Anda di halaman 1dari 25

STUDI KASUS DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS LIAR

TRADISIONAL DI KABUPATEN KULON PROGO, YOGYAKARTA


KELOMPOK 10
M. Farid Fadillah

03121004

Tony Redzza Saputra

03121005

Krisna Suarna

03131001

M. Setyo Utomo

04121005

Hamid Rasyid

04121014

Astrid Aldila

04121003

Wiqaksono J. R

10131004

INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN


BALIKPAPAN
2016

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............. 1
Latar Belakang. 1
Tujuan.. 1
Rumusan Masalah 2
Sistematika Makalah 2
BAB II DASAR TEORI 3
Lokasi Kegiatan 3
Merkuri, Pertambangan Emas Rakyat dan Pencemaran Lingkungan.. 3
Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Pertambangan Rakyat. 4
Dampak Penambangan Emas Liar 6
Kadar Batas Aman Merkuri......... 8
Peraturan Perundang-Undangan 9
BAB III HASIL DAN PEMULIHAN... 10
Prakiraan Dampak Lingkungan Tambang Emas Rakyat Di Sangon....... 10
Upaya Pemulihan Lahan Bekas Tambang 15
BAB IV KESIMPULAN 20
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Usaha pertambangan, oleh sebagian masyarakat sering dianggap sebagai penyebab
kerusakan dan pencemaran lingkungan. Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan
emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg)
digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya,
maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini
mungkin secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu
dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan
akibat pengolahan dan pemurnian emas. Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan
upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan
dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan
(recovery) logam emas.
Beberapa logam berat, seperti arsenik, timbal, kadmium dan merkuri sangat berbahaya
bagi kesehatan manusia dan kelangsungan kehidupan di lingkungan. Pencemaran logam berat
dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, hewan,
tanaman maupun lingkungan. Salah satu logam berat yang berbahaya adalah merkuri. Secara
alamiah, pencemaran merkuri berasal dari kegiatan gunung berapi atau rembesan tanah yang
melewati deposit merkuri. Keberadaan merkuri dari alam dan masuk ke suatu tatanan
lingkungan tidak akan menimbulkan efek.

I.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah mengenai dampak pertambangan emas liar ini adalah
sebagai berikut:
1. Pendataan penyebaran merkuri di lingkungan usaha pertambangan emas rakyat
dimaksudkan untuk mendata sebaran merkuri dan logam berat lainnya, yang dapat
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pencegahan penurunan kualitas
lingkungan.
2. Mengetahui dampak penyebaran merkuri terhadap tanah, sumber daya air dan

kesehatan masyarakat.
3. Mengetahui proses pemulihan lingkungan yang dapat dilakukan terhadap lahan bekas
tambang emas

I.3 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada kasus tambang emas liar ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penyebaran merkuri di lingkungan usaha pertambangan emas rakyat di
Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta?
2. Bagaimana dampak penyebaran merkuri terhadap tanah, sumber daya air (SDA) dan
kesehatan masyarakat?
3. Bagaimana proses pemulihan lingkungan yang dapat dilakukan terhadap lahan bekas
tambang emas

I.4 Sistematika Makalah


Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan berisi mengenai Latar Belakang, Tujuan, Rumusan Masalah dan
Sistematika Makalah.
BAB II Dasar Teori berisi mengenai lokasi kegitan tambang liar, proses penambangan emas,
dampak penambangan emas liar, undang-undang yang mengatur perizinan tambang emas, dan
Kadar batas aman merkuri.
BAB III Metode Pemulihan berisi mengenai metode yang digunakan untuk memulihkan
lingkungan bekas lahan tambang emas liar.
BAB IV Kesimpulan berisi mengenai simpulan dari contoh kasus.


II.1 Lokasi Kegiatan

BAB II
DASAR TEORI

Kabupaten Kulon Progo terletak di bagian paling barat Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, secara geografis terletak antara 7o 3842LS-7o 5903 LS dan 110o 0137 BT
- 110o 16 26 BT. Kabupaten Kulon Progo berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Bantul
di sebelah Timur, Kabupaten Magelang (Jawa Tengah) di sebelah utara, Kabupaten Purworejo
(Jawa Tengah) di sebelah barat, serta Samudra Indonesia di sebelah selatan.
Kulon Progo merupakan dataran pantai pada bagian selatan, perbukitan bergelombang
di bagian tengah dan timur, serta perbukitan terjal dan pegunungan dibaguian barat dan utara
(dikenal sebagai Perbukitan Menoreh). Di Kab. Kulon Progo terdapat 2 Daerah Aliran Sungai
(DAS), yaitu DAS Progo dan DAS Serang. Sungai Serang dengan anak-anak sungainya
memiliki daerah pengaliran seluas 3636 hektar dengan debit air minimum 0.03 # /detik dan
maksimum 153,6 # /detik.
II.2 Merkuri, Pertambangan Emas Rakyat dan Pencemaran Lingkungan
Merkuri, ditulis dengan simbol kimia Hg atau hydragyrum yang berarti perak cair
(liquid silver) adalah jenis logam sangat berat yang berbentuk cair pada temperatur kamar,
berwarna putih-keperakan, memiliki sifat konduktor listrik yang cukup baik, tetapi sebaliknya
memiliki sifat konduktor panas yang kurang baik. Merkuri membeku pada temperatur 38.9
dan mendidih pada temperatur 357 (Stwertka, 1998). Dengan karakteristik demikian,
merkuri sering dimanfaatkan untuk berbagai peralatan ilmiah, seperti termometer, barometer,
termostat, lampu fluorescent, obat-obatan, insektisida, dsb. Sifat penting merkuri lainnya
adalah kemampuannya untuk melarutkan logam lain dan membentuk logam paduan (alloy)
yang dikenal sebagai amalgam. Emas dan perak adalah logam yang dapat terlarut dengan
merkuri, sehingga merkuri dipakai untuk mengikat emas dalam proses pengolahan bijih sulfida
mengandung emas (proses amalgamasi). Amalgam merkuri-emas dipanaskan sehingga
merkuri menguap meninggalkan logam emas dan campurannya.
Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini dapat bercampur dengan
enzyme didalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzyme untuk bertindak

sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap kedalam
tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifat beracun dan cukup volatil, maka uap
merkuri sangat berbahaya jika terhisap, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri
bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh
dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh
senyawa merkuri diantaranya adalah kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan
terganggunya sistem syaraf.
Kegiatan penambangan emas tradisional di Indonesia dicirikan oleh penggunaan teknik
eksplorasi dan eksploitasi yang sederhana dan murah. Untuk pekerjaan penambangan dipakai
peralatan cangkul, linggis, ganco, palu dan beberapa alat sederhana lainnya. Batuan dan urat
kuarsa mengandung emas atau bijih ditumbuk sampai berukuran 1-2 cm, selanjutnya digiling
dengan alat gelundung (trommel, berukuran panjang 55-60 cm dan diameter 30 cm dengan alat
penggiling 3-5 batang besi). Proses pengolahan emasnya biasanya menggunakan teknik
amalgamasi, yaitu dengan mencampur bijih dengan merkuri untuk membentuk amalgam
dengan media air. Selanjutnya emas dipisahkan dengan proses penggarangan sampai
didapatkan logam paduan emas dan perak (bullion). Produk akhir dijual dalam bentuk bullion
dengan memperkirakan kandungan emas pada bullion tersebut.
Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi
tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan
kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda
asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat
perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti
semula (Susilo, 2003). Lingkungan yang terkontaminasi oleh merkuri dapat membahayakan
kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Merkuri terakumulasi dalam mikroorganisme yang hidup di air (sungai, danau, laut) melalui proses metabolisme. Bahan-bahan
yang mengandung merkuri yang terbuang kedalam sungai atau laut dimakan oleh mikroorganisme tersebut dan secara kimiawi terubah menjadi senyawa methyl-merkuri. Mikroorganisme dimakan ikan sehingga methyl-merkuri terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan.
Ikan kecil menjadi rantai makanan ikan besar dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia.
Berdasarkan penelitian, konsentrasi merkuri yang terakumulasi dalam tubuh ikan diperkirakan
40-50 ribu kali lipat dibandingkan konsentrasi merkuri dalam air yang terkontaminasi
(Stwertka, 1998). Oleh karenanya, usaha pengolahan emas dengan menggunakan merkuri

seharusnya tidak membuang limbahnya (tailing) kedalam aliran sungai sehingga tidak terjadi
kontaminasi merkuri pada lingkungan disekitarnya, dan tailing yang mengandung merkuri
harus ditempatkan secara khusus dan ditangani secara hati-hati.
II.3 Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Pertambangan Rakyat
Menurut Tim Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin ( PETI ) Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral ( 2000 ), Faktor-faktor timbulnya kegiatan pertambangan rakyat
diantaranya adalah kemiskinan, keterbatasan lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta
keterlibatan pihak lain yang bertindak sebagai pemodal. Salah satu usaha yang dilakukan oleh
masyarakat untuk keluar dari kemiskinan dan memperoleh pendapatan yang layak adalah
dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada, diantaranya adalah bahan galian (Bahan
tambang ) dan mudah dijual dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi, salah satunya adalah
penambangan emas dan bahan galian lainnya seperti batu bara dan timah.
II.3.1 Keterbatasan Lapangan Kerja
Sebagai konsekwensi dari laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dalam dasa warsa tahun
1960-an da 1970-an, terkonsentrasinya pemusatan pembangunan, kuatnya arus investasi antar
tempat dan ruang serta bervariasinya laju pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan arus
mobilisasi orang dan jasa menjadi semakin deras. Selanjutnya lapangan pekerjaan disuatu sisi
tersedia seiring dengan semangkin besarnya derived demand terhadap tenaga kerja menurut
keahlian dan spesifikasi bidang tertentu. Disisi lain, pencari kerja yang baru serta yang lama
akumulasinya semangkin membesar. Tidak disangka bahwa dalam interaksi tersebut telah pula
menghasilkan jenis lapangan kerja yang semangkin beragam dan kompleks, baik formal
maupun tidak formal ( Elfindri, 2004 ).
II.3.2 Adanya Pemodal
Keberadaan pihak ketiga ( penyandang dana ) yang memanfaatkan kemiskinan masyarakat
tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan mangkin maraknya kegiatan pertambangn oleh rakyat yang sudah mengarah
kepada kegiatan Pertambangan Tanpa Izin ( PETI ) sebagai mana disinyalir oleh tim
penanggulangan masalah pertambangan tanpa izin Departemen Energi dan Sumberdaya
Mineral dalam publikasi yang diterbitkan dalam tahun 2000. Pada umumnya masyarakat yang
melakukan kegiatan penambangan rakyat adalah berasal dari keluarga miskin dan

