Anda di halaman 1dari 10

AGRITEK VOL. 17 NO.

6 NOPEMBER 2009

ISSN. 0852-5426

PENAMPILAN WORTEL (Daucus carota L.) YANG DITANAM DENGAN


NAUNGAN DAN PUPUK KANDANG AYAM
Carrot Planted at Different Levels of Shading and Chicken Manure
Try Zulchi PH
Mahasiswa PS Ilmu Tanaman, PPSUB
Mudji Santoso dan Tatik Wardiyati
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya , Malang
ABSTRAK
Wortel merupakan tanaman dataran tinggi yang banyak dibudidayakan dengan
sistem budidaya monokultur dan tumpang sari. Bahkan ada beberapa yang ditanam di
bawah / diantara tanaman tahunan. Dengan kondisi penanaman tersebut akan menyebabkan
pengurangan intensitas cahaya, nutrisi dan air bagi tanaman wortel. Melihat fenomena
tersebut, maka dilakukan penelitian yang bertujuan mendapatkan teknologi aplikasi pupuk
kandang ayam pada pertumbuhan dan hasil tanaman wortel di bawah naungan.
Penelitian dilaksanakan di Desa Junggo Kota Batu, menggunakan rancangan
percobaan Petak Terbagi. Terdapat 2 faktor perlakuan yaitu: (1) faktor pertama sebagai
petak utama, berupa persentase naungan terdiri dari 4 taraf: 0%, 20%, 40% dan 60%.
Naungan yang digunakan berupa paranet plastik warna hitam; (2) faktor kedua sebagai
anak petak, dosis pupuk kandang ayam dengan 3 taraf: 10, 20 dan 30 ton/ha. Sehingga
diperoleh 12 kombinasi perlakuan yang diulang 3 kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanpa naungan, dengan pemberian pupuk
kandang ayam 20 ton/ha meningkatkan pertumbuhan dan hasil, sedangkan pada tanaman
yang dinaungi, pemberian pupuk kandang ayam tidak mempengaruhi pertumbuhan dan
hasil wortel. Perlakuan naungan 20%, tanaman wortel dapat tumbuh baik, meskipun bobot
umbi segar menurun 14% per m2, tetapi terjadi peningkatan kadar beta karoten umbi.
Pemberian pupuk kandang ayam 10 ton/ha menunjukkan pertumbuhan dan hasil wortel
tidak berbeda dengan pemberian dosis pupuk 20 dan 30 ton/ha.
Kata kunci: wortel, naungan, pupuk kandang ayam, pertumbuhan tanaman
ABSTRACT
Carrot is a highland plant that is mostly grown in monoculture and intercropping
systems. There are even some were grown under / between perennial trees. However, this
system causes the decline of light intensity, nutrient and water. In line with this
phenomenon, a research was conducted to determine the influence of chicken manure and
shading on carrots growth and yield.
The research was conducted in Junggo Village in Batu using Split Plot Design.
There were 2 treatments i.e: (1) as main plot, namely the percentage of shading consisting
of 4 levels: 0 %, 20 %, 40 % and 60 %. The shading material used was black plastic net;
(2) as sub plot, namely chicken manure dosage consisting of 3 levels: 10 tons/ha, 20 tons/ha
and 30 tons/ha. The twelve treatment combinations obtained were replicated three times.
The result showed that the treatment of 20 tons/ha chicken manure onto carrot
grown with no shading increased the growth and yield. This treatment, however, did not
show a significant difference in the growth and yield when applied to carrot grown with
shading. The treatment of 20% shading, yielded a good plant growth although accompanied

121

AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009

ISSN. 0852-5426

by the decrease in the fresh tuber weight by 14 % and the increase in beta carotene content.
The application of 10 tons/ha did not show difference in the growth and yield of carrot
treated with 20 tons/ha and 30 tons/ha of chicken manure.
Keywords: carrot, shade, chicken manure, plant growth
PENDAHULUAN

Maka dilakukan penelitian yang bertujuan


mendapatkan teknologi aplikasi dosis
pupuk kandang ayam pada pertumbuhan
dan hasil tanaman wortel di bawah
naungan.

