Tinjauan Pustaka Malaria
Tinjauan Pustaka Malaria
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa dari genus
plasmodium. Tipe malaria yang paling berat disebabkan oleh Plasmodium
falcifarum. Spesies malaria lain seperti P. vivax, P. Ovale, P. Malariae, dan P.
knowlesi bisa menyebabkan gejala akut, kesakitan yang parah, namun
mortalitasnya rendah. Malaria merupakan penyakit infeksi yang paling banyak
terjadi di daerah tropis dan subtropis. Sekitar 40% dari penduduk dunia beresiko
terinfeksi malaria dengan berbagai derajat di 100 negara berbeda. Jumlah kasus
malaria akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya risiko transmisi di
area yang mengabaikan kontrol terhadap malaria, meningkatnya resistensi obat,
dan tingginya perjalanan internasional serta migrasi.1 Akhir-akhir ini dilaporkan
paling sedikitnya 30.000 pelancong (traveler) dari negara industri terinfeksi
malaria setiap tahunnya dan 1-4% diantaranya disebabkan oleh Plasmodium
falcifarum dan angka kemtaiannya terus meningkat menjadi 20% atau lebih tinggi
pada pasien yang menderita malaria berat.2 Indonesia sebagai salah satu daerah
yang menjadi tujuan internasional sangat rentan terhadap kasus malaria.
Indonesia yang merupakan negara tropis yang sangat berisiko malaria. Hingga
tahun 2011, 347 kabupaten di Indonesia endemis malaria dan jumlah kasus
malaria sebanyak 256.592 orang dengan tingkat kejadian 1,75 per 100 penduduk
yang menunjukkan bahwa setiap 1000 penduduk terdapat 2 orang yang terkena
malaria.3 Tingginya kasus malaria di Indonesia disebabkan karena tidak
spesifiknya gejala klinis dari penderita seperti demam, pusing, dan muntah yang
muncul 10-15 hari setelah tergigit oleh nyamuk. 4 Untuk menegakkan diagnosis
diperlukan metode yang efektif. Metode diagnosis yang efektif dan praktis pada
malaria penting dalam mengurangi tingginya komplikasi dan mortalitas.
Terkadang diagnosis malaria terlambat ditegakkan atau bahkan salah diagnosis
yang berakibat fatal. Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dipakai untuk
mengkonfirmasi diagnosis malaria. Dalam tulisan ini dibahas gejala-gejala klinis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gejala Klinis
Gejala klinis malaria memiliki gambaran karakteristik yaitu demam periodik,
anemia, dan splenomegali (pembesaran limfa). Demam periodik atau gejala klasik
sering terjadi secara berurutan yaitu dimulai dari periode dingin, periode panas
dan periode berkeringat. Pada periode dingin yang terjadi sekitar 15-60 menit,
penderita menggigil, seluruh badan bergetar yang diikuti dengan peningkatan
temperatur. Selanjutnya periode panas, dimana muka penderita merah dan suhu
badan tinggi. Pada periode berkeringat penderita berkeringat banyak dan suhu
badan mulai turun. Gambaran karakteristik malaria yang lainnya yaitu anemia dan
splenomegali. Anemia merupakan gejala yang paling sering muncul pada malaria,
dan pembesaran limfa (splenomegali) akan teraba 3 hari setelah terinfeksi
malaria.5
Selain memiliki gambaran karakteristik, gejala dari penyakit malaria juga
tergantung pada imunitas penderita, sedangkan derajat penyakit malaria
disebabkan oleh berbagai faktor seperti jenis plasmodium yang biasanya P.
falcifarum menyebabkan komplikasi, faktor umur, keadaan kesehatan dan nutrisi,
kemoprofilaksis, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Setiap jenis plasmodium
dapat menyebabkan komplikasi dan manifestasi penyakit malaria berbeda seperti,
P. vivax menyebabkan malaria tertian/vivax, P. falcifarum memiliki komplikasi
yang cukup banyak seperti resisten terhadap pengobatan dan menyebabkan
malaria tropikana/falsifarum, P. malariae dapat menimbulkan sindrom nefrotik
dan menyebabkan malaria quartana, dan P. ovale memiliki komplikasi yang paling
ringan sehingga dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Pada penyakit malaria
juga terjadi keluhan prodormal yang terjadi sebelum adanya demam seperti lesu,
sakit kepala, punggung tersa dingin, nyeri sendi dan tulang.5
tipis digunakan apabila ingin melihat bentuk parasit yang utuh dan
morfologi yang sempurna sehingga dapat ditentukan spesies, jumlah
plasmodium, serta prognosis. Kekurangan dari hapusan darah tipis adalah
kemungkinan ditemukan parasit lebih kecil akibat volume darah yang
digunakan relatif sedikit.1
waktu, tidak bisa mendeteksi parasit dengan densitas yang rendah (<5
parasit/L), sulit menentukan tipe spesies plasmodium jika terjadi infeksi
malaria campuran, dan sering terjadi positif semu dan negatif semu jika
jumlah parasit terlalu rendah.1,8
Positif semu didapat jika terjadi kekeliruan saat membedakan antara parasit
malaria dengan bakteri, jamur, endapan, kotoran, sel debris dan trombosit.
Peningkatan kualitas persiapan dan pewarnaan hapusan darah diperlukan guna
menghindari hasil positif semu. Negatif semu biasanya meningkat saat terjadi
penurunan densitas parasit. Untuk menghindarinya dibutuhkan praktisi yang
berpengalaman dan waktu pemeriksaan yang lebih lama. Disarankan jumlah
lapang pandang pada darah tebal sebelum menyatakan hasil yang negatif
adalah sebanyak 100-400.6
2.2.2 Teknik ( Quantitative Buffy Coat ) QBC
Teknik QBC (Quantitative Buffy Coat) didesain untuk meningkatkan deteksi
mikroskopis malaria dan diagnosis malaria yang sederhana dengan
mengidentifikasi parasit malaria pada darah tepi. Metode ini menggunakan
pewarnaan dan pemadatan sel darah merah dengan acridine orange dan
pemeriksaannya menggunakan sinar Ultra Violet (UV) sebagai sumber
cahaya. Darah yang diambil dari ujung jari, kemudian dimasukkan kedalam
tabung hematokrit dan ditambahkan antikoagulan dan acridine. Tabung
hematokrit tersebut diletakkan di mesin pemutaran selama 5 menit dan
diperiksa dengan mikroskop yang menggunakan sinar UV sebagai sumber
cahaya. 7
Tes QBC merupakan tes yang cepat dan sensitif untuk mendiagnosis malaria.
Tes ini memiliki sensitifitas yang sama dengan metode mikroskopis darah tipis
konvensional dan hasilnya akan lebih terpercaya jika digunakan bersama
dengan pemeriksaan mikroskopis darah tipis. Metode QBC memerlukan alatalat yang khusus, lebih mahal dari pada metode mikroskopis dan sulit dalam
menentukan spesies dan jumlah dari parasit.1,7
BAB III
KESIMPULAN
Gejala klinis malaria memiliki gambaran karakteristik yaitu demam periodik,
anemia, dan splenomegali. Selain memiliki gambaran karakteristik gejala dari
malaria juga tergantung pada imunitas penderita, sedangkan derajat peyakit
malaria disebabkan oleh jenis plasmodium yang biasanya P. falcifarum
menyebabkan komflikasi, faktor umur, keadaan kesehatan dan nutrisi,
kemoprofilaksis, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Secara umum gejala klinis
malaria adalah demam, pusing, dan muntah yang muncul 10-15 hari setelah
tergigit oleh nyamuk. Gejala malaria yang tidak spesifik memerlukan diagnosis
sedini mungkin untuk mencegah komplikasi dan menurukan mortalitas.
Diagnosis malaria dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium diantaranya
pemeriksaan mikoskopis, teknik (Quantitative Buffy Coat) QBC, dan metode
serologi. Dari setiap metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing. Diagnosis laboratorium yang efektif diperlukan untuk mendiagnosis
malaria ditengah menigkatnya komplikasi dan mortalitas penderita malaria.
Dari beberapa diagnosis laboratorium yang tersedia, pemilhan jenis yang akan
digunakan tergantung dari tipe parasit penyebab malaria, kondisi ekonomi dan
letak area. Jika ingin biaya yang murah kita bisa menggunakan metode
mikroskopis, jika ingin hasil yang cepat kita bisa menggunakan rapid diagnostic
test. Semakin berkembangnya diagnosis laboratorium yang tersedia diharapkan
dapat mengurangi komplikasi dan mortalitas yang disebabkan oleh malaria.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Tangpukdee N, Duangdee C, Wilairatana P, and Krudsood S. Malaria
Diagnosis : A Brief Review. Korean J Parasitol. 2009;47(2):93-102.
2. Hawkes M, and C Kain K. Advance in Malaria Dianosis. Expert Rev. Anti
Infect. Then. 2007;5(3):485-494
3. Harnowo A. Malaria Masih Menjadi Ancaman di Indonesia. Available at :
http://health.detik.com/read/2012/04/13/093105/1891503/763/malariamasih-menjadi-ancaman-di-indonesia. Akses : 16 Juli 2012
4. WHO. Malaria. Available at : http://www.who.int/topics/malaria/en/.
Akses : 16 Juli 2012
5. Sudoyu A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K M, Setiati S. Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam. 2006:1754-1766.
6. Wongsrichanalai C, Barcus M. J, Muth S, Sutamihardja A, and
Wernsdorfer W H. Review of Malaria Diagnostic Tools: Microscopy and
Rapid Diagnostic Test (RDT). The American Society of Tropical Medicine
and Hygiene. 2007;77(6):119-127.
7. Chitivanich K, Silamut K, and Day P J N. Laboratory Diagnosis of
Malaria Infection Short Review of Methods. Department of Clinical
Tropical Medicine. 2007;61(1):4-7.
8. Murray C K, Murray, Gasser R A, Magill A J, and Miller R S. Update on
Rapid Diagnostic Testing for Malaria. Clinical Microbiology Reviews.
2008;21(1):97-110.
9. Murray C K, and Bennett J W. Rapid Diagnosis of Malaria.
Interdisciplinary Perspective on Infection Disease. 2009:1-7.
11