berpendidikan rendah. Para penambang ini sering kali menjadi korban atau sapi perahan dari
penyandang dana dengan memberikan pinjaman modal terlebih dahulu dan dikembalikan
dengan cara menjual hasil tambangnya kepada pemodal tersebut dengan harga yang sangat
murah dibandingkan dengan harga dipasaran ( Tim Terpadu Penanggulangan Pertambangan
Tanpa Izin, 2000 ).
II.4 Dampak Penambangan Emas Liar
II.4.1 Pencemaran Sungai oleh Merkuri (Hg)
Merkuri dan turunannya telah lama diketahui sangat beracun sehingga kehadirannya di
lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia karena sifatnya yang mudah
larut dan terikat dalam jaringan tubuh organisme air. Selain itu pencemaran merkuri
mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil
dalam sedimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya diserap dan
terakumulasi dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses bioakumulasi maupun
biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan.
Pada sedimen dasar perairan persenyawaan merkuri diakibatkan oleh adanya aktivitas
kehidupan bakteri yang mengubah persenyawaan merkuri menjadi Hg

2+

dan Hg . Logam

merkuri yang dihasilkan dari aktivitas bakteri ini karena dipengaruhi oleh faktor fisika dapat
langsung menguap ke udara. Tetapi pada akhirnya merkuri yang telah menguap dan berada
dalam tatanan udara akan masuk kembali kebadan perairan oleh hujan. Ion Hg

2+

yang

dihasilkan dari perombakan persenyawaan merkuri pada endapan lumpur (sedimen), dengan
bantuan bakteri akan berubah menjadi dimetil merkuri (CH3)2Hg, dan ion metil merkuri
+

(CH3Hg ). Dimetil merkuri mudah menguap ke udara, dan oleh faktor fisika di udara senyawa
0

dimetil merkuri akan terurai kembali menjadi metana CH4, etana C2H6 dan logam Hg .
Sementara itu ion metil merkuri mudah larut dalam air dan dimakan oleh biota perairan seiring
dengan sistem rantai makanan ini adalah manusia yang akan mengkontaminasi baik ikan
maupun burung-burung air yang telah terkontaminasi oleh senyawa merkuri.
Merkuri yang terdapat di perairan di ubah menjadi metilmerkuri oleh bakteri tertentu.
Hewan laut akan terkontaminasi metilmerkuri apabila laut tersebut tercemar oleh merkuri
dengan cara meminum air tersebut atau dengan memakan hewan lain yang mengandung

merkuri. Merkuri yang terdapat dalam tubuh hewan laut adalah dalam bentuk metil merkuri.
Organisme kecil ini akan memangsa metilmerkuri dan membawanya ke organism lain dengan
cara bila hewan pemangsanya memakan organisme kecil ini, mereka juga membawa metil
merkuri dalam tubuh mereka. Proses ini dikenal sebagai bioakumulasi dan berlanjut terus
dengan kadar merkuri yang semakin meningkat. Hewan pemangsa seperti ikan memiliki posisi
yang tertinggi dalam mata rantai pembawa merkuri. Bila manusia mengkonsumsi ikan ini maka
akan turut terpapar oleh merkuri.
II.4.2 Pencemaran Tanah oleh Merkuri (Hg)
Setelah raksa mencapai permukaan tanah dan bersenyawa dengan karbon membentuk
senyawa Hg organik oleh mikroorganisme (bakteri) di air dan tanah maka akan terbentuk
senyawa- senyawa baru seperti methyl mercury (CH3Hg+ dan CH3-Hg-CH3), garam organik,
partikel mercuric khlor (HgCl2), dan phenyl mercury (C6H5Hg+ dan C6H5-Hg-C6H5).
Akibatnya tanah yang terkontaminasi senyawa-senyawa ini pun akan menjadikan tanah yang
memiliki kualitas rendah. Parameter dominan terjadinya penurunan kualitas tanah adalah
menurunnya produktifitas tanah yang pada akhirnya mengganggu pertumbuhan tanaman.
Tanah dikatakan memiliki kualitas yang rendah karena merkuri yang sudah bersenyawa dengan
methyl yang sudah menyebar di tanah hasil penambangan emas jika terserap oleh tumbuhan
dapat menghambat proses fotosintesis oleh kloroplas.
II.4.3 Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan Manusia
Dalam bidang kesehatan kerja, dikenal istilah keracunan akut dan keracunan kronis.
Keracunan akut didefinisikan sebagai suatu bentuk keracunan yang terjadi dalam jangka waktu
singkat atau sangat singkat. Peristiwa keracunan akut ini dapat terjadi apabila individu atau
biota secara tidak sengaja menghirup atau menelan bahan beracun dalm dosis atau jumlah
besar. Adapun keracunan kronis didefinisikan dengan terhirup atau tertelannya bahan beracun
dalam dosis rendah tetapi dalam jangka waktu yang panjang. Keracunan kronis lebih sering
diderita oleh para pekerja di tambang-tambang.
Kerusakan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat
permanen. Sampai sekarang belum diketahui cara efektif untuk memperbaiki kerusakan fungsifungsi itu. Efek merkuri pada kesehatan terutama berkaitan dengan sistem syaraf, yang
memang sangat sensitif pada semua bentuk merkuri. Manifestasi klinis awal intoksikasi

