DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Pratomo dan Honiris (2012) melakukan studi penerapan Metode Line Of Balance
(LOB) pada pekerjaan struktur tipikal pada proyek apartemen bertingkat di Surabaya.
Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa penjadwalan dengan Metode LOB
menghasilkan durasi penyelesaian pekerjaan struktur untuk 16 lantai adalah 177 hari,
sedangkan berdasarkan data jadwal perencanaan adalah 200 hari.
Kelebihan studi ini adalah dilakukannya pengamatan langsung di lapangan selama
berlangsungnya pekerjaan sehingga data durasi penyelesaian pekerjaan yang
dikumpulkan lebih akurat. Adapun kekurangan dari penelitian ini adalah penjadwalan
yang direncanakan tidak dapat digunakan pada seluruh struktur bangunan lokasi studi,
karena ada sejumlah lantai tertentu yang strukturnya tidak tipikal.
Hegazy dan Kamarah (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa
efisien metode penjadwalan repetitive dapat digunakan untuk optimalisasi biaya
konstruksi gedung bertingkat. Sebuah proyek gedung berlantai 13 yang direncanakan
menggunakan biaya $17 miliar digunakan sebagai model penelitian ini. Hasilnya adalah
biaya dapat ditekan menjadi $ 16.11 miliar dengan tetap mempertahankan durasi
rencana awal proyek
Optimasi biaya dilakukan dengan tetap memperhatikan waktu dan keterbatasan
sumberdaya. Penelitian ini mengintegrasikan metode LOB dan CPM. Adapun
pemodelan ini dilakukan menggunakan sebuah software penjadwalan yang
dikembangkan sendiri oleh penulis. Software ini masih berupa prototipe, oleh
karenanya pengembangan lebih lanjut masih perlu dilakukan.
Prawira (2010) dalam penelitiannya menerapkan Metode LOB dalam
pengendalian Proyek Perumahan Masya Tamansari Residences. Hasil yang didapatkan
adalah durasi penyelesaian 3 couple (6 unit) rumah diperlukan waktu 58 minggu dengan
Metode LOB, sedangkan jika tidak menggunakan Metode LOB didapatkan durasi 60
minggu.
Penilitian tersebut bertujuan menganalisis pengendalian proyek dengan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya sehingga penggunaan sumberdaya yang
berkelanjutan dapat terjamin. Akan tetapi penelitian ini hanya mengintegrasikan LOB
pada proyek yang umum dan sederhana, sehingga untuk proyek yang bersifat khusus
dan rumit perlu penyesuaian lebih lanjut.
4
Lingkup (scope)
Kualitas (quality)
Biaya (cost)
Waktu (time)
Sumber daya (resources)
Proyek merupakan sistem yang dinamis dan harus terjaga dalam keseimbangan
tertentu, sehingga untuk menggambarkan kelima hal diatas, dikenal segitiga waktubiaya-sumberdaya seperti pada gambar berikut ini.
Sebuah proyek harus dapat mengidentifikasikan kebutuhan atas waktu, biaya dan
ketersediaan sumber daya guna mencapai lingkup dan kualitas proyek. Dengan kata lain
keseimbangan penyelesaian (waktu) pada tahap perencanaan akan berakibat terhadap
ketersediaan sumber daya dan biaya.
2.2.2 Manajemen Proyek
Kurzner (1982 dalam Karaini, 1994) menjelaskan bahwa manajemen proyek
adalah merencanakan, menyusun organisasi, memimpin dan mengendalikan
sumberdaya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan.
Menurut Husen (2011) manajemen proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan,
keahlian dan keterampilan, cara teknis yang terbaik dan dengan sumber daya yang
terbatas, untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditentukan agar mendapatkan
hasil yang optimal dalam hal kinerja biaya, mutu dan waktu, serta keselamatan kerja.
Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
proyek adalah ilmu yang diterapakan untuk mencapai tujuan dan sasaran suatu proyek
dengan mengoptimalkan sumberdaya yang terbatas. Adapun dalam manjemen proyek
dikenal adanya fungsi-fungsi yang merupakan prosedur operasi bagi organisasi yang
bertugas dalam mengendalikan suatu proyek. Husein (2011) menyatakan fungsi-fungsi
tersebut sebagai berikut:
a. Perencanaan (planning), dimana didalamnya dilakukan penentapan tujuan,
melakukan penyusunan penjadwalan, penentuan alokasi biaya dan sumber daya
dan dokumen lainnya yang nantinya akan menjadi acuan dalam tahap
selanjutnya.
b. Pengorganisasian (Organizing), pada kegiatan ini dilakukan indentifikasi dan
pengelompokkan jenis-jenis pekerjaan, mementukan pendelegasian wewenang
6
dan tanggung jawab personel serta meletakkan dasar bagi hubungan masingmasing unsure organisasi.
c. Pelaksanaan (Actuating), adalah implementasi dari perencanaan dengan
melakukan pekerjaan fisik dan non-fisik.
d. Pengendalian (Controlling), tahapan ini memastikan bahwa apa yang telah
direncanakan dan ditetapkan dapat dicapai dengan optimal.
