Anda di halaman 1dari 3

lustrasi Termin Pembayaran Kontrak Lump Sum dalam Pekerjaan Konstruksi

Di dalam pekerjaan konstruksi secara umum menggunakan kontrak jenis lump sum. Kontrak lumpsum
berorientasi pada penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu sebagaimana yang telah
ditetapkan di dalam kontrak. Sehingga dapat diartikan bahwa untuk lump sum dikenal tahapan output
yang disepakati dalam kontrak. Output based berarti semua ukuran berdasarkan output fisik pekerjaan
dengan tahapan termin. Sehingga untuk pembayaranpun hanya dapat dibayar sesuai besaran yang telah
ditetapkan dalam kontrak(termin pembayaran) apabila tahapan output fisik pekerjaan telah diselesaikan
dan sesuai dengan besaran yang output yang ditetapkan dalam kontrak (termin fisik pekerjaan).
Berikut ini ilustrasi dari bentuk termin pembayaran kontrak lump sum dalam sebuah pekerjaan konstruksi
dengan nilai kontrak senilai Rp. 1.000.000.000.000,00 :
Termin

% penyelesaian pekerjaan

Uang Muka 10%


Termin 1 = 20%
Termin 2 = 30%
Termin 3 = 25%
Termin 4 = 25%
FHO

20%
50%
75%
100%

Dibayar Rp. (belum include PPN


dan Pph)
100.000.000
180.000.000
270.000.000
225.000.000
175.000.000
50.000.000

Ket :
Khusus untuk pekerjaan konstruksi, serah terima pekerjaan dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu serah terima
pertama (PHO) dan serah terima akhir (FHO) setelah dilakukan pemeliharaan. Untuk menjamin penyedia
barang/jasa melaksanakan pemeliharaan, maka diwajibkan jaminan pemeliharaan atau retensi sebesar
5% dari nilai kontrak.
Contoh Skema Termin seperti dibawah ini :
Pembayaran termin 1 = (20% x kontrak ) (potongan uang muka)
= (20% x 1 Miliar) ( 20% x 100 Juta)
= Rp. 180.000.000
Pembayaran termin 2 = (30% x kontrak ) (potongan uang muka)
= (30% x 1 Miliar) ( 30% x 100 Juta)
= Rp. 270.000.000
Pembayaran termin 3 = (25% x kontrak ) (potongan uang muka)
= (25% x 1 Miliar) ( 25% x 100 Juta)
= Rp. 225.000.000
Pembayaran termin 4 = (25% x kontrak ) (potongan uang muka) - retensi
= (25% x 1 miliar) ( 25% x 100 juta) 50 juta
= Rp. 175.000.000
Atau penyedia menyerahkan jaminan pemeliharaan (retensi) senilai 5% dari nilai kontrak, yaituRp.
50.000.000,00 sehingga penyedia dibayar Rp 225.000.000,00. Sifat dari retensi ini berkaitan dengan
Serah Terima Akhir (FHO) setelah dilakukan pemeliharaan. Apabila rekanan tidak melaksanakan
pemeliharaan, maka jaminan atau retensi ini akan disita dan dicairkan ke kas negara/daerah. Ketentuan
pencairan ini tertuang dalam kontrak. Apabila masa kontrak = masa pelaksanaan pekerjaan, maka tentu
saja setelah serah terima pertama, kontrak sudah dinyatakan tidak berlaku karena masa berlakunya telah
selesai sehingga penyedia tidak terikat lagi pada kontrak tersebut. Hal ini berarti penyedia yang tidak
melaksanakan pemeliharaan tidak dapat dihukum atau dikenakan sanksi sesuai ketentuan dalam

kontrak.
Demikianlah ilustrasi mengenai pembayaran kontrak lump sum berdasarkan output based yang telah
ditetapkan dalam kontrak (termin pembayaran).

Anda mungkin juga menyukai