. Persepektif
sosial kognitif, kemampuan sosial kognitif diasosiasikan dengan
pengambilan keputusan yang menyediakan pemahaman perilaku
seksual dikalangan remaja. Remaja mampu mengambil keputusan
secara tepat berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya yang dapat lebih
menampilkan perilaku seksual yang lebih sehat.
d. Akibat Pergaulan Seks Pranikah
Menurut Notoatmojdo (2007) begitu banyak remaja yang tidak tahu
dari akibat perilaku seksual mereka terhadap kesehatan reproduksi baik
dalam keadaan waktu yang cepat ataupun dalam waktu yang lebih panjang.
Beberapa dampak perilaku seksual remaja pranikah terhadap kesehatan
reproduksi, yaitu :
1) Hamil yang tidak dikehendaki (Unwanted pregnancy)
Merupakan salah satu akibat dari perilaku seksual remaja.
Anggapan-anggapan yang keliru seperti : melakukan hubungan seks
pertama kali, atau hubungan seks jarang dilakukan, atau perempuan

masih muda usianya, atau bila hubungan seks dilakukan sebelum dan
sesudah menstruasi, atau bila mengunakan tehnik coitus interuptus
(senggama terputus), kehamilan tidak akan terjadi merupakan penetus
semakin banyaknya kasus unwanted pregnancy (Hamil yang tidak
dikehendaki).
2) Penyakit Menular Seksual (PMS) HIV / AIDS
Dampak lain dari perilaku seksual remaja terhadap kesehatan
reproduksi adalah terhadap PMS termasuk HIV/AIDS. Sering kali
remaja melakukan hubungan seks yang aman. Adanya kebiasaan
berganti-ganti pasangan dan melakukan anal seks menyebabkan remaja
semakin rentan untuk tertular HIV / PMS, seperti sivilis, Gonore,
Herpes, klamidia, dan AIDS.
3) Psikologis
Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat
berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah konsensi psikologis.
Setelah kehamilan terjadi, pihak perempuan atau tepatnya korban utama
dalam masalah ini. Perasaan bingung, cemas, malu, dan bersalah yang
dialami remaja setelah mengetahui kehamilanya bercampur dengan
perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan, dan kadang disertai rasa
benci marah baik kepada diri sendiri maupun kepada pasangan, dan
kepada nasib membuat kondisi sehat secara fisik, sosial, dan mental
yang berhubungan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi remaja
tidak terpenuhi.
e. Beberapa cara untuk menghindari pergaulan seks pranikah
Beberapa cara untuk menghindari pergaulan seks bebas yaitu :
1) Carilah kegiatan-kegiatan atau alternatif baru sehingga dapat
menemukan kepuasan yang mendalam dari interaksi yang terjalin
(bukan kepuasan seksual)
2) Membuat komitmen bersama dengan pacar dan berusaha keras untuk
mematuhi komitmen itu. Komitmen dalam hal ini adalah kesepakatan
dalam batasan-batasan seksual yang dipilih dalam hubungan pacaran.
3) Hindari situasi atau tempat yang kondusif menimbulkan fantasi atau
rangsangan seksual seperti berduaan dirumah yang tidak berpenghuni,
dipantai malam hari, tempat yang sepi dan gelap.
4) Hindari frekuensi pertemuan yang terlalu sering karena jika sering
bertemu tanpa adanya aktifitas pasti dan tetap, maka keinginan untuk
menoba aktifitas seksual biasanya semakin menguat.
5) Libatkan banyak teman atau saudara untuk berinteraksi sehingga
kesempatan untuk selalu berduaan makin berkurang.
6) Carilah informasi sebanyak-banyaknya tentang masalah seksualitas dari
sumber yang dapat dipercaya bukan dari BF, buku stensilan dan lainlain.
7) Pertimbangkan resiko dari tiap-tiap perilaku seksual yang dipilih.
8) Mendekatkan diri pada Tuhan dan berusaha keras menghayati norma
atau nilai yang berlaku.
(Nitya, 2009)
6. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi
Dengan Sikap Remaja Terhadap Seks Pranikah.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Dalam penentuan sikap yang utuh ini,

pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.


Tingkat pengetahuan seseorang akan mempengaruhi sikap dalam kehidupan
sehari-hari termasuk bersikap terhadap seks pranikah (Notoatmodjo, 2003).
Pembentukan dan perubahan sikap pada dasarnya dipengaruhi oleh
faktor yang ada dalam individu dan faktor diluar individu yang keduanya saling
berinteraksi. Proses ini akan berlangsung selama perkembangan individu
(Dayaksini, 2010).
B. Metode
Desain penelitian ini adalah observational analitik dengan metode pendekatan
cross sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara
variabel dependen dan independen yang diobservasikan dan sekaligus pada waktu
yang sama, artinya penelitian hanya dilakukan dan diukur sekali saja dalam waktu
yang sama (Notoatmodjo, 2005).
Penelitian dilaksanakan di SMA N 2 Karanganyar kelas XII pada bulan
Februari sampai dengan Juli 2011.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XII di SMA N 2
Karanganyar sejumlah 280 siswa dari 7 kelas, sampel yang diambil berjumlah 56
orang.
Dalam penelitian ini mengukur dua variabel yaitu tingkat pengetahuan
remaja tentang kesehatan reproduksi dengan sikap terhadap seks pra nikah.
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja adalah kemampuan remaja untuk
mengingat, berfikir dan memberi penjelasan tentang kesehatan reproduksi yang
meliputi : pengertian, faktor yang mempengaruhi, proses reproduksi dan organ
reproduksi terdapat 22 pertanyaan, menurut Riwikdido (2008) selanjutnya
dikategorikan ke dalam bentuk:
a. Baik, bila nilai responden yang diperoleh Z > 1
b. Cukup, bila nilai mean 1 Z 1
c. Kurang, bila nilai responden yang diperoleh Z < 1
Skala pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja adalah ordinal
Sikap remaja terhadap seks pranikah adalah respon remaja dalam
hubungan) seks pra nikah Terdapat 24 pertanyaan, diukur dengan Skala Likert,
menurut Riwikdido (2008) selanjutnya dikategorikan ke dalam bentuk:
a. Baik, bila nilai responden yang diperoleh Z > 1
b. Cukup, bila nilai mean 1 Z 1
c. Kurang, bila nilai responden yang diperoleh Z < 1
Skala pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja adalah ordinal
Rumus analisis yang digunakan yaitu Kendall Tau ( ), datanya berbentuk
ordinal. dengan jumlah sanipel lebih dari sepuluh rumus dasar

A B
N ( N 1)
2

Keterangan :
: Koefisien korelasi Kendall Tau yang besarnya (-1<0<1).

A
: Jumlah rangking atas.
B
: Jumlah rangking bawah.
N
: Jumlah anggota sampel.
Pedoman untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi
yang ditemukan dapat dilihat pada rumus Z sebagai berikut ini:

z=

2(2 N + 5)
9 N ( N 1)
Selanjutnya Zhitung dibandingkan harga Ztabel dengan taraf kesalahan (5%).
Apabila Zhitung > Ztabel maka koefisien korelasi yang ditemukan adalah signifikan
(Ho ditolak, Ha diterima), sebaliknya jika Zhitung < Ztabel maka Ho diterima,
sedangkan Ha ditolak (Sugiyono, 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam penelitian ini tingkat pengetahuan remaja diukur dengan skala
ordinal, maka hasil data yang diperoleh dapat dikategorikan dalam 3 kategori yaitu
1. Baik, bila nilai responden yang diperoleh Z > 1 = 1,05 1,81
2. Cukup, bila nilai 1 Z 1 = -0,48 0,29
3. Kurang, bila nilai responden yang diperoleh Z < 1 = -1,24 -2,76
Setelah penyebaran kuesioner pada saat penelitiaan hasil yang didapat
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan
Kategori Pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
Baik
14
25,0
Cukup
33
58,9
Kurang
9
16,1
Jumlah
56
100
Sumber : Data Primer, 2011
Hasil hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dapat dilihat dalam tabel silang
berikut:
Tabel 4. 3 Tabel Silang Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi
dengan Sikap terhadap Seks Pranikah
Kategori Tingkat
Kategori Sikap
Jumlah
Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Baik
4
9
1
14
Cukup
4
23
6
33
Kurang
3
2
4
9
Jumlah
11
34
11
56
Sumber: Data Primer, 2011
Hasil hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dapat dilihat dalam tabel silang
berikut:
Tabel 4. 3 Tabel Silang Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi
dengan Sikap terhadap Seks Pranikah
Kategori Tingkat
Kategori Sikap
Jumlah
Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Baik
4
9
1
14
Cukup
4
23
6
33
Kurang
3
2
4
9
Jumlah
11
34
11
56
Sumber: Data Primer, 2011
Selanjutnya untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan remaja
tentang kesehatan reproduksi dengan sikap terhadap seks pra nikah, dilakukan

pengujian hipotesis menggunakan Kendall Tau ( ). Berdasarkan hasil dari penelitian


dengan menggunakan SPSS version 17 for windows dapat disimpulkan dalam bentuk
tabel berikut:
Tabel 4. 4 Kendall Tau_b Tests
Kendall's
tau_b