Pada 10 tahun terakhir, pengalihan


fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian
semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan
erosi, tanah longsor dan kekeringan. Untuk
mengendalikan hal tersebut perlu dilakukan penghutanan kembali (reforestry).
Di sisi lain, petani memerlukan lahan
untuk usaha produksi pertanian. Maka
upaya yang dapat dilakukan dengan
penggabungan sistem antara budidaya
tanaman hutan dengan tanaman semusim.
Sistem penanaman pohon dengan
tanaman semusim merupakan salah satu
alternatif di dalam meningkatkan produktifitas lahan dan tanaman, sehingga
memungkinkan
mengurangi
dampak
negatif alih fungsi lahan tersebut. Tetapi
dengan sistem itu menimbulkan pengurangan intensitas cahaya di bawah tegakan
tanaman pohon.
Pada lahan yang telah beralih fungsi
mengalami penurunan bahan-bahan organik. Sedangkan untuk tanaman semusim
memerlukan keadaan lahan yang subur.
Untuk mendukung kemampuan lahan
menjadi produktif kembali, maka perlu
ditambahkan bahan organik dari pupuk
kandang. Sebab pupuk kandang mempunyai kandungan hara yang lengkap dan
sesuai bagi pertumbuhan tanaman, serta di
dalam tanah akan terjadi penguraian lebih
lanjut baik secara fisik, kimia maupun
biologi yang dapat memperbaiki keadaan
tanah.
Wortel merupakan komoditi utama
tanaman dataran tinggi di Batu, yang
banyak dibudidayakan dengan sistem
monokultur dan tumpang sari. Bahkan ada
yang ditanam di bawah / diantara tanaman
tahunan. Namun selama ini penelitian
kekurangan cahaya (naungan) terhadap
tanaman wortel belum banyak diteliti.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Desa
Junggo, Bumiaji, Kota Batu. Sedangkan
analisa organ tanaman (daun dan umbi)
dilakukan di Laboratorium Teknologi
Pertanian Universitas Brawijaya dan
Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang.
Bahan percobaan meliputi benih
wortel, pupuk kandang ayam, insektisida
(Dursban 20 WP) dan fungisida (Dithane
M 45). Alat yang digunakan: luxmeter,
soil tester, termometer, leaf area meter,
timbangan, jangka sorong, meteran,
spektrofotometer, alat penyemprot hama
penyakit, cangkul dan paranet plastik.
Rancangan percobaan mengguna-kan
Rancangan Petak Terbagi, yang terdiri dari
2 faktor dan diulang 3 kali. Faktor pertama
yaitu persentase naungan (N), berupa
paranet plastik warna hitam dengan ukuran
lubang sebagai berikut N0= 0 % (tanpa
naungan); N1 = 20 % (lubang 0,4 x 0,4
cm); N2 = 40 % (lubang 0,3 x 0,3 cm, dua
lapis) dan N3 = 60 % (lubang 0,1 x 0,1 cm
/ net anggrek). Faktor kedua yaitu dosis
pupuk kandang ayam (A) dengan taraf: A1
= 10 ton/ha (2,4 kg/petak); A2 = 20 ton/ha
(4,8 kg/petak) dan A3 = 30 ton/ha (7,2
kg/petak). Data dianalisis dengan analisis
ragam (analysis of variance / Anova) dan
diuji lanjut dengan Duncans Multiple
Range Test (DMRT) dengan taraf 5%
untuk perlakuan yang berbeda nyata.
Variabel yang diamati meliputi: tinggi
tanaman, bobot segar dan kering tanaman,

122

AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009

laju pertumbuhan, laju asimilasi bersih.


Pengamatan hasil umbi meliputi: bobot
umbi segar. Sedangkan kualitas umbi
meliputi: kadar beta karoten, pati, glukosa
dan serat.

1). Demikian pula, pada bobot kering total


tanaman, adanya naungan 20% atau lebih
dengan beberapa dosis pemupukan
menunjukkan hasil tidak berpengaruh.
Sedangkan tanpa naungan yang dipupuk 20
dan 30 ton/ha menunjukkan peningkatan
bobot kering sebesar 33,2% (12,10 g/tan)
dan 30,8% (11,98 g/tan) (Gambar 1).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tinggi tanaman
Tinggi tanaman wortel yang dinaungi
20% atau lebih dengan beberapa dosis
pupuk kandang ayam menunjukkan tidak
berpengaruh (Tabel 1). Sedangkan tanpa
naungan dengan pupuk 20 dan 30 ton/ha
meningkatkan tinggi tanaman sebesar
34,44 dan 32,94 cm.

