Anda di halaman 1dari 6

Agama dan Masyarakat di Era Postmodern

Era post modern merupakan era yang merujuk pada berakhirnya era
modern .Era modern adalah era yang memandang rasio sebagai kekuatan
tunggal yang menentukan segalanya. Era modern dikuasai oleh pemikiranpemikiran

yang

bersifat

rasional.

Rasio

menjadi

kunci

kebenaran

pengetahuan dan kebudayaan modern, era ini memberikan kebebasan


masyarakat dari pengaruh mitologi, irrasional, agama dan takhyul.
Era postmodern lahir

ditandai dengan dominasi kecanggihan teknologi

dan ilmu pengetahuan. Bagi Habermas, postmodern merupakan satu tahap


dari modernism yang belum selesai. Postmodern mendekonstruksi pemikiran
modernism yang mengutamakan kekuatan rasionalitas yang menjebak dan
cenderung represif dan menganut kebenarann yang bersifat absolute.
Postmodern

memghargai nilai-nilai keberagaman yang berasal dari aneka

sumber, setiap komunitas memiliki kebenarannya sendiri . Hal ini tentunya


memunculkan berbagai dampak

perubahan pada manusia ,baik dalam

perilaku maupun mengenai nilai dan etika kehidupan secara sosial maupun
budaya. Era ini berusaha memberikan kehidupan yang lebih baik dan mampu
memberikan

solusi

atas

permasalahan

permasalahan

yang

tidak

terselesaikan di era modern.


Era postmodern mereduksi nilai-nilai yang serba relative sebagai
perlawanan dari system nilai modern yang absolute. Hal ini mengakibatkan
setiap orang berhak menafsirkan segala sesuatunya sesuai dengan
keyakinan dan persepsi dirinya. Dampak yang mencolok adalah pemikiran
tentang nilai-nilai agama di era postmodern, yang mana pada era modern

R.Herawati Suraynegara

Page 1

bersifat teistik berubah kepada pendekatan sekuler ateistik. Konsep Tuhan


seperti yang diungkapkan oleh Finkielkraut. Alain.. 1995 :18.
What they called God was no longer the Supreme being,but collective
reason From now on God existed within human intelligence, not beyond
it, guiding peoples action and shaping their thoughts without their knowing
it. Instead of communication with all creatures, as His nameshake did, by
means of the Revelation, God no longer spoke to man in a universal
tongue; He now spoke within him in the language of his nation.
Tuhan dipersepsikan bukan lagi sebagai zat yang Maha Kuasa, tuhan berada
dalam

akal

manusia

yang

memberi

bimbingan

tanpa

manusia

mengetahuinya. Sarana tuhan untuk berkomunikasi dengan makhluknya


bukan berupa wahyu dan bahasa yang universal melainkan berbicara dalam
bahasa nasional dimana seseorang itu berada. Setiap orang bebas menafsir
nilai nilai ketuhanan dan agama dengan penafsirannya sendiri-sendiri.
Disinilah tampak pergeseran atas kebenaran-kebenaran absolute yang
berlaku di era modern menjadi kebenaran relative di era postmodern.
Pemikiran sekuler tampak dalam hal melihat realitas sosial budaya (nilainilai, kepercayaan , agama, tradisi dll) bahwa semua itu tidak ada yang
sebangun antara satu dengan yang lainnya sehingga menghasilkan nilai-nilai
yang beragam dan tidak dapat disamakan tetapi sangat ditentukan oleh tata
nilai dan adat kebiasaan masing.
Doktrin pemikiran postmodern seolah menggugat konsep nilai kesakralan
sebuah ajaran agama berupa penghapusan nilai (dissolution of value) dan
penggusuran tendensi otoritas. Hal ini dilakukan untuk mereduksi makna nilai
yang dijunjung tinggi yang bersifat absolute menjadi relative. Doktrin ini
didengungkan oleh Niettzche (1844-1900) dalam doktrin Nihilisme. Nilai
kebenaran tidak lagi berdasarkan dogma agama melainkan berdasarkan
subjektivitas manusia. Tidak ada kebenaran yang bersifat tunggal,hal mana
R.Herawati Suraynegara

Page 2

ditujukan untuk mencegah kecenderungan totalitarisme. Kebenaran diwarnai


oleh kepercayaan dan opini yang bebas dari manusia. Filsafat postmodern
mengeliminir nilai sacral tentang Tuhan dan kebenaran absolute menjadi
relative.
Pandangan postmodern tersebut