merkuri didapatkan gangguan tidur, perubahan mood (perasaan) yang dikenal sebagai
erethism, kesemutan mulai dari daerah sekitar mulut hingga jari dan tangan, pengurangan
pendengaran atau penglihatan dan pengurangan daya ingat. Pada intoksikasi berat penderita
menunjukkan gejala klinis tremor, gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan, jalan
sempoyongan (ataxia) yang menyebabkan orang takut berjalan. Hal ini diakibatkan terjadi
kerusakan pada jaringan otak kecil (serebellum). Keracunan pada ibu hamil dapat
menyebabkan terjadi mental retardasi pada bayi atau kebodohan, kekakuan (spastik), karena
zat metil merkuri yang masuk ke dalam tubuh perempuan hamil tersebut tidak hanya
mencemari organ tubuhnya sendiri, tetapi juga janin yang dikandungnya melalui tali pusat,
oleh karena itu merkuri sangat rentan terhadap ibu hamil, ibu menyusui dan mereka yang
menderita gangguan neurologis dan mental organik atau fungsional.
Merkuri yang terhisap dapat lewat udara berdampak akut atau terakumulasi dan
terbawa ke organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan bronkitis, hingga rusaknya paru- paru.
Pada keracunan merkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak peka
terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, dan sering sakit kepala. Jika terjadi
akumulasi yang lebih dapat berakibat pada degenerasi sel-sel saraf di otak kecil
II.5 Kadar Batas Aman Merkuri
Kriteria World Health Organization menyatakan bahwa kadar normal Hg dalam darah
berkisar antara 5 g/l 10 g/l, dalam rambut berkisar antara 1 mg/kg 2 mg/kg, sedangkan
dalam urine rata-ratan 4 g/l. Menurut Swedish Export Group kadar normal merkuri dalam
darah adalah 200 g/l dan kadar normal merkuri dalam rambut adalah sepermpat dari kadar
dalam darah yaitu 50 g/g. International Committee of Occupatinal Medicine, kadar batas
normal merkuri dalam darah untuk seseorang yang tidak mengkonsumsi ikan adalah 2 ppb,
sedangkan untuk pengkonsumsi ikan antara 2 20 ppb. Konsetrasi aman merkuri dalam darah
adalh 0.000005 mg/g,sedang di rambut konsentrasi normal aman adalah 0.01 mg/g, dengan
maksimal konsentrasi adalah 0.0001 mg/g. Karena sifatnya yang sangat beracun, maka U.S.
Food and Administration (FDA) menentukan pembakuan atau Nilai Ambang Batas (NAB)
kadar merkuri yang ada dalam air sungai, yaitu sebesar 0,005 ppm.
Food and Drug Administration (FDA) mengestimasi pajanan merkuri dari ikan ratarata 50 ng/kg/hari atau kira-kira 3,5 Ig/hari untuk orang dewasa dengan berat badan rata-rata
(70 kg). Secara alamiah kandungan merkuri di lingkungan adalah sebagai berikut: Kadar total

Hg udara = 10 20 ng/m3 untuk udara outdoor di kota. Kadar total merkuri air permukaan =
5 ppt = 5 ng/l dan kadar total Hg dalam tanah 20 625 ppb.
Beberapa peraturan mengenai kadar Hg yang diperbolehkan di Indonesia tercantum pada tabel
1.
Tabel 1. Peraturan Kadar Hg Menurut Peraturan Di Indonesi

II.6 Peraturan Perundang-Undangan


Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah penambangan emas liar dan
dampaknya terhadap lingkungan telah diatur sebagai berikut:
Undang-Undang
1. Undang-Undang Republik Indonesia No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Undang-Undang Republik Indonesia No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
3. Undang-Undang Republik indonesia No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
Dan Batubara.

Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah No 18. tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3).
2. Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
3. Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
4. Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Penambangan
Mineral dan Batubara.
5. Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Air Bersih.
Keputusan Presiden
1. Keputusan Presiden Republik Indonesia No 10 Tahun 2000 tentang Pengendalian
Dampak Lingkungan.
Keputusan Menteri.
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/IX/1990 tentang Baku Mutu Air
Bersih.
2. Peraturan Mentri Negara Lingkungan Hidup No 22 Tahun 2008 tentang Pedoman
Teknis Pencegahan Pencemaran Dan/Atau Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat
Pertambangan Emas Rakyat.
Peraturan Daerah
1. Peraturan Gubernur DIY Nomor 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air Bersih.
2. Peraturan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo No 12 tahun 2008 tentang Pengawasan
dan Pemeriksaan Kualitas Air.






