Anda di halaman 1dari 13

Culture

Chapter 1 dan Chapter 2

1.
2.

KELOMPOK 1:
Nurma Fitrianna
(041414153013)
Vita Octia
(041414153019)

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015

Chapter 1 dan Chapter 2:


Chapter 1: The Concept of Organizational Culture: Why Bother?
Kenapa konsep culture orgaisasi penting untuk dipelajarai dan dipahami?
Pertanyaaan inilah yang coba dibahas pada bab 1. Secara sederhana, konsep
culture organisasi harus dipahami karena POWER dan HELP.
POWER culture organisasi meskipun bersifat abstrak akan tetapi kekuatannya
sangat besar, dan jika kita tidak memahami kekuatan ini maka kita akan menjadi
korban karena diluar kesadaran kita.
HELP culture organisasi dapat membantu menjelaskan pengalaman di organisasi
yang acak dan membuat frustasi. Hal ini dapat membuat kita mengenal organisasi
lebih baik.
What Needs to be Explained?
Dalam hidup berorganisasi tentu ada saat dimana kita harus berhadapan dengan
sekelompok atau organisasi lain, contohnya:

Seorang manajer ketika melihat perilaku bawahan yang menunjukkan


resistance to change padahal banyak hal yang perlu dibenahi dalam

organisasinya.
Pemimpin yang mencoba membuat organisasinya berjalan efektif menghadapi
tekanan lingkungan, akan tetapi ternyata masih banyak saja anggotanya yang

berperilaku tidak efektif.


Guru yang terkadang menemukan fenomena misterius ketika kelas yang
berbeda menunjukkan perilaku yang juga berbeda meskipun dengan style

mengajar yang sama, dll.


Sebagai anggota yang berbeda pekerjaan, contohnya sebagai dokter,
pengacara, atau manajer tidak hanya belajar tentang technical skill tetapi juga
mengadopsi tentang nilai dan norma yang ada dalam pekerjaan mereka.

Konsep dari Culture membantu kita untuk:


1. Menjelaskan fenomena tersebut dan menormalisasi hal tersebut. Karena
dengan memahami konsep culture yang bersifat dinamis kita tidak akan
merasa terganggu jika menghadapi perilaku orang lain di organisasi yang
menurut kita irasional atau tidak familiar.
2. Ketika kita lebih memahami culture, kita akan mengerti diri kita dengan baik
dan lebih mampu mendefinisikan who we are, serta memahami personality
dan karakter yang ada dalam lingkungan kita.
Sebagai contoh real bagaimana organisasi dapat menjelaskan situasi dari perusahaan
Schein (2010:9) memberikan ilustrasi pada perusahaan dimana Schein menjadi
konsultan:
a) DEC (Digital Equipment Corporation)
Problems:

meningkatkan

komunikasi,

hubungan

interpersonal,dan

pengambilan keputusan organisasi.


Findings:

terdapat tingkat interupsi, konfrontasi, debat yang tinggi dalam


perusahaan

emosi yang berlebihan ketika mengusulkan kegiatan

kesulitan untuk mengetahui sudut pandang yang menyeluruh

perasaan bahwa seluruh member dalam grup ingin menang

perusahaan kesulitan membuat keputusan yang tetap

Schein kemudian menyarankan agar organisasi tersebut lebih banyak


mendengarkan, mengurangi interupsi, membuat agenda yang lebih tertib, dll. Saran
ini dinilai membantu oleh anggota perusahaan, mereka membuat beberapa perubahan
prosedur, termasuk memperpanjang waktu meeting mereka, akan tetapi pola dasar
mereka tidak berubah, bagaimanapun intervensi dilakukan, style dasar mereka tetap
sama. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi?