mempengaruhi kehidupan manusia

dalam bertingkah laku. Penghayatan atas nilai dan moral menjadi terpecah
karena manusia bebas menafsir dan memberi penilaian tentang kebenaran
sesuai keinginannya. Nilai agama seolah tidak memiliki kelebihan dari nilainilai kehidupan lainnya. Agama tidak berhak untuk menjadi satu-satunya
sumber nilai karena dipersamakan dengan filasafat yang merupakan buah
karya pemikiran manusia.
Foucoult dalam Owen. 1994 :200. menggambarkan keadaan postmodern
sebagai berikut Most of us no longer believe that ethic is founded in religion,
nor do we want a legal system to intervene in our moral, personal private
life keadaan dimana manusia tidak lagi mempercayai bahwa etika
berdasarkan pada agama dan bagaimana system hukum tidak diharapkan
mengintervensi kehidupan moral dan pribadi manusia.
Pemahaman tentang tuhan menurut logika manusia ini, menggiring pada
kehidupan yang ateistik karena agama dianggap tidak memiliki kelebihan dari
ilmu pengetahuan biasa yang dihasilkan manusia. Kitab suci dapat ditafsirkan
sesuai kehendak individu. Hal ini menimbulkan benturan dalam masyarakat.
Kehidupan manusia dijalani dengan

standar kebenaran dan moral yang

saling berbeda satu sama lainnya karena tidak adanya


mutlak sebagai acuan bagi etika dan moral.

R.Herawati Suraynegara

Page 3

nilai kebenaran

Postmodern ditenggarai menghasilkan

degradasi nilai moral dalam

masyarakat bahkan nampak pula dalam beberapa kebijakan pemerintah.


Masyarakat mulai berani menyuarakan hal-hal yang bertentangan dengan
nilai-nilai agama atas nama kebebasan berpendapat ; menentang adanya UU
Pornografi , menuntut pengesahan perkawaninan sejenis , legalisasi homo
seksual dan lesbian, menuntut

kebebasan beragama diartikan untuk

kebebasan membentuk aliran-aliran agama baru bahkan kebebasan untuk


tidak beragama, sementara pemerintah mulai melakukan kebijakan-kebijakan
yang menjauh dari nilai-nilai agamis ; para pejabat menginginkan adanya
lokalisasi pelacuran, legalisasi penjualan miras, korupsi, pelecehan seksual
dan

mengutamakan

kepentingan

pribadi

dan

kelompoknya

daripada

kepentingan masyarakat dan negara.


Benturan nilai-nilai budaya yang terjadi di masyarakat ini adalah sebagian
dari akibat terlepasnya

nilai religious dari kehidupan masyarakat sebagai

dampak kebebasan mempersepsikan kebenaran secara individual.


Dalam

keadaan

carut

marut

seperti

ini,

maka

diperlukan

tipe

kepemimpinan yang dapat dipercaya membawa perubahan dan mampu


menjawab permasalahan-permasalahan tersebut.

Tipe kepemimpin yang

diperlukan adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi


anggota-anggota kelompoknya dengan nilai-nilai baik yang sesuai dengan
moral dan perilaku agamis untuk menghadang disorientasi nilai dan degradasi
moralitas masyarakat.
Sayangnya, Indonesia saat ini tengah mengalami krisis kepemimpinan.
Banyak perilaku pemimpin yang menyimpang dari nilai-nilai agama. Banyak
dari para pemimpin yang ada mempersepsikan ajaran agama sesuai dengan

R.Herawati Suraynegara

Page 4

kehendak , tujuan, kepentingan dan keuntungannya masing-masing, bahkan


yang seringkali bertentangan dengan nilai kesejatian dari agama itu sendiri.
Agama sebagai perangkat nilai , norma, dan moral spiritual kerohanian
dalam kehidupan manusia perlu dijaga kemurniannya. Penggusuran nilai
yang diagungkan sebagai sesuatu yang absolute

menjadi relative

harus

segera mendapat penanganan yang serius. Keadaan ini menimbulkan


gejolak dalam masyarakat, satu sisi mereka menerima kebebasan menafsir
nilai , satu sisi masyarakat lainnya menolak dan mencari keutuhan tentang
nilai kebenaran agamanya.
Melihat kenyataan tersebut, maka diperlukan pemimpin-pemimpin yang
memiliki tindak dan perilaku yang dapat dijadikan suri tauladan. Pemimpin
diharapkan dapat merangkul masyarakat dan orang-orang yang dipimpinnya
menjadi lebih baik dan membimbing masyarakat untuk melaksanakan
kemurnian ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat terutama
umat muslim harus mempertahankan dan mengembangkan nilai kehidupan
yang bersumber dari Al quran dan hadist.

Thanks to.
Dr. Jajang Hendar Hendrawan, M.Pd

Referensi.
Arifin, Imron. 1993.,Kepemimpinan Kiai: Kasus Pondok Pesantren Tebuireng,
Malang: Kalimasada Press
Finkielkraut. Alain.. 1995. The Defeat of The Mind.Trans.by Judith Friedlander.
New York : Columbia University Press

R.Herawati Suraynegara

Page 5

Harmonsworth,P.Rabinow.1984.ed. The Faoucoult Reader.Penguin. dikutip


oleh David Owen. 1994. Maturity and Modernity. London : Routledge.
Muhtarom. 2005. Reproduksi Ulama di Era Globalisasi. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar

R.Herawati Suraynegara

Page 6

Anda mungkin juga menyukai