Oleh :
dr. Alhoi Lesley Davidson
Pembimbing:
dr. I. Made Wijana Sp.OG
Dokter Pendamping :
dr. Hanno Ryanda
dr. Robert Marpaung
PENDAHULUAN
sebagai tempat untuk menampung produksi urin dan sebagai fungsi ekskresi.
fisiologi. Perubahan fisiologis pada kandung kemih yang terjadi saat kehamilan
sampai beberapa hari post partum. Perubahan ini juga dapat memberikan gejala
kasus retensio plasenta diakibatkan oleh kandung kemih yang distensi akibat
retensi urin.2
yang dilakukan oleh Yip et al menemukan insidensi retensi urin post partum
sebesar 4,9
% dengan volume residu urin 150 cc sebagai volume normal paska berkemih
post partum sebanyak 1,5%, dan hasil penelitian dari Kavin G et al sebesar
0,7%.3,4,5,6
angka kejadian retensi urin post partum sebesar 0,38% dari sebanyak 1.891
persalinan spontan dan 222 persalinan dengan vakum ekstraksi. Dimana, usia
penderita terbanyak adalah kelompok usia 26-30 tahun (36,3%) dan paritas
Retensio urin post partum paling sering terjadi setelah terjadi persalinan
tahun 2009 menunjukkan angka kejadian disfungsi kandung kemih post partum
Berikut ini akan diberikan suatu laporan kasus P1A0 Post Partum Spontan
Belakang Kepala dengan Retensi Urin. Akan dibahas mengenai penyakit, gejala
klinis, pemeriksaan diagnosis, dan tatalaksana yang telah diberikan dan akan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
dengan urin sisa kurang dari 150 ml. Menurut Stanton, retensio urin adalah
dimana tidak dapat mengeluarkan urin lebih dari 50% kapasitas kandung
kemih.8 Literatur lain menyabutkan juga batas waktu kejadian retensio urin
Retensi urine akut lebih banyak terjadi akibat kerusakan yang permanen
kemih. Adanya obstruksi pada uretra, karena overaktivitas otot uretra atau
dinding kandung kemih. Pasien post operasi dan post partum merupakan
penyebab terbanyak retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari
residu.
a. Retensi urin covert (volume residu urin>150 ml pada hari pertama post
Wanita dengan volume residu setelah buang air kecil ≥ 150 ml dan tidak
b. Retensi urin overt (retensi urin akut post partum dengan gejala klinis)
Retensi urin post partum yang tampak secara klinis (overt) adalah
yang menunjukkan insidensi retensi urin jenis yang tampak (overt) secara
klinis dibawah 0,14%. Sementara itu, untuk kedua jenis retensi urin,
otot detrusor. Pada bulan ketiga kehamilan, otot detrusor kehilangan tonusnya
hamil biasanya merasa ingin berkemih ketika vesika urinaria berisi 250-400 ml
urin. Ketika wanita hamil berdiri, uterus yang membesar menekan vesika
urinaria. Tekanan menjadi dua kali lipat ketika usia kehamilan memasuki 38
beberapa lama.13,14
Retensi urin post partum paling sering terjadi akibat dissinergis dari otot
detrusor dan sfingter uretra. Terjadinya relaksasi sfingter uretra yang tidak
sempurna menyebabkan nyeri dan edema. Sehingga ibu post partum tidak dapat
2. Primipara
5. Kala II lama
6. Trauma perineal yang berat seperti sobekan para uretral, klitoris, episiotomy yang
besar, rupture grade 2 atau grade 3, oedem yang signifikan
saat berkemih
Nokturia lebih dari 2-3 kali yang tidak berhubungan dengan pemberian ASI
Letak fundus uteri tinggi atau tidak berpindah dengan kandung kenih
bagian bawah.
sangat dibutuhkan.
Fungsi berkemih juga harus diperiksa, dalam hal ini dapat digunakan
cystourethrography.1
Dikatakan normal jika volume residu urine adalah kurang atau sama dengan
50ml, sehingga jika volume residu urine lebih dari 200ml dapat dikatakan
abnormal dan biasa disebut retensi urine. Namun volume residu urine antara
2.6 Penatalaksanaan
A. Bladder Training
spontan pada ibu post partum spontan dapat terjadi dalam 2 - 6 jam post
partum.1
kandung kemih menemukan kembali tonus otot normal dan sensasi. Bila
kateter dilepas, pasien harus dapat berkemih secara spontan dalam waktu
2-6 jam. Setelah berkemih secara spontan, kandung kemih harus dikateter
kemih.
dilanjutkan lagi. Residu urin setelah berkemih normalnya kurang atau
berkemih.7
b. Pasien post partum harus sedini mungkin berdiri dan jalan ke toilet
kemih.
B. Hidroterapi
retensi urin pada masa post partum dengan pertimbangan non invasif,
sendiri.15
nyeri terhambat oleh sensasi suhu yang diterima oleh nerve ending
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Suku : Tionghua
II. Anamnesa
1. Keluhan utama :
kemaluan jam 10 tadi pagi. Keluhan disertai dengan perut mules yang
kehamilan 36-37 minggu dan janin dalam kondisi sehat dan tidak ada
suami istri tidak ada, riwayat keluar darah saat kehamilan tidak ada,
Os mengaku tidak pernah menderita darah tinggi, asma maupun kencing manis.
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita
5. Riwayat Haid
Menarche umur 11 tahun, siklus haid tidak teratur, antara 28-35 hari, lama 5-7
7. Riwayat Perkawinan:
8. Riwayat Kontrasepsi
9. Riwayat Obstetri:
Pemeriksaan
Suhu : 36.8 oC
Pernapasan : 22 x/menit
BB : 59 kg TB: 153 cm
Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga, tidak
Hidung : Bentuk normal, tidak tampak defiasi septum, tidak ada sekret,
Mulut : Bibir dan mukosa tidak anemis, perdarahan gusi tidak ada, tidak
ada trismus, tidak ada pembesaran atau radang pada tonsil, lidah
Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran kelenjar getah
5. Thoraks Paru
Jantung
B. Pemeriksaan Obstetri :
4. Pemeriksaan Dalam :
Vaginal Touche : portio teraba lunak konsistensi kenyal, arah mendatar, ketuban
HEMATOLOGI
No Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1 Hemoglobin 12.1 g/dl 12.5 - 14.5
2 Leukosit 12.000 /mm3 5.000 - 11.000
3 Laju Endap Darah - mm/jam 0 - 20
4 Trombosit 397.000 /mm3 150000 – 450000
5 Hematocrit 39,4 % 30.5 - 45.0
6 Eritrosit 5,7 10^6/mm3 3.50 - 5.50
7 MCV 69,6 fL 75.0 - 95.0
8 MCH 21,3 pg 27.0 - 31.0
9 MCHC 30.7 g/dl 33.0 - 37.0
10 RDW 17 % 11.50 - 14.50
11 PDW 43,6 fL 12.0 - 53.0
12 BT 4 Detik 1’- 6’
13 CT 4 Detik 2’- 6’
14 Golongan darah A
15 Hitung Eosinofil % 1–3
Jenis Basofil 8,7 % 0-1
Lekosit Monosit % 2–8
Neutrofil 78,6 % 50 – 70
Limfosit 12,7 % 20-40
LUC - % 0–4
Pemeriksaan Glukosa dan Infeksi
GLUKOSA DAN INFEKSI
No Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1 HbsAg Non reaktive - Non reaktive
2 B20 Non reaktive - Non reactive
3 GDS 125 mg/dl 110-150
IV. Diagnosa
JTHIU preskep
V. Penatalaksanaan
Observasi kemajuan persalinan, tanda vital di VK,
Pantau HIS dan DJJ pasang CTG
dipimpin mengedan saat his. Tangan kiri menahan kepala, kepala dilahirkan
penarikan sejajar lantai, berturut-turut lahir badan, bokong, kedua kaki, air
Lahir bayi perempuan, BB 3080 gr, PB 48 cm, As 8/9, Lk 32,5 cm, lilitan tali
pusat (+) anus (+), kelainan kongenital (-). Tanggal 5-4-19, pukul 01.05.
Dilakukan klem 2 posisi pada tali pusat, tali pusat dipotong, dilakukan
plasenta, selaput rapuh, pemberian gastrul 800 mcg per rectal. Kontraksi rahim 60”
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,60C
Kontraksi : Baik
penatalaksanaan untuk retensio urin belum tuntas, keluhan nyeri dan perdarahan sudah
tidak ada dan sudah bisa makan. Pasien pulang dengan kateter terpasang dan kontrol
DISKUSI
Pada kasus ini pasien datang dengan G1P0A0, Hamil 36-37 minggu inpartu kala I
fase laten. Dimana dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien datang jam 12.15
dengan keluhan keluar lendir darah. Pasien juga mengeluhkan ada keluar lendir darah
sejak 2 jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan kencang-kencang sejak 2 jam SMRS dan
makin lama makin kuat. Keluar air-air tidak ada. ANC di dr.Sp.OG dan dikatakan
Pada palpasi Leopold I : fundus uteri teraba 3 jari di bawah processus xyphoideus
(TFU = 33 cm), Leopold II : punggung kiri, Leopold III : presentasi kepala, dan
Leopold IV : sudah masuk PAP (3/5). His didapatkan 3 kali dalam 10 menit lamanya 40
detik. Pada Vaginal Touche didapatkan portio teraba lunak konsistensi kenyal, arah
mendatar, ketuban (+), pembukaan 2 cm, bagian terbawah UUK di Hodge I, serta kesan
panggul luas.
Pada pukul 01.05 lahir bayi perempuan dengan berat badan 3080 gr, panjang
badan 48 cm, Skor Apgar 8/9, skor Ballad 36-37mgg, anus (+), kelainan kongenital (-).
Tetapi pada hari perawatan ke 1, tanggal 5/4/2019, pasien belum ada kencing
selama10 jam setelah melahirkan, maka diagnosis berubah menjadi P01A1, post partum
dimaksud Retensio urin postpartum merupakan tidak adanya proses berkemih spontan
setelah kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan urin sisa
kurang dari 150 ml atau menurut Stanton, retensio urin adalah tidak bisa berkemih
selama 24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana tidak dapat
Retensi Urin akut merupakan retensi urine yang berlangsung ≤ 24 jam post
partum. Retensi urin akut lebih banyak terjadi akibat kerusakan yang permanen
khususnya gangguan pada otot detrusor berupa kontraksi dari otot detrusor kurang atau
tidak adekuat dalam fase pengosongan kandung kemih. Adanya obstruksi pada uretra,
karena overaktivitas otot uretra atau karena oklusi mekanik. Kerusakan juga bisa pada
ganglion parasimpatis dinding kandung kemih. Pasien post operasi dan post partum
merupakan penyebab terbanyak retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari
trauma kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri,
epidural anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma
pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang
mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi
biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.
Retensio urine biasanya disebabkan oleh trauma kandung kemih. Nyeri atau interfensi
sementara pada persyarafan kandung kemih, nyeri sering mengecilkan usaha volunter
yang diperlukan untuk memulai urinasi/ miksi. uretra,dinding kandung kemih kurang
sensitif. Pada keadaan ini, kandung kemih sangat mengembang ketika keinginan dan
kemampuan untuk berkemih sangat rendah. Walaupun sejumlah kecil urine dapat
Trauma intrapartum menyebabkan edema dan hematom jaringan, selain itu penekanan
yang lama bagian terendah janin terhadap periuretra menyebabkan gangguan kontraksi
otot detrussor, sehingga terjadi ekstravasasi ke otot kandung kemih. Nyeri karena
Seksio sesaria dengan riwayat partus lama menyebabkan udem dan hematom
jaringan periuretra
uretra
Anestesi
Retensi urin kronik merupakan retensi urin yang berlangsung > 24 jam post partum.
Pada kasus retensi urine kronik, perhatian dikhususkan untuk peningkatan tekanan
intravesical yang menyebabkan reflux ureter, penyakit traktus urinarius bagian atas dan
Sedangkan pembagian yang lain, retensi urin post partum dibagi atas dua, retensi
urin post partum yang tidak terdeteksi (covert) oleh pemeriksa. Bentuk yang retensi urin
yang dapat dinilai dengan bantuan USG atau drainase kandung kemih dengan
kateterisasi. Wanita dengan volume residu setelah buang air kecil ≥ 150 ml dan tidak
Retensi urin post partum yang tampak secara klinis (overt) adalah
adalah kesulitan buang air kecil, pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus- putus,
keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan pada suprapubik saat berkemih,
rasa tidak puas setelah berkemih, kandung kemih terasa penuh ( distensi abdomen),
kencing menetes setelah berkemih, sering berkemih dengan volume yang kecil, nokturia
lebih dari 2-3 kali yang tidak berhubungan dengan pemberian ASI, keterlambatan
berkemih lebih dari 6 jam setelah persalinan, kesulitan dalam memulai berkemih setelah
persalinan, letak fundus uteri tinggi atau tidak berpindah dengan kandung kenih yang
teraba ( terdeteksi melalui perkusi) dan kemungkinan sakit perut bagian bawah.3,11
Pada kasus, dapatkan retensi urin setelah 10 jam post partum, maka dimasukkan
dalam retensi urin akut. Sedangkan Menirut pembagian yang lainnya, kasus ini
dimasukkan kedalam retensi urin overt dikarenakan pada kasus pasien mengeluh tidak
bisa kencing dan mengeluhkan rasa tidak nyaman di daerah perut bawah.
Pada masa kehamilan terjadi peningkatan elastisitas pada saluran kemih, sebagian
disebabkan oleh efek hormon progesteron yang menurunkan tonus otot detrusor. Pada
bulan ketiga kehamilan, otot detrusor kehilangan tonusnya dan kapasitas vesika urinaria
ketika vesika urinaria berisi 250-400 ml urin. Ketika wanita hamil berdiri, uterus yang
membesar menekan vesika urinaria. Tekanan menjadi dua kali lipat ketika usia
kehamilan memasuki 38 minggu. Penekanan ini semakin membesar ketika bayi akan
urinaria dan menimbulkan obstruksi. Tekanan ini menghilang setelah bayi dilahirkan,
menyebabkan vesika urinaria tidak lagi dibatasi kapasitasnya oleh uterus. Akibatnya
Faktor risiko retesio urin antra lain adalah riwayat kesulitan berkemih, primipara,
pasca anestesi blok epidural, spinal, atau pudenda, persalinan yang lama dan/ atau
distosia bahu, kala II lama, trauma perineal yang berat seperti sobekan para uretral,
klitoris, episiotomy yang besar, rupture grade 2 atau grade 3, oedem yang signifikan,
kateterisasi selama atau setelah kelahiran, perubahan sensasi setelah berkemih,
Pada kasus ini faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya retensi urin adalah
residu urin dengan cara pasien diperintahkan untuk minum banyak lalu berkemih
sampai pasien merasa kandung kemihnya sudah tidak ada keinginan berkemih, setelah
itu dilakukan pemasangan kateter dengan maksud mengukur residu urin yang masih
tersisa didalam kandung kemih pasien. Pada keadaan normal, residu urin atau urin yang
keluar setelah kateterisasi pertama harus ≤ 50- 150 ml, dan pasien tidak mengalami
retensi urin. Tetapi pada kasus didapatkan residu urin 400 ml. Penatalaksanaan yang
dilakukan setelah itu adalah pemasangan kateter selama 24 jam dengan pola intermiten
yaitu selang kateter dijepit atau diikat lalu di buka jepit atau ikatan tersebut per 4 jam
atau jika pasien ada perasaan ingin berkemih, cara ini disebut bladder training.
kateterisasi, kateter Foley ditinggal dalam kandung kemih selama 24-48 jam untuk
menjaga kandung kemih tetap kosong dan memungkinkan kandung kemih menemukan
kembali tonus otot normal dan sensasi. Bila kateter dilepas, pasien harus dapat
berkemih secara spontan dalam waktu 2-6 jam. Setelah berkemih secara spontan,
kandung kemih harus dikateter kembali untuk memastikan bahwa residu urin minimal.
Bila kandung kemih mengandung lebih dari 150 ml residu urin , drainase kandung
kemih dilanjutkan lagi. Residu urin setelah berkemih normalnya kurang atau sama
dengan 50 ml.
Bagan penatalaksanaan dari Retensio Urin dengan Bladder training.7
RETENSIO URIN
Kateterisasi
Urinalisis, Kultur Urin
Antibiotika, banyak minum (3 liter/24
jam), prostaglandin
Urin < 500 ml Urin 500-1000 ml Urin 1000-2000 ml Urin > 2000 ml
Urin residu > 200 ml (obstetric) Urin residu < 200 ml (obstetric)
Urin residu > 100 ml (ginekologi) Urin residu < 100 ml (ginekologi)
Pulang
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus pasien wanita 26 tahun dengan P1A0 post partum
spontan belakang kepala dengan retensio urin. Retensio urine yang terjadi adalah
retensio urine akut, karena terjadi dibawah 24 jam yaitu 8 jam setelah persalinan dengan
resudi sekitar 1000 cc. Pasien dilakukan pemasangan dauer kateter dan disarankan
untuk melakukan bladder training dengan membuka klem kateter setiap 4 jam untuk
mengembalikan tonus otot bladder. Pasien dirawat sekitar 3 hari dan dipulangkan