Anda di halaman 1dari 9

PENATALAKSANAAN PSMBA PADA SIROSIS HEPATIS

posted in Interna by DokMud's Blog

1 Votes

Pendahuluan
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) sering ditemukan dalam praktek sehari-hari dan merupakan salah
satu keadaan gawat darurat di bidang gastroenterologi.
Dalam kepustakaan Barat dilaporkan angka kematian yang cukup tinggi (8-10%) dalam kurun 40 tahun terakhir,
walaupun telah banyak dicapai kemajuan baik dari segi diagnostik maupun terapeutik. Di Amerika Serikat keadaan
ini menyebabkan 10.000-20.000 kematian setiap tahunnya dengan angka kekerapan sekitar 150 per 100.000
populasi. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ditemukan rata-rata 200-300 kasus perdarahan SCBA setiap tahun
dengan angka kematian rata-rata 26% (pada tahun 1988) di mana sebagian besar disebabkan oleh penyakit dasar
sirosis hati dengan berbagai komplikasinya.1,2,3
Terdapat perbedaan populasi penyebab/sumber perdarahan SCBA di negara-negara Barat dan di Indonesia. Di
negara-negara Barat ulkus peptikum menduduki peringkat teratas (50-60%) dan varises esofagus hanya sekitar
10%. Sementara di Indonesia (khususnya di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo) varises esofagus menduduki
peringkat pertama penyebab perdarahan SCBA (lihat tabel 1).
Angka kematian pada perdarahan pertama akibat pecahnya varises esofagus sekitar 30-50%, hampir 2/3-nya
meninggal dalam waktu satu tahun.3
Manifestasi Klinis
Dengan berkembangnya kemajuan di bidang diagnostik, sirosis hati semakin banyak ditemukan di Indonesia.
Semakin lanjut keadaan penyakit ini, semakin banyak ditemukan komplikasinya, seperti hipertensi portal (dengan
manifestasi klinik berupa varises gastroesofagus dan splenomegali), asites, ensefalopati hepatik, peritonitis
bakterial spontan, sindrom hepatorenal, dan karsinoma hepatoselular.
Perdarahan SCBA pada pasien sirosis hati sebagian besar disebabkan oleh pecahnya varises esofagus, sebagian
lainnya disebabkan oleh pecahnya varises gaster (di kardia atau fundus) serta gastritis erosif/ulkus yang
disebabkan karena terjadinya gastropati hipertensi portal.
Perdarahan SCBA pada pasien sirosis hati biasanya bervariasi dari hanya anemia dengan perdarahan tersamar yang
diketahui pada tes benzidin, klinis melena, sampai hematemesis melena masif.
Perdarahan SCBA karena pecahnya varises esofagus menuntut penatalaksanaan yang cepat dan tepat karena
dapat mengancam jiwa serta dapat memperburuk keadaan penyakit dan dapat mencetuskan terjadinya
ensefalopati hepatik. Belum jelas benar apa penyebab pecahnya varises esofagus ini, namun diduga tingginya
tekanan portal dan ukuran dari varises memegang peranan penting.4,5,6
Pecahnya varises esofagus dapat terjadi secara spontan tanpa adanya faktor pencetus, menyebabkan terjadinya
hematemesis masif dengan atau tanpa melena. Kadang-kadang status hemodinamik pasien masih stabil atau
hanya takikardia ringan, namun sering pula sampai terjadi renjatan.
Perdarahan SCBA berbeda dengan perdarahan eksternal yang mudah dilihat/diukur. Penilaian akan jumlah darah
yang hilang sangat penting untuk antisipasi penatalaksanaan. Lumen usus mempunyai kemampuan untuk
menyimpan volume darah sebelum keluar melalui muntah atau peranum. Terjadinya hipotensi postural (10 mmHg
atau lebih) menggambarkan bahwa kemungkinan telah terjadi kehilangan darah sedikitnya 20%. Jika terjadi
renjatan, menandakan telah terjadi kehilangan volume darah sekitar 40%.