Laju Pertumbuhan
Laju pertumbuhan wortel menunjukkan bahwa tanpa naungan dengan dosis
pupuk 20 dan 30 ton/ha mengalami
peningkatan laju pertumbuhan sebesar
0,402 dan 0,340 g/hr dari 0,259 g/hr. Dan
adanya naungan dengan dipupuk 20 dan 30
ton/ha menunjukkan tidak berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan (Tabel 1).

Bobot segar dan bobot kering


Pada pengamatan bobot segar dan
bobot kering total tanaman mengalami
penurunan seiring dengan meningkatnya
persentase naungan. Pada pengamatan
bobot segar menunjukkan bahwa adanya
naungan 20% atau lebih yang dipupuk 20
dan 30 ton/ha tidak berbeda dengan 10
ton/ha. Sedangkan tanpa naungan, dengan
pemupukan
30
ton/ha
mengalami
peningkatan bobot segar sebesar 19,6%
dari 107,22 menjadi 133,33 g/tan. (Gambar

Laju asimilasi bersih


Pada laju asimilasi bersih (LAB)
menunjukkan peningkatan, pada tanpa
naungan yang dipupuk 20 dan 30 ton/ha
terjadi peningkatan laju asimilasi 0,730
dan 0,660 g/cm2/hr dari 0,520 g/cm2/hr
(Tabel 1). Sedangkan adanya naungan
dengan penambahan pupuk tidak mengalami perbedaan laju asimilasi bersih
wortel.

133,33
112,78

120,00 107,22

96,67

100,00

98,89

105,00
80,56
56,67

68,33

60,56

63,33
52,78

0,00

5,53

5,02

6,01

6,23

5,22

9,21

9,32

8,81

20,00

11,98

40,00

12,10

60,00

6,11

80,00

8,89

Bobot tanaman (g/tan)

140,00

ISSN. 0852-5426

N0A1 N0A2 N0A3 N1A1 N1A2 N1A3 N2A1 N2A2 N2A3 N3A1 N3A2 N3A3

Naungan dan pupuk kandang ayam


Bobot segar

Bobot kering

Gambar 1. Histogram bobot segar dan bobot kering tanaman akibat naungan dan pupuk kandang
ayam. Naungan (N); N0=tanpa naungan; N1= 20%; N2= 40%; N3= 60%. Dosis
pupuk kandang ayam (A) A1= 10 ton/ha; A2= 20 ton/ha; A3= 30 ton/ha.

123

AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009

ISSN. 0852-5426

Tabel 1. Pengaruh naungan dan dosis pupuk kandang ayam terhadap tinggi tanaman, laju
pertumbuhan dan laju asimilasi bersih
Perlakuan
a.% Naungan

b. DPA
(ton/ha)
10
20
30
10
20
30
10
20
30
10
20
30

Tinggi tanaman
(cm)

Laju
pertumbuhan
(g/hr)

Laju asimilasi
bersih
(g/cm2/hr)

29,17 e
0,259 b
0,520 b
34,44 b
0,402 a
0,730 a
32,94 bc
0,340 a
0,660 a
29,78 cd
0,239 bcd
0,415 bc
Naungan
33,39 bc
0,250 bc
0,358 cd
20%
31,78 d
0,256 bc
0,378 cd
37,78 a
0,177 d
0,237 e
Naungan
38,39 a
0,233 bcd
0,303 de
40%
37,22 a
0,177 d
0,215 e
37,33 a
0,186 cd
0,194 e
Naungan
38,72 a
0,174 d
0,202 e
60%
37,83 a
0,211 bcd
0,225 e
kk (%)
4,18
15,23
15,71
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak
berbeda nyata pada DMRT taraf 5% ; DPA = dosis pupuk kandang ayam
hst =
hari setelah tanam; kk = koefisien keragaman
Tanpa
Naungan

Hasil umbi

mengalami peningkatan kadar beta karoten


33%, 34% dan 15% (Tabel 3).
Perlakuan naungan 20%, 40% dan
60% dengan pemupukan 10-30 ton/ha
menurunkan kadar pati umbi sebesar 4,9%
sampai 21% dibanding tanpa naungan
(Tabel 3).