b) Cambridge at home
Schein tergabung dalam pembuatan organisasi baru yang memperbolehkan
orang tinggal dirumah ketika sudah berusia. Ketika memimpin rapat Schein ingin
memastikan bahwa setiap suara akan didengar meskipun akan memperlambat rapat.
Schein menolak menggunakan Roberts Rule dengan harapan dapan melihat setiap
sudut pandang. Akan tetapi, hal ini malah membagi kelompok tersebut menjadi 2
kubu: yang bisa menerima cara baru rapat dengan yang tidak bisa menerima
perubahan tersebut, dan menganggap rapat yang dipimpin oleh Schein adalah yang
terburuk sejauh ini. Apakah yang terjadi disini?
c) Amaco
Sebuah perusahaan minyak besar yang diakuisisi oleh British Petroleum
memutuskan untuk memusatkan seluruh fungsi engineering menjadi single service
unit. Hal ini membuat teknisi yang sebelumnya karyawan regular penuh akan menjadi
internal consultant yang akan di hire tergantung dengan proyek. Para teknisi tersebut
menolak perjanjian tersebut dan mengancam keluar dari perusahaan. Mengapa
mereka sangat menolak perjanjian baru tersebut?
How Does the Concept of Culture Help?
Bagaimanakah hal pada contoh tersebut dapat dihubungkan dengan culture
perusahaan? Hal pertama yang dilakukan Schein adalah dengan membuat cultural
analysis dimana mempertimbangkan asumsi yang terkumpul dari organisasi atau
kelompok dengan asumsi yang dibuatnya.
Pada kasus DEC, senior manajer dan kebanyakan anggota organisasi memiliki
asumsi bahwa tidak ada penentuan apakah sesuatu valid atau benar sampai ide subjek
tersebut diperdebatkan secara insentif. Hanya jika ide tersebut dapat bertahan
ditengah perdebatan yang dapat diimplementasikan. Anggota member merasa bahwa
yang mereka lakukan adalah yang benar dan tidak perlu bersikap sopan pada anggota
lain. Schein dapat terbantu dengan membuat flip chart ketika rapat dan saat ada yang
menginterupsi, Schein meminta mereka untuk melihat poin dari interupsi tersebut
3

dibanding menghukum interupter. Schein akhirnya dapat membantu anggota


organisasi tersebut membuat keputusan dengan menerima dan memahami culture
yang ada di organisasi tersebut dibandingkan memaksakan sarannya.
Dalam Cambridge meeting, setiap anggota memiliki pengalaman beragam di
meeting. Mereka yang tumbuh dengan Roberts Rules of Order akan merasa bahwa
cara tersebut adalah satu-satunya cara melaksanakan meeting. Sedangkan sebagian
yang lain mungkin tidak merasa terganggu. Schein berpendapat nilai dengan
mengikutsertakan

setiap

orang

dalam

meeting

akan

lebih

baik

jika

diimplementasikan.
Di perusahaan Amaco, Schein baru dapat mengerti penolakan dari para teknisi
ketika mempelajari asumsi mereka bahwa good work should speak for itself dan
engineers should not have to go out and sell themselves. Para teknisi dulunya
terbiasa dengan orang yang datang meminta jasa mereka dan tidak ada role model
bagaimana seharusnya menjual diri mereka.
Dari contoh diatas, pada awalnya Schein tidak mengerti hal apa yang sedang
terjadi karena asumsi dasar yang digunakan oleh Schein berdasarkan TRUTH, TURF,
and GROUP RELATION didasarkan pada occupation nya sebagai konsultan
organisasi dan psikolog sosial, sedangkan asumsi dari group dengan berbagai macam
latar belakng mulai dari teknisi, anggota organisasi non profit, dll. Sehingga,
dibutuhkan cultural perspective yang menjadi komponen dari cultural analysis agar
sesuatu yang awalnya misterius, membuat frustasi, dan terlihat bodoh menjadi lebih
masuk akal.
Culture: An Empirically Based Abstraction
Konsep culture telah berkembang lama, Orang awam (laymen) menggunakan
istilah ini untuk menunjukkan kecanggihan, seperti ketika kita bilang seseorang
berbudaya. Budaya juga digunakan oleh antropolog untuk merujuk pada ritual
masyarakat yang terus berkembang dalam sejarahnya. Dan pada beberapa dekade
terakhir para peneliti tentang organisasi dan manager menggunakan itu untuk
4

merujuk pada norma dan praktik yang dikembangkan atau nilai yang dianut oleh
anggota organisasi.
Ketika para manager berbicara mengenai pengembangan culture yang baik
atau culture of quality atau culture of customer service berarti menyarankan
suatu organisasi atas suatu nilai tetap yang para manager inginkan diimplementasikan
dalam organisasinya. Pada literature managerial, sering disampaikan bahwa budaya
penting/ perlu untuk kinerja yang efektif, semakin kuat budaya kerja maka semakin
efektif suatu organisasi.
Para peneliti mendukung pandangan ini bahwa dimensi culture tertentu
memiliki korelasi dengan kinerja ekonomi, akan tetapi penelitian ini susah untuk
dievaluasi karena terlalu banyak definisi dari culture dan banyaknya indeks dari
kinerja yang digunakan. Para konsultan dan peneliti mengutip culture survey dan
mengklaim hal tersebut dapat meningkatkan kinerja organisasi, akan tetapi sering hal
tersebut berdasarkan definisi yang sangat berbeda. Akan kita lihat bahwa baik atau
buruk, efektif atau tidak bukan hanya tergantung dari culture saja tetapi juga
hubungan antara culture dan lingkungan dimana mereka berada.
Karena konsep culture adalah suatu yang abstrak, maka perlu dilakukan suatu
obesrvasi untuk memahaminya. Terdapat beberapa istilah yang berhubungan dengan
culture akan tetapi tidak satupun dari istilah berikut yang digunakan sebagai culture
dari suatu organisasi, pekerjaan, atau group diantaranya seperti berikut ini:

Observed behavioral regularities when people interact: bahasa yang mereka


gunakan, kebiasaan dan tradisi yang berkembang, dan ritual mereka jalani
dalam berbagai situasi.

Group Norms: standar implisit dan nilai-nilai yang berkembang dalam kerja
kelompok, seperti norma tertentu "pekerjaan dan upah yang adil.

Espoused values: prinsip dan nilai-nilai yang diumumkan secara terbuka


bahwa kelompok mengklaim akan berusaha untuk mencapai, seperti "kualitas
produk" atau "price leadership.

Formal philosophy: kebijakan yang luas dan prinsip-prinsip ideologis yang


memandu tindakan kelompok terhadap pemegang saham, karyawan,
pelanggan, dan stakeholder lainnya, seperti yang dipublikasikan "HP Way."

Rules of the game: secara implisit, aturan tidak tertulis untuk pergaulan
dalam organisasi, dimana pendatang baru harus agar diterima sebagai anggota.

Climate: perasaan yang disampaikan dalam kelompok secara fisik dan cara
ketika anggota organisasi berinteraksi dengan yang lainnya, dengan
pelanggan, dan pihak luar lainnya.

Embedded skills: kompetensi khusus yang ditampilkan oleh anggota


kelompok dalam menyelesaikan tugas, kemampuan mereka untuk membuat
hal-hal tertentu yang diteruskan dari generasi ke generasi tanpa harus
diartikulasikan secara tertulis.

Habits of thinking, mental models, and/or linguistic paradigms: kerangka


kognitif sebagai acuan persepsi, berpikir, dan bahasa yang digunakan oleh
anggota kelompok dan diajarkan pada anggota baru dalam proses sosialisasi
awal.

Shared meaning: pengertian yang muncul dibentuk oleh anggota group


sebagai interaksi mereka dengan yang lainnya.

Root metaphors or integrating symbols: cara dimana kelompok


berkembang untuk karakteristik diri sendiri, yang mungkin tidak dihargai
secara sadar tetapi diwujudkan dalam pembangunan, tata letak kantor, dan
artefak bahan lain dari kelompok.

Formal rituals and celebrations: cara kelompok dalam merayakan acara yang
mencerminkan nilai penting atau ayat-ayat penting oleh anggota, seperti
promosi, penyelesaian proyek penting, dan milestone.
Penambahan pada budaya di beberapa element kritikal lainnya untuk konsep

berbagi. Dibandingkan dengan konsep diatas, konsep culture menunjukkan Structural


Stability, Depth, Breadth, Patterning or Integration
6

Structural Stability: Budaya mengimplikasikan beberapa level stabilitas


struktural, tidak hanya berbagi akan tetapi juga menjaga kestabilan karena hal
tersebut mendefinisikan group. Budaya akan tetap bertahan bahkan ketika
beberapa anggota organisasi keluar.

Depth: Budaya bersifat dalam, seringkali merupakan bagian yang tidak


disadari, tidak terlihat, tidak berwujud dari sebuah kelompok.

Breadth: Budaya sesekali dapat dikembangkan, dan meliputi semua fungsi


kelompok. Budaya dapat mempengaruhi semua aspek bagaimana organisasi
deal dengan tugas utamanya, bermacam lingkungan, dan operasional
internalnya.

Patterning or Integration: Budaya dapat mengimpikasikan rituals, iklim,


nilai, dan perilaku menjadi koheren. Dalam definisi formal Schein
mengusulkan dan akan bekerja dengan membangun perspektif evolusioner
dan mengusulkan bahwa karakteristik fundamental budaya sebagai produk
pada pembelajaran sosial.
Budaya organisasi merupakan sebuah pola asumsi-asumsi dasar yang

bersifat valid dan bekerja di dalam organisasi. Serangkaian asumsi dasar dapat
dipelajari oleh para anggota organisasi. Budaya organisasi mampu bertindak sebagai
pemberi solusi atas masalah organisasi, berperan selaku adaptor terhadap faktorfaktor yang berkembang di luar organisasi, serta dalam melakukan integrasi
internalnya dari para anggotanya.
Culture formally define
Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau
dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi
masalah adaptasi ekstrenal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan
baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada angota-anggota baru sebagai
cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait degan masalah-

masalah tersebut. Dalam kelompok, organisasi, dan masyarakat dimana kepercayaan


dan nilai pekerjaan pada tujuan dengan kepercayaan dan nilai untuk situasi pada
konflik dan ambiguitas. Tetapi jika konsep budaya mempunyai keperluan, harus
menggambarkan perhatian untuk produk manusia yang dibutuhkan untuk stabilitas,
konsistensi, dan pengertian.
Culture content
Budaya kelompok dan dan teori organisasi dibedakan menjadi dua:
1. Pertumbuhan kelangsungan hidup dan adaptasi di lingkungan.
2. Integrasi internal yang memungkinkan fungsi keseharian dan kemampuan
untuk beradaptasi dan belajar.
Kedua dari area fungsi kelompok

yang

menggambarkan

konteks

makrokultural dalam kelompok yang ada dan yang didapatkan secara luas dan asumsi
dasar tentang realitas, waktu, jarak, sifat alamiah, dan hubungan manusia.
The Process of Socialization or Acculturation
Setelah mengetahui beberapa kelompok organisasi , akan mengetahui unsur
budaya pada generasi baru dari anggota kelompok (Louis, 1980; Schein, 1968; Van
Maanen, 1976; Van Maanen dan Schein, 1979). Sosialisasi sebagai proses
pembentukan budaya yang berlangsung di organisasi baru sebenarnya sejalan dengan
proses pembentukan kelompok, karena esensi dari kebulatan kelompok (groupness)
atau identitas kelompok adalah pola-pola kebersamaan pikiran, kepercayaan,
perasaan, dan nilai-nilai yang dihasilkan oleh pengalaman dan pembelajaran bersama,
hasil yang bebentuk pola-pola asumsi bersama-budaya kelompok tersebut.

Can culture be inferred from only behavior?

Perilaku bisa menjadi dasar untuk mendefinisikan budaya dalam kelompok


dari hasil belajar bersama dan oleh karena itu merupakan asumsi bersama atau
dengan kata lain bahwa perilaku memiliki pengaruh dalam budaya.
Do occupations have cultures?
Dalam pengertian ini kita tahu bahwa negara, kelompok etnis, agama, dan
berbagai jenis dari unit sosial memiliki budaya. Dalam organisasi besar juga
mengatakan bahwa perusahaan bahkan tersebar secara global seperti IBM atau
Unilever memiliki budaya perusahaan terlepas dari keberadaan yang jelas dari banyak
subkultur yang beragam dalam organisasi yang lebih besar.
Summary and Conclusions
Kelompok dengan keanggotaan yang stabil dapat mengembangkan beberapa
tingkat budaya. Budaya dan kepemimpinan adalah suatu proses penciptaan budaya
ketika mereka membuat kelompok dan organisasi.

Chapter 2: Three Level of Culture


9

Lapisan-lapisan Budaya Organisasi (Artifacts)


Pada tingkat artifak, yang termasuk dari semua fenomena yang dapat dilihat,
didengar, dan dirasakan ketika pertemuan suatu kelompok baru dengan budaya yang
tidak biasanya. Artifak termasuk produk yang terlihat pada kelompok, sebagai
arsitektur pad lingkungan fisik, bahasa, teknologi dan produk, kreasi artistik, cara
berpakaian, dongeng dan cerita tentang organisasi.
Dalam mengukur budaya suatu organisasi, seorang peneliti harus mengamati
sejumlah lapisan. Lapisan-lapisan tersebut beranjak dari yang paling dasar hingga
yang paling mudah dilihat. Lapisan-lapisan tersebut juga turut menentukan indikatorindikator yang digunakan dalam penelitian guna meneliti masalah budaya organisasi.
Salah satu kajian Edgar H. Schein mengenai kaitan antara kepemimpinan dan
budaya organisasi secara awal berupaya mengungkap lapisan-lapisan yang ada di
dalam konsep budaya organisasi. Schein membagi lapisan budaya organisasi menjadi
tiga tingkat yaitu:
1. Artifak (artifacts)
2. Keyakinan dan Nilai (expoused beliefs dan values)
3. Asumsi-asumsi (basic underlying assumptions)
Secara berurutan, artifak lebih mudah diamati ketimbang keyakinan dan nilai,
sementara keyakinan dan nilai lebih mudah diamati ketimbang asumsi-asumsi.
Meskipun esensi dari budaya kelompok adalah pola berbagi, dasar. Dalam
menganalisis budaya, penting untuk mengenali bahwa artefak yang mudah untuk
diamati tetapi sulit untuk menguraikan. Keyakinan dan nilai tersebut mungkin hanya
mencerminkan rasionalisasi atau aspirasi. Untuk memahami budaya kelompok,
seseorang harus berusaha untuk mendapatkan asumsi dasar yang dibagi dan harus
memahami proses pembelajaran dengan yang seperti asumsi dasar datang untuk
menjadi .
Kepemimpinan adalah awalnya sumber keyakinan dan nilai-nilai yang
membuat kelompok yang bergerak dalam menghadapi masalah internal dan eksternal.
10

Jika pemimpin mengusulkan bekerja, dan terus bekerja, apa yang menjadi asumsi
pemimpin dapat menjadi asumsi bersama. Setelah satu set asumsi dasar bersama yang
dibentuk oleh proses ini, kemudian dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
kognitif baik untuk anggota individu dan kelompok secara keseluruhan. Dengan kata
lain, individu dan kelompok mencari stabilitas dan makna. Sekali tercapai, lebih
mudah untuk mengubah data baru dengan penolakan, proyeksi, rasionalisasi, atau
berbagai mekanisme pertahanan selain perubahan asumsi dasar.
Expoused Beliefs and Values
Tidak hanya kepercayaan dan nilai yang menjalani transformasi. Pertama,
solusi berdasarkan pemberian nilai yang mungkin tidak reliabel. Hanya kepercayaan
dan nilai yang empiris dan disambung dengan pekerjaan yang reliabel dalam
memecahkan masalah kelompok akan ditransformasi menjadi asumsi. Kedua, doamin
nilai yang pasti, kontrol element lingkungan dengan nilai moral. Ketiga, strategi atau
goal organisasi menjadi kategori yang disertai kepercayaan melalui kinerja dan
strategi yang keras. Sosial validasi artinya kepastian kepercayaan dan nilai yng
dikonfirmasi oleh pembagian pengalaman sosial pada kelompok.
Jadi analisis yang menyertai kepercayaan dan nilai, harus dibedakan dengan
hari-hati diantara kongruen dengan dasar asumsi sebagai pedoman kerja, itu adalah
bagian dari ideologi atau filosofi pada organisasi, dan rasionalisasi atau hanya
aspirasi untuk masa depan.
Basic Underlying assumptions
Asumsi dasar yang didefinisikan disini, diambil dari warisan yang ditemukan
sedikit variasi dalam unit sosial. Hasil persetujuan dari pengulangan sukses dalam
implementasi

kepastian

kepercayaan

dan

nilai,

seperti

yang

digambarkan

sebelumnya. Faktanya, jika asumsi dasar datang dengan kuat pada sebuah kelompok,
anggota akan menemukan tingkah laku berdasarkan alasan yang tidak dapat
dibayangkan.
11

Pemikiran manusia membutuhkan stabilitas kognitif. Oleh karena itu,


tantangan atau pertanyaan pada asumsi dasar akan bebas dari kegelisahan dan
membela diri. Membagi asumsi dasar bahwa memperbaiki budaya pada kelompok
yang dapat dipikirkan melalui individual dan tingkat kelompok sebagai psikologi
kognitif yang memperbolehkan kelompok untuk melanjutkan fungsinya. Secara
kontras, diasumsikan bahwa semua orang memiliki motivasi yang tinggi dan
kompeten, tindakan yang sesuai dengan asumsi oleh orang yang memberi harapan
untuk bekerja pada langkah mereka.
Summary and conclusions
Perubahan budaya, dalam arti perubahan asumsi dasar, sulit, memakan waktu
dan sangat kecemasan-memprovokasi-titik yang sangat relevan bagi pemimpin yang
menetapkan untuk mengubah budaya sebuah organisasi. Kepemimpinan secara
original adalah sumber kepercayaan dan nilai yang mempengaruhi masalah internal
dan eksternal.
Daftar Pustaka
Schein, E. 2010. Organizational Culture and Leadership. 4th edition. Amerika:
Jossey-Bass.

12

Anda mungkin juga menyukai