Anda di halaman 1dari 11

Cut Ayu Rahimainita

1406556412
PTIK Kelas F

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP 2015/2016


1) Analisis Konvergensi Media
Berdasarkan pemikiran lama, dikatakan bahwa konvergensi media adalah proses
bergabungnya beberapa media menjadi satu (Turow, 2004). Apabila mengaitkan dengan
konsep mediamorphosis yang berarti transformasi media komunikasi (Fidler, 1997), saya
rasa menarik apabila dikaitkan dengan pandangan Jenkins pada artikel Convergence? I
Diverge yang mengatakan bahwa media lama sebenarnya tidak pernah mati, media berubah,
audience berubah, dengan status sosial yang juga berubah, namun sekali media itu muncul,
media tersebut akan terus menjadi bagian dari ekosistem media itu sendiri (2001). Apabila
kita lihat saat ini banyak media yang seakan-akan hilang. Sebenarnya, media tersebut tidak
sepenuhnya mati, namun berubah menjadi bentuk media atau bergabung dengan fungsi
media yang lain yang menurut pemikiran lama itu tadi disebut sebagai konvergensi media.
Contoh dari konvergensi media yang paling jelas dan sangat dekat dengan kita adalah
penggunaan telepon genggam pintar atau smartphone. Saat ini, smartphone mungkin sudah
dapat dikategorikan sebagai kebutuhan yang (hampir) primer. Hal itu disebabkan karena
tingginya tingkat kebutuhan pengguna terhadap smartphone itu sendiri. Berbeda dengan
telepon seluler sebelumnya yang hanya dapat digunakan untuk berkomunikasi, smartphone
melebihi daripada itu. Smartphone dapat menggabungkan fungsi mengambil gambar dari
kamera, bermain games dari game console, menonton video dari televisi, mendengarkan lagu
dari Walkman atau mp3. Smartphone, menurut pandangan awalnya adalah perangkatperangkat yang bergabung menjadi satu perangkat utama yang multifungsi.
Mengenai pandangan tentang divergensi, Jenkins dalam sebuah artikel di website MIT
Technology Review (2001) mengatakan bahwa konvergensi media adalah sebuah proses yang
sedang berjalan (ongoing), dan tidak akan ada sebuah black box yang dapat mengontrol
media itu sendiri secara menyeluruh. Pandangan Jenkins tesebut sesuai dengan argument
bahwa yang dapat kita saksikan sekarang perangkat mengalami divergensi dan hal yang
mengalami konvergensi adalah kontennya (Cheskin Research Report, 2002). Contoh dari hal-

hal yang dianggap divergensi contohnya adalah walaupun smartphone seperti yang dikatakan
diatas sudah bisa digunakan untuk mengetik dan mengambil gambar, masih banyak orang
yang tetap membawa kamera digital untuk mengambil gambar dan laptop untuk membuat
atau mengetik dokumen.
Namun, menurut pendapat saya, teknologi-teknologi masa kini seperti yang dikatakan dalam
soal mencakup smartphone, tablet, dan personal computer atau laptop tetaplah merupakan
sebuah bentuk konvergensi media, hal itu disebabkan karena secara harfiah perangkatperangkat tersebut dapat menjalankan fungsi dari perangkat lain seperti yang disebutkan
diatas. Namun, atas alasan kenyamanan aksesbilitas daripada penggunanya, tak jarang masih
ada divergensi daripada penggunaan perangkat-perangkat tersebut.
2) Economics of Free, Chris Anderson
A. Contoh Strategi Bisnis Digital
1. Cross-subsidies
Saat ini di kota-kota besar di Indonesia tak jarang di temukan pameran-pameran
gadget. Lokasinya bisa dimana saja, mulai dari di tengah pusat perbelanjaan, di geraigerai kecil di sepanjang ritual mingguan car free day, hingga memakan seluruh
hall convention center. Ribuan orang datang untuk memburu gadget terbaru dengan
harga yang (mereka percayai) terbaik. Bagi para pemburu gadget, tentu pameran
sejenis ini menjadi wadah yang sangat bermanfaat untuk memenuhi hasrat mereka
akan kepemilikan gadget terbaru. Bagi para Social Media Addict, mungkin juga
sebagai lambang peningkatan kelas sosial yang ditunjukan dengan peningkatan
resolusi kamera telepon seluler.
Selain dimanfaatkan oleh para gadget hunters, ajang pameran ini juga dimanfaatkan
dengan begitu baik oleh para penyedia layanan seluler untuk membagikan kartu
perdana mereka. Dengan anggapan bahwa gadget baru berarti nomer baru, kartu
perdana yang biasanya dijual seharga 10 sampai 50 ribu perbuahnya dibagikan seperti
layaknya brosur atau flyer gratisan. Harapannya, para pengunjung di pameran (yang
diasumsikan membeli gadget baru) akan mempergunakan sim card yang mereka
tebarkan secara cuma-cuma tersebut. Selanjutnya apa? Tentu saja, dengan
menggunakan layanan mereka, akan menggiring para konsumen ke lubang tanpa