1. Bobot umbi segar


Bobot umbi segar pada saat tanaman
umur 100 hst dengan perlakuan tanpa
naungan dapat ditingkatkan sebesar 9.6%
oleh aplikasi pupuk kandang ayam 20
ton/ha; dengan naungan 20%, 40% dan
60% dengan beberapa dosis pupuk
kandang ayam menunjukkan bobot segar
umbi tidak berpengaruh (Gambar 2).

4. Kadar glukosa dan serat


Pada kadar glukosa, umur 100 hst
dengan perlakuan naungan 20%, 40% dan
60% dan pemupukan 10 sampai 30 ton/ha
penurunan kadar glukosa umbi sebesar 5%
sampai 21% (Tabel 3). Pada kadar serat,
perlakuan naungan 20%, 40% dan 60%
dengan pemupukan 10 sampai 30 ton/ha
menurunkan kadar serat umbi sebesar
1,5% sampai 34% dibanding tanpa
naungan (Tabel 3).

2. Kadar beta karoten dan pati


Pada umur 100 hst, perlakuan
naungan 40% dan 60% dengan pupuk
kandang ayam 10, 20 dan 30 ton/ha
menurunkan kadar beta karoten umbi
sebesar 8% sampai 26% dibanding tanpa
naungan, sedangkan pada naungan 20%

124

AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009

ISSN. 0852-5426

4.50
Bobot segar umbi (Kg/m2)

4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

0%

20%

40%

60%

Persentase naungan (%)


10 ton/ha

20 ton/ha

30 ton/ha

Gambar 2. Histogram bobot segar umbi akibat perlakuan naungan dan dosis pupuk kandang
ayam
Tabel 3. Perlakuan naungan dan dosis pupuk kandang ayam terhadap kandungan nutrisi
umbi
Perlakuan
Beta Karoten
Pati
Glukosa
Serat
%
DPA
(ppm)
(%)
(mg/ml)
(%)
Naungan (ton/ha)
10
30,85
1,65
12,97
1,71
Tanpa
20
32,44
1,77
11,81
1,94
Naungan
30
36,28
1,79
14,53
1,80
10
46,20
1,74
12,93
1,73
Naungan
20
49,10
1,68
8,57
1,67
20%
30
43,14
1,74
11,89
1,60
10
28,32
1,74
13,80
1,44
Naungan
20
27,50
1,65
10,29
1,55
40%
30
26,88
1,54
10,07
1,58
10
23,04
1,47
15,30
1,69
Naungan
20
28,66
1,40
12,76
1,72
60%
30
25,43
1,42
14,72
1,52
Sumber: angka-angka ini merupakan rata-rata hasil analisa secara duplo. DPA = dosis
pupuk kandang ayam

