Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Sosiologi hukum menurut Satjipto Rahardjo merupakan ilmu yang


mempelajari fenomena hukum dengan mencoba keluar dari batas - batas
peraturan hukum dan mengamati hukum sebagaimana dijalankan oleh orang orang dalam masyarakat. Sosiologi hukum dapat membantu kita untuk melihat
aspek - aspek hubungan timbal balik antara perubahan hukum dengan
perubahan sosial budaya yang terdapat di dalam masyarakat, dan juga dapat
membantu kita melihat aspek - aspek lain selain hukum dalam kejahatan yang
dilakukan oleh seseorang.
Beberapa waktu terakhir ini, banyak terjadi kejahatan atau perilaku jahat di
masyarakat. Dari berbagai media massa, baik elektronik maupun cetak, kita
selalu mendengar dan mengetahui adanya kejahatan atau perilaku jahat yang
dilakukan oleh anggota masyarakat. Setiap kejahatan yang pasti menimbulkan
kerugian-kerugian baik bersifat ekonomis materil maupun yang bersifat immateri
yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.
Sehingga dapat dikatakan bahwa kejahatan merupakan tingkah laku yang anti
sosial.
Pembunuhan merupakan salah satu dari bentuk kejahatan yang marak
beredar di masyarakat. Pembunuhan sendiri adalah suatu tindakan untuk
menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum.
Pembunuhan biasanya dilatarbelakangi oleh bermacam-macam motif, misalnya
politik, kecemburuan, dendam, membela diri, desakan ekonomi, dan lain
sebagainya.
Pembunuhan secara yuridis diatur dalam pasal 338 KUHP, yang mengatakan
bahwa Barang siapa dengan sengaja menhilangkan nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Baru - baru ini terjadi sebuah kasus pembunuhan di Yogyakarta, seorang
mahasiswi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah
Mada (FMIPA UGM), Feby Kurnia (19) menjadi korban pembunuhan yang
dilakukan oleh petugas kebersihan setempat. Kapolres Sleman Ajun Komisaris
Besar Yulianto mengatakan Feby dibunuh di toilet kampus. Peristiwa nahas itu
terjadi pada Kamis, 28 April 2016.

Bila kita lihat dari sisi yuridis, tentu sudah dapat dipastikan, petugas
kebersihan yang berinisial EA, dinyatakan bersalah atas perbuatannya yang
dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain. Namun dibalik pembunuhan
yang dilakukan oleh EA, tentu ada alasan - alasan lain yang mendasari EA
sehingga ia berbuat nekat untuk melakukan pembunuhan. Berangkat dari hal ini,
kita dapat mengkaji aspek - aspek lain selain hanya mendang dari sisi yuridis,
yang mendasari EA untuk melakukan pembunuhan terhadap Feby Kurnia.
2.2

Identifikasi Masalah
Bagaimana keterkaitan yang terdapat pada teori - teori dalam Sosiologi
hukum dalam memandang kasus pembunuhan yang menimpa Feby Kurnia ?

2.3

Metode Penelitian
Dalam makalah ini, penulis menggunakan metode pendekatan secara
literature, dimana penulis membaca buku - buku serta situs - situs yang
terdapat pada internet guna mengumpulkan data penunjang untuk makalah
ini.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Teori Dalam Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum dalam mengkaji kekuatan norma sosial dan menguji


kenyataan hukum dalam masyarakat dilakukan dengan penelitian empirik. Artinya
kajian obyek studi sosiologi hukum, di samping mempelajari proses pelembagaan
norma sosial, konsistensi, kegunaan, dan gejala perilaku normatif, juga melihat
efektivitas penerapan peraturan hukum atau undang - undang di dalam
masyarakat.
Oleh karena kajian sosiologi hukum dalam mencari, mempelajari dan
menganalisis data empirik tumbuh berkembangnya norma-norma lebih berdasarkan
kenyataan perilaku masyarakat, maka ia masuk dalam rumpun sosiologi.
2.1.1 Teori Klasik
Eugen Ehrlich, seorang professor Austria termasuk sosiolog hukum
pada era klasik. Pada
tahun 1913, Ehrlich menulis buku berjudul Fundamental
Principles of the Sociology of Law. Ia terkenal dengan konsep living law, Ehrlich
mengatakan, bahwa pusat perkembangan dari
hukum bukanlah terletak pada
badan-badan legislatif, keputusan-keputusan badan judikatif
ataupun
ilmu
hukum, tetapi terletak di dalam masyarakat itu sendiri.
Kebaikan dari analisis Ehrlich terletak pada usahanya untuk
mengarahkan perhatian para ahli hukum pada ruang lingkup sistem sosial, dimana
akan ditemukan kekuatan-kekuatan
yang mengendalikan hukum. Teori Ehrlich
pada umumnya berguna sebagai bantuan untuk
memahami
hukum
dalam
konteks sosial. Akan tetapi, kesulitannya adalah untuk menentukan
ukuranukuran apakah yang dapat digunakan untuk menentukan suatu kaidah hukum yang
benar-benar merupakan hukum yang hidup (dan dianggap adil dalam
masyarakat).
2.1.2 Teori Makro
Emile Dirkheim (1858-1917) Berpendapat bahwa teori Makro adalah
kaidah-kaidah
hukum yang dihubungkan dengan jenis-jenis solidaritas yang
ada dan dijumpai di masyarakat.
Hukum dirumuskan olehnya sebagai suatu
kaidah yang bersanksi. Berat ringannya suatu sanksi
didasarkan pada sifat

pelanggaran, anggapan-anggapan dan keyakinan dalam masyarakat tentang baik


dan buruknya suatu tindakan serta peranan sanksi tersebut dalam masyarakat.
Pembedaan jenis sanksi tersebut berdasakan tipe solidaritas masyarakat.
Sedangkan Max Weber mengungkapkan, perlu didalaminya keterkaitan
antara hukum
dengan bidang - bidang lain diluar hukum seperti ekonomi,
politik kekuasaan, dan budaya.

2.2

Kronologi Kasus Pembunuhan Feby Kurnia

Pelaku pembunuhan mahasiswi jurusan Geofisika Fakultas Matematika dan


Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada (FMIPA UGM), Feby Kurnia (19)
ternyata adalah petugas kebersihan berinisial EA. Kapolres Sleman Ajun Komisaris
Besar Yulianto mengatakan Feby dibunuh di toilet kampus. Peristiwa nahas itu
terjadi pada Kamis, 28 April 2016.
Yulianto mengatakan sekitar pukul 06.00 WIB di kampus FMIPA UGM lantai 5
Feby datang ke tempat kuliah dan masuk ke kelas ruang 507. Feby merupakan
orang pertama yang datang ke kelas. Ketika itu EA sedang membersihkan kelas
506. Lalu Feby menuju ke kamar mandi wanita dan EA menyusul. Tiba-tiba pria itu
mencekik Feby hingga meninggal dunia. Setelah itu, EA menggendong jasad Feby
dan dibawa ke dalam toilet yang berada paling ujung dan menaruhnya di lantai
sambil menutupi wajahnya dengan kerudung.
Kemudian EA mengambil 2 HP bermerek Samsung, powerbank dan STNK
motor milik Feby dari dalam tas serta kunci motor di dalam saku. EA meninggalkan
jasad Feby dengan mengunci pintu kamar dari luar dan melanjutkan pekerjaan
membersihkan ruang kelas hingga pukul 08.30 WIB. EA kemudian bertemu saksi
bernama Mirna yang merupakan petugas pembersih toilet dan berpesan bahwa
toilet ujung jangan dibuka karena kerannya rusak. Selanjutnya, EA membawa
sepeda motor milik Feby dan menitipkan di Terminal Giwangan karena searah
dengan jalan ke rumah dan kembali ke kampus untuk menyelesaikan pengumpulan
data ke mandor.
Keesokan harinya atau Jumat 29 April 2016, EA tetap bekerja seperti biasa
pada pukul 04.30 WIB dan saat bekerja kembali bertemu Mirna dan kembali
berpesan untuk tidak membuka pintu toilet ujung.
Pada pukul 10.00 WIB pelaku kembali ke Terminal Giwangan untuk memindahkan
sepeda motor Feby ke area parkir di sebelah utara. EA juga sempat membalas
pesan singkat dari ibu Feby dan mengangkat telepon dari teman korban yang
mencari. Dalam pengakuannya, dia nekat membunuh Feby karena butuh uang.

Pada Selasa 3 Mei 2016, polisi meringkus EA di pinggir jalan depan rumahnya
di Dusun Jati, Desa Wonokromo, Kecamatan Pleret, Bantul. Jasad Feby ditemukan di
dalam toilet wanita kampus setelah mengeluarkan bau busuk pada Senin, 2 Mei
2016.
Polisi mengamankan barang bukti berupa dua buah ponsel, powerbank, dan
tas ransel milik Feby yang ditemukan di lokasi pembunuhan. Selain itu polisi juga
membawa sepeda motor Yamaha Mio bernomor polisi BP 4864 JH, sepatu dan baju
milik EA. Kemudian barang bukti yang dibeli dari hasil kejahatan berupa sepasang
sandal perempuan dan anak serta celana pendek juga disita polisi.