Penilaian berkala hemoglobin dan hematokrit dapat membantu kita mengantisipasi jumlah darah yang akan
ditransfusikan. Tetapi harus diingat bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh faktor hemodilusi, sehingga pada awal
perdarahan kurang dapat menggambarkan berapa banyak darah yang telah hilang.1,3,6
Pendekatan Diagnostik
Anamnesis yang cermat dan teliti akan menuntun kita ke arah penyebab perdarahan. Perlu ditanyakan adanya
riwayat perdarahan saluran cerna terdahulu, riwayat penyakit kuning serta penggunaan obat-obatan (OAINS).
Namun karena perdarahan SCBA pada pasien sirosis hati (khususnya karena pecahnya varises esofagus/varises
gaster) sering bersifat life threatening, anamnesis sering dilakukan bersamaan atau sesudah status hemodinamik
pasien dinilai dengan memperhatikan adanya tanda-tanda hipovolemia seperti keringat dingin, rasa haus,
takikardia bahkan renjatan.
Resusitasi kardiovaskular seyogyanya dilakukan segera mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi lanjut
akibat hipotensi berkepanjangan.
Pasien dengan perdarahan SCBA akibat pecahnya varises esofagus/varises gaster umumnya tidak mengeluh rasa
sakit di epigastrium. Darah yang dimuntahkan biasanya berwarna kehitaman dan tidak membeku (karena sudah
bercampur dengan asam lambung); atau merah segar.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya tanda-tanda penyakit hati kronik seperti ikterus, spider nevi,
splenomegali serta asites.
Pemeriksaan laboratorium harus meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap, kimia darah, serta sistem hemostasis.
Pemeriksaan cross-match dilakukan dalam rangka persiapan pemberian transfusi darah.
Endoskopi SCBA merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk menentukan sumber perdarahan serta
aktivitasnya secara akurat. Namun pemeriksaan ini seyogyanya dilakukan jika keadaan umum serta hemodinamik
pasien telah stabil.
Penilaian atas proses perdarahan (telah berhenti, masih berlangsung atau bertambah masif) akan mempengaruhi
sejauh mana eksplorasi diagnostik ataupun intrevensi terapeutik (endoskopik maupun bedah) dilakukan.
Selain menilai kebutuhan transfusi darah untuk mempertahankan hemodinamik, penilaian aspirat sonde lambung
secara legeartis dapat pula dipakai untuk menilai progresifitas perdarahan. Tidak jarang pasien datang dengan
episode perdarahan di luar rumah sakit, sehingga kita harus membuktikan bahwa memang terdapat perdarahan
SCBA. Dalam keadaan ini, aspirat sonde lambung merupakan langkah pertama untuk membuktikannya.
Penatalaksanaan Umum
Pada garis besarnya, penatalaksanaan pasien perdarahan SCBA, apapun penyebabnya (termasuk perdarahan
akibat pecahnya varises esofagus pada sirosis hati) terdiri atas penatalaksanaan umum dan penatalaksanaan
khusus.
Penatalaksanaan umum bertujuan untuk sesegera mungkin memperbaiki keadaan umum pasien dan menstabilkan
hemodinamik (resusitasi).
Jika memungkinkan, pasien akan lebih baik jika dirawat di ruang rawat intensif untuk menjamin pengawasan
hemodinamik.
Resusitasi cairan biasanya dengan memberikan cairan kristaloid (NaCl fisiologis atau ringer lactat) bahkan jika perlu
diberikan larutan koloid.
Pada keadaan tertentu sebaiknya dipasang dua jalur infus dengan jarum besar, sekaligus untuk mempersiapkan
jalur intravena untuk pemberian transfusi darah. Untuk transfusi darah biasanya diberikan packed red cell dengan
pertimbangan telah terjadi pemulihan cairan intravena. Perlu dipertimbangkan pemberian faktor-faktor pembekuan

dengan menambahkan plasma segar beku, karena pada keadaan sirosis hati umumnya terjadi defisiensi faktorfaktor pembekuan. Whole blood dapat dipakai pada perdarahan masif.
Bilas lambung dengan menggunakan air es atau larutan NaCl fisiologis sebaiknya dilakukan, selain untuk tujuan
diagnostik juga dalam usaha untuk menghentikan perdarahan. Teknik bilas lambung harus tepat sehingga tidak
memimbulkan trauma mukosa SCBA. Pada pasien sirosis hati umumnya kondisi mukosa lambung rapuh dan mudah
berdarah akibat kongesti portal. Evakuasi darah dari dalam lambung dapat mencegah terjadinya ensefalopati
hepatik.
Dari aspirat sonde dapat kita perkirakan bahwa perdarahan berlangsung aktif bila darah yang keluar berwarna
segar (belum bercampur dengan asam lambung). Darah segar cair tanpa bekuan harus diwaspadai adanya
gangguan hemostasis. Untuk memperbaiki faal hemostasis dapat diberikan injeksi vitamin K dan asam
traneksamat. Pemberian antasida oral, sukralfat dan injeksi penyekat reseptor H2 dapat diberikan jika ada dugaan
kerusakan mukosa yang menyertai perdarahan. Dengan menekan sekresi asam, diharapkan mekanisme
pembekuan darah tidak terganggu oleh terjadinya lisis bekuan pada lesi yang terlalu cepat.
Sterilisasi usus dengan pemberian preparat neomisin dan preparat laktulosa oral serta tindakan klisma tinggi
bermanfaat untuk mencegah kemungkinan terjadinya ensefalopati hepatik. Pada awal perawatan, sebaiknya pasien
dipuasakan (kecuali obat-obatan oral). Lama puasa sebaiknya sesingkat mungkin. Realimentasi dapat segera
dimulai secara bertahap bila secara klinis perdarahan berhenti, yaitu cairan aspirat lambung jernih dan
hemodinamik stabil.
Penatalaksanaan Khusus
Sejumlah kepustakaan melaporkan bahwa hampir 50% kasus perdarahan SCBA karena pecah varises esofagus akan
berhenti secara spontan setelah penata-laksanaan resusitasi, sehingga eksplorasi diagnostik dapat dikerjakan
secara elektif (khususnya endoskopi). Masalahnya adalah kapan kita melakukan eksplorasi endoskopik bila
perdarahan masih tetap berlangsung, apalagi jika hemodinamik belum stabil. Terdapat dua pilihan yaitu endoskopi
emergensi (emergency endoscopy) atau endoskopi dini (early endoscopy). Keduanya mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Endoskopi emergensi seyogyanya dilakukan tidak hanya untuk menentukan sumber perdarahan tetapi
juga dapat dilakukan endoskopi terapeutik lebih lanjut. Secara teknis tindakan endoskopi emergensi sulit dilakukan
sehingga diperlukan skill yang tinggi (karena umumnya lapangan pandang tertutup oleh darah), serta peralatan
yang memadai (sebaiknya alat endoskopi dengan double channel) dan dukungan alat serta tim resusitasi yang
lengkap.
Oleh sebab itu, kami lebih memilih tindakan endoskopi dini dengan tim endoskopi yang lengkap dalam keadaan
hemodinamik yang stabil, sehingga selain diagnosis dapat ditegakkan dengan seksama dapat dilanjutkan dengan
endoskopi terapeutik bila diperlukan. Untuk mencapai keadaan hemodinamik yang stabil sebelum dilakukan
eksplorasi endoskopis, Konsensus Nasional Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (2000) serta European
Association for The Study of The Liver (2001) menganjurkan segera diberikan obat-obat vasoaktif. Pemberian obatobat vasoaktif itu tidak hanya untuk menghentikan perdarahan tetapi juga untuk mencegah perdarahan ulang dini
(5 hari bebas perdarahan), sehingga akan mempercepat pemulihan kondisi pasien dan memberikan kesempatan
untuk melakukan terapi definitif.1,2,6,7
Obat-obat vasoaktif yang dapat digunakan dalam keadaan ini adalah:
a. Vasopresin (Pitresin)
Golongan obat ini diharapkan dapat menghentikan perdarahan melalui efek vasokontstriksi pembuluh-pembuluh
darah splanik sehingga menyebabkan penurunan aliran darah portal dan tekanan vena porta. Dosis yang
dianjurkan adalah 0,2-0,4 unit/menit selama 1-24 jam. Golongan obat ini juga dapat menurunkan aliran darah
koroner, sehingga dapat menimbulkan insufisiensi koroner akut. Oleh sebab itu, pemberian obat itu pada usia lanjut
harus hati-hati serta tidak dapat digunakan pada pasien penyakit jantung koroner.
b. Somatostatin dan octreotide
Somatostatin atau octreotide (analog somatostatin) dewasa ini makin banyak digunakan untuk menghentikan
perdarahan SCBA pada pasien sirosis hati karena golongan obat ini dapat menurunkan aliran darah splanik serta
menurunkan tekanan darah portal tanpa efek samping yang berarti. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
efektivitas golongan obat itu dalam menghentikan perdarahan SCBA akibat pecahnya varises esofagus sebanding
dengan skleroterapi emergensi varises esofagus. Dilaporkan bahwa golongan obat ini dapat mencegah terjadinya
perdarahan ulang setelah tindakan skleroterapi varises esofagus. Golongan obat ini juga mempunyai efek
menghambat sekresi asam lambung dan sekresi getah pankreas serta menurunkan aliran darah ke lambung.
Dosis yang diberikan adalah:
Somatostatin: 250 mikrogram bolus diikuti dengan tetesan infus kontinu 250 mikrogram/jam.
Octreotide: tetesan infus kontinyu 50 mikrogram/jam.

Tamponade Balon2,3,6
Penggunaan tamponade balon secara temporer untuk menghentikan perdarahan SCBA pada sirosis hati dapat
dipertimbangkan jika pengobatan farmakologis tidak berhasil. Yang paling populer adalah Sangstaken-Blakemore
tube (SB tube) yang mempunyai tiga pipa dan dua balon lambung dan esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube
yang menakutkan dan sering berakibat fatal adalah pneumonia aspirasi, kerusakan esofagus (dari laserasi sampai
perforasi) dan obstruksi jalan napas karena migrasi balon ke dalam hipofaring. Oleh karena itu, pemasangan SB
tube sebaiknya hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman serta diikuti dengan observasi yang ketat.
SB tube sebaiknya jangan dipasang terlalu lama karena dikhawatirkan terjadinya nekrosis. Selain itu, pemasangan
balon ini memberikan rasa tidak enak bagi pasien.
Terapi Endoskopik
Pada perdarahan yang berasal dari pecahnya varises esofagus/varises gaster, terdapat beberapa alternatif tindakan
endoskopi terapeutik yang dapat dilakukan.
a. Skleroterapi dengan menggunakan etoksisklerol 1,5%
Penyuntikan dapat dilakukan intravarises atau paravarises. Untuk itu diperlukan fungsi hemostatik yang cukup baik.
Dilaporkan bahwa pemberian somatostatin atau octreotide sebelum tindakan dapat menurunkan risiko perdarahan
durante maupun pasca-tindakan.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa skleroterapi endoskopis dapat mengontrol perdarahan SCBA akibat
pecahnya varises esofagus antara 70-90%, namun sebagian besar memerlukan tindakan skleroterapi lanjutan.
b. Rubber Band Ligation
Akhir-akhir ini ligasi varises esofagus makin banyak dilakukan, karena efektivitasnya yang lebih baik serta risiko
perdarahan durante tindakan dan komplikasinya yang lebih rendah dibanding skleroterapi endoskopik. Ligasi
varises esofagus dengan menggunakan overtube saat ini telah banyak ditinggalkan, diganti dengan six shooter
ligator atau local five shooter ligator yang dikembangkan oleh Subbagian Gastroenterologi Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ada pengalaman
penggunaan rubber band ligation pada varises fundus dengan hasil yang cukup memuaskan (Aziz Rani, 1998)
c. Bila titik lokasi perdarahan pada varises dapat diidentifikasi, dapat disuntikkan preparat histoakril
pada lesi tersebut sehingga terbentuk gumpalan histoakril dalam lumen varises. Hal ini juga dilakukan bila varises
terletak pada fundus atau kardia lambung.
Yang juga sering menjadi masalah adalah perdarahan bukan berasal dari varises yang ada, tetapi berasal dari
gastropati hipertensi portal dalam bentuk perdarahan difus mukosa lambung. Belum ada modalitas khusus untuk
menghentikan perdarahan pada awal penatalaksanaan keadaan ini, namun golongan obat vasoaktif (vasopresin,
somatostatin, atau octreotide) dapat merupakan alternatif pilihan.
Untuk mengurangi kemungkinan perdarahan berulang jangka panjang, dapat dipakai protokol pemberian
propranolol atau operasi shunting elektif atau percutaneous transhepatic obliteration (PTO) atau tindakan
transjugular-intrahepatic portosystemic shunting (TIPS).
Tindakan Pembedahan
Pada keadaan-keadaan:
perdarahan masif sehingga terdapat keterbatasan manfaat endoskopi baik untuk diagnosis maupun terapeutik
karena lapang pandang yang tertutup oleh bekuan darah, dan
berbagai modalitas pengobatan yang telah dilakukan (farmakologik maupun endoskopik) tidak dapat
menghentikan perdarahan.
dengan terus mengevaluasi keadaan kegawatan, maka perlu dipertimbangkan intervensi bedah (transeksi esofagus
dan devaskularisasi). Namun keadaan umum pasien serta fungsi hati yang buruk sering merupakan kendala
toleransi operasi.
Permasalahan di Indonesia
Masalah umum yang dihadapi adalah bagaimana penatalaksanaan perdarahan SCBA pada sirosis hati (maupun
oleh sebab-sebab lain) tanpa dukungan sarana endoskopi, baik dagnostik maupun terapeutik. Perkiraan sumber
perdarahan dari anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang adekuat atau pun penilaian aspirat sonde
lambung akan banyak membantu pemilihan protokol pengobatan konservatif yang memadai.
Beberapa prinsip dasar yang dapat dipegang adalah:
1. sejauh mana kita mengharapkan dampak penurunan aliran darah splanik terhadap berhentinya proses
perdarahan SCBA dengan pemberian golongan obat vasoaktif.
2. sebagian perdarahan SCBA pada pasien sirosis hati (atau oleh karena sebab-sebab lain) dapat berhenti spontan
setelah tindakan resusitasi. Bagaimana kita melakukan prediksi kasus yang memerlukan penatalaksanaan khusus
untuk dirujuk ke institusi yang lebih lengkap sarananya.
Kesimpulan

Perdarahan SCBA pada sirosis hati (khususnya oleh karena pecah varises esofagus/varises gaster)
merupakan salah satu keadaan gawat darurat, tidak jarang bersifat life threatening yang seyogyanya
mendapatkan penatalaksanaan yang cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk.
Tindakan resusitasi cairan dan pemberian obat-obatan dapat menghentikan perdarahan secara spontan
pada banyak kasus, namun pemberian obat-obatan vasoaktif (vasopresin, somatostatin, atau octreotide)

dapat membantu menghentikan perdarahan serta mencegah perdarahan ulang.


Tindakan endoskopi seyogyanya dilakukan setelah keadaan hemodinamik stabil sehingga dapat
dilakukan secara seksama dan dapat dilanjutkan dengan tindakan endoskopi terapeutik bila diperlukan.
Pada keadaan di mana terapi farmakologis gagal atau terdapat keterbatasan dalam melakukan tindakan
endoskopi (baik diagnostik maupun terapeutik), maka patut dipertimbangkan tindakan bedah.
Pada perdarahan SCBA pada pasien sirosis hati yang bukan karena pecahnya varises esofagus/gaster,
golongan obat-obat vasoaktif dapat menjadi alternatif pilihan.
Masih banyak rumah-rumah sakit di Indonesia yang belum dilengkapi dengan fasilitas endoskopi
(diagnostik dan terapeutik) sehingga memerlukan ketajaman para dokter untuk menentukan protokol
pengobatan konservatif.
About these ads
Related
PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAHIn "Interna"
SINDROM HELLP PADA PREEKLAMSI/EKLAMSIIn "Obgyn"
DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course)In "Paru"

penatalaksanaan PSMBA pada sirosis hepatis, PSMBA

PERDARAHAN SALURAN MAKAN BAGIAN ATAS (PSMBA)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BLAKANG
Setiap perdarahan baik sedikit mupun banyak dapat dianggap sebagai salah satu masalah
gawat darurat medis yang perlu mendapat pengelolaan segera. Termasuk perdarah yang sering
ditemukan di bidang gastroenterology, yaitu perdarahan saluran makan. Perdarahan saluran
makan bagaian atas (PSMBA) berupa hematemesis dan melena.
Perdarahan saluran makan bagaian atas (upper gadtrointestinal bleeding) merupakan
suatu masalah medis yang sering menimbulkan kematian yang tinggi, oleh karena itu harus
dianggap suatu masalah gawat darurat yang serius, dan perlu penanganan segera. Faktor utama
yang berperan dalam tingginya ngka kematian adalah kegagalan untuk menilai masalah ini
sebgai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan diagnostic dalam menentukan sumber
perdarahan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI SALURAN PENCERNAAN BAGIAN ATAS
1. Rongga Mulut 1
Merupakan bagian pertama dari sistem pencernaan. Strukturnya meliputi gigi geligi atas dan
bawah, palatum lunak (palatum durum) dan palatum lunak (paltum mole) bagian ujung dari
palatum lunak pada bagiam midposterior disebut palatine uluva, lidah membentuk bagian dasar
rongga mulut yang pada bagian posterior berhubungan dengan pharing. Rongga mulut memiliki
organ-organ assesoris yang berupa kelenjar-kelenjar ludah antara lain kelenjar parotis, sub
mandibularis/submaxilaris dan sublingualis.
2. Esofagus 1
Esofagus merupakan saluran otot yang memiliki panjang 25 cm dan diameter 2 cm dimulai
dari laringopharing (setinggi kartilao cricoid atau setinggi C5/6) menyambung pada lambung

setinggi T11. Esofagus terletak diantara vertebra thoracal dan trachea, dimana vertebra thoracal
terletak dibagian posterior esofagus sedangkan trachea terletak dianterior esofagus. Jantung
terletak persis dibagian anterior esofagus bagian distal. Oleh karena letaknya tersebut esofagus
memiliki beberapa karakteristik antara lain memiliki dua penyempitan/indentasi dan satu dilatasi.
Indentasi pertama akibat pendesakan pada esofagus oleh archus aorta dan yang kedua
pendesakan oleh bronchus utama kiri. Sebuah dilatasi terjadi persis sebelum esofagus melewati
diafragma setinggi T10.
Setelah melalui diafragma bagian esofagus yang terletak di rongga abdomen disebut cardiac
antrum, panjangnya sekitar 1-2 cm dan memiliki bentuk melengkung tajam ke arah kiri intuk
bersambungan dengan lambung. Persambungan antara esofagus dengan lambung disebut
esofagogastric junction atau orifisium cardiac. Umumnya persambungan esofagus dengan
lambung inu letaknya sangat berdekatan dengan diafragma oleh karena itu mengalami
pergerakanmengikuti pergerakan nafas. Esofagus merupakan organ yang tersusun atas otot
sirkular dan longitudinal. Pada proses menelan otot-otot ini mengalami gerak peristaltik yaitu
suatu gerak kontraksi otot seperti gelombang yang berkelanjutan, sehingga makanan yang ada
didalamnya terdorong.

Gb. 1 Anatomi Esofagus


3. Lambung1
Lambung terletak diantara esofagus dan usus halus.merupakan dilatasi terbesar dari saluran
pencernaan. Ketika dalam keadaan kosong lambung dalam keadaan kempis dan ketika menerima
makanan maka bentknya akan mengembang. Struktur lambung meliputi esofagogastrik junctin
merupakan persambungan antara esofagus dengan lambung atau disebut juga dengan orifisium
cardiac. Pada bagian ini terdapat otot sirkular yang disebut dengancardiac sphingter yang
mengatur makanan melewati orifisium cardiac. Orifisium cardiak juga mengacu pada lubang
pada ujung akhir esofagus menuju lambung. Lambung memiliki tiga bagian utama yaitu fundus,
body (corpus) dan pilorus portion. Fundus merupakan bagian yang menggembung pada sisi
superior-lateralis lambung. Sedangkan bagian bawah fundus merupakan bagian terbesar lambung
yang disebut dengan body/corpus. Bagian ini memiliki dua lengkukng pada masing-masing sisi
medial dan lateral. Sisi medial memiliki lengkung yang lebih pendek disebut kurvatura minor,

sedangkan sisi lateral disebut kurvatura mayor. Bagian utama yang ketiga dari lambung disebut
pilorus portion. Pilorus portion memiliki tiga bagian yaitu pilorus antrum, pilorus canal dan
orifisium pilorus yang merupakan sebuah lubang pada bagian akhir dari distal lambungsebelum
ke duodenum.

Gb. Anatomi Lambung


4. Duodenum1
Duodenum merupakan bagian akhir dari sistem pencernaan atas. Panjangnya sekitar 20-24 cm
merupakan bagian dari usus halus yang terpendek dan terlebar. Bentuknya seperti huruf C
terletak berdekatan dengan pangkreas. Duodenum memiliki bagian-bagian yaitu bulbus
duodenal, superior portion, desenden duodenal, horizontal portion, asenden portion dan fleksura
duodenojejunal. Pada bagian fleksura duodenojejunal malekat otot yang disebut ligamentum
Treitz.

Gb. 3 Anatomi Duodenum


B. PERDARAHAN SALURAN MAKAN BAGIAN ATAS (PSMBA)
1. DEFINISI 2
Perdarahan saluran makan bagian atas (PSMBA) adalah perdarahan yang bersal dari
daerah ligamentum Treitz ketasa (dari peroksimal yeyenum sampai esophagus).
2. ETIOLOGI 2,3

2.1. Kelainan esofagus


a.

Varises esfagus
Secara panendoskopi pada 277 penderita saat mereka masuk rumah sakit, ternyata 152
penderita saat mereka masuk rumah sakit, ternyata 152 penderita diantaranya sebagai penyebab
perdarahan adalah pecahnya farises esofagus. Beberapa kasus diantaranya masih memperlihatkan
perdarahan segar yang berasal dari pecahnya varises di sepertiga bawah esofagus.
Varises esofagus ditemukan pada penderita serosis hati dengan hipertensi portal. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan
massif, tanpa didahului perasaan nyeri epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam
hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu disusul dengan melena.

b. Karsinoma esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena daripada hematemesis. Pada
penendoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang hampir menutup esofagus dan mudah
berdarah terletak di sepertiga bawah esofagus.
c.

Sindrom Mallory-weiss
Muntah muntah yang hebat mungkin dapat mengakibatkan rupture dari mukosa dan
submukosa pada derah kardia atau esofagus bagian bawah, sehingga timbul perdarahan.
Karena laserasi yang aktif disertai ulserasi pada daerah kardia dapat timbul perdarahan
yang massif. Timbulnya laserasi yang akut tersebut dapat terjadi sebagai terlallu sering muntahmuntah yang hebat, sehingga tekanan intraabdominal meningkat, yang dapat mengakibatkan
pecahnya arteri submukosa esofagus atau kardia.