BAB III
HASIL DAN PEMULIHAN

III.1 Prakiraan Dampak Lingkungan Tambang Emas Rakyat Di Sangon


Pengolahan bijih emas dengan teknik amalgamasi di Daerah Sangon umumnya
dilakukan di halaman rumah atau di pinggir sungai yang berdekatan dengan lokasi tambang
dengan memakai gelundung. Satu lokasi pengolahan bijih menggunakan 1-10 gelundung dan
setiap gelundung dapat mengolah 15-25 kg bijih dalam sehari. Bijih yang telah ditumbuk
dimasukkan kedalam gelundung berisi potongan besi (rod), itambahkan air, merkuri dan
semen, dan selanjutnya diputar selama 8 - 24 jam dengan tenaga listrik (generator) atau kadangkadang dengan tenaga air jika kondisi sungai memungkinkan. Setelah proses amalgamasi
selesai, amalgam dipisahkan dari tailingnya dengan cara diperas dengan kain parasit dan tailing
dialirkan ke dalam bak penampungan tailing atau dibiarkan mengalir ke halaman rumah. Di
beberapa lokasi, material tailing yang telah memenuhi kolam dijual dan dibawa keluar daerah
Sangon untuk diproses ulang. Jika hal ini terjadi, maka kemungkinan kontaminasi merkuri di
lokasi pengolahan di Sangon dapat berkurang. Tetapi kadang-kadang dalam kondisi bak
penampungan yang telah penuh, proses pengolahan masih berlangsung sehingga tailing meluap
dan mengalir ke sungai, terutama jika terjadi hujan, sehingga terjadi kontaminasi merkuri di
lingkungan sekitarnya. Selain itu jika gelundung diletakkan di pinggir sungai, biasanya tailing
dibuang langsung kedalam sungai sehingga kontaminasi merkuri di sungai akan terjadi secara
langsung.
Proses pemisahan emas dari amalgam dilakukan dengan cara penggarangan yang
sederhana tanpa mempertimbangkan kualitas kesehatan dan lingkungan kerja. Amalgam
dimasukkan kedalam mangkok keramik, ditambahkan boraks dan langsung dibakar pada suhu
300-400 C sampai menghasilkan bullion. Proses ini dilakukan di ruangan terbuka sehingga
merkuri akan langsung menguap dan mengkontaminasi udara di sekitarnya.
Pengambilan contoh sedimen sungai dan air dilakukan pada saat musim kemarau,
dimana banyak sungai yang sifatnya intermiten memiliki debit air yang sangat kecil atau
bahkan tidak berair. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa sedimentasi logam berat
dalam endapan sungai berlangsung lambat dan penyebarannya bersifat lokal. Meskipun
demikian pada saat musim hujan, sebagian sungai mengalami banjir dan dalam keadaan

demikian memungkinkan penyebaran merkuri dan unsur logam lainnya lebih luas, sehingga
kontaminasi merkuri dan unsur lainnya dalam air dan sedimen sungai akan membawa dampak
lebih besar, terutama jika unsur-unsur berbahaya tersebut diserap oleh makhluk hidup sebagai
bagian rantai makanan yang akhirnya menjadi konsumsi masyarakat.
III.2 Merkuri dalam Sedimen Sungai
Kontaminasi merkuri dalam sedimen sungai terjadi karena proses alamiah (pelapukan
batuan termineralisasi), proses pengolahan emas secara tradisional (amalgamasi), maupun
proses industri yang menggunakan bahan baku mengandung merkuri. Untuk mengetahui
sumbernya, kontaminasi merkuri ini perlu diperhatikan dengan cermat karena tidak adanya
standar baku mutu untuk kadar merkuri dalam sedimen sungai. Berdasarkan PP No. 18 Tahun
1999 baku mutu zat pencemar dalam limbah untuk parameter merkuri adalah 0,01 mg/L atau
10 ppb. Nilai ambang batas ini sangat rendah jika dipakai untuk mengevaluasi hasil analisa Hg
dalam sedimen sungai. Sebagai contoh hasil pemantauan merkuri di pertambangan emas rakyat
(PETI) di Daerah Pongkor menunjukkan kadar maksimum 2688 ppm. Dari 231 conto sedimen
sungai, hanya 6 lokasi yang menunjukkan konsentrasi Hg dibawah 0,01 ppm (Gunradi, drr.,
2000).
Demikian juga hasil pemantauan merkuri di daerah tambang emas rakyat di Cineam,
Tasikmalaya yang mana sebagian besar conto menunjukkan konsentrasi Hg lebih dari 0,01
ppm. Oleh karenanya dalam kegiatan pendataan penyebaran merkuri di Daerah Sangon ini
perlu dipertimbangkan untuk memakai referensi data kelimpahan atau dispersi unsur Hg dalam
sedimen sungai yang sering dipakai sebagai petunjuk mineralisasi dalam kegiatan eksplorasi
mineral logam. Konsentrasi Hg dalam sedimen sungai berkisar antara <10 ppb sampai 100 ppb
(Tabel 2). Untuk daerah dimana tidak terdapat pengolahan emas, konsentrasi Hg lebih dari 100
ppb dapat menunjukkan adanya mineralisasi sulfida, sehingga analisis Hg dalam sedimen
sungai ini sangat bermanfaat untuk keperluan eksplorasi mineral logam, khususnya endapan
emas tipe epithermal. Sedangkan untuk daerah dimana terdapat lokasi pengolahan emas, baik
yang masih aktif maupun tidak, nilai anomali unsur Hg dalam sedimen sungai harus dievaluasi
secara hati-hati mengingat besar kemungkinan terjadi pencemaran akibat pemakaian merkuri
oleh pertambangan emas rakyat.

Gambar 1. Peta zonasi dan penyebaran nilai unsur merkuri (Hg) di Daerah Sangon, Kulon
Progo
III.3 Merkuri Dalam Tanah
Berdasarkan pengamatan lapangan, banyak proses pengolahan bijih emas dengan gelundung
dilakukan di lokasi pemukiman, di halaman rumah atau kebun pemiliknya. Hal ini tentu
menjadi perhatian, khususnya dalam melihat kemungkinan kontaminasi Hg di lingkungan
tempat tinggal masyarakat, sehingga pengetahuan tentang konsentrasi merkuri dalam tanah
menjadi cukup penting. Meskipun di beberapa tempat, limbah tailing yang diperkirakan masih