Yulianto mengatakan barang hasil kejahatan berupa ponsel digadaikan senilai


Rp 560.000 dan dibelikan sandal untuk anak EA. Sementara Wakapolda DIY
Kombespol AH Gani mengatakan pihaknya masih terus mendalami kasus ini.
"Motif sementara ingin menguasai barang milik korban selebihnya masih
kami dalami," ujar Gani di Polda DIY, Rabu (4/5/2016). Untuk sementara, EA dijerat
dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dengan ancaman hukuman 15 tahun
penjara.

2.3

Analisis Kasus Memandang Dari Sisi Teori Sosiologi Hukum

Bila dilihat dari sisi yuridis, EA sudah melanggar pasal 338 KUHP, dimana EA
dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain. Namun, dibalik pembunuhan
yang dilakukan EA, tentu ada alasan - alasan yang mendasari perbuatan EA
tersebut. Baik karena faktor sosial, cinta, dendam, maupun ekonomi. Seperti yang
tertera pada kronologi kasus, setelah EA membunuh Feby, EA merampas barang
bawaan Feby. Dari hal tersebut bisa disimpulkan motif ekonomilah yang mendasari
perbuatan EA.
Dan hal tersebut di perkuat dengan pernyataan Kepala Kepolisian Resor
Sleman, Ajun Komisaris Besar Yulianto Kata istri, dia harus pulang bawa uang. Hal
tersebut menjadi motif utama EA untuk membunuh Feby dan merampas barang
bawaan Feby.
Satu buah HP Samsung digadaikan Rp 500 ribu. Satu HP Samsung flip dan
satu buah powerbank digadaikan Rp 150 ribu. Setelah menggadaikan barang barang milik Feby, uang itu dipergunakan EA untuk membeli bensin, rokok, baju,
sepatu perempuan. Selain itu juga untuk membeli susu dan sepasang sandal jepit
ukuran anak-anak perempuan untuk anaknya, begitulah menurut pengakuan EA.

Dapat disimpulkan, tekanan ekonomi yang dirasakan oleh EA yang menjadi


pendorong EA untuk melakukan tindak pembunuhan terhadap Feby. Ironis rasanya
ketika Negara yang seharusnya menjamin Hak seseorang untuk hidup sejahtera
baik secara lahir dan batin, sebagaimana tercantum dalam Undang - undang dasar
1945 pasal 28 H ayat (1) yang berbunyi Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesahatan.
Bila kita kaitkan perbuatan EA dengan salah satu Teori Sosiologi Hukum, yaitu
Teori Klasik, dimana Eugen Ehrlich mengatakan hukum bukanlah terletak pada
badan-badan legislatif, keputusan-keputusan badan judikatif ataupun ilmu hukum,
tetapi terletak di dalam masyarakat itu sendiri. Sehingga Ehrlich berusaha untuk
mengarahkan perhatian para ahli hukum pada ruang lingkup sistem sosial, dimana
akan ditemukan kekuatan-kekuatan yang mengendalikan hukum. Dalam teori ini
ukuran-ukuran apakah yang dapat digunakan untuk menentukan suatu
kaidah hukum yang benar-benar merupakan hukum yang hidup (dan dianggap adil
dalam masyarakat) sulit untuk dilihat. Namun, tentu dimanapun menghilangkan
dengan paksa nyawa seseorang tentu hal yang tidak benar, dan patut untuk
diberikan sanksi. Karena dimanapun tempatnya, pembunuhan merupakan
perbuatan melawan hukum, dan kaidah yang hidup dimasyarakat pun, dengan
keras mengutuk perbuatan tersebut, karena dapat dikatakan, mengambil nyawa
seseorang adalah kewenangan milih Tuhan semata.
Memang secara kasar kita dapat melihat EA memang bersalah atas
perbuatan menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja, namun bila kita lihat
melalui kaca mata Teori Sosiologi Hukum lainnya, dimana Max Weber dengan Teori
Makronya menyatakan Perlu didalaminya keterkaitan antara hukum dengan bidang
- bidang lain diluar hukum seperti ekonomi, politik kekuasaan, dan budaya
sehingga kita bisa secara langsung menyalahkan EA atas perbuatan yang ia
lakukan. Karena tak mungkin EA melakukan pembunuhan bila tak ada tekanan
ekonomi yang mendesak dirinya utnuk melakukan hal tersebut. Sehingga perlu
adanya kajian lebih dalam selain hanya melihat tindak perbuatan pembunuhan
yang dilakukan EA, namun juga mengkaji alasan sosiologisnya. Melihat pengakuan
EA yang menyatakan faktor ekonomi yang mendasari perbuatannya, tentu disini
Negara sebagai penjamin hak - hak tiap warga Negara terpenuhi, termasuk untuk
hidup sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai