Anda di halaman 1dari 15

BAB II

DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Pratomo dan Honiris (2012) melakukan studi penerapan Metode Line Of Balance
(LOB) pada pekerjaan struktur tipikal pada proyek apartemen bertingkat di Surabaya.
Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa penjadwalan dengan Metode LOB
menghasilkan durasi penyelesaian pekerjaan struktur untuk 16 lantai adalah 177 hari,
sedangkan berdasarkan data jadwal perencanaan adalah 200 hari.
Kelebihan studi ini adalah dilakukannya pengamatan langsung di lapangan selama
berlangsungnya pekerjaan sehingga data durasi penyelesaian pekerjaan yang
dikumpulkan lebih akurat. Adapun kekurangan dari penelitian ini adalah penjadwalan
yang direncanakan tidak dapat digunakan pada seluruh struktur bangunan lokasi studi,
karena ada sejumlah lantai tertentu yang strukturnya tidak tipikal.
Hegazy dan Kamarah (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa
efisien metode penjadwalan repetitive dapat digunakan untuk optimalisasi biaya
konstruksi gedung bertingkat. Sebuah proyek gedung berlantai 13 yang direncanakan
menggunakan biaya $17 miliar digunakan sebagai model penelitian ini. Hasilnya adalah
biaya dapat ditekan menjadi $ 16.11 miliar dengan tetap mempertahankan durasi
rencana awal proyek
Optimasi biaya dilakukan dengan tetap memperhatikan waktu dan keterbatasan
sumberdaya. Penelitian ini mengintegrasikan metode LOB dan CPM. Adapun
pemodelan ini dilakukan menggunakan sebuah software penjadwalan yang
dikembangkan sendiri oleh penulis. Software ini masih berupa prototipe, oleh
karenanya pengembangan lebih lanjut masih perlu dilakukan.
Prawira (2010) dalam penelitiannya menerapkan Metode LOB dalam
pengendalian Proyek Perumahan Masya Tamansari Residences. Hasil yang didapatkan
adalah durasi penyelesaian 3 couple (6 unit) rumah diperlukan waktu 58 minggu dengan
Metode LOB, sedangkan jika tidak menggunakan Metode LOB didapatkan durasi 60
minggu.
Penilitian tersebut bertujuan menganalisis pengendalian proyek dengan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya sehingga penggunaan sumberdaya yang
berkelanjutan dapat terjamin. Akan tetapi penelitian ini hanya mengintegrasikan LOB
pada proyek yang umum dan sederhana, sehingga untuk proyek yang bersifat khusus
dan rumit perlu penyesuaian lebih lanjut.
4

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Proyek
Widiasanti dan Lenggogeni (2013) mendefinisikan proyek sebagai suatu kegiatan
sementara yang memiliki tujuan dan sasaran yang jelas, berlangsung dalam jangka
waktu terbatas, dengan alokasi sumberdaya tertentu.
Menurut Karaini (1994) proyek merupakan suatu tugas yang perlu dirumuskan
untuk mencapai sasaran yang dinyatakan secara konkrit serta harus diselesaikan dalam
suatu periode tertentu dengan menggunakan tenaga manusia dan alat-alat yang terbatas
dan begitu kompleks sehingga dibutuhkan pengelolaan dan kerja sama yang berbeda
dari biasanya digunakan.
Sedangkan Husen (2011) menyatakan bahwa proyek merupakan gabungan dari
sumber-sumber daya seperti manusia, peralatan, dan modal/biaya yang dihimpun dalam
suatu wadah organisasi sementara untuk mencapai sasaran dan tujuan.
Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri proyek adalah
sebagai berikut:
a. Memiliki sasaran dan tujuan yang jelas.
b. Berlangsung pada jangka waktu tertentu atau bersifat sementara, sehingga
memiliki waktu awal dan akhir.
c. Membutuhkan berbagai jenis sumberdaya dengan alokasi tertentu
d. Memiliki organisasi yang bertanggungjawab dalam proses pencapaian sasaran
yang dituju.
e. Melibatkan berbagai disiplin ilmu
Wysicki (2000 dalam Gazalba, 2005) menyebutkan ada lima pembatass yang
umumnya dimiliki oleh setiap proyek, yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.

Lingkup (scope)
Kualitas (quality)
Biaya (cost)
Waktu (time)
Sumber daya (resources)
Proyek merupakan sistem yang dinamis dan harus terjaga dalam keseimbangan

tertentu, sehingga untuk menggambarkan kelima hal diatas, dikenal segitiga waktubiaya-sumberdaya seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 2.1 Segitiga waktu-biaya-sumberdaya

Sebuah proyek harus dapat mengidentifikasikan kebutuhan atas waktu, biaya dan
ketersediaan sumber daya guna mencapai lingkup dan kualitas proyek. Dengan kata lain
keseimbangan penyelesaian (waktu) pada tahap perencanaan akan berakibat terhadap
ketersediaan sumber daya dan biaya.
2.2.2 Manajemen Proyek
Kurzner (1982 dalam Karaini, 1994) menjelaskan bahwa manajemen proyek
adalah merencanakan, menyusun organisasi, memimpin dan mengendalikan
sumberdaya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan.
Menurut Husen (2011) manajemen proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan,
keahlian dan keterampilan, cara teknis yang terbaik dan dengan sumber daya yang
terbatas, untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditentukan agar mendapatkan
hasil yang optimal dalam hal kinerja biaya, mutu dan waktu, serta keselamatan kerja.
Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
proyek adalah ilmu yang diterapakan untuk mencapai tujuan dan sasaran suatu proyek
dengan mengoptimalkan sumberdaya yang terbatas. Adapun dalam manjemen proyek
dikenal adanya fungsi-fungsi yang merupakan prosedur operasi bagi organisasi yang
bertugas dalam mengendalikan suatu proyek. Husein (2011) menyatakan fungsi-fungsi
tersebut sebagai berikut:
a. Perencanaan (planning), dimana didalamnya dilakukan penentapan tujuan,
melakukan penyusunan penjadwalan, penentuan alokasi biaya dan sumber daya
dan dokumen lainnya yang nantinya akan menjadi acuan dalam tahap
selanjutnya.
b. Pengorganisasian (Organizing), pada kegiatan ini dilakukan indentifikasi dan
pengelompokkan jenis-jenis pekerjaan, mementukan pendelegasian wewenang
6

dan tanggung jawab personel serta meletakkan dasar bagi hubungan masingmasing unsure organisasi.
c. Pelaksanaan (Actuating), adalah implementasi dari perencanaan dengan
melakukan pekerjaan fisik dan non-fisik.
d. Pengendalian (Controlling), tahapan ini memastikan bahwa apa yang telah
direncanakan dan ditetapkan dapat dicapai dengan optimal.
2.2.3 Work Breakdown Structure
Setiap proyek memiliki sasaran dan lingkup yang telah ditetapkan secara jelas.
Setiap lingkup harus dapat jabarkan dengan baik, sehingga diketahui apa yang
diperlukan dan tidak diperlukan dalam proyek. Adapun alat yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan ini adalah Work Breakdown Structure (WBS).
Burke (2003 dalam Cooke dan Williams, 2009) menerangkan bahwa WBS adalah
kunci dalam manajemen scope yang digunakan untuk membagi proyek ke dalam
paket-paket yang terkendali, terestimasi, terencana, terlaksana dan terkontrol. WBS
biasanya disajikan dalam bentuk hierarki berupa diagram pohon atau daftar lingkup
pekerjaan dengan penomeran multi-level.
WBS membagi lingkup proyek menurut hierarki yang makin terperinci sehingga
kerumitannya berkurang tetapi masih dapat dikelola dengan baik. WBS memudahkan
penjadwalan dan pengendalian karena merupakan elemen yang terdiri atas kerangkakerangka seperti berikut ini (Husen, 2011):
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Kerangka penjabaran program


Kerangka perencanaan detail
Kerangka pembiayaan
Kerangka penjadwalan
Kerangka cara pelaporan
Kerangka penyusunan organisasi

2.2.4 Penjadwalan Proyek


Penjadwalan proyek merupakan salah satu elemen hasil perencanaan yang dapat
memberikan informasi tentang jadwal rencana dan kemajuan proyek dalam hal kinerja
sumber daya berupa biaya, tenaga kerja, peralatan dan material serta durasi proyek dan
progress waktu untuk penyelesaian proyek (Husein, 2011). Selain sebagai sumber
informasi, penjadwalan juga berfungsi dalam pengendalian sehingga tujuan dari sebuah
proyek dapat dicapai secara optimal. Untuk dapat memenuhi fungsi-fungsi tersebut,
7

sebuah penjadwalan harus selalu mengikuti perkembangan proyek dengan berbagai


permasalahannya.
Husen (2011) mengemukakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
kerumitan dari sebuah penjadwalan yaitu :
a.
b.
c.
d.

