Referat Fraktur Pelvis Unissula
Referat Fraktur Pelvis Unissula
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1
Definisi
Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang dari pelvis. Pada orang
tua, penyebab paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri. Namun, fraktur
yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas terbesar melibatkan pasukan
yang signifikan misalnya dari kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari
ketinggian. 2
II.2
Etiologi
Dengan makin meningkatnya kecelakaan lalu lintas mengakibatkan dislokasi
sendi panggul sering ditemukan. Dislokasi panggul merupakan suatu trauma hebat.
Patah tulang pelvis harus dicurigai apabila ada riwayat trauma yang menekan
tubuh bagian bawah atau apabila terdapat luka serut, memar, atau hematom di
daerah pinggang, sacrum, pubis atau perineum. 2
II.3
Epidemiologi
Dua pertiga dari fraktur panggul terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Sepuluh persen diantaranya di sertai trauma pada alat-alat dalam rongga panggul
seperti uretra,buli-buli,rektum serta pembuluh darah dengan angka mortalitas sekitar
10 %. 2
II.4
Anatomi Pelvis
Gambar 1. Pandangan posterior (A) dan anterior (B) dari ligamentum pelvis.
Arteri iliaca communis terbagi, menjadi arteri iliaca externa, yang terdapat
pada pelvis anterior diatas pinggiran pelvis. Arteri iliaca interna terletak diatas
pinggiran pelvis. Arteri tersebut mengalir ke anterior dan dalam dekat dengan sendi
sacroliliaca. Cabang posterior arteri iliaca interna termasuk arteri iliolumbalis, arteri
glutea superior dan arteri sacralis lateralis. Arteri glutea superior berjalan ke
sekeliling menuju bentuk panggul lebih besar, yang terletak secara langsung diatas
tulang. Cabang anterior arteri iliaca interna termasuk arteri obturatoria, arteri
umbilicalis, arteri vesicalis, arteri pudenda, arteri glutea inferior, arteri rectalis dan
arteri hemoroidalis. Arteri pudenda dan obturatoria secara anatomis berhubungan
dengan rami pubis dan dapat cedera dengan fraktur atau perlukaan pada struktur ini.
Arteri-arteri ini dan juga vena-vena yang menyertainya seluruhnya dapat cedera
selama adanya disrupsi pelvis (gambar 2). Pemahaman tentang anatomi pelvis akan
membantu ahli bedah ortopedi untuk mengenali pola fraktur mana yang lebih
mungkin menyebabkan kerusakan langsung terhadap pembuluh darah mayor dan
mengakibatkan perdarahan retroperitoneal signifikan. 1
II.5
Mekanisme Trauma
Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas: 3
iliaka atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang
sama.
Trauma Vertikal (SV)
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai
fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakro iliaka pada sisi yang sama. Hal
II.6
ini terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai.
Trauma Kombinasi (CM)
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas.
Fraktur pada rami pubis cukup sering ditemukan dan sering dirasakan yidak
nyeri. Pada pasien osteoporosis dan osteomalasia yang berat. Yang lebih sulit
didiagnosis adalah fraktur-tekanan disekitar sendi sacroiliaca. Ini adalah penyebab
nyeri sacroiliaca yang tak lazim pada orangtua yang menderita osteoporosis.
pada
bagian
posterior
ilium.
Tekanan lateral, tekanan dari sisi ke sisi pelvis menyebabkan cincin melengkung dan
patah. Di bagian anterior rami pubis, pada satu atau kedua sisi mengalami fraktur dan
di bagian posterior terdapat strain sacroiliaca yang berat atau fraktur pada ilium, baik
pada sisi yang sama seperti fraktur rami pubis atau pada sisi yang sebaliknya pada
pelvis. Apabila terjadi pergeseran sendi sacroiliaca yang besar maka pelvis tidak
stabil.
Pemuntiran vertical, tulang inominata pada satu sisi bergeser secara vertical,
menyebabkan fraktur vertical, menyebabkan fraktur rami pubis dan merusak daerah
sacroiliaca pada sisi yang sama. Ini secara khas terjadi tumpuan dengan salah satu
kaki saat terjatuh dari ketinggian. Cidera ini biasanya berat dan tidak stabil dengan
robekan jaringan lunak dan perdarahan retroperitoneal.
Tile (1988) membagi fraktur pelvis ke dalam cidera yang stabil, cidera yang
secara rotasi tak stabil dan cidera yang secara rotasi dan vertikal tak stabil.
Tipe A/stabil; ini temasuk avulsi dan fraktur pada cincin pelvis dengan sedikit
kedua sisi juga disertai cidera posterior tetapi tida ada pembukaan simfisis.
o B1 : open book
o B2 : kompresi lateral ipsilateral
o B3 : kompresi lateral kontralateral (bucket-handle)
Tipe C yaitu secara rotasi dan vertical tak stabil, terdapat kerusakan pada
ligament posterior yang keras dengan cidera pada salah satu atau kedua sisi
dan pergeseran vertical pada salah satu sisi pelvis, mungkin juga terdapat
fraktur acetabulum.
o C1 : unilateral
o C2 : bilateral
o C3 : disertai fraktur asetabulum
o Tuberositas ischium
Fraktur pubis dan ischium
Fraktur sayap ilium
Fraktur sacrum
Fraktur dan dislokasi tulang koksigeus
b. Keretakan tunggal pada cincin panggul
Fraktur pada kedua ramus ipsilateral
Fraktur dekat atau subluksasi simpisis pubis
Fraktur dekat atau subluksasi sendi sakroiliaka
c. Fraktur bilateral cincin panggul
Fraktur vertikal ganda dan atau dislokasi pubis
Fraktur ganda dan atau dislokasi
Fraktur multiple yang hebat
d. Fraktur asetabulum
Tanpa pergeseran
Dengan pergeseran
II.7
Gambaran Klinik
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel
yangdapat
mengenai
organ-organ
lain
dalam
panggul
Keluhan
berupa
femur dipaksa keluar ke belakang asetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan
pada diafisis femur dimana sendi pinggul dalama posisi fleksi atau semi fleksi.
9
Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam
keadaan fleksi dan menabrak dengan keras yang berada dibagian depan lutut.
Kelainan ini juga dapat terjadi sewaktu mengendarai motor. 50% dislokasi disertai
fraktur pada pinggir asetabulum dengan fragmen kecil atau besar. Penderita biasanya
datang setelah suatu trauma yang hebat disertai nyeri dan deformitas pada daerah
sendi panggul. Sendi panggul teraba menonjol ke belakang dalam posisi adduksi,
fleksi dan rotasi interna .terdapat pemendekan anggota gerak bawah. Dengan
pemeriksaan rontgen akan diketahui jenis dislokasi dan apakahdislokasi disertai
fraktur atau tidak.3
2.
Dislokasi anterior
Obturator
Iliaka
Pubik
Disertai fraktur kaput femur
3.
femur terdorong ke dinding medial asetabulum pada rongga panggul. Disini kapsul
tetap utuh. Fraktur asetabulum terjadi karena dorongan yang kuat dari lateral atau
jatuh dariketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang melalui femur dimana
keadaan abduksi. Didapatkan perdarahan dan pembengkakan di daerah tungkai
bagian proksimal tetapi posisi tetap normal. Nyeri tekan pada daerah trokanter.
Gerakan sendi panggul sangat terbatas. Dengan pemeriksaan radiologis didapatkan
adanya pergeseran dari kaput femur menembus panggul. 3
10
Pada cidera tipe A pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila
berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan local tetapi jarang terdapat kerusakan pada
viscera pelvis. Foto polos pelvis dapat mempelihatkan fraktur.
Pada cidera tipe B dan C pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak
dapat berdiri, tidak dapat kencing. Mungkin terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri
tekan dapt bersifat local tapi sering meluas, dan usaha menggerakkan satu atau kedua
ossis ilii akan sangat nyeri. Salah satu kaki mungkin mengalamai anastetik sebagian
karena mengalami cidera saraf skiatika. Cidera ini sangat hebat sehingga membawa
resiko tinggi terjadinya kerusakan visceral, perdarahan di dalam perut dan
retroperitoneal, syok, sepsis dan ARDS. Angka kematian juga cukup tinggi.(Apley,
1995).3
Anamnesis :
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
Pemeriksaan Klinik :
a. Keadaan umum
Denyut nadi, tekanan darah dan respirasi
Lakukan survey kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
Pemeriksaan nyeri :
o Tekanan dari samping cincin panggul
o Tarikan pada cincin panggul
Inspeksi perineum untuk mengetahui asanya Perdarahan, pembengkakan
II.8
dan deformitas
Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada
Diagnosis
11
berdasarkan sifat dasar dan stabilitas disrupsi pelvis atau berdasarkan besar dan arah
tekanan yang diberikan ke pelvis. Masing-masing klasifikasi telah dikembangkan
untuk memberikan tuntunan pada ahli bedah umum dan ortopedi tentang tipe dan
kemungkinan masalah kesulitan manajemen yang mungkin dihadapi dengan masingmasing tipe fraktur. Sistem klasifikasi fraktur pelvis ini, salah satu yang dijelaskan
oleh Young dan Burgess, paling erat hubungannya dengan kebutuhan resusitasi dan
pola yang terkait dengan cedera. Sistem ini berdasarkan pada seri standar gambaran
pelvis dan gambaran dalam dan luar, sebagaimana dijelaskan oleh Pennal dkk.1
Klasifikasi Young-Burgess membagi disrupsi pelvis kedalam cedera-cedera
kompresi anterior-posterior (APC), kompresi lateral (LC), shear vertikal (VS), dan
mekanisme kombinasi (CM) (gambar 3). Kategori APC dan LC lebih lanjut
disubklasifikasi dari tipe I III berdasarkan pada meningkatnya perburukan cedera
12
yang dihasilkan oleh peningkatan tekanan besar. Cedera APC disebabkan oleh
tubrukan anterior terhadap pelvis, sering mendorong ke arah diastase simfisis pubis.
Ada cedera open book yang mengganggu ligamentum sacroiliaca anterior seperti
halnya ligamentum sacrospinale ipsilateral dan ligamentum sacrotuberale. Cedera
APC dipertimbangkan menjadi penanda radiografi yang baik untuk cabang-cabang
pembuluh darah iliaca interna, yang berada dalam penjajaran dekat dengan
persendian sacroiliaca anterior.1
Cedera LC sebagai akibat dari benturan lateral pada pelvis yang memutar pelvis pada
sisi benturan ke arah midline. Ligamentum sacrotuberale dan ligamentum
sacrospinale, serta pembuluh darah iliaca interna, memendek dan tidak terkena gaya
tarik. Disrupsi pembuluh darah besar bernama (misal, arteri iliaca interna, arteri
glutea superior) relatif luar biasa dengan cedera LC; ketika hal ini terjadi, diduga
sebagai akibat dari laserasi fragmen fraktur.
13
14
d.
e.
f.
3. Ingat,
membawa/transport penderita.
Pasang external fixator pelvis (konsultasi orthopedi segera)
Pasang traksi skeletal (konsultasi orthopedi segera)
Embolisasi pembuluh darah pelvis melalui angiografi
Lakukan segera konsultasi bedah/ orthopedi untuk menentukan
prioritas
8. Letakkan bantal pasir di bawah bokong kiri-kanan jika tidak terdapat
trauma tulang belakang atau cara menutup pelvis yang lain tidak
tersedia.
9. Pasang pelvic binder
10. Mengatur untul transfer ke fasilitas terapi definitive jika tidak mampu
melakukannya.
II.10.2 Metode Penatalaksanaan1
a. Military Antishock Trousers
Military antishock trousers (MAST) atau celana anti syok militer dapat
memberikan kompresi dan imobilisasi sementara terhadap cincin pelvis dan
16
ekstremitas bawah melalui tekanan berisi udara. Pada tahun 1970an dan 1980an,
penggunaan MAST dianjurkan untuk menyebabkan tamponade pelvis dan
meningkatkan aliran balik vena untuk membantu resusitasi. Namun, penggunaan
MAST membatasi pemeriksaan abdomen dan mungkin menyebabkan sindroma
kompartemen ekstermitas bawah atau bertambah satu dari yang ada. Meskipun masih
berguna untuk stabilisasi pasien dengan fraktur pelvis, MAST secara luas telah
digantikan oleh penggunaan pengikat pelvis yang tersedia secara komersil.
b. Pengikat dan Sheet Pelvis
Kompresi melingkar mungkin siap dicapai pada keadaan pra rumah-sakit dan
pada awalnya memberikan keuntungan stabilisasi selama pengangkutan dan
resusitasi. Lembaran terlipat yang dibalutkan secara melingkar di sekeliling pelvis
efektif secara biaya, non-invasif, dan mudah untuk diterapkan. Pengikat pelvis
komersial beragam telah ditemukan. Tekanan sebesar 180 N tampaknya memberikan
efektivitas maksimal. Sebuah studi melaporkan pengikat pelvis mengurangi
kebutuhan transfusi, lamanya rawatan rumah sakit, dan mortalitas pada pasien dengan
cedera APC (gambar 4).
17
pada arteri iliaca interna bilateral untuk mengontrol lokasi perdarahan multipel dan
menyembunyikan cedera arteri yang disebabkan oleh vasospasme. 1
Angiografi dini dan embolisasi berikutnya telah diperlihatkan untuk
memperbaiki hasil akhir pasien. Agolini dkk menunjukkan bahwa embolisasi dalam 3
jam sejak kedatangan menghasilkan angka ketahanan hidup yang lebih besar secara
signifikan. Studi lain menemukan bahwa angiografi pelvis yang dilakukan dalam 90
menit izin masuk memperbaiki angka ketahanan hidup. Namun, penggunaan
angiografi secara agresif dapat menyebabkan komplikasi iskemik. Angiografi dan
embolisasi tidak efektif untuk mengontrol perdarahan dari cedera vena dan lokasi
pada tulang, dan perdarahan vena menghadirkan sumber perdarahan dalam jumlah
lebih besar pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi. Waktu yang digunakan pada
rangkaian angiografi pada pasien hipotensif tanpa cedera arteri mungkin tidak
mendukung ketahanan hidup.
e. Balutan Pelvis
Balutan pelvis dikembangkan sebagai sebuah metode untuk mencapai
hemostasis langsung dan untuk mengontrol perdarahan vena yang disebabkan fraktur
pelvis. Selama lebih dari satu dekade, ahli bedah trauma di Eropa telah menganjurkan
laparotomi eksplorasi yang diikuti dengan balutan pelvis. Teknik ini diyakini
terutama berguna pada pasien yang parah. Ertel dkk menunjukkan bahwa pasien
cedera multipel dengan fraktur pelvis dapat dengan aman ditangani menggunakan Cclamp dan balutan pelvis tanpa embolisasi arteri. Balutan lokal juga efektif dalam
mengontrol perdarahan arteri. 1
Akhir-akhir ini, metode modifikasi balutan pelvis balutan retroperitoneal
telah diperkenalkan di Amerika Utara. Teknik ini memfasilitasi kontrol perdarahan
20
retroperitoneal melalui sebuah insisi kecil (gambar 5). Rongga intraperitoneal tidak
dimasuki, meninggalkan peritoneum tetap utuh untuk membantu mengembangkan
efek tamponade. Prosedurnya cepat dan mudah untuk dilakukan, dengan kehilangan
darah minimal. Balutan retroperitoneal tepat untuk pasien dengan beragam berat
ketidakstabilan hemodinamik, dan hal ini dapat mengurangi angiografi yang kurang
penting. Cothren dkk melaporkan tidak adanya kematian sebagai akibat dari
kehilangan darah akut pada pasien yang tidak stabil secara hemodinamik persisten
ketika balutan langsung digunakan. Hanya 4 dari 24 yang bukan responden pada studi
ini membutuhkan embolisasi selanjutnya (16,7%), dan penulis menyimpulkan bahwa
balutan secara cepat mengontrol perdarahan dan mengurangi kebutuhan angiografi
emergensi.
II.10.3Resusitasi Cairan
21
Resusitasi cairan dianggap cukup penting sebagai usaha yang dilakukan untuk
menilai dan mengontrol lokasi perdarahan. Dua bor besar (16-gauge) kanula
intravena harus dibangun secara sentral atau di ekstremitas atas sepanjang penilaian
awal. Larutan kristaloid 2 L harus diberikan dalam 20 menit, atau lebih cepat pada
pasien yang berada dalam kondisi syok. Jika respon tekanan darah yang cukup dapat
diperoleh, infus kristaloid dapat dilanjutkan sampai darah tipe-khusus atau
keseluruhan cocok bisa tersedia. Darah tipe-khusus, yang di crossmatch untuk tipe
ABO dan Rh, biasanya dapat disediakan dalam 10 menit; namun, darah seperti itu
dapat berisi inkompatibilitas dengan antibodi minor lainnya. Darah yang secara
keseluruhan memiliki tipe dan crossmatch membawa resiko lebih sedikit bagi reaksi
transfusi, namun juga butuh waktu paling banyak untuk bisa didapatkan (rata-rata 60
menit). Ketika respon infus kristaloid hanya sementara ataupun tekanan darah gagal
merespon, 2 liter tambahan cairan kristaloid dapat diberikan, dan darah tipe-khusus
atau darah donor-universal non crossmatch (yaitu, kelompok O negatif) diberikan
dengan segera. Kurangnya respon mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadi
kehilangan darah yang sedang berlangsung, dan angiografi dan/atau kontrol
perdarahan dengan pembedahan mungkin dibutuhkan. 1
sejumlah besar cairan sesudah itu, mengarah pada defisiensi jalur hemostasis.
Karenanya, semua pasien yang seperti itu harus diasumsikan membutuhkan trombosit
dan fresh frozen plasma (FFP). Umumnya, 2 atau 3 unit FFP dan 7-8 unit trombosit
dibutuhkan untuk setiap 5 L penggantian volume.
Transfusi darah masif memiliki resiko potensial imunosupresi, efek-efek
inflamasi, dan koagulopati dilusi. Sepertinya, volume optimal dan kebutuhan relatif
produk-produk darah untuk resusitasi masih kontoversial. Sebagai tambahan, jumlah
22
23
normal adalah 0-3 mmol/L; angka ini secara rutin diukur melalui analisa gas darah
arteri (AGDA). Defisit basa menetap menandakan resusitasi yang tidak mencukupi. 1
24
Gambar 6. Algoritma untuk pengobatan pasien dengan fraktur pelvis yang muncul dengan
instabilitas hemodinamik. Pasien yang belum dilakukan laparotomi biasanya melakukan CTscan abdomen yang dimulai di ICU. Di ICU, pasien menerima resusitasi cairan lebih lanjut
dan dihangatkan; berbagai usaha dilakukan untuk menormalkan status koagulasi. rFVIIa
harus dipertimbangkan jika kondisi pasien melawan semua intervensi lainnya.FAST =
focused abdominal sonography for trauma, PRBCs = packed red blood cells.
II.11
Komplikasi 2
a. Nyeri sacroiliaca sering ditemukan setelah fraktur pelvis tak stabil dan kadang
memerlukan artrodesis pada sendi sacroiliaca. Cidera saraf skiatika biasanya
26
pada
sendi
sacrokoksigeal.(Apley,
1995)
28
BAB III
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Ningrum, Manajemen Perdarahan pada fraktur pelvis yang mengancam jiwa.
Diakses
dari:www.ejournal.unid.ac.id/manajemen%20%20perdarahan
%padafrakturpelvis%20mengancam%20jiwa%.html.
2. Fraktur
pelvis.
http://www.scribd.com/doc/52302577/24/Fraktur-tulang-
panggul
3. Sulistyanto
R. Fraktur
Pelvis.
2010. Diakses
dari
http://fraktur
%20pelvis/fraktur-pelvis.html
4. Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit EGC. 2004: 874-6
5. Advanced Trauma Life Support. Seven edition. American college of surgeons.
2004; 252-253
30