mengandung emas dan merkuri diangkut dan dijual keluar desa, tetapi masih ada sisa tailing
tercecer dan sebagian kolam tailing yang penuh, sehingga masih ada kemungkinan terjadinya
kontaminasi merkuri di sekitar lokasi gelundung. Selain itu proses penggarangan yang
dilakukan disamping rumah juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, karena uap
merkuri yang bebas akan mengkontaminasi lahan di sekelilingnya. Seperti halnya dengan conto
sedimen sungai, sampai saat ini belum tersedia standar nilai baku mutu Hg dalam tanah.
Hasil analisis kimia 5 contoh tanah dari lokasi di sekitar tempat pengolahan emas
(gelundung), semuanya menunjukkan kadar merkuri yang sangat tinggi. Empat conto tanah
mengandung konsentrasi lebih dari 50 ppm Hg dan 1 conto tanah mengandung hampir 7 ppm
Hg. Konsentrasi merkuri dalam tanah ini dianggap sangat tinggi jika dibandingkan dengan nilai
kelimpahan unsur merkuri dalam tanah yang normalnya kurang dari 0,3 ppm. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa wilayah di sekitar tempat pengolahan emas rakyat telah mengalami
kontaminasi merkuri yang signifikan. Hal ini dapat terjadi mengingat sebagian penambang
emas yang mengolah bijih emas di sekitar pemukimannya sering mengalirkan lumpur
tailingnya ke halaman rumah sebelum ditampung pada kolam buatan yang terbatas atau bahkan
dialirkan ke sungai di sekitarnya.
Hasil analisis kimia unsur Cu, Pb, Zn, As dan Cd juga menunjukan kenaikan kadar
logam tersebut yang cukup tinggi dalam 3 conto tanah. Misalnya contoh tanah yang diambil
dari lokasi di sekitar Gelundung Sarjan, menghasilkan 265 ppm Cu, 3661 ppm Pb, 1560 ppm
Zn, 128 ppm As dan 4 ppm Cd. Kenaikan konsentrasi logam tersebut dapat terjadi karena
lumpur tailing yang dikeluarkan dari gelundung masih mengandung logam berbahaya tersebut,
seperti yang dapat dilihat pada hasil analisis kimia conto tailing dari lokasi yang sama.
Tabel 2. Hasil analisis kimia conto sedimen sungai yang diambil dari lokasi disekitar daerah
penambangan emas rakyat (dalam ppm)

III.4 Upaya Pemulihan Lahan Bekas Tambang


Dikarenakan lahan tambang emas yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo, D.I.
Yogyakarta masih aktif saat ini maka kami akan memberikan beberapa solusi pemulihan yang
dapat dilakukan apabila nanti lahan tambang tersebut sudah tidak produktif lagi. Bentuk upaya
yang dapat dilakukan antara lain adalah Reklamasi dan Remediasi.
III.4.1 Reklamasi Lahan Tambang Emas
Salah satu kegiatan pengakhiran tambang, yaitu reklamasi, yang merupakan upaya
penataan kembali daerah bekas tambang agar bisa menjadi daerah bermanfaat dan
berdayaguna. Reklamasi tidak berarti akan mengembalikan seratus persen sama dengan
kondisi rona awal. Sebuah lahan atau gunung yang dikupas untuk diambil isinya hingga
kedalaman ratusan meter bahkan sampai seribu meter (Gambar 3), walaupun sistem gali
timbun (back filling) diterapkan tetap akan meninggalkan lubang besar seperti danau (Herlina,
2004).
Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang
stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi
tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk
lahan produktif yang akan dicapai menyesuaiakan dengan tataguna lahan pasca tambang.
Penentuan tataguna lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain
potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi
tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem
bentang alam sekitarnya.
Secara umum yang harus diperhatikan dan dilakukan dalam merehabilitasi/reklamasi
lahan bekas tambang yaitu dampak perubahan dari kegiatan pertambangan, rekonstruksi tanah,
revegetasi, pencegahan air asam tambang, pengaturan drainase, dan tataguna lahan pasca
tambang.
Kegiatan pertambangan dapat mengakibatkan perubahan kondisi lingkungan. Hal ini
dapat dilihat dengan hilangnya fungsi proteksi terhadap tanah, yang juga berakibat pada
terganggunya fungsi-fungsi lainnya. Di samping itu, juga dapat mengakibatkan hilangnya
keanekaragaman hayati, terjadinya degradasi pada daerah aliran sungai, perubahan bentuk
lahan, dan terlepasnya logam-logam berat yang dapat masuk ke lingkungan perairan.