125

AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009

Pembahasan Umum

ISSN. 0852-5426

yang dihasilkan tanaman, menunjukkan


fotosintesis yang terjadi tidak maksimal
sehingga laju pertumbuhan tanaman
berkurang (Tabel 1), tingkat laju
fotosintesis yang rendah mempunyai laju
pertumbuhan yang rendah, akibatnya
biomassa yang terbentuk rendah pula. Atau
keadaan laju fotosintesis sama dengan
respirasi, maka sedikit karbohidrat yang
disimpan ke dalam tempat penyimpanan
cadangan makanan (daun dan umbi).
Hasil umbi segar mencapai bobot
4,35 kg/m2, akibat perlakuan tanpa
naungan dengan pupuk 20 ton/ha, ini
merupakan hasil laju pertumbuhan yang
meningkat seiring dengan laju fotosintesis
dalam menghasilkan simpanan cadangan
makanan (umbi). Dengan laju fotosintesis
yang tinggi maka akar menyerap hara yang
ada sekitar perakaran makin besar.
Didukung tersedianya unsur hara di sekitar
perakaran, akar tanaman menyerap hara
dengan baik, terutama kondisi pupuk
organik tersedia bagi tanaman dan ini
memberikan
kecukupan
kebutuhan
tanaman untuk tumbuh (Nurtika, 1988).
Karena unsur hara yang tersedia dan sesuai
kebutuhan tanaman serta adanya variasi
bentuk hara maka tanaman dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik sehingga
menghasilkan produksi umbi lebih baik
(Fitter dan Hay, 1991). Dengan bobot segar
umbi yang baik, menunjukkan suatu
keseimbangan fungsi yang optimal dari
bagian atas tanaman (source) dan pengisian
umbi (sink).
Sebaliknya makin meningkatnya
naungan menurunkan bobot umbi segar,
karena adanya naungan mempengaruhi
pertumbuhan vegetatif (daun), sehingga
mengakibatkan berkurangnya fotosintat
yang dihasilkan, maka suplai asimilat ke
umbi mengalami kekurangan (Fitter dan
Hay, 1991). Juga keadaan iklim kurang
baik seperti curah hujan dan kelembaban
yang cukup tinggi.
Pada uji kualitas umbi dapat dilihat
pada tabel 3, pengamatan kualitas umbi
wortel sebagai tempat penyimpanan
cadangan makanan dengan menentukan

Tanaman wortel yang mendapat


naungan 20% atau lebih dengan
penambahan pupuk kandang ayam
menunjukkan tidak berpengaruh terhadap
tinggi tanaman. Dan makin meningkatnya
naungan mengakibatkan tanaman tumbuh
memanjang (etiolasi) yang ditunjukkan
pada Tabel 1. Hal ini diakibatkan
peningkatan produksi auksin dan distribusi
auksin yang terjadi di pucuk-pucuk
tanaman
yang
ternaungi
sehingga
pemanjangan sel lebih cepat (Sugito,
1999). Berdasarkan Tabel 1, bahwa pola
meningkat dari tinggi tanaman merupakan
konsekuensi tanaman dalam menyerap
energi
cahaya
matahari
sebagai
kompensasi dari aktifitas fotosintesis dan
respirasi (Fitter dan Hay, 1991). Keadaan
yang demikian memberi arti bahwa
tanaman kurang mampu beradaptasi
terhadap lingkungan yang kurang cahaya.
Pengamatan bobot segar dan kering
tanaman mengalami penurunan seiring
dengan berkurangnya intensitas cahaya
disertai pemupukan hanya 10 ton/ha
(Gambar 1) hal ini menunjukkan
fotosintesis tanaman berjalan tidak
sempurna sehingga tanaman mengabsorbsi air dan hara menjadi tidak
optimum akibatnya fotosintat yang
dihasilkan bagi penambahan ukuran dan
volume sel-sel tanaman menjadi berkurang
(Gardner
et
al.,
1990),
dengan
ketidakcukupan energi matahari dalam
aktifitas metabolisme telah mengakibatkan
berkurangnya
asimilat
yang
ditranslokasikan ke bagian vegetatif
tanaman (Taiz and Zeiger, 1998).
Berkurangnya
fotosintat
dapat
mengganggu proses pertumbuhan vegetatif
tanaman (Fitter dan Hay, 1991). Akibat
cahaya yang berpenetrasi ke permukaan
daun sangat sedikit (kecil) maka
penyerapan hara oleh akar tanaman tidak
normal, hal ini menjadikan fotosintat yang
dihasilkan rendah, hal ini tercermin pada
pembentukan bobot segar dan kering yang
kecil. Dengan rendahnya bobot kering total

