: 12.00 WIB
Topik
Tempat
A.
kerusakan permanen khususnya gangguan pada otot detrusor dan ganglion parasimpatis
pada dinding kandung kemih.
Dari berbagai penjelasan diatas maka dapat disimpulkan secara lebih dalam yang
melatar belakangi kami menyusun makalah mengenai Retensi Urin adalah untuk
mengaplikasikan teori yang sudah didapatkan selama proses pembelajaran di
perkuliahan, serta untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia pada pasien dengan
penyakit Retensi Urin. Serta melakukan tindakan promotif dan preventif dengan
penyuluhan di masyarakat. Sehingga penulis berharap bagi pembaca agar dapat
mengerti tentang penyakit Retensi Urin mulai dari definisi sampai dengan hal apa saja
B.
C.
Peserta
1.
Mahasiswa/Mahasiswa 30 Orang Tingkat 3B Keperawatan
2.
Pembimbing Akademik 1 orang
3.
Mahasiswa 10 Orang dari Kelompok III
D.
Kepanitiaan
Leader 1
Leader II
Sekretaris
Sie. Acara
Sie. Humas
Sie. Perlengkapan
Sie. Dokumentasi
Sie. Konsumsi
Sie. Evaluasi
E.
Setting Tempat
Keterangan :
P
: Pembicara
M
: Mahasiswa
MMMM MMMM
MMMM MMMM
F.
Setting Waktu
MMMM MMMM
MMMM MMMM
No
Waktu
1 3 menit
10 menit
Kegiatan penyuluhan
Pembukaan :
Kegiatan peserta
1. Menjawab salam
1. Memberi salam
2. Mendengarkan
dan
memperhatikan
Menyimak
dan
Menjelaskan
materi
penyuluhanmendengarkan
4 menit
Demontrasi
Evaluasi :
Meminta
Bertanya
kepada
Mahasiswi
Mahasiswa
untuk
dan
menjawab
/pertanyaan
Menjelaskan
3 menit
terima
kasih
Menjawab salam
dan
Mengucapkan salam
G.
Metode
1.
Diskusi
2.
Demontrasi
3.
Tanya Jawab
H.
Media
Leaflet, LCD, Bahan dan Alat Demontrasi
I.
pengurus 2 hari.
Proses
a.
Peserta yang hadir 100%
b.
Tempat : Kampus A, Musolla Kampus A STIKes YATSI
c.
90% peserta aktif bertanya
3.
Hasil
a.
Mahasiswa/Mahasiswi dapat menjawab pertanyaan dan mengulang kembali
b.
c.
d.
Retensi Urine.
Mahasiswa/Mahasiswi dapat mengidentifikasi tanda bahaya Penyakit harus
dibawa ke pusat pelayanan kesehatan terdekat.
Ketua
Sekretaris
Intan Laeviyana
NIM : 13210056
NIM : 13210065
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
2)
Materi Penyuluhan
A.
DEFINISI
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung kemih
sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and Suddarth, 2010). Retensi
urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak mempunyai
kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine adalah kesulitan
miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat
keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth)
Retensi urine adalah keadaan ketika individu mengalami ketidakmampuan kronis
untuk berkemih diikuti oleh berkemih involunter. Retensi urine adalah tertahannya
urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronik. Pada keadaan
akut, berkemih berhenti secara mendadak dimana pasien tiba-tiba tidak bisa berkemih.
Dalam keadaan kronik, retensi urine terjadi akibat adanya obstruksi yang terus menerus
pada uretra. Retensi urine akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba pada
keadaan kandung kemih yang nyeri. Retensi urine kronis adalah keadaan kandung
kemih yang membesar, penuh, tidak nyeri dengan atau tanpa kesulitan berkemih
Retensi urine (baik yang akut maupun kronis) merupakan ketidakmampuan untuk
melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut.
Urine terus berkumpul di kandung kemis, meregangkan dindingnya sehingga timbul
perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simfibis pubis, gelisah, dan terjadi
diaphoresis (berkeringat). Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan
kedaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Dalam keadaan distesi, vesika urinia sebanyak 3000-4000 ml urine. Pada kondisi
normal, produksi urine mengisi kandung kemih dengan perlahan dan mencegah aktivasi
reseptor regangan sampai distensi kandung kemih meregang pada level tertentu.
Refleks berkemih terjadi dan kandung kemih menjadi kosong. Dalam kondisi retensi
urine, kandung kemih tidak mampu berespon terhadap refleks berkemih sehingga tidak
mampu untuk mengosongkan diri.
Seiring dengan berlanjutnya retesi urine, retensi tersebut dapat menyebabkan
overflow retensi (akibat tekanan urine yang tertahan dalam kandung kemih) atau urine
sisa. Urine sisa adalah urine yang tertinggal dalam kandung kemih setelah buang air
kecil. Tekanan dalam kandung kemih meningkat sampai suatu titik dimana sfiengter
uretra eksterna tidak mampu lagi menahan urine. Sfingter untuk sementara terbuka
sehingga memungkinkan sejumlah kecil urine (25 sampai 60 ml) keluar. Tekanan
kandung kemih cukup menurun sehingga sfingter memperoleh kembali kontrolnya dan
menutup. Seiring dengan overflow retensi, klien mengeluarkan sejumlah kecil urine
dua atau tiga kali sejam tanpa adanya penurunan distensi atau rasa nyaman yang jelas.
Perawat harus mengetahu volume urine dan frekuensi berkemih supaya dapat mengkajji
kondisi ini pada klien. Spasme kandung kemih dapat timbul ketika klien berkemih.
B.
ETIOLOGI
1.
Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis.
Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya,
misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis,
misalnya miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan
2.
3.
4.
tumor.
Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat, kelainan patologi uretra,
5.
antidepressant
antipsikotik
(Fenotiazin),
preparat
antihistamin
MANIFESTASI KLINIS
Pada retensi urine akut ditandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang penuh
dan distensi kandung kemih ringan. Pada retensi kronis ditandai dengan gejala-gejala
iritasi kandung kemih (frekuensi, disuria, volume sedikit), atau tanpa nyeri, distensi
yang nyata.
Adapun tanda dan gejala atau menifestasi klinis pada penyakit ini adalah sebagai
berikut:
1.
Diawali dengan urine mengalir lambat.
2.
Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
D.
PATOFISIOLOGI
Pada retensi urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit
yang hebat didaerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan.
Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti
ansietas, kelainan patologi uretra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa
dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalis
menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga
tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau
menurunnya relaksasi otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot detrusor
karena lama teregang. Intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan
leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi uretra sehingga urine sisa
meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen. Factor obat dapat
mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi
glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine menurun.
Factor lain berupa kecemasan, kelainan patologi uretra, trauma dan lain
sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot perut, peri anal, spinkter anal eksterna
tidak dapat relaksasi dengan baik. Dari semua factor di atas menyebabkan urine
mengalir labat kemudian terjadi poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak
efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan
tindakan, salah satunya berupa kateterisasi uretra.
E.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
Kateterisasi uretra.
Dilatasi uretra dengan boudy.
Drainage suprapubik
Untuk retensi urine dilakukan kateterisasi uretra, dilatasi uretra dengan bougi, dan
drainase supra pubik.
1.
operasi.
Menampung air kemih.
Indikasi:
a.
b.
c.
Persiapan pasien:
a.
b.
c.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah
sebagai berikut:
1.
Pemeriksaan specimen urine.
2.
Pengambilan: steril, random, midstream
3.
Pengambilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton dan Nitrit.
4.
Sistoskopi ( pemeriksaan kandung kemih )
5.
IVP ( Intravena Pielogram ) / Rontgen dengan bahan kontras.
G.
KOMPLIKASI
1.
Urolitiasis atau nefrolitiasis
2.
Pielonefritis
3.
Hydronefrosis
4.
Pendarahan
5.
Ekstravasasi urine