akhir, yaitu pembelian pulsa dan paket internet yang (menurut pengalaman saya
dengan provider Telkomsel) harganya sangat mencekik.
Namun, menurut pengalaman saya, pembagian sim card gratisan ternyata bukanlah
satu-satunya strategi yang menarik konsumen untuk mempergunakan layanan mereka.
Saat sim card tersebut dibagikan mereka juga menjelaskan bahwa khusus dengan
mengaktifkan sim card gratisan di pameran tersebut, para pengunjung dapat
mengaktifkan paket internet bundle 3 bulan (2 GB perbulan) hanya dengan nominal
99 ribu rupiah! Langsunglah orang berbondong-bondong mengaktifkan sim card
tersebut di gadget mereka (yang kebanyakan baru) dan sekaligus mengisi pulsa di
tempat tersebut sehingga paket internet bundle super murah dapat diaktifkan. Namun,
setelah 3 bulan, para konsumen tidak lagi dapat menikmati atau mengaktifkan
kembali paket internet bundle tersebut, namun harus mengaktifkan paket internet
bulanan dengan harga normal, yang mana mencekik. Tapi kebanyakan para konsumen
tidak bisa berbuat banyak, biasanya dalam jangka waktu 3 bulan, nomer hp sudah
tersebar ke cukup banyak kolega, daripada harus mengganti nomer hp, paket internet
mahal akhirnya menjadi pilihan. Strategi para provider dinyatakan : berhasil!
2. Three Party Market (Advertising)
Inti dari model ini seperti yang dijelaskan di artikel FREE! adalah model bisnis surat
kabar yang sebenernya bukan menjual Koran atau majalah dalam bentuk kertas
kepada pembaca, namun menjual pembaca kepada pengiklan. Dalam konteks digital,
model bisnis inilah yang paling banyak di temukan. Mulai dari portal-portal online
berita, situs streaming video dan film, official account di online messenger, sampai
konten-konten post di sosial media.
Mulai dari portal online berita, terutama yang dilakukan oleh para pelaku industri
surat kabar yang berusaha mendapatkan profit dari kehadiran mereka di dunia maya
seperti kompas.com, detik.com dan portal berita online lainnya yang situsnya dihiasi
dengan iklan dari berbagai produk. Dengan banyaknya pembaca atau pengakses situs
yang mereka miliki dan pengelompokan konten berita yang memudahkan bagi para
pengiklan untuk menyesuaikan pemosisian iklan mereka agar lebih tepat sasaran.
Layaknya iklan di surat kabar cetak, besar kecilnya banner iklan dan posisinya akan
menentukan harga untuk beriklan di media digital tersebut. Dengan gratisnya akses

bagi para pembaca berita di situs online tersebut menjadikan iklan sebagai pemasukan
utama bagi portal-portal berita digital.
Kedua adalah situs streaming video legal seperti Youtube yang menjadi wadah bagi
brand-brand besar seperti pantene, nescafe, dan wardah untuk beriklan hingga situs
streaming film illegal seperti layarkaca21.com yang mendapatkan pemasukan dari
iklan-iklan seperti situs-situs judi atau situs-situs yang berbau seksual.
Ketiga adalah official account di online messenger, dalam konteks ini yang paling
saya rasakan adalah LINE. Banyak sekali official account di LINE yang
mempublikasikan konten seperti humor hingga artikel tentang konspirasi yang tak
jarang menjadi wadah bagi pelaku industri online kelas bawah untuk beriklan secara
langsung dengan para pelanggannya. Produk yang diiklankan misalnya pakaian,
sepatu, hingga produk kecantikan.
Terakhir adalah sosial-sosial media seperti twitter dan yang baru-baru ini instagram
yang sekarang sering memunculkan posting-posting sponsored seperti restoran,
pakaian atau produk kecantikan. Tanpa perlu bagi pengguna instagram untuk
berlangganan atau memfollow akun tertentu, akan muncul iklan-iklan tersebut yang
terselip di berada pengguna instagram atau twitter tersebut.
3. Freemium
Menurut pengalaman pribadi, strategi bisnis ini yang paling sering saya rasakan
dalam mengerjakan hal-hal yang berhubungan dengan tugas kuliah, mulai dari
mencari bahan untuk tugas paper atau makalah hingga mencari gambar untuk
presentasi. Dua situs yang paling sering saya rasakan membuat penonton kecewa
adalah iconfinder dan scribd.
Iconfinder adalah sebuah website asal Denmark yang memberikan akses para
penggunanya terhadap jutaan icon. Website ini selalu saya pergunakan untuk
membuat tampilan presentasi lebih menarik dengan icon-icon yang relevan untuk
mewakili konten sebuah presentasi. Sayangnya, terkadang ketika saya menemukan
sebuah icon yang paling relevan sekaligus menarik, ternyata terdapat watermark yang
mengganggu dan hanya dapat dihilangkan apabila membeli icon tersebut dengan
harga tertentu (Buy now $1) atau mengupgrade keanggotaan menjadi Pro (Tired of
watermarks?) seperti pada gambar disamping. Apabila pengguna tidak melakukan
kedua hal tersebut, mereka hanya bisa mendapatkan icon-icon free yang dari segi

kualitas dan kuantitas terbatas atau mendapatkan icon premium dengan watermark
yang
mengganggu.
Sama
halnya
dengan iconfinder,
scribd

menjadi

wadah bagi para


penggunanya
untuk
mendapatkan
konten-konten tertentu secara gratis. Tak hanya mendapatkan, scribd juga
memungkinkan para penggunanya untuk mengupload konten mereka masing-masing.
Para pengguna dapat mengakses konten milik orang lain namun hanya sampai batas
halaman tertentu, untuk dapat mengunduh atau membaca semua halaman secara
online para pengguna harus berlangganan atau subscribe dengan periode waktu
tertentu sepeti sehari, sebulan, atau setahun dengan harga yang berbeda-beda.
Selain kedua situs yang berhubungan dengan dunia perkuliahan tersebut terdapat
sebuah aplikasi permainan edukatif bernama Duel Otak yang cukup booming
beberapa bulan lalu namun kembali tenggelam dalam periode yang singkat. Setiap
pengguna permainan tersbut hanya perlu mengunduh secara gratis aplikasinya dari
PlayStore atau AppStore dan dapat memainkan permainan tersebut secara gratis tanpa
periode waktu tertentu. Namun, terdapat vitur avatar yang hanya dapat diubah apabila
mengupgrade aplikasi dengan membayar nominal tertentu. Selain avatar, para
pengguna juga dapat mengubah tema permainan tersebut hanya apabila mengupgrade
aplikasi ke versi yang berbayar.
4. Non-monetary Market
a. Gift Economy
Menurut saya mencari contoh bisnis yang menggunakan model bisnis ini cukup
sulit, hingga pada akhirnya teman yang saya ajak untuk berdiskusi mengenai
model bisnis ini memutuskan untuk hanya tetap menggunakan Wikipedia sebagai
contohnya. Setelah saya melakukan browsing di banyak website dan mencari
tahun apa sebenarnya gift economy yang dijalankan oleh Wikipedia dan

Freecycle, akhirnya saya merasa bahwa terdapat website yang sebetulnya sangat
mirip dengan kedua website tersebut. Website tersebut adalah bookcrossing. Saya
menemukan website ini sekitar 1 tahun lalu melalui media sosial pinterest. Web
ini seperti perpustakaan online besar yang memungkinkan penggunanya untuk
memberikan bukunya ke orang lain yang ingin membacanya, sekaligus mencari
buku apa yang ingin ia baca. Apabila dikatakan perpustakaan online mungkin
orang akan berpikiran bahwa yang bisa didapatkan atau diberikan adalah buku
dalam bentuk elektronik atau ebook. Namun ternyata buku-buku yang ditukarkan
dalam bentuk cetak atau print. Hal tersebut ternyata menjadi nilai plus situs global
tersebut, karena buku bisa didapatkan dari orang dari Negara lain, dan kita pun
dapat memberikan buku kita ke orang dari Negara lain pula.
Namun, sebetulnya tidak cocok juga apabila web ini dikatakan sebagai
perpustakaan, karena setiap pengguna yang mendapatkan sebuah buku dari
sesorang, tidak harus mengembalikan kepada orang yang memberikannya. Ia bisa
menyimpan buku tersebut atau memberikan buku tersebut kepada orang lain yang
ingin membacanya. Dengan diterapkannya gift economy dalam website ini orangorang tidak perlu membeli buku dengan harga yang mahal untuk dapat membaca.
Penggunanya hanya perlu mencari buku yang ingin dibacanya dan apabila ia
berbaik hati, ia juga bisa memberikan buku yang ia miliki kepada orang lain.
Agar situs ini tetap berjalan, layaknya Wikipedia, terbuka kesempatan bagi para
pengguna yang merasa puas dan terbantu dengan adanya website ini untuk
berdonasi melalui transaksi elektronik paypal atau kartu kredit.
b. Labor Exchange
Selama ini dalam sekitar 1 tahun terakhir saya rutin mengakses situs BuzzFeed
entah lewat ponsel ataupun melalui browser di PC. Menurut saya, untuk sebuah
situs yang bersifat hiburan, BuzzFeed adalah situs yang paling nyaman untuk
dikunjungi karena tidak ada satupun iklan selama ini saya rasakan. Baik yang
mengganggu ataupun yang levelnya masih wajar. Di BuzzFeed, saya juga tidak
pernah diminta untuk mengupgrade akun keanggotaan saya ke jenis yang
berbayar, karena memang tidak ada.
Salah satu yang membuat BuzzFeed menarik adalah, bukan hanya karena situs
tersebut memungkinkan para penggunanya untuk men-share artikel yang

dianggap menarik ke platform media sosial lain seperti pinterest, twitter, dan
facebook, namun para pengguna juga dapat menilai konten dengan stiker atau
tanda seperti LOL, WTF, YAAAS, FAIL, dan lain sebagainya. Dari hasil penilaian
tersebut BuzzFeed juga mengelompokan konten sesuai mark yang diberikan oleh
penggunanya.
Ternyata vitur yang saya anggap sebagai nilai plus BuzzFeed tersebut adalah salah
satu hal yang digunakan BuzzFeed untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian
terhadap aplikasinya. Selain itu, setiap kali para penggunanya men-share sebuah
artikel itu membuat semakin banyak orang yang mengakses BuzzFeed dan
meningkatkan jumlah kunjungan yang mana meningkatkan nilai dari situs
BuzzFeed itu sendiri.
c. Piracy
Model bisnis seperti ini sangat sesuai apabila dikaitkan dengan musik online
(Anderson, 2006). Contoh dari aplikasi bisnis model seperti ini adalah seperti
yang muncul pada film The Pirate Bay : Away From Keyboard adalah situs
thepiratebay. Mengatasnamakan sharing, di situs itu menyebarluaskan propertiproperti intelektual seperti lagu, film, dan buku, untuk bebas diunduh oleh para
pengaksesnya.
B. Strategi yang paling banyak diterapkan pelaku bisnis digital di Indonesia
Menurut pendapat saya, melihat dari mulai diliriknya bisnis digital di Indonesia,
sebagian besar masih di dominasi oleh sistem bisnis third party atau advertising. Para
pengiklan, mulai bermigrasi dari media massa konvensional ke media massa digital
dalam beberapa tahun terakhir yang disebabkan oleh kemunculan internet dan
bermigrasinya para target audience dan target market mereka ke dunia digital.
Berkurangnya oplah koran dan meningkatnya pembaca atau pengakses portal-portal
berita online membuat portal-portal berita online tersebut mulai dilirik oleh para
pengiklan.
Hal yang menyebabkan belum banyaknya pelaku bisnis digital di Indonesia yang
menggunakan model bisnis freemium adalah karena masih rendahnya keinginan atau
kemampuan orang-orang di Indonesia terhadap menggunakan aplikasi atau mengakses
media dengan melakukan pemabayaran. Rata-rata, apabila untuk mengakses sebuah situs
diperluakan pembayaran, para pengakses yang merupakan orang Indonesia lebih

memilih

atau

tidak

masalah

dengan

menggunakan

versi

basic

dan

tidak

mengupgradenya ke versi premium. Selain itu, rata-rata model bisnis premium


menerapkan pembayaran dengan metode kartu kredit atau paypal dimana orang
Indonesia masih belum terlalu banyak yang memiliki kartu kredit dan sistem paypal
belum terlalu tenar di Indonesia.
Selain advertising, strategi bisnis yang sudah mulai digunakan sebenarnya adalah crosssubsidies terutama di industri musik dengan menjual harga CD yang murah namun
sering melakukan konser off-air dan on-air. Namun, untuk praktek di bisnis digital
cross-subsidies masih minim diterapkan pada satu bisnis. Rata-rata cross-subsidies
diterapkan oleh pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.
C. Pertanyaan Bonus : Strategi Bisnis Digital lain yang belum masuk di strategi bisnis
Anderson
i.
Metered Model
Pada Jurnal Between Decline and a New Online Business Model : The Case of
Spanish Newspaper Industry, Andreu Casero-Ripolls and Jessica IzquierdoCastillo menjelaskan tentang lima bisnis model yang salah satunya belum tercakup
didalam bisnis model yang dijelaskan oleh Chris Anderson yaitu, Metered Model.
Model bisnis digital Metered Model ini mungkin lebih dikenal dengan sebutan Free
Trial dan paling sering ditemukan dalam penjualan aplikasi. Pengguna dapat secara
legal dan gratis mendownload sebuah aplikasi dan dapat menggunakan semua
viturnya secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu. Namun, setelah
melewati jangka waktu yang diberikan para pengguna diharuskan untuk membeli
aplikasi tersebut dan apabila tidak melakukan pembelian, aplikasi tersebut tidak
akan dapat lagi digunakan.

Model bisnis seperti ini banyak diterapkan pada

perusahaan yang menjual aplikasi anti-virus untuk personal computer.


Salah satu aplikasi yang pernah saya gunakan yang menggunakan model bisnis
seperti ini adalah WinZip generasi terbaru yang saya download melalui website
resminya. Pada satu bulan pertama semua vitur pada aplikasi ini bisa digunakan
secara bebas. Namun setelah melebihi jangka waktu 1 bulan tersebut aplikasi ini
meminta penggunanya untuk melakukan pembelian melalui websitenya, dan karena
saya tidak melakukan pembelian aplikasi ini tetap ada di PC saya namun tidak ada
satupun vitur yang bisa digunakan dan apabila dibuka, aplikasi hanya akan

menampilkan

seperti

gambar disamping.
Perbedaan metered model
dengan free trial yang
sering ada di Freemium
adalah,

apabila

tidak

melakukan pembelian, di
metered model ini aplikasi
tidak akan sama sekali bisa digunakan. Namun pada model bisnis freemium, para
pengguna tetap bisa menggunakan versi basic atau regular dengan beberapa vitur
ii.

yang tidak dapat dipergunakan.


Crowd-Funding
Pertama kali saya mengetahui tentang model bisnis ini adalah saat saya rutin
mengikuti
salah

satu

channel
fitness
dance

di

YouTube,
The Fitness
Marshall. Biasaya setiap dua minggu, channel ini mengupload video baru. Dan
beberapa bulan lalu, Caleb Marshall, founder dari channel tersebut meminta para
subscriber channel YouTube tersebut unutuk membantu mereka agar dapat terus
berkarya lewat donasi melalui situs Patreon.
Melalui artikel di situs Billboard yang ditulis oleh Glenn Peoples menerangkan
bahwa saat ini banyak orang yang mendapatkan uang melalui penampilan mereka di
dunia maya melalui situs tersebut (2015). Di Patreon, para creator yang
menyebarkan karyanya lewat situs tersebut dapat menerima donasi dari penontonya.
Namun, para penonton tidak diharuskan membayar. Penonton yang bersedia untuk
berdonasi kepada para creator disebut Patron. Keuntungan menjadi patron bukan
hanya kepuasan batin karena telah mendukung creator yang kita sukai, patron akan

mendapatkan rewards dari para creator seperti tiket konser, merchandise, tulisan
atau tanda tangan, bahkan undangan untuk makan malam bersama creator.
Keuntungan yang didapat website Patreonnya sendiri bukanlah dari iklan atau harga
berlangganan dari para creator atau patron, tapi setiap patron yang memberikan
donasi untuk para creator, lima persennya merupakan komisi dari web Patreon itu
sendiri.

Referensi
Website :
http://www.wired.com/2008/02/ff-free/?currentPage=all diakses pada Kamis, 31 Maret 2016
Pukul 22.53
http://howto.wired.com/wiki/Make_Money_Around_Free_Content diakses pada Jumat, 1 April
2016 Pukul 11.58
http://www.buzzom.com/2009/12/freeconomics-marketing-free/ diakses pada Jumat, 1 April 2016
Pukul 14.46
http://www.billboard.com/articles/business/6502119/patreon-two-years-crowdfunding-amandapalmer diakses pada Sabtu, 2 April 2016 Pukul 10.25
http://www.shareable.net/blog/how-to-run-a-business-in-the-gift-economy diakses pada Sabtu, 2
April 2016 Pukul 10.59
http://www.techrepublic.com/article/the-rise-of-crowdfunding-10-things-to-know/ diakses pada
Sabtu, 2 April 2016 Pukul 11.14
http://madeinkampus.com/digital-economy-zero-marginal-cost/ diakses pada Sabtu, 2 April 2016
Pukul 12.19

http://www.businessinsider.com/pinterests-business-model-is-all-about-exclusivity-2012-2?
IR=T&r=US&IR=T diakses pada Senin, 4 April 2016 Pukul 15.23
http://henryjenkins.org/2006/06/convergence_and_divergence_two.html diakses pada Senin, 4
Maret 2016 Pukul 16.23
https://www.technologyreview.com/s/401042/convergence-i-diverge/ diakses pada Senin, 4 Maret
2016 Pukul 17.54
Jurnal :
Casero-Ripolles, Andreu, dan Izqueirdo-Castillo (2013). Between Decline and a New Online
Business Model: The Case of Spanish Newspaper Industry. Universitat Jaume I
Buku :
Anderson, Chris (2009). Free: The Future of a Radical Price. London: Random House Business
Book
Jenkins, Henry (2006). Convergence Culture. New York: New York University Pers
Thurlow, Crispin (2004). Computer Mediated Communication, Social Interaction and the
Internet. London: SAGE Publication
Turow, Joseph (2014). Media Today 5th Ed. New York: Routledge

Anda mungkin juga menyukai