Bio Ni Wayan Mertayani
Bio Ni Wayan Mertayani
Kondisi ekonomi yang sangat sulit memaksa Mertayani harus dewasa di usianya
yang masih 14 tahun. Sehari-harinya, Mertayani membantu ibunya berjualan
asongan di pinggir pantai selain menjalani tugas belajar sebagai siswi di SMPN 2
Abang. Kadangkala, dia ikut mencari barang rongsokan di tepi pantai.
Mertayani merupakan putri sulung almarhum I Nengah Sangkrib dan Ni Nengah
Sirem. Sejak ayahnya meninggal, Mertayani tinggal bersama ibunya Ni Nengah
Sirem dan adiknya Ni Made Jati. Sejak itu pula, tiga wanita ini berjuang untuk
melanjutkan hidupnya dari hari ke hari dengan berjualan atau mencari barang
rongsokan.
Aktivitas ini sama sekali tak pernah terbersit dalam benak Mertayani untuk dilakoni.
Namun ketabahan ibunya dalam menjalani itu semua membuat Mertayani cuek
terhadap cibiran di sekelilingnya. Dan, siapa menyangka, dari aktivitas mengasong
dan mencari barang rongsokan, Mertayani justru kenal dengan para wisatawan.
Termasuk Mrs Dolly Amarhoseija yang meminjamkan kamera digital serta
mengajarkan Mertayani cara membidikannya.
Mertayani sendiri mengaku kagum dengan sosok Anne Frank. Sosok belia ini penuh
dengan harapan dan cita-cita meski kenyataannya hidup dibawah tekanan. Saya
mulai mengaguminya (Anne Frank,Red) sejak membaca buku-bukunya, kata
Mertayani.
Dari bacaan itu juga, Mertayani seperti mendapat sokongan semangat bahwa hidup
itu memang harus dijalani. Suka duka harus diarungi tanpa harus menanggalkan
cita-cita atau harapan. Soal cita-cita, Mertayani sendiri mengaku hendak menjadi
wartawan.
Apa yang dialami Mertayani itu ternyata tak berlebihan. Ibunya, Ni Nengah Sirem
menuturkan bagaimana pedihnya membesarkan Mertayani dan adiknya, Ni Made