d. Esofagitis dan tukak esofagus


Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermitten atau
kronis dan biassanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada hematemesis.Tukak
esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan
duodenum.
2.2.Kelainan di lambung
a. Gastritis erosive hemoragika
Sebagai penyebab terbanyak dari gastritis erosive hemoragika ialah obat-obatan yang
dapat menimbulkan iritasi pada mukosa lambung ialah obat-obatan yang dapat menimbulakan
iritasi pada mukosa lambung atau obat yang dapat merangsang timbulnya tukak. Misalnya
beberapa jam setelah minum aspirin, obat bintang tujuh dan lain-lain. Obat-obatan seperti itu
termasuk golongan salisilat yang menyebabakan iritasi dan dapat menimbulkan tukak multiple
yang akut dan dapat disebut golongan obat ulserogenic drugs. Beberapa obat lain yang juga
dapat menyebabkan hematemesis ialah; golongan kortikosteroid, butazolidin, reserpin, alcohol
dan lain-lain. Golongan obat ini dapat mengakibatkan hiperaseditas.
Berdasarkan anamnesa dari penderita sebagai penyebab dari gastritis erosive hemoragika
antara lain; setelah pasien meminum obat aspirin, naspro, cap bintang tujuh dll. Sifat
hematemesis tidak massif dan timbulnya setelah berulang kali minum obat-obatan tersebut yang
disertai dengan rasa nyeri, pedih diulu hati.
b. Tukak lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama yang terletak di angulus
dan prepilorus dibandingkan dengan tukak duedeni dengan perbandingan 23,7%:19,1%. Tukak

lambung yang besifat akut biasanya dangkal dan multiple yang dapat digolngkan sebagai erosi.
Umumnya tukak ini disebabkan oleh obat-obatan, sehingga timbul gastritis erosive hemoregika.
Pedarahan dapat juga terjadi pada penderita yang pernah mengalami gastrektomi, yaitu
adanya tukak di daerah anastomose. Tukak seperti ini dinamakan tukak marginalis atau tukak
stomal.
c. Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di Indonesia sangat jarang, yang umunya datang berobat
sudah dalam fase lanjut dan sering mengeluh rasa pedih, nyeri diulu hati, serta merasa lekas
kenyang, badan menjadi lemah. Jarang sekali mengalami hematemesis, tetapi sering mengeluh
buang air besar hitam pekat (melena).
2.3. Kelainan di duodenum
a.

Tukak duedeni
Tukak duedeni yang menyebabkan perdarahan secara panendoskopi terletak di bulbus,
ditemukan 6 kasus. Empat kasus diantaranya dengan keluhan utama hematemesis dan melena,
sedangkan dua kasus lainnya mengeluh melena saja. Sebelum timbul perdarahan, semua kasus
mengeluh merasa nyeri dan perih di perut bagian atas agak ke kanan. Keluhan ini juga dirasakan
waktu tengah malam sedang tidur pulas, sehingga terbangun. Untuk mengurangi rasa nyeri dan
pedih, penderita makan roti mari atau minum susu.
b. Karsinoma Papila Vaterii
Karsinoma papilla vaterii merupakan penyebab dari karsinoma di ampula, menyebabkan
penyumbatan saluran empedu dan saluran pancreas yang pada umumnya sudah dalam fase
lanjut. Gejala yang ditimbulkan selain kolestatik ekstrahepatal, juga dapat menyebabkan
timbulnya perdarahan. Perdarahan yang terjadi lebih bersifat perdarahan tersembunyi (occult
bleeding), sangat jarang timbul hematemesis.
3. GEJALA KLINIS
Gejala klinis perdarahan saluran cerna:
Ada 3 gejala khas, yaitu:
1. Hematemesis
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang berwarna coklat merah atau coffee ground.
2. Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna bahagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna bahagian atas yang sudah berat.
3. Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bahagian atas, atau perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian
kanan dapat juga menjadi sumber lainnya. (Porter, R.S., et al., 2008) Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, anginaatau dyspnea. (Laine, L., 2008)
Universitas Sumatera Utara 23

4. Studi meta-analysis
Mendokumentasikan insidensi dari gejala klinis UGIB akut sebagai
berikut:Hematemesis - 40-50%, Melena - 70-80%, Hematochezia - 1520%, Hematocheziadisertai melena - 90-98%, Syncope - 14.4%, Presyncope 43.2%, Dyspepsia - 18%, Nyeriepigastric - 41%, Heartburn 21%, Diffuse nyeri abdominal - 10%, Dysphagia - 5%, Berat badan turun - 12%,
dan Jaundice - 5.2%

Anda mungkin juga menyukai