BIAYA
JOINT COST
AKUNTANSI B (KELOMPOK 3)
Risma Rusnawati N.K.
13430097
Ikke Chyntia Aprilia Sari 13430207
Linda Sekarmawarti 13430212
JOINT COST
Pengertian JOINT COST
Karakteristik Umum JOINT COST (Biaya Bersama)
Akuntansi untuk Biaya Produk Bersama
Akuntansi untuk Produk Samping
Pengaruh Biaya Produk Bersama pada Pengendalian
Biaya dan Pengambilan Keputusan
Kasus Dan Pembahasan
Kasus
Lanjutan Kasus...
Lanjutan Kasus...
193.663.156.186
2.337.531.610
119.185.166.872
1.957.672.579
121.142.839.451
116.683.537.472
Biaya penjualan
2.284.683.057
Laba usaha
74.694.935.657
3.758.327.634
Biaya lain-lain
2.503.135.558
1.255.192.076
Laba bersih
75.950.127.733
Lanjutan Kasus...
Dari laporan keuangan (laporan laba / rugi) pada tabel di atas dapat
diketahui bahwa biaya bersama yang timbul akibat terjadinya proses
produksi bersama sampai dengan biaya pemrosesan lanjutan, dapat
dilihat pada tabel 2 berikut ini :
Tabel 2 Biaya Bersama dan biaya lanjutan
Jumlah by produk bersama
118.316.538.163
1.957.672.579
120.274.210.742
pemrosesan lanjutan
Pembahasan
Produk bersama yaitu gula, tetes, ampas dan blotong timbul
karena berbagai produk tersebut berasal dari bahan yang sama,
diolah dengan proses yang sama. Masalah yang timbul dalam produk
bersama adalah bagaimana mengalokasikan biaya bersama kepada
setiap produk utama yaitu gula dan tetes agar masing-masing
mempunyai nilai yang akurat. Sedangkan produk sampingan memiliki
masalah bagaimana perlakuan akuntansinya baik yang dijual kepada
pihak luar maupun yang digunakan sendiri dalam proses produksi
Pabrik Gula Gempolkrep.
Pabrik Gula Gempolkrep mengalokasikan biaya bersama ke
produk utama yaitu gula dan tetes atas dasar penggunaan metode
harga pasar hipotesis. Penggunaan metode ini dinilai lebih realistis
dan cukup akurat dalam pengalokasian biaya produk bersama.
Dari perhitungan penggunaan metode harga pasar diperoleh
persentase pengalokasian biaya bersama ke produk utama yaitu gula
sebesar 72,44% dan tetes sebesar 27,56%. Jumlah biaya bersama
yang masuk dalam proses produksi sebesar Rp 118.316.538.163
yang dialokasikan ke produk gula sebesar Rp 85.708.869.308,93 dan
tetes sebesar Rp 32.607.668.854,07.
Lanjutan Pembahasan...
Lanjutan Pembahasan...
Lanjutan Pembahasan...
Dalam hal ini jumlah harga pokok pengganti produk sampingan yang telah
dipakai oleh perusahaan dalam proses produksi adalah sebesar 7.450 Ku x Rp
7.750,00 = Rp 57.737.500. kemudian jumlah biaya produksi pada laporan
keuangan sebesar Rp 121.142.839.451 dikurangi dengan harga pokok pengganti
produk sampingan sebesar Rp 57.737.500. hal ini akan menghasilkan biaya
produksi yang dialokasikan ke produk utama menjadi sebesar Rp
121.085.101.951. jadi pada metode ini biaya produk sampingan akan mendapat
alokasi dari biaya bersama. Sedangkan produk sampingan berupa blotong diproses
lebih lanjut manjadi pupuk kompos yang kemudian dijual kepada pihak luar.
Selama ini Pabrik Gula Gempolkrep mengakui hasil penjualan pupuk kompos
menggunakan metode pengakuan pendapatan kotor dengan mencatat penjualan
blotong sebagai pendapatan diluar usaha dan biayanya dicatat dalam biaya
produksi kompos pada komponen biaya lain-lain. Metode ini tidak mengalokasikan
biaya bersama ke produk sampingan dan merupakan prosedur non biaya (non cost
procedure) dimana biaya persediaan akhir dari produk utama dinilai berlebihan
karena sebagian biaya tersebut merupakan biaya produk sampingan. Penggunaan
metode ini tidak sesuai dengan yang disebutkan dalam PSAK No. 14 paragraf 13
bahwa biaya produk sampingan akan dinilai berdasarkan nilai realisasi bersih.
Metode yang sesuai teori dan PSAK untuk produk sampingan yang menyerap biaya
tambahan setelah terpisah dengan produk utama adalah metode pengakuan
pendapatan bersih yaitu hasil penjualan produk sampingan yang diperhitungkan
berdasarkan atas penjualan bersih produk sampingan.
Lanjutan Pembahasan...
Terima Kasih