Anda di halaman 1dari 2

Review Buku

Geopolitics: The Geography of International Relations


Saul Bernard Cohen

Chapter 4. The Cold War and Its Aftermath

Berakhirnya Perang Dunia II diasumsikan sebagai tanda dimulainya era baru, era damai.
Suatu kesadaran untuk menjaga keseimbangan global lebih penting dari pada dominasi global
dan peperangan. Membangun masing-masing wilayah dan manusianya lebih menjadi prioritas
dari pada saling menghancurkan satu sama lain antar kekuatan adidaya. Namun kesadaran
bersama ini belum bisa seutuhnya menyelesaikan konflik polaritas. Masalah perbatasan belum
mencapai kesepakatan dan ditambah dengan saling kecurigaan memicu pada saling unjuk
kekuatan dan terjadinya Perang Dingin.
Peta geopolitik saat itu bersifat kaku dan mencerminkan struktur bipolar antara maritim
yang berkutub pada Amerika dan kontinental yang berkutub pada Uni Soviet. Keduanya saling
menentukan wilayahnya, yaitu dengan pembentukan dan penyebaran alam maritim-liberal dan
kontinental-komunis. Kekuatan kedua kutub tersebut bertemu sama kuat pada area tertentu yang
sama rentannya, yang kemudian area tersebut dinamakan dengan shatterbelt. Area tertentu yang
disebut sebagai shatterbelt tersebut adalah Timur Tengah dan Tanduk Afrika, Afrika Sub-Sahara,
dan Asia Tenggara.
Sementara kedua kutub tersebut menentukan pengaruh dan wilayahnya, ada suatu
wilayah yang cenderung netral dari keduanya, yaitu Asia Selatan terutama India. Secara
geografis, wilayah tersebut jauh dari jangkauan dan pengaruh baik dari komunisme Uni Soviet
maupun liberalisme Amerika. Meski sempat mendapat pengaruh dari kedua kutub tersebut,
namun India lebih mampu menjaga netralitasnya dengan kuatnya mempertahankan kultur atau
budayanya.
Persaingan kedua kutub semakin sengit menampilkan berbagai strateginya dengan
penguasaan titik-titik strategis yang dianggap sebagi pintu masuk penyebaran pengaruh masing1

masing kutub. Sementara Amerika membentuk alam maritimnya, Uni Soviet melakukan
penetrasi ideologi komunis pada kunci pintu-pintu tersebut, yaitu: Timur Tengah dan Tanduk
Afrika (Mediterania Timur dan Terusan Suez, Laut Merah, Bab el-Mandeb, dan Teluk Aden);
Asia Tenggara dan lepas pantai (Selat Malaka dan Laut Cina Selatan); dan Karibia (Selat Florida
dan Saluran Yucatan).
Penetrasi dan penyebaran ideologi komunis Uni Soviet mengalami kemunduran saat Cina
melepaskan diri untuk mandiri dan dengan hadirnya kekuatan baru pada sektor ekonomi baik di
Uni Eropa, Jepang, maupun Cina. Ekonomi menjadi faktor penentu kekuatan baru dalam
kekuasaan global. Kebangkitan ekonomi Cina, Jepang dan sekitarnya, serta semakin kuatnya
alam maritim yang memiliki karakter ekonomi perdagangan menjadi magnit baru bagi
shatterbelt Asia Tenggara. Karena faktor tersebut, Asia Tenggara kemudian condong pada rim
Asia-Pasifik dan tidak lagi menjadi shatterbelt.
Peta geopolitik semakin dinamis dan mengalami restrukturisasi dari teori dan ideologi
menuju pada ekonomi dan sumberdaya alam. Namun demikian hal ini belum banyak dipahami
oleh beberapa wilayah terutama di shatterbelt. Dan ini sering dimanfaatkan oleh mereka yang
berkepentingan. Konflik termasuk di dalamnya terorisme yang terjadi di shatterbelt lebih
banyak didominasi oleh ideologi dan agama, yang sengaja ataupun tidak dimunculkan dan
dimanfaatkan oleh mereka yang berkepentingan dengan ekonomi dan sumberdaya alam.

Anda mungkin juga menyukai