126

AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009

kelayakan kesehatan terhadap kandungan


nutrisi organ tanaman (umbi) yaitu betakaroten, serat, glukosa dan pati.
Kualitas umbi merupakan hasil
akumulasi kandungan fotosintat umbi yang
berasal dari hasil fotosintesis yang
ditranslokasikan ke organ penyimpan
tanaman. Artinya bahwa organ penyimpan
itu dikendalikan oleh kapasitas dari
penghasil
fotosintat.
Sedangkan
kemampuan menghasilkan kualitas umbi,
ditentukan oleh keadaan lingkungan sekitar
tanaman. Dari Tabel 3, menunjukkan
bahwa
naungan
20%
mempunyai
kandungan beta karoten lebih besar, diduga
dengan naungan, keadaan tanaman sedikit
terdehidrasi (Nobel, 1991), juga peran
bagian tanaman diatas tanah yang lebih
banyak mengalami refleksi dari daun dan
tanah (Antonius and Kasperbauer, 2002),
didukung kecukupan oksigen (dibawah
2%) (Pantastico, 1997), karena adanya
oksigen telah membantu proses respirasi
untuk mendapatkan energi ATP (Gardner et
al., 1990) sehingga ini memberikan
kecukupan akumulasi fotosintat untuk
dihidrolisis membentuk senyawa lebih
sederhana seperti glukosa (sebagai awal
bahan penyusun beta karoten).
Pada kadar senyawa organik lainnya
cenderung lebih stabil karena dalam
perkembangan tanaman selalu dalam
konsentrasi yang stabil (Pantastico, 1997),
dan senyawa organik (pati, glukosa)
tersebut
digunakan
bagi
energi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
atau merupakan reaksi bolak balik.
Perubahan senyawa lebih lanjut
berupa serat, hal ini menunjukkan
terjadinya akumulasi dari senyawa lignin
pada jaringan kambium akar. Dari tabel
3, perlakuan tanpa dan adanya naungan
menunjukkan kadar serat yang rendah, ini
menunjukkan kualitas umbi wortel masih
baik atau tidak terjadi lignifikasi / menjadi
kayu (Pantastico, 1997).

ISSN. 0852-5426

1. Pada tanaman yang tidak dinaungi,


pemberian pupuk kandang ayam 20
ton/ha meningkatkan pertumbuhan dan
hasil, sedangkan pada tanaman yang
dinaungi penambahan pupuk kandang
ayam tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman.
2. Naungan 20% tidak mempengaruhi
pertumbuhan tanaman wortel tetapi
menurunkan bobot segar umbi.
Sebaliknya
kadar
beta
karoten
meningkat.
3. Dosis pupuk kandang ayam 10 ton/ha
memberikan pertumbuhan dan hasil
wortel tidak berbeda dengan pemberian
pupuk 20 dan 30 ton/ha.
DAFTAR PUSTAKA
Antonius, G.F. and M.J. Kasperbauer.
(2002) Color of Light Reflected
Modifies Nutrient Content of Carrot
Roots. Crop Science 42: 1211-1216.
Egger, K. (2000) The Role and Potential
Agroforestry
for
Ecological
Farming in the Tropics. In
Proceedings 13th International
IFOAM Scientific Conference.
Basel. pp. 421-424.
Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. (1991)
Fisiologi Lingkungan Tanaman.
Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 421 hal.
Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L.
Mitchell. (1990) Fisiologi Tanaman
Budidaya. UI Press. Jakarta. 428
hal.
Muhartini, S. dan B. Kurniasih. (1995)
Pertumbuhan dan Hasil Temulawak
(Curcuma
xanthorhiza)
pada
Berbagai Intensitas Cahaya dan
Dosis Pemupukan. Ilmu Pertanian.
7 (1): 17-21.
Nobel, P.S. (1991) Physicochemical and
Enviroment
Plant
Physiology.
Academic Press. California. p. 178.
Nurtika, N. (1988) Pengaruh Macam dan
Dosis Pupuk Kandang terhadap
Perbaikan Kimia Tanah dan Hasil

KESIMPULAN

127

AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009

Tomat Kultivar Lokal Gondol pada


Tanah Latosol. Bull. Penel. Hort.
XIX (1) : 118-127.
Salisbury, F.B and C.W Ross. (1992) Plant
Physiology. Wadsworth Publishing,
Co. California. 682 p.
Sitompul, S.M. dan B. Guritno. (1995)
Analisa Pertumbuhan Tanaman.

ISSN. 0852-5426

Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta. 412 hal.
Sugito, Y. (1999). Ekologi Tanaman.
Fakultas Pertanian. Universitas
Brawijaya. Malang. 127 hal.
Taiz, L and E. Zeiger. (1998) Plant
Physiology 2nd edition. Sinauer
Associates. Massachussets. pp. 1153.

