Anda di halaman 1dari 17

INSIDENSI KUTU PUTIH PADA BUAH MANGGIS KUALIFIKASI EKSPOR

DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR

FRANCISKUS PARASIAN
15/388594/PPN/3989

PASCASARJANA ILMU HAMA TUMBUHAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Manggis merupakan salah satu komoditas primadona ekspor yang menjadi andalan
Indonesia untuk meningkatkan pendapatan devisa negara. Di luar negeri manggis dijuluki
sebagai Queen of the Tropical Fruits yang merupakan refleksi perpaduan dari rasa asam
dan manis yang tidak dipunyai oleh komoditas buah-buahan lainnya serta bentuknya yang
eksotik yang menjadikan suatu daya tarik tersendiri.
Produksi manggis di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Produksi manggis pada
tahun 2014 sebesar 114.760 ton. Lima provinsi penghasil manggis terbesar adalah Jawa
Barat, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur dan Banten. Ekspor buah manggis pada
tahun 2014 sebesar 10,08 ribu ton menjadi penyumbang devisa terbesar dari buah-buahan
tahunan dengan nilai US$ 6.544.688. Dibandingkan dengan tahun 2013, volume ekspor dan
nilai FOB manggis meningkat sebesar 31,82 persen dan sebesar 14,13 persen. Lima negara
tujuan ekspor manggis terbesar adalah Malaysia, Hongkong, Vietnam, UEA dan China (BPS
2015).
Kabupaten Bogor merupakan sentra perkebunan manggis di Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Bogor tahun 2014 bahwa jumlah produksi manggis pada
tahun 2014 sebesar 3238 ton. Sentra produksi manggis di Kab. Bogor antara lain di
Kecamatan Leuwisadeng dan Leuwiliang dengan pohon yang menghasilkan sebanyak 27.425
pohon. Buah manggis yang diekspor dari sentra perkebunan manggis di Kab. Bogor pada
tahun 2014 sebesar 1350 ton dengan negara tujuan Malaysia dan Thailand.
Rantai pemasaran buah manggis di tiap daerah berbeda-beda, namun sebagian besar
petani menjual kepada tengkulak atau pengumpul sebelum dibeli oleh eksportir atau
pedagang besar. Salah satu contoh rantai pemasaran buah manggis dengan studi kasus di
daerah Kecamatan Leuwisadaeng (Lampiran 1)
Buah manggis yang diperdagangkan pada pasar luar negeri (ekspor) sebagian besar
berasal dari kebun rakyat yang belum terpelihara secara baik dan sistem produksinya masih
tergantung pada alam (tradisional) serta sebagian besar kebun manggis di Indonesia belum
teregistrasi.
Salah satu kendala dalam budidaya manggis adalah adanya hama yang menyerang
tanaman manggis. Hal ini mengakibatkan produksi dan kualitas buah manggis menurun.
Hama potensial pada tanaman manggis : Aspidiotus destructor, Helopeltis antonii, Hyposidra

talaca, Phyllocnistis citrella, Pseudococcus spp, Scirtothrips sp., Stictoptera cucullioides,


Tetranychus spp. (Harahap et al. 2009). Data Dinas Pertanian Kab. Bogor menyatakan bahwa
hama yang menyerang perkebunan manggis di Kab. Bogor yaitu Pengorok daun (Liriomyza
sp.) yang menyerang 1 (satu) hektar tanaman pada tahun 2014.
Berdasarkan komunikasi pribadi dengan Bapak Suyana POPT Kab Bogor bahwa
Serangan kutu putih tidak ditemukan pada tanaman manggis di wilayah Kabupaten Bogor
hingga bulan September 2015. Namun, hama kutu putih dapat berpotensi terbawa pada buah
manggis komoditas ekspor. Keberadaan kutu putih pada komoditas-komoditas buah ekspor
dapat menjadi gangguan kerjasama bilateral terutama di bidang perdagangan.
Dalam sistem perdagangan internasional komoditas pertanian yang dilaksanakan saat
ini, WTO memberlakukan ketentuan-ketentuan non tarif yang dituangkan dalam bentuk
Sanitary and Phytosanitary (SPS) Agreement. Negara-negara anggota WTO, termasuk
Indonesia harus melaksanakan ketentuan dalam Agreement tersebut dalam kegiatan ekspor
dan impor komoditas pertanian. Semua ketentuan ini diberlakukan dalam kerangka
implementasi International Plant Protection Convention (IPPC). Implementasi SPS
Agreement adalah dalam bentuk International Standard for Phytosanitary Measures (ISPM).
Dalam ISPM ditentukan bahwa negara pengimpor dapat melakukan analisis risiko masuk dan
berkembangnya OPT yang mungkin terbawa oleh komoditas yang diimpor serta produk
ekspor Indonesia ke negara tersebut harus terbebas dari hama dan penyakit tanaman (Hidayat
2012).
Kegiatan ekspor manggis dari Indonesia khususnya ke Australia dan New Zealand
masih mengalami kendala karena persyaratan dari negara tersebut sangat ketat. Berdasarkan
hasil dari Pest Risk Analysis (PRA)/ analisis risiko OPT dari negara tersebut bahwa beberapa
spesies kutu putih yang sudah ada di Indonesia termasuk dalam quarantine pest/ OPT
Karantina sehingga buah manggis yang diekspor ke negara tersebut harus terbebas dari kutu
putih.
Insidensi hama merupakan proporsi tanaman atau bagiannya yang terserang dalam
suatu populasi tanaman tertentu, tanpa memperhitungkan berat atau ringannya tingkat
serangan serta dengan identifikasi hama yang jelas. Informasi tentang insidensi kutu putih
pada buah manggis di Indonesia terutama di sentra perkebunan di wilayah Kab. Bogor masih
belum ada. Oleh karena itu, perlu dilakukan surveilans tentang insidensi kutu putih pada buah
manggis.

Perumusan Masalah
a.

Identifikasi bagian tanaman yang sering diserang pada tanaman Manggis

b.

Insidensi kutu putih di sentra pertanaman manggis di Kabupaten Bogor

c.

Pest Risk Analysis untuk kutu putih pada buah manggis yang diekspor ke negara tujuan
Australia dan New Zealand

Tujuan
1.

Mengetahui spesies kutu putih yang menyerang pada buah manggis

2.

Mengetahui insidensi kutu putih

3.

Mengetahui inang alternatif kutu putih di sekitar pertanaman manggis

4.

Memberikan informasi tentang PRA Manggis untuk kutu kutih terutama untuk negara
tujuan Australia dan New Zealand

METODOLOGI

Tempat dan Waktu


Surveilans kutu putih ini dilaksanakan di perkebunan manggis di Desa Sadeng,
Kecamatan Leuwisadeng, Kabuaten Bogor, Jawa Barat dan identifikasi kutu putih
dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok. Surveilans dan
identifikasi berlangsung sejak 31 Oktober hingga 21 November 2015.
Penentuan Contoh Tanaman dan Pengambilan Kutu Putih
Areal pertanaman manggis yang dijadikan lokasi surveilans yaitu lahan milik Pak
Misnan Ketua kelompok tani dengan luas areal 1 hektar. Umur tanaman manggis tersebut
sekitar 10-15 tahun. Pada pertanaman manggis tersebut ditentukan garis diagonal dan
sebanyak 4 pohon manggis di masing-masing ujung garis diagonal serta di bagian tengah
lahan (Gambar 1). Total tanaman contoh untuk pengamatan ini adalah 20 pohon. Bagian
tanaman manggis yang diamati adalah bunga dan buah. Pengamatan dilakukan terhadap
keberadaan kutu putih.
Apabila ditemukan kutu putih, lalu dimasukkan ke dalam botol 15 ml yang berisi
alkohol 70%. Pengamatan juga dilakukan disekitar areal pertanaman manggis untuk
mengetahui keberadaaan kutu putih selain di tanaman manggis.

Gambar 1 Diagram penentuan tanaman contoh pada pengamatan tanaman manggis

Gambar 2 Pertanaman manggis dan pengambilan kutu putih


Pembuatan Preparat Kutu Putih

Kutu putih hasil koleksi dilubangi pada bagian dorsal, kemudian dimasukkan ke dalam
gelas arloji, lalu diteteskan ke dalam gelas arloji cairan Essig sekitar 6-8 ml, diambahkan 3-4
ml kloroform sampai spesimen tenggelam, lau ditambahkan 4-5 ml Asam Fuchsin untuk
pewarnaan dan tutup dengan kaca. Gelas arloji yang berisi kutu putih dipanaskan selama 20
menit pada suhu 80oc. Setelah itu kaca arloji dilepaskan dan gelas arloji didinginkan. Setelah
dingin, tubuh kutu putih diremas-remas dengan jarum yang telah dimodifikasi untuk
mengeluarkan isi dari dalam tubuh. Kutu putih yang telah bersih dipindahkan ke slide
preparat yang telah diteteskan cairan Heinz lalu di bawah mikroskop diatur posisi tubuh
bagian ventral menghadap ke atas, letak spesimen disesuaikan, kaki dan antena dilebarkan
agar saat identifikasi lebih jelas, kemudian kaca penutup diletakkan diatas spesimen dan
cairan. Slide preparat yang sudah jadi dipanaskan pada suhu 40oc selama semalam. Setelah
kering, pinggiran kaca penutup ditetesi dengan pewarna kutu berwarna bening untuk
mencegah bergeraknya kaca penutup.
Identifikasi Kutu Putih
Kutu putih yang yang telah dibuat preparat di identifikasi di bawah mikroskop comppond
dengan perbesaran 100x dan berdasarkan kunci identifikasi Williams (2004).
Penghitungan Insidensi Kutu Putih
Untuk nilai insidensi kutu putih, digunakan rumus:
KH = (n / N) x 100 %
KH : Insidensi Hama
N : jumlah buah yang terserang pada tanaman contoh yang diamati
N : jumlah seluruh buah pada tanaman contoh yang diamati

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kebun manggis milik Pak Misnan lokasi surveilans berada di koordinat 06o 5590.5
LS dan 106o 5833.7 BT dengan ketinggian sekitar 250 mdpl. Berdasarkan komunikasi
langsung dengan Pak Misnan, teknik budidaya yang dilakukan di kebunnya telah sesuai
dengan good agricultural practice (GAP) dan beliau telah mengikuti pelatihan pendampingan
program peningkatan produksi dan kualitas kebun manggis serta setiap tahun buah hasil
panen dari kebunnya selain didistribusikan untuk pasar domestik juga untuk diekspor.
Identifikasi Kutu Putih
Pada surveilans ini ditemukan 2 (dua) spesies kutu putih yang menyerang tanaman
manggis yaitu: Dysmicoccus neobrevipes Beardsley dan Exallomochlus hispidus Morrison.
1.

Exallomochlus hispidus Morrison (Hemiptera: Pseudococcidae)


Pada surveilans ini ditemukan Exallomochlus hispidus pada surveillance ini ditemukan

di bagian bawah dan atas calyx (Gambar 1). Keberadaan kutu putih ini di Indonesia telah
dilaporkan oleh Sartiami et al. (1999) dan spesies ini telah dinyatakan menghuni 12 tanaman
buah-buahan sebagai tanaman inangnya. Menurut Williams (2004) mengatakan bahwa
spesies ini telah ditemukan di Pulau Sumatera oleh Green pada tahun 1930 dan Betrem pada
tahun 1937 di Pulau Jawa, saat itu E. hispidus diidentifikasi sebagai Pseudococcus jacobsoni.
Williams melaporkan temuan kutu putih di dukuh manggis, durian, jambu biji, jeruk pomelo,
sawo, lengkeng, nangka dan sirsak. Pada tanaman inangnya, kutu putih ini ditemukan pada
daun, ranting, batang, dan buah tanaman inang. Namun, pada surveilans ini bagian daun,
batang dan ranting tidak ditemukan spesies ini.

Gambar 3. Exallomochlus hispidus (Morrison) pada buah manggis (A) ditemukan di bawah
calyx (B) ditemukan di atas calyx.

Exallomochlus hispidus dicirikan dengan tidak adanya oral rim tubular ducts dan
bagian anal ring dengan 2 baris sel. Tubuh imago betina E. hispidus pada preparat mikroskop
berbentuk oval melebar Antena berjumlah 8 ruas. Cerari terdiri dari 18 pasang dan cerari
setae pada bagian dorsal meruncing atau berbentuk kerucut. Anal lobe cerari dengan 4
conical setae pada area membran atau area yang mengalami sklerotisasi (Gambar 4).

Gambar 4. Exallomochlus hispidus (Morrison) dalam preparat mikroskop (A) tubuh utuh
imago betina (B) antena (C) cerari (D) betina memiliki anal lobe terseklerotisasi
2.

Dysmicoccus neobrevipes Beardsley


Pada surveilans ini ditemukan Dysmicoccus neobrevipes pada surveillance ini

ditemukan di bagian bawah dan atas calyx (Gambar 1). Keberadaan kutu putih ini di
Indonesia telah dilaporkan oleh Saumiati (2006) pada tanaman palem hias (Veitchia merrillii)
di Bogor dan Nasution (2012) melaporkan di tanaman manggis, pisang, sawo dan srikaya.

Gambar 5. Dysmicoccus neobrevipes pada buah manggis (A, B) ditemukan di bagian bawah.
D. neobrevipes dicirikan dengant tubuh imago betina pada preparat mikroskop
berbentuk oval melebar. Antena berjumlah 8 ruas. Cerari terdiri dari 17 pasang, Anal lobe
cerari jumlahnya lebih dari 2 (dua) conical setae. Transclucent pores pada femur dan tibia
tidak ada (Gambar 6).

Gambar 6. Dysmicoccus neobrevipes (Morrison) dalam preparat mikroskop (A) tubuh utuh
imago betina (B) setae pada anal lobe(C) cerari (D) femur dan tibia
Kutu putih dapat menimbulkan kerusakan langsung dan tidak langsung. Gejala
kerusakan langsung pada tanaman yang disebabkan oleh hama ini berupa bercak-bercak

klorosis, daun layu dan mengeriting, burik pada buah, tanaman tumbuh kerdil hingga
kematian tanaman. Secara tidak langsung, hama ini dapat merusak tanaman karena mampu
menjadi vektor beberapa penyakit tanaman. Kutu putih mengeluarkan semacam tepung putih
yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Kutu putih dewasa mengeluarkan cairan seperti gula
yang selanjutnya dapat menarik semut hitam dan menyebabkan timbulnya jelaga pada buah.
Kulit buah yang kotor menyebabkan kualitas buah menurun. (Kuntarsih, 2005).
Sampai saat ini belum ada laporan serangan E. hispidus dan D. neobrevipes
menyebabkan kehilangan hasil di tanaman manggis. Namun, spesies kutu putih D.
neobrevipes ini merupakan hama yang merusak pada tanaman nanas (Ananas comosus L.
Merryl) karena merupakan vektor utama Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus
(PMWaV). Asosiasi kutu putih dan virus tersebut oleh Sether and Hu (2002) dilaporkan
menyebabkan kehilangan hasil sebesar 35% di Hawai. Kutu putih ini juga menyebabkan
kerusakan pada tanaman sisal (Agave sisalana Perrine), tahun 2010 dilaporkan outbreak di
Cina bagian selatan (Qin et al. 2010) serta di Srilanka dilaporkan tingkat infestasinya tinggi
pada tanaman pisang (Watson et al. 2013)
Pengamatan di sekitar tanaman manggis terdapat pertanaman pepaya namun di tanaman
pepaya tidak ditemukan kutu putih spesies E. hispidus dan D. neobrevipes. Spesies yang
ditemukan yaitu Paracoccus marginatus.
Insidensi Kutu Putih

Gambar 7. Insidensi kutu putih di tanaman manggis


Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kutu putih ini ditemukan hampir pada
semua tanaman contoh. Hasil pengamatan menunjukan rata-rata insidensi relatif cukup tinggi,
nilai rata-rata insidensi pada pengamatan minggu pertama mencapai 8,46% dan minggu

kedua mencapai 10,97% (Gambar 7). Saat pengamatan insidensi terjadi saat akhir musim
kemarau dan memasuki musim penghujan. Kondisi lahan saat pengamatan juga ditemukan
kepadatan tajuk tanaman dan tumbulnya gulma di bawah tanaman dan gawangan. Faktor
lingkungan tersebut dapat memberikan keuntungan untuk pertumbuhan dan perkembangan
dari kutu putih. Faktor lainnya yang mendukung ialah faktor dalam yaitu potensi biologi dari
serangga kutu putih, dimana serangga ini memiliki ukuran tubuh yang kecil serta kepiridian
tinggi dan kemampuan berkembang biak yang cepat karena sifat dari serangga ini yang
mampu bereproduksi tanpa terjadinya fertilisasi (perbanyakan secara partenogenesis). Musim
kemarau telur-telur betina hasil pembiakan secara partenogenesis akan menghasilkan individu
jenis jantan maupun betina, yang selanjutnya meng- hasilkan telur-telur yang dibuahi lebih
banyak. Curah hujan juga berpengaruh pada kehidupan kutu putih sebab dengan ukuran
tubuh yang kecil serangga hama kutu putih bisa terjatuh, penyebaran kutu putih oleh serangga
contohnya semut juga berpengaruh karena disetiap kutu putih yang ditemukan di buah
manggis ditemukan berasosiasi dengan semut yang berada di bawah calyx manggis.
Perkebunan manggis di Leuwisadeng dalam teknik budidayanya tidak menggunakan
insektisida, sehingga untuk mengendalikan kutu putih tersebut di lapangan dapat
menggunakan kultur teknis dengan cara kultur teknis antara lain :
a.

Mengurangi kepadatan tajuk agar tidak terlalu rapat dan saling menutupi;

b.

Mengurangi kepadatan buah.

c.

Pembungkusan buah

d.

Sanitasi terhadap areal pertanaman (Balai Penelitian Tanaman Buah, 2006)


Pemangkasan dan penyiangan gulma telah dilakukan maksimal 2 (dua) bulan sekali.

Berdasarkan pengamatan di lapangan tajuk sudah rapat dan gulma cukup tinggi sehingga
untuk mengantisipasi agar populasi kutu putih di buah manggis tidak semakin tinggi dapat
segera dilakukan kembali pemangkasan untuk mengurangi kepadatan tajuk dan penyiangan
gulma untuk menjaga sanitasi di areal pertanaman.
Pengendalian kutu putih pada buah manggis juga harus dilakukan saat buah telah
dipanen yaitu saat pengumpulan dari petani yang biasanya dilakukan di tempat ketua
kelompok tani. Pada saat itu, buah harus dilakukan pemeriksaan dan penyortiran sehingga
buah yang ditemukan adanya kutu putih dapat dipisahkan atau dibersihkan dari buah yang
tidak ada kutu putih. Tindakan itu harus dilakukan sebelum pengemasan dan pengiriman ke
gudang eksportir.
Berdasarkan hasil insidensi kutu putih di tanaman pengamatan perlu melakukan
antisipasi terhadap pengeluaran buah yang akan diekspor agar tidak terjadi penolakan dari

negara tujuan. Infestasi kutu putih pada buah manggis ekspor pernah terjadi. Berdasarkan
sumber dari Pusat Karantina Tumbuhan, negera tujuan yang menemukan kutu putih yang
terbawa di buah manggis mengirimkan notification for non compliance (NNC) akibat temun
tersebut dan manggis tersebut harus di fumigasi di negara tujuan (Lampiran 2). Tindakan
tersebut dapat memperburuk citra negara kita dan menyebabkan tambahan biaya sehingga
akan memberatkan eksportir. Oleh karena itu, perlu adanya surveilans lanjutan untuk
memberikan informasi yang lebih akurat tentang serangan kutu putih ini dan rekomendasi
untuk penanganan di pertanaman dan pasca panen untuk antisipasi agar kutu putih tidak
terbawa di buah manggis.
Analisis Resiko Hama (Pest Risk Analysis)
Berdasarkan hasil analisis risiko yang telah dilakukan oleh petugas biosecurity
Australia dan New Zealand bahwa E. hispidus termasuk di dalam quarantine pest bagi negara
tersebut dan tidak boleh terbawa di buah manggis karena spesies kutu putih tersebut belum
ada di negara tersebut. Kutu putih tersebut berpotensi untuk masuk kategori high,
kemampuan bertahan kategori high, kemampuan menyebar kategori high dan potensi
menyebabkan kerusakan hasil kategori low sehingga kesimpulan dari hasil analisis risiko
hama tersebut menyatakan kutu putih tersebut kategori low (lampiran 3) (Australian
Government 2012, New Zealand Government 2014).
Kategori kutu putih E. hispidus termasuk low namun, pemerintah Australia dan New
Zealand tetap mempersyaratkan setiap pemasukan buah-buahan terutama manggis antara lain
telah dilakukannya tindakan pembebasan kutu putih pada buah manggis seperti
membersihkan buah termasuk dibawah calyx dengan penyemprotan air dengan tekanan
tinggi, disikat, fumigasi dengan menggunakan methyl bromida dan alternatif pengendalian
yang telah disetujui pemerintah tersebut. Setiap pemasukan manggis harus telah diperiksa
oleh petugas karantina di tempat negara asal.
Hasil analisis risiko ini mewajibkan negara Indonesia melaksanakan persyaratan yang
telah ditetapkan oleh negara tersebut sehingga perlu ada kerjasama antara petani, distributor,
eksportir dan pemerintah agar buah manggis seperti penerapan good agricultural practice
dan good handling practices dengan konsisten serta pemeriksaan komoditas di tempat
pengeluaran secara ketat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kutu putih yang ditemukan pada buah manggis di areal yang dilakukan surveilans yaitu
Dysmicoccus neobrevipes Beardsley dan Exallomochlus hispidus Morrison. Di sekitar areal
pertanaman manggis ditemukan tanaman pepaya namun, tidak ditemukan spesies kutu putih
yang sama. Insidensi hama kutu putih pada buah di tanaman contoh yang diamati sebesar 810%. Hasil analisis resiko hama kutu putih oleh Australia dan New Zealand menyatakan
bahwa Exallomochlus hispidus Morrison termasuk ke dalam quarantine pest dengan kategori
low namun, dicegah pemasukkannya karena spesies kutu putih tersebut belum ada di negara
tersebut sehingga perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk membebaskan kutu putih pada
buah manggis sebelum buah tersebut dikirim ke negara tersebut.
Saran
1.

Perlu adanya surveilans lanjutan dan di areal pertanaman manggis lainnya untuk
memastikan infestasi kutu putih secara lebih tepat.

2.

Perlu memberikan rekomendasi kepada petugas pertanian di Kab. Bogor untuk


menindaklanjuti hasil surveilans ini

3.

Perlu adanya antisipasi untuk mencegah kutu putih terbawa pada buah manggis hasil
panen dari kebun milik Pak Misnan.

DAFTAR PUSTAKA

Australian Government. 2012. Final report for the non-regulated analysis of existing policy
for fresh mangosteen fruit from Indonesia. Department of Agriculture Fisheries and Forestry
Biosecurity Australia. 158p.
Balai Penelitian Tanaman Buah. 2006. Organisme Pengganggu Tanaman Manggis. Warta
Penelitian dan Pengembangan 28(2):10-12.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik tanaman buah-buahan dan sayuran tahunan
Indonesia tahun 2015 [Internet]. [ diunduh 2016 Januari 3].
Harahap, IS, Maryana N, Sartiami D, Nurmansyah A, Wiyono S, Amalia H. 2009. Laporan
akhir kegiatan. Surveilans Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Manggis (Garcinia
mangostana L.) di Kabupaten Bogor. Fakultas Pertanian, IPB.15 hal.
Hidayat A. 2012. Mari kita mengenal: sanitary dan phytosanitary (SPS) [Internet]. Jakarta
(ID): Kementrian Pertanian Republik Indonesia. [diunduh 2012 Agustus 28]. Tersedia pada:
http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi.html.
Kuntarsih S. 2005. Standar Prosedur Operasional Manggis Kabupaten Tasikmalaya.
Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Jakarta.
Nasution BA. 2012. Keanekaragaman spesies kutu putih (Hemiptera: Pseudococcidae) pada
tanaman buah-buahan di Bogor. [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
New Zealand Government. 2014. Import health standard commodity sub-class: fresh
fruit/vegetables mangosteen from Indonesia. Ministry for Primary Industries, New Zealand.
9p.
Saumiati M. 2006. Kutu putih (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanaman palem hias
Veitchia merrillii (Becc.) Moore di kota Bogor-Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sartiami D, Sosromarsono S, Buchori D, Suryobroto B. 1999. Keragaman spesies kutu putih
pada tanaman buah-buahan di daerah Bogor. Peranan Entomologi dalam Pengendalian
Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan
Entomologi Indonesia (PEI); 1999 Feb 16; Bogor. Bogor (ID): PEI. Hlm 429-435.
Sether DM, Hu JS, 2002. Yield impact and spread of Pineapple mealybug wilt associated
virus-2 and mealybug wilt of pineapple in Hawaii. Plant Disease, 86(8):867-874.
Qin ZQ, Wu JH, Ren SX, Wan FH. 2010. Risk analysis of the alien invasive gray pineapple
mealybug (Dysmicoccus neobrevipes Beardsley) in China. Sci. Agri. Sin. 43, 626e631 (in
Chinese).
Watson GW, Hemachandra KS, Wijayagunasekara HNP. 2013. Mealybug (Hemiptera :
Pseudococcidae) species on economically important fruit crops in sri lanka. Tropical
Agricultural Research Vol 25 (1): 69-82.
Williams DJ. 2004. Mealybug of Southern Asia Key to Genera of Pseudococcidae. The
Natural History Museum. United Kingdom.
.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rantai pemasaran manggis dari desa Leuwisadeng

Lampiran 2. Data notification for non compliance (NNC) untuk komoditas buah manggis segar dari negara tujuan

NO

Tanggal

Negara UPT-KP/Lokasi
Tujuan
Tempat
Ekspor
Pengeluaran

14 Nopember 2012 China

04 Desember 2012 China

Alasan NNC

17 February 2014 New


Zealand

Soekarno-Hatta Karena ditemukannya serangga hidup pada buah segar


manggis dan buah salak
Tanjung Priok
Denpasar
Unknown
Ditemukan Hama yang bersifat aktif seperti :
Planococcus lilacinus, Exallomochlus hispidus,
Dysmicoccus lepelleyi.
Ditemukan Hama yang bersifat aktif seperti :
Pseudoccocus sp, Dysmicoccus sp, Collectotrichum sp
dan Geotrichum candidum
Soekarno Hatta Ditemukan serangga hidup dan telur slug pada buah
Bandung
manggis

7 Maret 2014 dan


14 Maret 2014

New
Zealand

03 April 2014

New
Zealand

Komoditas

Tindakan
terhadap
Barang kiriman

Buah Segar

Tidak jelas

Manggis

Tidak jelas

Manggis dan Salak Tidak jelas

Manggis (550 kg)

Dibersihkan dan
difumigasi

Soekarno Hatta Ditemukan serangga hidup dan telur slug pada buah
manggis

Manggis (3.300
Kg)

Dibersihkan dan
difumigasi

Bandung

Manggis (982 Kg) Dibersihkan dan


difumigasi

Ditemukan serangga hidup dan telur slug pada buah


manggis

Lampiran 3. Hasil analisis resiko hama (pest risk analysis) kutu putih pada buah manggis asal Indonesia oleh Pemerintah Australia dan New
Zealand

Likelihood of
Entry
Pest name
Establishment
Importation
Distribution Overall
Mealybugs [Hemiptera: Pseudococcidae]
Dysmicoccus lepelleyi
Exallomochlus hispidus
Hordeolicoccus
heterotrichus
Paracoccus interceptus
Paraputo odontomachi
High
Moderate Moderate
High
Planococcus lilacinus EP
Planococcus minor EP, WA
Pseudococcus aurantiacus
Pseudococcus baliteus
Pseudococcus cryptus EP
Rastrococcus spinosus EP

Spread

P[EES]

High

Moderate

Consequences

URE

Low

Low

Anda mungkin juga menyukai