2.2.3 Work Breakdown Structure
Setiap proyek memiliki sasaran dan lingkup yang telah ditetapkan secara jelas.
Setiap lingkup harus dapat jabarkan dengan baik, sehingga diketahui apa yang
diperlukan dan tidak diperlukan dalam proyek. Adapun alat yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuan ini adalah Work Breakdown Structure (WBS).
Burke (2003 dalam Cooke dan Williams, 2009) menerangkan bahwa WBS adalah
kunci dalam manajemen scope yang digunakan untuk membagi proyek ke dalam
paket-paket yang terkendali, terestimasi, terencana, terlaksana dan terkontrol. WBS
biasanya disajikan dalam bentuk hierarki berupa diagram pohon atau daftar lingkup
pekerjaan dengan penomeran multi-level.
WBS membagi lingkup proyek menurut hierarki yang makin terperinci sehingga
kerumitannya berkurang tetapi masih dapat dikelola dengan baik. WBS memudahkan
penjadwalan dan pengendalian karena merupakan elemen yang terdiri atas kerangkakerangka seperti berikut ini (Husen, 2011):
a.
b.
c.
d.
e.
f.
hari-hari libur
e. Susunan dan jumlah kegiatan proyek serta keterkaitan di antaranya.
f. Kerja lembur dan pembagian shift kerja untuk mempercepat proyek
g. Sumber daya yang diperlukan dan sumber daya yang tersedia
Keahlian tenaga kerja dan kecepatan mengerjakan tugas.
Hingga saat ini, berbagai metode penjadwalan proyek telah dikembangkanyang
mana secara garis besar dapat digolongkan atas metode bagan balok (bar chart), metode
jaringan kerja (network diagram) dan metode linear. Setiap metode tersebut memiliki
karakteristik tersendiri dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
2.2.4.1 Metode Bar Chart
Metode bar chart atau gantt chart pertama kali diperkenalkan oleh Henry Gantt
pada awal tahun 1900an untuk proyek pembuatan kapal. Metode ini merupakan usaha
ilmiah pertama yang mempertimbangkan hubungan penjadwalan pekerjaan terhadap
waktu (Cooke & Williams, 2009).
Keuntungan utama metode ini terletak pada tampilannya yang sederhana dan
mudah dipahami oleh semua tingkatan manajemen, akan tetapi kekurangan utama
metode ini adalah tidak dapat menunjukkan logika hubungan ketergantungan antar
aktivitas. Selain itu metode ini kurang sesuai untuk proyek dengan tingkat kerumitan
tinggi dan proyek yang berulang. Kekurangan ini menyebabkan dikembangkannya
metode penjadwalan lainnya seperti metode jaringan kerja dan metode penjadwalan
linear.
Seiring dengan berkembangnya teknologi komputer dan tersedianya berbagai
software penjadwalan proyek, metode ini kembali banyak digunakan oleh para
perencana. Terlebih software-software tersebut menyajikan bar chart dalam bentuk
linked bar chart. Dimana linked bar chart mengatasi kekurangan utama bar chart
tampilannya yang rumit dan sulit dipahami, kehadiran software penjadwalan bebasis
linked bar chart juga telah menggeser kepopuleran metode ini.
2.2.4.3 Metode Linear
Metode penjadwalan linier adalah penjadwalan berupa tampilan grafis sederhana
yang menunjukkan hubungan waktu dan lokasi. Metode ini berakar dari dunia industri
pabrik yang digunakan sebagai usaha dalam mencegah penundaan atau efek leher botol
pada pelaksanaan proses produksi (Heinz, 1998).
Dalam industri konstruksi, metode penjadwalan linier sangat efektif untuk
menjadwalkan proyek yang bersifat berulang. Proyek berulang ini dapat berupa proyek
horizontal seperti jalan raya, terowongan atau perpipaan ataupun proyek yang bersifat
vertikal seperti gedung bertingkat dengan desain tipikal.
Secara umum dikenal dua jenis metode penjadwalan linear yaitu :
a. Line of Balance (LOB)
Metode ini terdiri atas serangkain garis yang diplot terhadap waktu pada
sumbu horizontal dan lokasi pada sumbu vertikal.
b. Time Chainage Diagram
Metode ini merupakan penggabungan antara metode LOB dengan metode bar
chart.
Gambar 2.2 Contoh Time Chainage Diagram pada Proyek Gedung (Sumber: Arianto,
2010)
Meskipun tidak sepopuler metode bar chart dan jaringan kerja, penjadwalan linier
kini mulai banyak dikembangkan terutama di kalangan para akademisi. Hal ini
10
Gambar 2.2 Contoh diagram LOB proyek perpipaan (Sumber: Newitt, 2009)
11
Penerapan LOB pada dunia konstruksi diprakarsai oleh Philips Lumsden (1965).
Lumsden menerapkan metode ini pada proyek konstruksi perumahan yang
dikembangkan oleh Natonal Building Agency di Inggris. Metode ini kemudian dikenal
sebagai metode penjadwalan terbaik untuk proyek yang berulang seperti perumahan,
apartemen dan juga proyek sipil seperti jalan raya, perpipaan dan terowongan (Cooke
dan Williams, 2009).
Jika dibandingkan dengan metode penjadwalan Bar Chart dan CPM, metode ini
masih jarang digunakan. Di Indonesia sendiri, metode ini jarang di bahas dalam buku
dan literature lainnya. Selain itu pengembangan software penjadwalan berbasis LOB
secara komersil sejauh ini belum ada. Oleh karennya keberadaan metode ini cenderung
dikesampingkan oleh para penjadwal.
2.2.5.2 Istilah-istilah dalam Line of Balance
Dalam penjadwalan LOB ada beberapa istilah yang perlu diketahui untuk dapat
memahami dan menyusun penjadwalan yang baik dan benar yaitu sebagai berikut:
a. Diagram kecepatan (Velocity diagram)
Sebuah penjadwalan linier pada dasarnya adalah gabungan diagram kecepatan
dari berbagai aktivitas yang membentuk suatu proyek (Hinze, 1998). Diagram
ini menyajikan aktivitas sebagai garis yang kemiringannya tergantung pada
production rate.
b. Production rate
12
d. Konflik
Konflik terjadi jika ada beberapa aktivitas yang berlangsung dalam lokasi yang
sama pada waktu yang bersamaan (Hinze,1998). Dalam diagram LOB konflik
diperlihatkan dengan adanya garis yang berpotongan satu sama lain.
e. Buffer
Buffer adalah jarak antara dua buah aktivitas yang dimaksudkan untuk
menghindari konflik dan memberikan fleksibilitas kedalam penjadwalan.
Dalam diagram LOB terdapat dua jenis buffer, yaitu horizontal dan vertikal.
Buffer horizontal menyatakan jeda waktu atau float, yang tediri atas buffer
13
minimum dan maksimum. Adapun buffer vertikal menyatakan jarak lokasi antar
aktivitas.
Namun, para penjadwal biasanya menetapkan langsung nilai laju produksi yang ingin
mereka capai berdasarkan pengalaman dan data historis.
14
15
(2.2)
Dari rumus tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai production rate akan
bertambah jika dilakukan penambahan kelompok pekerja. Berikut diberikan contoh
untuk menunjukkan sejauh mana penambahan jumlah pekerja dapat mempengaruhi
penjadwalan. Dalam contoh ini Cooke dan Williams, 2009) menggambarkan diagram
line of balance beserta diagram alokasi pekerja pada proyek pembangunan jembatan
dak beton pratekan.
16
Gambar 2.8 Diagram LOB dan alokasi sumber daya sebelum penambahan pekerja (Sumber:
Cooke dan Williams, 2009)
Dari Gambar 2.8 dapat dilihat bahwa aktivitas pemasangan balok berjalan jauh
lebih lambat dibandingkan dengan aktivitas pemasangan tiang dan dak, sehingga garis
aktivitasnya tidak seimbang dengan garis lainnya. Hal ini dapat diatasi dengan
menambahkan kelompok pekerja pada aktivitas pemasangan balok. .
17
Gambar 2.9 Diagram LOB dan alokasi sumber daya setelah penambahan pekerja (Sumber:
Cooke dan Williams, 2009)
Pada gambar 2.9 terlihat bahwa dengan penambahan satu kelompok pekerja
pada aktivitas pemasangan balok membuat garisnya menjadi lebih seimbang dengan
garis lainnya. Hal ini dikarenakan production rate dari aktivitas tersebut meningkat,
sehingga gradient garisnya semakin besar. Penambahan pekerja ini juga menghasilkan
pengurangan durasi total proyek sebesar 10 hari, yang secara otomatis akan mengurangi
biaya tidak langsung dari proyek.
Penambahan jumlah pekerja juga harus mempertimbangkan peningkatan biaya
langsung akibat ongkos pekerja. Perlu diperhatikan juga apakah para pekerja memiliki
ruang gerak yang cukup dan tetap dapat terkontrol sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan sesuai target yang diinginkan.
18