Sasaran dan tujuan proyek


Keterkaitan dengan proyek lain agar terintegrasi dengan master schedule
Dana yang diperlukan dan dana yang tersedia
Waktu yang diperlukan dan yang tersedia, serta perkiraan waktu yang hilang dan

hari-hari libur
e. Susunan dan jumlah kegiatan proyek serta keterkaitan di antaranya.
f. Kerja lembur dan pembagian shift kerja untuk mempercepat proyek
g. Sumber daya yang diperlukan dan sumber daya yang tersedia
Keahlian tenaga kerja dan kecepatan mengerjakan tugas.
Hingga saat ini, berbagai metode penjadwalan proyek telah dikembangkanyang
mana secara garis besar dapat digolongkan atas metode bagan balok (bar chart), metode
jaringan kerja (network diagram) dan metode linear. Setiap metode tersebut memiliki
karakteristik tersendiri dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
2.2.4.1 Metode Bar Chart
Metode bar chart atau gantt chart pertama kali diperkenalkan oleh Henry Gantt
pada awal tahun 1900an untuk proyek pembuatan kapal. Metode ini merupakan usaha
ilmiah pertama yang mempertimbangkan hubungan penjadwalan pekerjaan terhadap
waktu (Cooke & Williams, 2009).
Keuntungan utama metode ini terletak pada tampilannya yang sederhana dan
mudah dipahami oleh semua tingkatan manajemen, akan tetapi kekurangan utama
metode ini adalah tidak dapat menunjukkan logika hubungan ketergantungan antar
aktivitas. Selain itu metode ini kurang sesuai untuk proyek dengan tingkat kerumitan
tinggi dan proyek yang berulang. Kekurangan ini menyebabkan dikembangkannya
metode penjadwalan lainnya seperti metode jaringan kerja dan metode penjadwalan
linear.
Seiring dengan berkembangnya teknologi komputer dan tersedianya berbagai
software penjadwalan proyek, metode ini kembali banyak digunakan oleh para
perencana. Terlebih software-software tersebut menyajikan bar chart dalam bentuk
linked bar chart. Dimana linked bar chart mengatasi kekurangan utama bar chart

dalam penggambaran ini hubungan logika ketergantungan antar kegiatan. Meskipun


begitu, metode ini tetap kurang efisien untuk penjadwalan proyek berulang.
2.2.4.2 Metode Jaringan Kerja
Metode jarringan kerja atau network diagram diperkenalkan oleh tim perusahaan
Du Pont dan Rand Corporation pada tahun 1950-an untuk mengembangkan sistem
control manajemen. Metode ini dikembangkan untuk mengendalikan sejumlah besar
kegiatan yang memiliki ketergantungan yang kompleks. Metode ini relatif lebih sulit,
namun dapat memperlihatkan lintasan kritis dan memperlihatkan hubungan antar
kegiatan secara jelas (Husen, 2011).
Metode jaringan kerja ini juga dikenal dengan istilah Critical Path Method (CPM)
karena menekankan pada lintasan kritis proyek. Adapun jenis dari metode penjadwalan
proyek jaringan kerja yaitu:
a. Diagram Panah
Metode ini juga dikenal sebagai Activity on Arrow (AOA) dan merupakan
dasar dari penjadwalan jaringan kerja. Tampilan diagram ini terdiri atas
rangkaian anak panah yang melambangkan aktivitas dan node yang berupa
lingkaran atau kotak yang melambangkan event. Selain itu terdapat juga anak
panah semu (dummy) yang berfungsi sebagai penghubung antar aktivitas
(Cooke & Williams, 2009).
b. Diagram Preseden
Diagram preseden juga dikenal sebagai Activity on Node (AON) dan
dikembangkan untuk menghilangkan penggunaan dummy pada diagram
panah. Diagram preseden terdiri atas sejumlah node yang melambangkan
aktivitas dimana node-node tersebut dihubungkan dengan garis yang
menunjukkan hubungan antar aktivitas (Heinz, 1998).
c. Metode PERT (Program Evaluation and Review Technique)
PERT merupakan metode penjadwalan yang menetapkan durasi proyek secara
probabilistik dengan membagi durasi menjadi durasi optimis, paling mungkin
dan pesimis. Metode ini merupakan pengembangan dari diagram panah, akan
tetapi sekarang metode ini mulai diterapkan sebagai diagram preseden
(Arianto, 2010).
Meskipun dapat menggambarkan hubungan antar aktivitas dalam proyek yang
rumit dan berskala besar, metode jaringan kerja tetap tidak efektif untuk menjadwalkan
proyek berulang, karena penekanannya lebih kepada lintasan kritis. Disamping
9

tampilannya yang rumit dan sulit dipahami, kehadiran software penjadwalan bebasis
linked bar chart juga telah menggeser kepopuleran metode ini.
2.2.4.3 Metode Linear
Metode penjadwalan linier adalah penjadwalan berupa tampilan grafis sederhana
yang menunjukkan hubungan waktu dan lokasi. Metode ini berakar dari dunia industri
pabrik yang digunakan sebagai usaha dalam mencegah penundaan atau efek leher botol
pada pelaksanaan proses produksi (Heinz, 1998).
Dalam industri konstruksi, metode penjadwalan linier sangat efektif untuk
menjadwalkan proyek yang bersifat berulang. Proyek berulang ini dapat berupa proyek
horizontal seperti jalan raya, terowongan atau perpipaan ataupun proyek yang bersifat
vertikal seperti gedung bertingkat dengan desain tipikal.
Secara umum dikenal dua jenis metode penjadwalan linear yaitu :
a. Line of Balance (LOB)
Metode ini terdiri atas serangkain garis yang diplot terhadap waktu pada
sumbu horizontal dan lokasi pada sumbu vertikal.
b. Time Chainage Diagram
Metode ini merupakan penggabungan antara metode LOB dengan metode bar
chart.

Gambar 2.2 Contoh Time Chainage Diagram pada Proyek Gedung (Sumber: Arianto,
2010)

Meskipun tidak sepopuler metode bar chart dan jaringan kerja, penjadwalan linier
kini mulai banyak dikembangkan terutama di kalangan para akademisi. Hal ini

10

dilakukan dengan mengembangkan software dan juga menggabungkan metode linear


dengan metode penjadwalan lainnya seperti diagram panah.
2.2.5 Metode Penjadwalan Line of Balance
2.2.5.1 Definisi dan Sejarah
Line of Balance adalah sebuah metode penjadwalan yang diutamakan untuk
pekerjaan berulang dimana aktivitas-aktivitas dalam sebuah proyek ditampilkan sebagai
serangkaian garis dengan tingkat kemiringan tertentu. Kelebihan utama pada metode ini
adalah pada tampilannya yang sederhana dan mudah dipahami.
Hegazy (2002 dalam Pratomo dan Honoris, 2012) menyatakan bahwa metode ini
menitikberatkan pada pekerja sebagai sumberdaya utama dalam proyek. Karena itu,
metode ini bertujuan mempertahankan setiap kelompok pekerja (crew) untuk bekerja
secara berkelanjutan dan menyerempakkan pekerjaan mereka. Oleh sebab itu setiap
pekerjaan mengikuti pekerjaan lain dengan tetap produktif tanpa waktu tunggu.
Metode LOB dicetuskan pada awal 1940-an oleh Goodyear Company untuk
mengontrol dan mengevaluasi proses pabrikasi yang bersifat berulang dan
berkelanjutan. Selanjutnya pada awal 1950-an Angkatan Laut Amerika (U.S. Navy)
mengembangkan metode ini untuk mengontrol proyek, baik yang bersifat berulang
maupun tidak (Lumsden dalam Talodikhar dan Pataskar, 2015).

Gambar 2.2 Contoh diagram LOB proyek perpipaan (Sumber: Newitt, 2009)