Tingkat
Pengetahuan
Sikap

Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N

Tingkat Pengetahuan
1.000

Sikap
.173

.
56

.160
56

.173
.160

1.000
.

56

56

Sumber: Data Primer, 2011


Setelah didapatkan hasil, kemudian untuk dapat memberikan penafsiran
terhadap koefisien korelasi digunakan rumus Z dengan hasil:

z=

z=

z=

z=

2(2 N + 5)
9 N ( N 1)
0,173
2(2.56 + 5)
9.56(56 1)
0,173

234
27720
0,173

0,008442

z = 1,88
z = 1,9

Apabila z hitung > z tabel maka koefisien korelasi yang ditemukan adalah
signifikan. Pada perhitungan didapatkan z= (1,9), sedangkan z tabel untuk taraf
kesalahan 5% adalah 0,596. Karena harga z hitung lebih besar dari pada harga tabel,
maka Ho ditolak dan Ha diterima (1,9 > 0,596) sehingga hasil penelitian dinyatakan
signifikan dan benar yang berarti ada hubunga tingkat pengetahuan remaja tentang
kesehatan reproduksi dengan sikap terhadap seks pra nikah.
Hasil penelitian dari 56 responden yang berada di SMAN 2 Karanganyar
didapatkan tingkat pengetahuan responden yang baik berjumlah 25% (14 orang), cukup
58,9% (33 orang), dan kurang 16,1% (9 orang), sehingga dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden mempunyai pengetahuan yang cukup. Pengetahuan dapat
diperoleh dari pengalaman, berbagai informasi yang disampaikan guru, teman, orang
tua, media massa, petugas kesehatan dan lain sebagainya. Tingkat pengetahuan
seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berhubungan. Semakin banyak
informasi yang diperoleh semakin tinggi pula pengetahuan yang diperoleh (Hendra,
2008).
Dari 56 responden pula diperoleh jumlah responden yang memiliki sikap baik
berjumlah 19,6% (11 orang), cukup 60,7% (34 orang), dan kurang 19,6% (11 orang).
Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap yang cukup.
Berdasarkan hal tersebut, menurut Bimo Walgito (2007), bahwa pembentukan dan

perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor internal (individu itu
sendiri) adalah cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga
tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak dan faktor eksternal adalah
keadaan-keadaan yang ada diluar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk
dan mengubah sikap. Disamping itu Mednick, Higgins & Kirschenbaum (2006)
menyebutkan pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pengaruh sosial
seperti norma dan kebudayaan, karakter kepribadian individu, dan informasi yang
selama ini diterima individu.
Berdasarkan hasil penelitian hubungan tingkat pengetahuan dan sikap di
SMAN 2 Karanganyar dari 56 responden mayoritas cenderung memiliki tingkat
pengetahuan baik 4 orang dan melakukan sikap cukup sebanyak 23 orang. Penelitian
ini mendapatkan hasil melalui z hitung (1,9) dengan nilai korelasi Kendall Tau = 0,173.
Kemudian hasil z hitung dibandingkan dengan z tabel (0,596) untuk taraf kesalahan
5% (0,05). Karena harga z hitung > z tabel, maka Ho ditolak sedangkan Ha diterima
(1,9>0,596) sehingga hasil perolehan dinyatakan signifikan yang berarti hubungan
positif antara tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dengan sikap
terhadap seks pra nikah sebesar 1,9. Sikap yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan. Dalam hal ini tanggung jawab orang tua untuk memberikan
pendidikan seks, menanamkan nilai moral dan agama kepada remaja harus diperjelas
dan ditingkatkan. Lingkungan yang tidak mendukung (kurang baik) akan memberikan
pengaruh pada seseorang dan cenderuh kearah negatif seperti hubungan seks diluar
nikah. Dalam teori diperjelas bahwa proses mengadopsi perilaku terjadi secara
berurutan dari mulai kesadaran dimana remaja tersebut menyadari dan mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus kemudian inters atau merasa tertarik terhadap
stimulus, dilanjutkan dengan evaluation (menimbang), trial (mencoba) dan adoption
(mengadopsi) (Notoadmodjo, 2003).
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Fitriana, A (2009) tentang Hubungan
Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Dengan Sikap Remaja Terhadap Seks
Diluar Nikah Kelas XI SMA N 1 Karanggede Boyolali.
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik simpulan yaitu hasil
melalui z hitung (1,9) dengan nilai korelasi Kendall Tau = 0,173. Kemudian hasil z
hitung dibandingkan dengan z tabel (0,596) untuk taraf kesalahan 5% (0,05). Karena
harga z hitung > z tabel, maka Ho ditolak sedangkan Ha diterima (1,9>0,596) sehingga
hasil perolehan dinyatakan signifikan yang berarti hubungan positif antara tingkat
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dengan sikap terhadap seks pra nikah
sebesar 1,9.
B. SARAN
a. Dengan adanya tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi yang mayoritas cukup
pada siswa-siswi SMAN 2 Karanganyar, diharapkan semakin meningkatkan
pengetahuan kesehatan reproduksi, informasi, dan pengalaman, agar lebih
menguasai ilmu-ilmu yang sudah diberikan oleh guru disekolah.
b. Bagi orang tua dan keluarga diharapkan mendidik putra putrinya dengan baik dan
mengajarkan agama sehingga putrinya tidak melakukan sikap terhadap seks pra
nikah.

DAFTAR PUSTAKA
Admin, 2008. Kesehatan Reproduksi. http://www.kespro.info. Diperoleh tanggal 20
Januari 2011
Anton, 2007. Wanita Indonesia. http://www.hanyawanita.com. diperoleh tanggal 20
Januari 2011
______, 2009. Psikologi Remaja. http://iImupsikologi.wordpress.com. Diperoleh
tanggal 20 Januari 2011
______, 2009. Masa Remaja. http://forbetterhealth.wordpress.com. Diperoleh
tanggal 20 Januari 2011
______, 2009. Keremajaan Indonesia. http://m.suaramerdeka.com. Diperoleh
tanggal 20 Januari 2011
______, 2010. Kenakalan Para Remaja. http://www.wattpad.com. Diperoleh
tanggal 20 Januari 2011
2010. Kehamilan Remaja. http://lorenatazo,blogspot.com. Diperoleh
tanggal 20 Januari 2011
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka
Cipta. Hal. 149.
Azwar, S. 2007. Reliabilitas dan Validitas. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 19.
Budiarto, E. 2003. Biostatistika uniuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
EGC.
Dayakisni, T. 2001. Psikologi Sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Hal. 51-58.
Drhandri, 2008. Remaja Indonesia. http://drhandri.wordpress.com. Diperoleh tanggal
20 Januari 2011
Farid, 2005. Karakterislik Remaja di Masa Reproduksi. http://suaramerdeka.com.
Diperoleh tanggal 20 Januari 2011
Fitria, A, 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan Kesehatan reproduksi dengan Sikap
Remaja Terhadap seks diluar nikah Kelas XI SMA N 1 Karanggede Boyolali.
Skripsi (Tidak Diterbitkan). STIKES Semarang.
Hidayat, A.A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan: Teknik Analisa Data. Jakarta:
Salemba Medika. Hal. 87-95.
Moersintowarti, B.N. 2002. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta:
Sagung Seto. Hal. 138.
Nitya, 2009. Sejak Penyebab Seks Pranikah. http://www/nityabersama.co.cc Diperoleh
tanggal 20 Januari 2011
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta:
PT. Rineka Cipta. Hal. 116, 131.
_____________, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Hal. 70.
_____________, 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: PT. Rineka
Cipta. Hal. 141-8.
_____________, 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka
Cipta. Hal. 267-8.
Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika. Hal. 91.
Rixco, 2008. Kesehatan Reproduksi Remaja. http://rixco.multiply.com. Diperoleh
tanggal 22 Januari 2011
Sarwono, S.W. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 24-25,
52-58, 142-165.

Soetjiningsih, 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalannya. Jakarta: Sagung


Seto. Hal. 20-30.
Sugiyono, 2007. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Hal. 62, 75, 228-365.
Taufiqurrohman, M.A. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu
Kesehatan. Klaten: CSGF. Hal. 45.

Anda mungkin juga menyukai