Langkah-langkah Reklamasi Lahan Bekas Tambang


1. Pengamanan Topsoil
Pembukaan lahan tambang di mulai dengan pembuangan tanah penutup atas (Topsoil)
yang merupakan bagian tanah tempat tumbuhan dapat tumbuh, dengan adanya
pengamanan topsoil akan dapat digunakan kembali pada lubang galian.
2. Penimbunan Kembali Bekas Galian
Kolong bekas galian tambang di tutup kembali dengan tanah dan batuan agar kembali
ke bentuk awalnya. Penutupan kembali dilakukan agar kondisi lahan mendekati seperti
keadaan semula dan mengurangi kerusakan lingkungan lebih lanjut.
3. Perataan dan Perapihan Lahan
Setelah penimbunan, perataan dan perapihan lahan perlu dilakukan agar tanah atas (
topsoil ) tetap berada di posisinya untuk menghindari erosi lebih lanjut.
4. Penggemburan Tanah
Penggemburan lahan diperlukan agar tanah menjadi lebih subur, pada penggemburan
lahan lapisan atas tanah biasanya dilakukan penambahan pupuk baik organik maupun
buatan, selain itu penambahan mikroorganisme juga sangat diperlukan untuk
mengurangi kadar tanah yang terkontaminasi oleh logam-logam berat.
5. Pengairan (drainase) Bekas Lahan Tambang
Pengairan pada lingkungan pasca tambang dikelola untuk menghindari efek pelarutan
logam-logam berat dan bencana banjir yang sangat berbahaya, dapat menyebabkan
rusak atau jebolnya bendungan penampung tailing serta infrastruktur lainnya.
Kapasitas drainase harus memperhitungkan iklim jangka panjang, curah hujan
maksimum, serta banjir besar yang biasa terjadi dalam kurun waktu tertentu baik. Arah
aliran yang tidak terhindarkan harus meleweti zona mengandung sulfida logam, perlu
pelapisan pada badan alur drainase menggunakan bahan impermeabel. Hal ini untuk
menghindarkan pelarutan sulfida logam yang potensial menghasilkan air asam tambang
periode waktu jangka panjang maupun pendek.
6. Revegetasi
Menanam tumbuhan jenis ground cover seperti Rumput-rumputan Alang-alang, semak
dan perdu. Tanaman ini berperan dalam menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif
untuk perkecambahan biji dan pertumbuhannya lebih lanjut. Tanaman penutup
berfungsi untuk :
Meningkatkan kesuburan dan kelembaban tanah

Pengendali erosi
Habitat awal fauna
Tempat tumbuh tanaman lain yang bijinya terbawa oleh fauna/binatang
Tumbuhan pioner merupakan tanaman perintis yang mampu hidup dan toleran terhadap
kekurangan bahan organik selain itu tumbuhan pioner berfungsi untuk menambahkan
kadar bahan organik.
Seperti : Acacia sp, Melaleuca sp, Paraserianthes falcataria,Santalum album,
Swietenia macrophylla, Glyricidia sp, Acacia vylosa
III.4.2 Remediasi Lahan Bekas Tambang
1. Bioremediasi
Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan
sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Bio yang dimaksud adalah organisme
hidup, terutama mikroorganisme yang digunakan dalam pemanfaatan pemecahan atau
degradasi bahan pencemar lingkungan menjadi bentuk yang lebih sederhana dan aman
bagi lingkungan tersebut. Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang
bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan
pencemaran atau polutan. Yang termasuk dalam polutan antara lain logam-logam berat,
petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida,
herbisida, dan lain-lain. Bioremediasi mempunyai potensi menjadi salah satu teknologi
lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalahmasalah lingkungan.
Bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian bahan organik berbahaya
secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO2), metan, dan air.
Dalam arti lan bioremediasi merujuk pada penggunaan secara produktif proses
biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan (biasanya kontaminan
tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan
masyarakat. Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi
masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme

yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang
berfungsi sebagai agen bioremediator. Selain dengan memanfaatkan mikroorganisme,
bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki
kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam
perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair (misalnya
menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan
ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi. Jenis-jenis tanaman yang dapat
melakukan remediasi disebut dengan tanaman hiperakumulator.
Bioremediasi dilakukan menggunakan konsorsium dua jenis mikroorganisme,
yakni: Pseudomonas sp. dan Klebsiella sp. yang telah diketahui potensinya untuk
menurunkan kadar merkuri di lingkungan (Neneng, 2007). Metode lain yang dapat
digunakan adalah menggunakan tumbuhan fitoremediator merkuri yang telah diketahui
mampu menurunkan tingkat pencemaran Hg di tanah, yakni dari jenis Melastoma sp.
(Neneng, 2009).

2. Fitoremediasi
Fitoremediasi

adalah

pemanfaatan

tumbuhan,

mikroorganisme

untuk

meminimalisasi dan mendetoksifkasi polutan, karena tanaman mempunyai kemampuan


menyerap logam dan mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator dan fitochelator.
Konsep pemanfaatan tumbuhan dan mikroorganisme untuk meremediasi tanah yang
terkontaminasi polutan adalah pengembangan terbaru dalam teknik pengolahan limbah.
Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun anorganik dalam
bentuk padat, cair, dan gas (Salt et al., 1998).
Konsorsium bakteri yang digunakan untuk proses bioremediasi merkuri pada
lahan pasca tambang emas, dalam penelitian ini adalah dari jenis Pseudomonas sp. dan

Klebsiella sp. Bakteri Pseudomonas sp. Merupakan bakteri yang memiliki peranan
penting dalam keseimbangan alam, dan bakteri Klebsiella sp. juga bakteri yang banyak
tersebar di alam, baik di air maupun di tanam (Moore et al., 2006; Essa, et al., 2002).
Kedua jenis bakteri ini memiliki kemampuan untuk mengeliminasi merkuri
pada media cair dengan mekanisme yang berbeda. Kombinasi mekanisme kerja yang
terjadi antara bakteri Pseudomonas sp. dan bakteri Klebsiella sp. adalah sebagai
berikut: isolat Pseudomonas sp. menggunakan reaksi reduksi secara enzimatis dengan
menggunakan bantuan enzim merkuri reduktase, untuk mengubah Hg2+ terlarut
menjadi Hgo yang volatile (Wagner-Dbler et al., 2000), sedangkan bakteri Klebsiella
sp. memiliki kemampuan untuk menghasilkan hydrogen sulfida (H2S) dibawah kondisi
aerobik, yang dapat mengendapkan ion Hg2+ yang terlarut menjadi HgS yang tidak
larut dalam air, sehingga dapat dengan mudah dipisahkan dari larutan (Essa, et al.,
2002).
Kombinasi mekanisme kerja ini yang menyebabkan proses reduksi merkuri
pada kultur yang ditanam pada isolat campuran kedua jenis bakteri ini lebih besar
dibandingkan dengan isolat tunggal. Jenis unsur hara yang diukur dalam penelitian ini
meliputi: unsur hara makro dan unsur hara mikro, yang meliputi: unsur C, N, P, K, Na,
Ca, Mg, Fe. Aplikasi reklamasi terpadu pada lahan pasca penambangan emas telah
mampu meningkatkan unsur hara tanah.

BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari contoh kasus diatas diantaranya sebagai berikut:
1.

Pertambangan emas rakyat di Sangon merupakan usaha sampingan penduduk setempat.


Sebagian usaha pertambangan emas telah tidak aktif dan hanya beberapa penambang
masih aktif bekerja. Penanganan tailing dilakukan secara sederhana dengan kolam
penampungan yang sangat terbatas, tanpa disertai dengan pengelolaan yang baik,
seperti misalnya tidak dilakukannya proses detoksifikasi, degradasi, maupun
penjernihan, sehingga material halus merkuri, arsen dan logam dasar masih bercampur
dalam tailing. Oleh karenanya disarankan untuk melakukan penanganan tailing dengan
cara daur ulang dan dengan sistem kolam penampungan yang lebih memadai. Selain itu
pengangkutan atau penjualan material tailing keluar daerah secara teratur dapat
mengurangi pencemaran merkuri di daerah Sangon dan sekitarnya.

2.

Pengolahan emas dengan teknik amalgamasi telah menyebabkan kontaminasi merkuri


pada sedimen sungai di sekitarnya. Kadar merkuri dalam beberapa conto sedimen
sungai telah menunjukkan nilai yang sangat tinggi dan berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan yang negatif dan berbahaya bagi masyarakat di wilayah Kulon
Progo. Kenaikan kadar Pb, Zn, As dan Cd yang tinggi dalam conto sedimen sungai di
sekitar daerah tambang emas rakyat berhubungan langsung dengan proses pengolahan
emas dengan cara amalgamasi dimana mineral sulfida logam, bersama dengan logam
merkuri terbuang sebagai campuran halus material tailing.

3.

Hasil analisis conto tanah menunjukkan kadar merkuri yang sangat tinggi; 4 conto
mengandung >50 ppm Hg dan 1 conto mengandung 7 ppm Hg. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa wilayah di sekitar tempat pengolahan emas rakyat telah mengalami
kontaminasi merkuri yang signifikan. Mengingat tingginya unsur merkuri dalam tanah,
disarankan untuk melakukan studi geohidrologi untuk mengidentifikasi karakteristik air
tanah dan kemungkinan pencemaran air tanah di sekitar lokasi tambang rakyat. Hal ini
diperlukan mengingat sebagian besar penduduk memanfaatkan air sumur untuk
keperluan hidup sehari-hari.

4.

Penggunaan merkuri dalam proses penambangan emas rakyat mempunyai banyak


dampak baik terhadap lingkungan maupun kesehatan manusia untuk itu perlu dilakukan
pengolahan terhadap merkuri sebelum dibuang ke lingkungan.

5.

Lahan bekas tambang emas rakyat harus dilakukan reklamasi dan remediasi untuk
memulihkan kondisi lingkungan dan juga untuk mencegah penyebaran pencemaran
yang lebih meluas.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Kuswandani, Fauzan, Sofyan, A., Setiawan, L., Subarna, Juju, Ariyadi, W.
dan Suhendi, E., 2001. Percontohan Penambangan Emas di Kecamatan Kokap,
Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Puslitbang Tekmira,
Bandung.
Setiabudi Bambang, 2006. Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas Di
Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta. Subdit Konservasi ESDM,
Yogyakarta.
Juhaeti T, Syarif F, Hidayati N. 2005. Inventarisasi tumbuhan potensial untuk fitoremediasi
lahan dan air terdegradasi penambangan emas. Biodiversitas 6 (1): 31-33.
Neneng, L. 2009. Eksplorasi Eksplorasi Mikroorganisme Rhizosfer Potensial untuk
Bioremediasi Lahan Tercemar Merkuri (Hg) pada Areal Penambangan Emas di
Kalimantan Tengah (Hibah Penelitian Strategis Nasional, 2009, Ketua).
Salt, D.E., R.D. Smith and I. Raskin. 1998. Annual Review Plant Physiology and Plant
Molecular Biology : Phytoremediation. Annual Reviews. USA. 501 662.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2003. Pengelolaan limbah minyak bumi secara biologi.
Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Jakarta.
Gunalan. 1996. Penerapan Bioremidiasi pada Pengolahan Limbah dan Pemulihan
Lingkungan Tercemar Hidrokarbon Petroleum. Majalah Sriwijaya. UNSRI. Vol 32, No
1.
Widowati W, Sastiono A, R Jusuf Raymond. Efek toksik logam Pencegahan dan
penanggulangan pencemaran. Penerbit Andi, Yogyakarta. 2008.
World Health Organization. Enviromental Health Criteria: Methyl Mercury; IPCS. Geneva.
1990.
Rahmawaty, 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang berdasarkan Kaidah Ekologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Suprapto J, 2003. Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang dan Aspek Konservasi Bahan
Galian, Pusat Sumber Daya Geologi, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai