Anda di halaman 1dari 14

Komunikasi Efektif

dan Empati

Maria Magdalena Renjaan


Yuan Alesandrro Suros
Juniati Marina
Ghereetha
Indra Fransis Liong
Fransiska Sopacua
Reynaldi Sanjaya Iskandar
Akrestivany Tandilimbong
David Yobel
Thena Artika Anggun
Abdul Rahman

/ 102013004
/ 102013009
/ 102013085
/ 102013158
/ 102013166
/ 102013246
/ 102013274
/ 102013329
/ 102013408
/ 102013422
/ 102013535

C1
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
KRIDA WACANA
Jalan Arjuna Utara No.6
Jakarta 11510

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai makhluk sosial, manusia dalam kehidupannya membutuhkan hubungan dengan
manusia lain. Hubungan ini terjadi karena manusia memerlukan manusia lainnya, ketika
sesuatu yang akan dilakukan tidak dapat dikerjakan seorang diri. Begitu juga dengan adanya
kebutuhan yang berbeda-beda dan saling membutuhkan, membuat manusia cenderung saling
membantu satu sama lain. Manusia senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya,
ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam
dirinya.
Komunikasi melibatkan transmisi maksud dan maklumat kepada audiens. Apabila
maksud ataupun maklumat tidak diterima oleh audiens, proses komunikasi tidak berlaku.
(Robbins dan De Cenzo, 1998)
Komunikasi diperlukan di semua bidang, dalam menjual produk, berbicara dengan atasan,
menjelaskan penyakit kepada pasien, dan sebagainya. Komunikasi adalah sesuatu yang
sangat penting dan diperlukan agar menghindari adanya misrepresentasi / salah tafsir dari
audiens, karena itu diperlukan komunikasi yang efektif. Komunikasi dikatakan efektif bila
orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Komunikasi efektif adalah
komunikasi yang terjadi secara dua arah, saling menghargai, dan mau mendengarkan.
Empati adalah kemampuan untuk mengambil kerangka berpikir klien sehingga
memahami dengan tepat kehidupan dunia dalam dan makna-maknanya dan bisa
dikomunikasikan kembali dengan jelas terhadap klien. (George & Cristiani, 1981)
Empati adalah kunci komunikasi yang baik. Jika seseorang ingin berkomunikasi dengan
baik dan efektif kepada audiens, maka orang tersebut harus bersikap empati. Empati berarti
menerima orang lain sebagaimana adanya yang didasari oleh kasih sayang yang bersifat tanpa
pamrih terhadap sesama manusia. Dengan berempati, manusia dapat menolong sesamanya
untuk menjadi kuat, mandiri, dan melihat realitas kehidupan. Selain itu, empati juga dapat
meningkatkan pertumbuhan dalam kesucian, kebajikan, kasih, dan hikmat spiritual.

BAB II
ISI

2.1 Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain
untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku secara keseluruhan baik
secara langsung dengan lisan maupun tidak langsung melalui media.(1)
2.1.1

Fungsi
a) Membentuk konsep diri: Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa
diri kita, dan itu hanya dapat kita peroleh dari informasi yang diberikan orang
lain kepada kita. Kita sadar kita adalah manusia karena orang-orang sekitar
menujukkan bahwa kita adalah manusia. Kita mungkin tidak akan sadar kita
laki-laki atau perempuan jika kita tidak pernah berkomunikasi dengan orang
lain. Kita dapat mencintai, mempercayai, menggangap kita cerdas apabila kita
dicintai, dipercayai, dan dianggap cerdas. Kita akan menganggap diri kita
tampan atau cantik bila orang sekitar mengatakan hal demikian.(2)
b) Pernyataan eksistensi-diri: Orang berkomunikasi untuk menujukkan dirinya
eksis. Ini yang disebut aktualisasi-diri atau pernyataan eksistensi-diri. Saya
berbicara, maka saya ada (Rene Descartes, 1610). Bila kita berdiam diri,
orang lain akan memperlakukan kita seolah-olah kita tidak ada. Namun ketika
kita berbicara, kita sebenarnya menyatakan kalau kita ada. (2)

c) Untuk

kelangsungan

hidup,

memupuk

hubungan,

dan

memperoleh

kebahagiaan: Sejak lahir, manusia tidak dapat hidup sendiri untuk


mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang
lain. Komunikasi akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh dan memberi
informasi yang dibutuhkan, untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain,
mempertimbangkan solusi alternatif atas masalah dan mengambil keputusan,
dan tujuan-tujuan sosial serta hiburan.(2)

d) Menyampaikan perasaan-perasaan emosi kita. Perasaan sayang, peduli, rindu,


simpati, gembira, sedih, takut, dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata,
namun terutama lewat perilaku nonverbal.(2)

e) Menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan,


dan mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan juga menghibur
(persuasif).(2)

f)

Menghindari terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan, dengan memberi pesan


berupa perintah, peringatan, penilaian dan lain sebagainya.(2)

2.1.2

Bentuk
a) Komunikasi verbal: Komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan
maupun tulisan. Melalui kata-kata, manusia mengungkapkan perasaan, emosi,
pemikiran, gagasan, atau maksud, menyampaikan fakta, data, dan informasi
serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling
berdebat, dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal, bahasa memegang
peranan penting.(1)

b) Komunikasi nonverbal: Komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk


nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis
komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat
tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal
yang mau diungkapkan karena spontan. Komunikasi non verbal dapat berupa
bahasa tubuh, tanda (sign), tindakan/perbuatan (action) atau objek (object).(1)

2.2 Komunikasi Efektif


Komunikasi efektif adalah komunikasi yang bertujuan agar komunikan dapat memahami
pesan yang disampaikan oleh komunikator dan komunikan memberikan umpan balik yang
sesuai dengan pesan. Umpan balik yang sesuai dengan pesan tidak selalu berupa persetujuan.
Komunikan dapat saja memberikan umpan balik berupa ketidaksetujuan terhadap pesan, yang

terpenting adalah dimengertinya pesan dengan benar oleh komunikan dan komunikator
memperoleh umpan balik yang menandakan bahwa pesannya telah dimengerti oleh
komunikan (komunikasi dua arah).(3)
Manfaat utama dari komunikasi yang efektif adalah agar tersampaikannya gagasan,
pemikiran, atau pesan seseorang kepada orang lain dengan jelas dan sesuai dengan yang
dimaksudkan agar dapat menghindari terjadinya salah tafsir / persepsi yang berbeda.(3)
2.2.1

Syarat komunikasi efektif

a) Keselarasan elemen-elemen komunikasi dengan pesan: Elemen-elemen


komunikasi harus mendukung isi pesan. Elemen-elemen komunikasi tersebut
adalah sumber, pesan, saluran, penerima, tanggapan, dan situasi. Komunikasi
akan efektif jika terdapat keselarasan isi pesan dengan elemen-elemen lain dari
proses komunikasi.(3)

b) Minimalisasi hambatan komunikasi: Komunikasi akan efektif jika hambatan


berhasil diminimalkan. Hambatan komunikasi dapat terjadi pada tiap elemen
komunikasi.

Hambatan

tersebut

dapat

berupa

perbedaan

persepsi,

permasalahan bahasa, kurang mendengarkan, perbedaan emosional, dan


perbedaan latar belakang.(3)

c) Komunikasi yang berlangsung dua arah, menggunakan bahasa yang baik dan
mudah dimengerti, situasi yang nyaman dan kondusif, saling menghargai dan
tidak otoriter, serta mau mendengarkan pendapat dan saran dari komunikan.(3)

2.2.2

Verbal
a) Jelas dan ringkas: Komunikasi berlangsung efektif, sederhana, pendek, dan
langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan, makin kecil kemungkinan
terjadi kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan bicara secara lambat dan
mengucapkannya dengan jelas, serta dengan penggunaan contoh. Ulang
bagian yang penting dari pesan yang disampaikan.(4)

b) Perbendaharaan kata: Gunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh orang


lain.(4)

c) Intonasi: Suara komunikator mampu mempengaruhi arti pesan. Nada suara


pembicaraan mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang
dikirimkan karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada
suaranya.(4)

d) Kecepatan berbicara: Keberhasilan komunikasi verbal dipengaruhi oleh


kecepatan berbicara dan tempo bicara yang tepat. Selaan yang lama dan
pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa komunikator sedang menyembunyikan sesuatu.
Selaan digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu
kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.(4)

2.2.3

Nonverbal
a) Penampilan fisik: Penampilan merupakan salah satu hal pertama yang
diperhatikan

selama

komunikasi

interpersonal.

Seseorang

yang

memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan kesan dan citra diri


yang positif. (4)
b) Sikap tubuh dan cara berjalan: Sikap tubuh dan cara berjalan mencerminkan
konsep diri, mood, dan kesehatan.(4)

c) Ekspresi wajah: Wajah merupakan bagian tubuh yang paling ekspresif.


Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan
pendapat interpersonal. Kontak mata juga sangat penting dalam komunikasi
ini. Orang yang mempertahankan kontak mata selama pembicaraan
dipersepsikan sebagai orang yang dapat dipercaya dan memungkinkan untuk
menjadi pengamat yang baik.(4)

d) Sentuhan: Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian diberikan melalui


sentuhan. Sentuhan yang diberikan harus dilakukan dengan kepekaan dan hatihati, serta memperhatikan norma sosial karena dapat menimbulkan salah
persepsi dari orang lain.(4)

2.3 Empati
Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang dialami orang lain
pada saat tertentu, dari sudut pandang dan perspektif orang tersebut.(5)
Empati adalah kemampuan kita dalam menyelami perasaan orang lain tanpa harus
tenggelam di dalamnya (Ubaydillah, 2005). Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang
juga berempati terhadap sesama manusia, komunikasi yang menunjukkan adanya saling
pengertian antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini menciptakan interaksi
yang membuat satu pihak memahami sudut pandang pihak lainnya.(3)

2.3.1

Syarat komunikasi yang berempati


a) Ketertarikan terhadap sudut pandang komunikan: Sikap ini akan mendorong
komunikan untuk lebih terbuka.(3)
b) Sikap sabar untuk tidak memotong pembicaraan: Banyak informasi yang
didapat jika komunikator bersabar untuk memperoleh penjelasan detail dari
sudut pandang komunikan.(3)
c) Sikap tenang, meskipun menangkap ungkapan emosi yang kuat. Beberapa
sudut pandang bersifat sangat pribadi, sehingga saat mengungkapkannya
keterlibatan emosi tidak dapat dihindari. (3)
d) Bersikap bebas prasangka, atau tidak evaluatif, kecuali jika sangat diperlukan:
Untuk dapat memahami sudut pandang orang lain, kita hindari sikap evaluatif.
Sikap evaluatif akan membuat komunikan menyeleksi hal-hal mana yang
perlu atau tidak disampaikan, dengan pertimbangan apakah sudut pandangnya
dapat diterima atau tidak.(3)

e) Sikap awas pada isyarat permintaan pilihan atau saran: Sikap ini
memperlihatkan adanya dukungan atau bantuan yang bisa diharapkan
komunikan dari komunikator.(3)
2.3.2

f) Sikap penuh pengertian.(3)


Manfaat
a) Menghilangkan sikap egois: Ketika kita dapat merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain, memasuki pola pikir orang lain, dan memahami perilaku
orang tersebut, maka kita tidak akan berbicara dan berprilaku hanya untuk
kepentingan diri kita tetapi kita akan berusaha berbicara, berpikir, dan
berprilaku yang dapat diterima juga oleh orang lain.(5)

b) Menghilangkan kesombongan: Salah satu cara mengembangkan empati adalah


membayangkan apa yang terjadi pada orang lain akan terjadi pula pada diri
kita. Pada saat kita membayangkan kondisi tersebut maka kita akan terhindar
dari kesombongan atau tinggi hati karena apapun akan bisa terjadi pada diri
kita jika Tuhan menghendaki. Kita tidak akan merendahkan orang lain karena
kita telah mengetahui perasaan orang lain dan memahami apa yang sebenarnya
terjadi.(5)

c) Mengembangkan kemampuan evaluasi dan kontrol diri: Pada dasarnya empati


adalah

suatu

usaha

kita

untuk

melakukan

evaluasi

diri

sekaligus

mengembangkan kontrol diri yang positif. Kemampuan melihat diri orang lain
baik perasaan, pikiran, maupun perilakunya merupakan bagian dari bagaimana
kita merefleksikan keadaan tersebut dalam diri kita.(5)

2.4 Pembahasan Skenario


Seorang ibu Pembina pos yandu lulusan Master di bidang Kesehatan Masyarakat ingin
memberikan presentasi kepada beberapa kader pos yandu yang terdiri dari berbagai latar
belakang. Si ibu ini hendak memberikan presentasi dengan menggunakan kata-kata yang
rumit agar terlihat pintar dan keren.

2.4.1

Identifikasi istilah yang tidak diketahui

a) Kader: Kader adalah orang atau kumpulan orang yang dibina oleh suatu
lembaga kepengurusan dalam sebuah organisasi, baik sipil maupun militer,
yang berfungsi sebagai 'pemihak' dan atau membantu tugas dan fungsi pokok
organisasi tersebut
b) Posyandu: Kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan
untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan. Posyandu dimulai
terutama untuk melayani balita (imunisasi, timbang berat badan) dan orang
lanjut usia (Posyandu Lansia). Posyandu juga memberikan panduan kesehatan
bagi ibu hamil dan ibu menyusui. Selain itu, Posyandu juga memberi vaksinasi
dan makanan suplemen kepada bayi dan balita, serta menjadi media deteksi
dini kasus-kasus malnutrisi dan kekurangan gizi pada bayi dan balita.
c) Keren: tampak gagah dan tangkas, perlente (berpakaian bagus, berdandan rapi,
dsb).

2.4.2

Rumusan Masalah

a)

Kader yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan.

b)

Penggunaan bahasa yang rumit dalam memberikan presentasi.

2.4.3

Analisis Masalah

2.4.4

Hipotesis

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menggunakan bahasa dan metode
yang tepat yang disesuaikan dengan latar belakang pendidikan dan lingkungan kader
posyandu.

2.4.5
a)

Sasaran Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami komunikasi yang efektif.
b) Mahasiswa mampu menggunakan bahasa dan metode yang tepat dalam
berkomunikasi.

c)

Mahasiswa mampu menyesuaikan diri dengan latar belakang orang lain.

d)

Mahasiswa mampu lebih berempati terhadap sesama.

2.4.6

Pembahasan

a) Dari skenario di atas, ibu tersebut memberikan presentasi kepada beberapa


kader posyandu. Presentasi bukanlah metode yang tepat dalam hal ini karena
jumlah kader pun biasanya dibawah 10 orang sehingga lebih baik digunakan
metode seperti diskusi atau lainnya. Dengan diskusi dapat terjadi komunikasi
dua arah sebagai syarat terjadinya komunikasi efektif sedangkan jika
menggunakan presentasi, komunikasi yang terjadi bukanlah dua arah. Diskusi
pun dapat membuat para kader lebih mengerti akan isi dari penjelasan ibu
posyandu dan dapat memberikan masukan yang mungkin lebih baik dari
sebelumnya.

b) Pada presentasi itu ibu tersebut akan menggunakan bahasa yang rumit. Ini juga
merupakan komunikasi yang tidak efektif karena kader posyandu memiliki
latar belakang pendidikan yang berbeda dengan ibu tersebut yang bergelar
Master. Kader posyandu tidak akan mengerti isi dari presentasi tersebut
apabila memakai bahasa-bahasa yang rumit sehingga kader posyandu tidak
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

c) Ibu itu pun memakai bahasa yang rumit agar terlihat pintar dan keren. Ini juga
merupakan komunikasi yang tidak efektif karena ibu posyandu tersebut lupa
dengan tujuan awalnya dalam melakukan presentasi. Presentasi diperuntukkan
untuk para kader posyandu agar mereka mengerti akan tugas mereka sebagai
kader posyandu bukan agar ibu tersebut tampak keren. Apabila ibu tersebut
melakukkan presentasi untuk dirinya, maka tugas posyandu ke depannya akan
terbengkalai.

d) Ibu ini pun tidak melakukan komunikasi yang berempati. Empati berarti ibu
tersebut memposisikan dirinya sebagai kader-kader posyandu yang berasal
dari berbagai macam latar belakang pendidikan, fisik, sosial, dan budaya.
Dengan berempati ibu tersebut seharusnya memberikan presentasi yang cocok
dengan semua kader dan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh

semua kader posyandu, bukan dengan menampilkan bahasa yang rumit agar
terlihat keren atau pintar. Ibu tersebut pun harusnya mengganti metode
penyampaian dengan lebih tepat agar komunikasi dapat berjalan dengan dua
arah, dimana ibu itu dapat menerima masukan dari kader-kader posyandu yang
mungkin lebih mengenal daerah tersebut dan orang-orang di sekitar posyandu.
Kader-kader posyandu pun dapat lebih leluasa untuk bertanya apabila ada halhal yang kurang dimengerti.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi yang efektif dan berempati adalah komunikasi yang berlangsung dua arah,
menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti, situasi yang nyaman dan kondusif,
saling menghargai dan tidak otoriter, mau mendengarkan pendapat dan saran dari komunikan,

serta adanya saling pengertian antara komunikator dengan komunikan sehingga membuat
satu pihak memahami sudut pandang pihak lainnya.
Pada skenario di atas, ibu pembina posyandu tidak melakukan komunikasi yang efektif
dan berempati.

DAFTAR PUSTAKA
(1) Arwani. 2002. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
(2) Mulyana, Deddy. 2009. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
(3) Yani, Sulis. 2012. Komunikasi Efektif, Empatik, dan Persuasif. Malang: Bayu Media.
(4) Christina, dkk. 2003. Komunikasi Kebidanan. Jakarta: EGC.

(5) Muryono, Sigit. 2011. Empati, Penalaran Moral dan Pola Asuh: Telaah Bimbingan

Konseling. Jakarta: Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai