Anda di halaman 1dari 8

1)

Satuan Acara Penyuluhan


PRA PLANNING
PENYULUHAN RETENSI URINE PRAKTIK KEPERAWATAN PERKEMIHAN
MAHASISWA STIKES YATSI TANGERANG
MAHASISWA TK 3B KEPERAWATAN STIKes YATSI TANGERANG

Hari/ Tanggal : Kamis, 21 Oktober 2015


Waktu

: 12.00 WIB

Topik

: Penyuluhan Kesehatan Penyakit Atritis Sepsis

Tempat

: Musolla kampus A STIKes YATSI

A.

Latar Belakang Kegiatan


Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung kemih
sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and Suddarth, 2010). Retensi
urin merupakan masalah yang perlu diperhatikan pada masa intrapartum maupun post
partum. Pada masa intrapartum, Sebanyak 16-17 % kasus retensio plasenta diakibatkan
oleh kandung kemih yang distensi akibat retensi urin. Insiden terjadinya retensi urin
pada periode post partum, menurut hasil penelitian Saultz et al berkisar 1,7% sampai
17,9%. Penelitian yang dilakukan oleh Yip et al menemukan insidensi retensi urin post
partum sebesar 4,9 % dengan volume residu urin 150 cc sebagai volume normal paska
berkemih spontan. Penelitian lain oleh Andolf et al menunjukkan insidensi retensi urin
post partum sebanyak 1,5%, dan hasil penelitian dari Kavin G et al sebesar 0,7%.
Retensi urin post partum paling sering terjadi setelah terjadi persalinan pervaginan.
Penelitian oleh Yustini dkk di FKUI RS. Cipto Mangunkusumo tahun 2009
menunjukkan angka kejadian disfungsi kandung kemih post partum sebanyak 9-14 %
dan setelah persalinan menggunakan assisted labor (ekstraksi forsep), meningkat
menjadi 38 %.10 Retensi urin post partum menimbulkan komplikasi pada masa nifas.
Beberapa komplikasi akibat retensi urin post partum adalah terjadinya uremia, infeksi,
sepsis, bahkan ada penulis yang melaporkan terjadinya ruptur spontan vesika urinaria.
Peningkatan tekanan intravesika akibat retensi urin pada periode post partum ini
menimbukan komplikasi akut dan kronik pada ibu. Retensi urin post partum yang
berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya inkontinensia urin. Pada komplikasi
akut, manifestasi yang nyata adalah menimbulkan rasa nyeri sampai menyebabkan

kerusakan permanen khususnya gangguan pada otot detrusor dan ganglion parasimpatis
pada dinding kandung kemih.
Dari berbagai penjelasan diatas maka dapat disimpulkan secara lebih dalam yang
melatar belakangi kami menyusun makalah mengenai Retensi Urin adalah untuk
mengaplikasikan teori yang sudah didapatkan selama proses pembelajaran di
perkuliahan, serta untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia pada pasien dengan
penyakit Retensi Urin. Serta melakukan tindakan promotif dan preventif dengan
penyuluhan di masyarakat. Sehingga penulis berharap bagi pembaca agar dapat
mengerti tentang penyakit Retensi Urin mulai dari definisi sampai dengan hal apa saja
B.

yang perlu diperhatikan dalam penyakit Retensi Urin.


Tujuan
1.
Tujuan umum
Mampu menjelaskan konsep patologis penyakit Retensi Urine dan menyusun
2.

asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Retensi Urine


Tujuan khusus
a.
Dapat mengetahui definis dari Retensi Urine
b.
Dapat mengetahui proses terjadinya dari Retensi Urine
c.
Mampu mengidentifikasi tanda dan gejala Retensi Urine
d.
Mampu memahami masalah keperawatan yang sedang terjadi pada klien
e.

dengan Retensi Urine


Dapat merumuskan asuhan keperawatan dari Retensi Urine

C.

Peserta
1.
Mahasiswa/Mahasiswa 30 Orang Tingkat 3B Keperawatan
2.
Pembimbing Akademik 1 orang
3.
Mahasiswa 10 Orang dari Kelompok III

D.

Kepanitiaan
Leader 1
Leader II
Sekretaris
Sie. Acara
Sie. Humas
Sie. Perlengkapan
Sie. Dokumentasi
Sie. Konsumsi
Sie. Evaluasi

E.

Setting Tempat
Keterangan :
P
: Pembicara
M
: Mahasiswa

: Diannita Tri Lestari


: Endah Pujilestari
: Intan Laeviyana
: Ismatul Hasanah
: Kusumawati Pawellai
: Lilis Setiawati
: Pipi Yani Gunawan
: Widya Pandika Utama
: Saima Bilqis

MMMM MMMM
MMMM MMMM

F.

Setting Waktu

MMMM MMMM
MMMM MMMM

No
Waktu
1 3 menit

10 menit

Kegiatan penyuluhan
Pembukaan :

Kegiatan peserta
1. Menjawab salam

1. Memberi salam

2. Mendengarkan

dan

2. Menjelaskan tujuan pembelajaran


Pelaksanaan :

memperhatikan
Menyimak

dan

Menjelaskan

materi

penyuluhanmendengarkan

secara berurutan dan teratur


Materi :
Pengertian Retensi Urine
Etiologi Retensi Urine
Gejala Retensi Urine
Penanganan Retensi Urine
3

4 menit

Demontrasi
Evaluasi :
Meminta

Bertanya
kepada

Mahasiswi

Mahasiswa

untuk

dan

menjawab

/pertanyaan

Menjelaskan

kembali atau Menyebutkan :


Pengertian Retensi Urine
4

3 menit

Tanda bahaya Retensi Urine


Penutup :
Mengucapkan

terima

kasih

Menjawab salam
dan

Mengucapkan salam
G.

Metode
1.
Diskusi
2.
Demontrasi
3.
Tanya Jawab

H.

Media
Leaflet, LCD, Bahan dan Alat Demontrasi

I.

Rencana Evaluasi Kegiatan


Evaluasi
1.
Struktur
Rencana kegiatan dipersiapan 5 hari sebelumnya kegiatan dan informasi ke
2.

pengurus 2 hari.
Proses
a.
Peserta yang hadir 100%
b.
Tempat : Kampus A, Musolla Kampus A STIKes YATSI
c.
90% peserta aktif bertanya

3.

Hasil
a.
Mahasiswa/Mahasiswi dapat menjawab pertanyaan dan mengulang kembali
b.
c.

definisi Retensi Urine.


Mahasiswa/Mahasiswi Pengertian dan Penyebab Retensi Urine
Mahasiswa/Mahasiswi dapat menyebutkan Gejala dan Tandaterkena

d.

Retensi Urine.
Mahasiswa/Mahasiswi dapat mengidentifikasi tanda bahaya Penyakit harus
dibawa ke pusat pelayanan kesehatan terdekat.

Panitia Praktek Keperawatan Komunitas


Mahasiswa S1 Keperawatan STIKes YATSI Tangerang
MAHASISWA TK 3B KEPERAWATAN STIKes YATSI

Ketua

Sekretaris

Diannita Tri Lestari

Intan Laeviyana

NIM : 13210056

NIM : 13210065

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

NS .Ria Setia Sari,.S.kep

2)

Materi Penyuluhan

A.

DEFINISI
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung kemih
sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and Suddarth, 2010). Retensi
urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak mempunyai
kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine adalah kesulitan
miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat
keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth)
Retensi urine adalah keadaan ketika individu mengalami ketidakmampuan kronis
untuk berkemih diikuti oleh berkemih involunter. Retensi urine adalah tertahannya
urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronik. Pada keadaan
akut, berkemih berhenti secara mendadak dimana pasien tiba-tiba tidak bisa berkemih.
Dalam keadaan kronik, retensi urine terjadi akibat adanya obstruksi yang terus menerus
pada uretra. Retensi urine akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba pada
keadaan kandung kemih yang nyeri. Retensi urine kronis adalah keadaan kandung
kemih yang membesar, penuh, tidak nyeri dengan atau tanpa kesulitan berkemih
Retensi urine (baik yang akut maupun kronis) merupakan ketidakmampuan untuk
melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut.
Urine terus berkumpul di kandung kemis, meregangkan dindingnya sehingga timbul
perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simfibis pubis, gelisah, dan terjadi
diaphoresis (berkeringat). Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan

kedaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Dalam keadaan distesi, vesika urinia sebanyak 3000-4000 ml urine. Pada kondisi
normal, produksi urine mengisi kandung kemih dengan perlahan dan mencegah aktivasi
reseptor regangan sampai distensi kandung kemih meregang pada level tertentu.
Refleks berkemih terjadi dan kandung kemih menjadi kosong. Dalam kondisi retensi
urine, kandung kemih tidak mampu berespon terhadap refleks berkemih sehingga tidak
mampu untuk mengosongkan diri.
Seiring dengan berlanjutnya retesi urine, retensi tersebut dapat menyebabkan
overflow retensi (akibat tekanan urine yang tertahan dalam kandung kemih) atau urine
sisa. Urine sisa adalah urine yang tertinggal dalam kandung kemih setelah buang air
kecil. Tekanan dalam kandung kemih meningkat sampai suatu titik dimana sfiengter
uretra eksterna tidak mampu lagi menahan urine. Sfingter untuk sementara terbuka
sehingga memungkinkan sejumlah kecil urine (25 sampai 60 ml) keluar. Tekanan
kandung kemih cukup menurun sehingga sfingter memperoleh kembali kontrolnya dan
menutup. Seiring dengan overflow retensi, klien mengeluarkan sejumlah kecil urine
dua atau tiga kali sejam tanpa adanya penurunan distensi atau rasa nyaman yang jelas.
Perawat harus mengetahu volume urine dan frekuensi berkemih supaya dapat mengkajji
kondisi ini pada klien. Spasme kandung kemih dapat timbul ketika klien berkemih.
B.

ETIOLOGI
1.
Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis.
Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya,
misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis,
misalnya miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan
2.

rasa sakit yang hebat.


Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien

3.

DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.


Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil dan

4.

tumor.
Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat, kelainan patologi uretra,

5.

trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.


Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine),
preparat

antidepressant

antipsikotik

(Fenotiazin),

preparat

antihistamin

(Pseudoefedrin hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat adrenergic


(Propanolol), preparat antihipertensi (hidralasin).
C.

MANIFESTASI KLINIS

Pada retensi urine akut ditandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang penuh
dan distensi kandung kemih ringan. Pada retensi kronis ditandai dengan gejala-gejala
iritasi kandung kemih (frekuensi, disuria, volume sedikit), atau tanpa nyeri, distensi
yang nyata.
Adapun tanda dan gejala atau menifestasi klinis pada penyakit ini adalah sebagai
berikut:
1.
Diawali dengan urine mengalir lambat.
2.
Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
D.

kandung kemih tidak efisien.


Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
Pada retensi berat bisamencapai 2000 -3000 cc.
Ketidak nyamanan daerah pubis
Ketidak sanggupan untuk berkemih.
Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50ml)
Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya.
Meningkatkan keresahan dan keingginan berkemih.

PATOFISIOLOGI
Pada retensi urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit
yang hebat didaerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan.
Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti
ansietas, kelainan patologi uretra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa
dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalis
menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga
tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau
menurunnya relaksasi otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot detrusor
karena lama teregang. Intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan
leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi uretra sehingga urine sisa
meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen. Factor obat dapat
mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi
glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine menurun.
Factor lain berupa kecemasan, kelainan patologi uretra, trauma dan lain
sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot perut, peri anal, spinkter anal eksterna
tidak dapat relaksasi dengan baik. Dari semua factor di atas menyebabkan urine
mengalir labat kemudian terjadi poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak
efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan
tindakan, salah satunya berupa kateterisasi uretra.

E.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.

Kateterisasi uretra.
Dilatasi uretra dengan boudy.
Drainage suprapubik

Untuk retensi urine dilakukan kateterisasi uretra, dilatasi uretra dengan bougi, dan
drainase supra pubik.
1.

Kateterisasi urine: memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra.


Fungsi:
a.
Mengeluarkan air kemih
b.
Mengosongkan kandung kemih untuk suatu pemeriksaan dan persiapan
c.

operasi.
Menampung air kemih.

Indikasi:
a.
b.
c.

Pasien yang mengalami retensi urine.


Pasien yang perlu pemeriksaan urine steril.
Pasien yang akan dilakukan foto daerah kandung kemih.

Persiapan pasien:
a.
b.
c.
F.

Pasien diberitahu mengenai tindakan yang akan dilakukan.


Menjaga privasi dan rasa aman pasien.
Atur posisi tidur pasien dengan cara menekuk kedua lutut.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah
sebagai berikut:
1.
Pemeriksaan specimen urine.
2.
Pengambilan: steril, random, midstream
3.
Pengambilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton dan Nitrit.
4.
Sistoskopi ( pemeriksaan kandung kemih )
5.
IVP ( Intravena Pielogram ) / Rontgen dengan bahan kontras.

G.

KOMPLIKASI
1.
Urolitiasis atau nefrolitiasis
2.
Pielonefritis
3.
Hydronefrosis
4.
Pendarahan
5.
Ekstravasasi urine

Anda mungkin juga menyukai