Tabel 2. Rerata panjang umbi, diameter umbi dan berat jenis umbi akibat perlakuan
naungan dan pupuk kandang ayam pada umur 100 hst
Perlakuan
a. % Naungan

Panjang umbi
(cm)

Tanpa Naungan
Naungan 20%
Naungan 40%
Naungan 60%

20,72
19,49
16,68
15,14

a
a
b
c

b. Dosis pupuk kandang


ayam
10 ton/ha
20 ton/ha
30 ton/ha
KK a (%) =
KK b (%) =

18,08 ab
17,31 b
18,65 a
6,42
6,20

128

Diameter umbi
(cm)
3,59
3,28
2,95
2,72

Berat jenis
(g/ml)

a
b
c
c

1,77 a
1,72 a
2,00 a
1,98 a

2,98 b
3,16 ab
3,26 a
8,22
7,64

1,70 a
1,88 a
1,78 a
22,45
17,32

AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009

ISSN. 0852-5426

Tabel 4. Rerata bobot kering total, laju pertumbuhan, laju asimilasi bersih, indkes luas daun
dan luas daun spesifik akibat perlakuan persentase naungan dan dosis pupuk
kandang ayam pada berbagai umur pengamatan
Perlakuan

BK
(g/tan)
a. % Naungan
20
40
hst
hst
Tanpa Naungan 0,006 0,060 a
a
Naungan 20%
0,008 0,053 a
a
Naungan 40%
0,008 0,044 b
a
Naungan 60%
0,007 0,036 b
a
b. Dosis pupuk kandang ayam

LP
(g/hr)
20 40
hst
0,0027a

LAB
ILD
g/cm2/hr
20 40
20
40
hst
hst
hst
0,142 a 0,0020 a 0,07 c

0,0023b

0,114 b

0,0018 a 0,08 bc 193,22 c 223,68 c

0,0018c

0,076 c

0,0020 a 0,10 ab 284,13 b 440,13 b

0,0014c

0,055 d

0,0020 a 0,11 a

380,80 a 558,25 a

0,098 a

0,0019 a 0,09 a

48,60 a

117,33 a

0,094 a

0,0020 a 0,09 a

51,79 a

119,84 a

0,098 a

0,0020 a 0,09 a

44,73 a

113,84 a

KK a (%) =

0,007 0,048 a 0,0020a


a
0,007 0,047 a 0,0020a
a
0,007 0,050 a 0,0021a
a
23,41 18,59
5,90

KK b (%) =

21,83

10 ton/ha
20 ton/ha
30 ton/ha

11,81

3,77

LDS
(cm2/g)
20 40 40 60
hst
hst
176,65 c 177,50 c

16,34

12,26

21,61

25,92

17,17

14,85

10,90

14,41

22,94

16,37

Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda
nyata pada DMRT taraf 5%. hst = hari setelah tanam ; BK= bobot kering tanaman; LP=
laju pertumbuhan; LAB= laju asimilasi bersih; ILD = indeks luas daun; LDS= luas daun
spesifik.

129

AGRITEK VOL. 17 NO. 6 NOPEMBER 2009

ISSN. 0852-5426

Tabel 5. Perlakuan naungan dan dosis pupuk kandang ayam terhadap kandungan nutrisi
umbi.
Perlakuan
% Naungan

DPA
(ton/ha)
Tanpa
10
Naungan
20
30
Naungan
10
20%
20
30
Naungan
10
40%
20
30
Naungan
10
60%
20
30
DPA = dosis pupuk kandang ayam

BetaKaroten
(ppm)

Pati
(%)

Glukosa
(mg/ml)

Serat
(%)

30,85
32,44
36,28
46,20
49,10
43,14
28,32
27,50
26,88
23,04
28,66
25,43

1,65
1,77
1,79
1,74
1,68
1,74
1,74
1,65
1,54
1,47
1,40
1,42

12,97
11,81
14,53
12,93
8,57
11,89
13,80
10,29
10,07
15,30
12,76
14,72

1,71
1,94
1,80
1,73
1,67
1,60
1,44
1,55
1,58
1,69
1,72
1,52

130

Anda mungkin juga menyukai