11

Penerapan LOB pada dunia konstruksi diprakarsai oleh Philips Lumsden (1965).
Lumsden menerapkan metode ini pada proyek konstruksi perumahan yang
dikembangkan oleh Natonal Building Agency di Inggris. Metode ini kemudian dikenal
sebagai metode penjadwalan terbaik untuk proyek yang berulang seperti perumahan,
apartemen dan juga proyek sipil seperti jalan raya, perpipaan dan terowongan (Cooke
dan Williams, 2009).
Jika dibandingkan dengan metode penjadwalan Bar Chart dan CPM, metode ini
masih jarang digunakan. Di Indonesia sendiri, metode ini jarang di bahas dalam buku
dan literature lainnya. Selain itu pengembangan software penjadwalan berbasis LOB
secara komersil sejauh ini belum ada. Oleh karennya keberadaan metode ini cenderung
dikesampingkan oleh para penjadwal.
2.2.5.2 Istilah-istilah dalam Line of Balance
Dalam penjadwalan LOB ada beberapa istilah yang perlu diketahui untuk dapat
memahami dan menyusun penjadwalan yang baik dan benar yaitu sebagai berikut:
a. Diagram kecepatan (Velocity diagram)
Sebuah penjadwalan linier pada dasarnya adalah gabungan diagram kecepatan
dari berbagai aktivitas yang membentuk suatu proyek (Hinze, 1998). Diagram
ini menyajikan aktivitas sebagai garis yang kemiringannya tergantung pada
production rate.

Gambar 2.3 Diagram kecepatan

b. Production rate

12

Production rate adalah nilai yang menunjukan kecepatan penyelesaian suatu


aktivitas yang dinyatakan dalam jumlah unit per satuan waktu. Dalam diagram
LOB, laju produksi merupakan tingkat kemiringan (gradien) garis aktivitas.
c. Interupsi
Dalam diagram LOB garis aktivitas yang linier bukanlah suatu keharusan. Terkadang
diagram kecepatan mengalami interupsi dan menjadi non-linier karena adanya
keterbatasan sumberdaya ataupun permasalahan di lokasi proyek.

Gambar 2.4 Interupsi

d. Konflik
Konflik terjadi jika ada beberapa aktivitas yang berlangsung dalam lokasi yang
sama pada waktu yang bersamaan (Hinze,1998). Dalam diagram LOB konflik
diperlihatkan dengan adanya garis yang berpotongan satu sama lain.

Gambar 2.5 Konflik dalam diagram LOB

e. Buffer
Buffer adalah jarak antara dua buah aktivitas yang dimaksudkan untuk
menghindari konflik dan memberikan fleksibilitas kedalam penjadwalan.
Dalam diagram LOB terdapat dua jenis buffer, yaitu horizontal dan vertikal.
Buffer horizontal menyatakan jeda waktu atau float, yang tediri atas buffer
13

minimum dan maksimum. Adapun buffer vertikal menyatakan jarak lokasi antar
aktivitas.

Gambar 2.6 Buffer waktu dan lokasi

2.2.6 Menyusun Penjadwalan Line of Balance


Penyusunan penjadwalan line of balance untuk sebuah proyek pada umumnya
tidak jauh berbeda dengan metode penjadwalan lainnya. Penjadwalan LOB akan
berfungsi dengan optimal apabila sebagian besar aktivitas dapat dikelompokkan sebagai
kelompok pekerjaan yang berulang dan nyaris identik.
Secara garis besar langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menyusun sebuah
diagram LOB adalah sebagai berikut:
1. Indentifikasi aktivitas
Langkah ini dilakukan untuk mengetahui secara rinci aktivitas-aktivitas yang
terdapat pada suatu proyek, sehingga dapat diperkirakan metode pengerjaan
dan peruntukan sumberdaya yang dibutuhkan untuk masing-masing aktivitas
tersebut. Dalam LOB identifikasi ini harus dibuat pada tingkat kerincian yang
sama dengan penjadwalan bar chart (Hinze, 1998).

2. Perkiraan production rate


Hinze (1998) menyatakan bahwa nilai production rate dapat ditentukan dari
estimasi volume pekerjaan, anggaran yang tersedia dan ongkos harian pekerja.
Production rate dapat dirumuskan sebagai:
(2-1)
Production rate =

Anggaran biaya/Volume pekerjaan


Ongkos pekerja

Namun, para penjadwal biasanya menetapkan langsung nilai laju produksi yang ingin
mereka capai berdasarkan pengalaman dan data historis.
14

3. Penentuan urutan aktivitas


Langkah ini dimaksudkan untuk mengetahui logika hubungan antar aktivitas
dalam suatu proyek. Penggambaran hubungan ini biasanya menggunakan
diagram panah sebagai alat bantu. Dalam penjadwalan LOB bentuk hubungan
antara aktivitas yang dapat terjadi adalah:
a. Finish to start, merupakan bentuk hubungan yang paling umum dalam
diagram LOB dimana suatu aktivitas dapat dimulai setelah aktivitas
pendahulunya telah selesai.
b. Start to start, adalah hubungan dimana dua buah aktivitas dimulai secara
bersamaan namun selesai pada waktu yang berbeda.
c. Finish to start, hubungan ini terjadi apabila dua buah aktivitas memiliki
waktu penyelesaian yang bersamaan namun dimulai pada waktu yang
berbeda.

Gambar 2.7 Logika hubungan dalam diagram LOB

4. Penggambaran diagram kecepatan (velocity diagram)


Langkah ini dilakukan dengan mem-plot nilai production rate tiap aktivitas ke
dalam sebuah garis. Jika sebuah aktivitas memiliki production rate yang
rendah maka garis yang digambarkan akan landai. Sebaliknya jika sebuah
aktivitas memiliki production rate yang tinggi maka garis yang digambarkan
akan terjal.
5. Tinjauan terhadap konflik dan buffer
Konflik antar aktivitas akan dapat dengan mudah diidentifikasi sebagai garis
yang berpotongan satu sama lain. Konflik dapat diatasi dengan menambahkan
buffer.
Buffer sendiri dapat dimasukkan ke dalam penjadwalan dengan mengubah
nilai production rate atau mengubah waktu awal dan akhir dari suatu aktivitas

15

(Newwit, 2009). Tentunya hal ini dilakukan dengan tetap mempertimbangkan


kontinuitas penggunaan sumberdaya.
2.2.7 Sumber Daya dalam Line of Balance
LOB merupakan penjadwalan yang menitikberatkan pada optimasi
sumberdaya terutama pekerja. Pekerja diasumsikan tetap tersedia dan bekerja dengan
laju produksi yang tetap sepanjang durasi pekerjaan. Akan tetapi dalam prakteknya
terkadang hal ini tidak dapat dipenuhi karena mengacu pada ciri proyek yang memiliki
keterbatasan dalam hal sumberdaya. Dalam LOB masalah ini dapat diatasi dengan Crew
Synchronization (penyerempakkan kelompok kerja).
Hegazy (2002 dalam Pratomo dan Honoris, 2012) menyatakan
penyerempakkan kelompok kerja dapat dilakukan dengan mengatur jumlah crew untuk
dapat tetap produktif secara kontinu tanpa ada waktu tunggu . Hal ini dapat dirumuskan
dengan:
C=DR
Dimana:

(2.2)

C = jumlah kelompok kerja (crew)


D = Durasi aktivitas
R = Production rate (unit/waktu)

Dari rumus tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai production rate akan
bertambah jika dilakukan penambahan kelompok pekerja. Berikut diberikan contoh
untuk menunjukkan sejauh mana penambahan jumlah pekerja dapat mempengaruhi
penjadwalan. Dalam contoh ini Cooke dan Williams, 2009) menggambarkan diagram
line of balance beserta diagram alokasi pekerja pada proyek pembangunan jembatan
dak beton pratekan.

16

Gambar 2.8 Diagram LOB dan alokasi sumber daya sebelum penambahan pekerja (Sumber:
Cooke dan Williams, 2009)

Dari Gambar 2.8 dapat dilihat bahwa aktivitas pemasangan balok berjalan jauh
lebih lambat dibandingkan dengan aktivitas pemasangan tiang dan dak, sehingga garis
aktivitasnya tidak seimbang dengan garis lainnya. Hal ini dapat diatasi dengan
menambahkan kelompok pekerja pada aktivitas pemasangan balok. .

17

Gambar 2.9 Diagram LOB dan alokasi sumber daya setelah penambahan pekerja (Sumber:
Cooke dan Williams, 2009)

Pada gambar 2.9 terlihat bahwa dengan penambahan satu kelompok pekerja
pada aktivitas pemasangan balok membuat garisnya menjadi lebih seimbang dengan
garis lainnya. Hal ini dikarenakan production rate dari aktivitas tersebut meningkat,
sehingga gradient garisnya semakin besar. Penambahan pekerja ini juga menghasilkan
pengurangan durasi total proyek sebesar 10 hari, yang secara otomatis akan mengurangi
biaya tidak langsung dari proyek.
Penambahan jumlah pekerja juga harus mempertimbangkan peningkatan biaya
langsung akibat ongkos pekerja. Perlu diperhatikan juga apakah para pekerja memiliki
ruang gerak yang cukup dan tetap dapat terkontrol sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan sesuai target yang diinginkan.

18

Anda mungkin juga menyukai