ANDERSEN*
10.2009.234/ D-7
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat
And_der_sen@yahoo.com
PENDAHULUAN 1
Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah suatu anemia
hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap eritrosit sendiri sehingga
menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit. Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan
anemia hemolitik autoimun ini merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadp
sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek. Tapi sebenarnya kedua defenisi dari
beberapa referensi diatas sama yakni karena terbentuknya autoantibody oleh eritrosit sendiri
dan akhirnya menimbulkan hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit dalam pembuluh
darah sebelum waktunya .Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Kadang-kadang tubuh mengalami
gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai
bahan asing (reaksi autoimun), jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah,
akan terjadi anemia hemolitik autoimun.
TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai penyakit katarak senile imatur. Juga sebagai tambahan bahan materi pembelajaran
agar dapat lebih menguasai materi perkuliahan.
PEMBAHASAN
Skenario 4
Seorang pasien Ny B, 25 tahun, datang kepoliklinik dengan keluhan mudah lelah kurang
lebih 2-3 minggu ini, dan wajahnya terlihat agak pucat. Pasien tidak merasakan demam,
mual, muntah, frekuensi serta warna BAK dalam batas normal, dan frekuensi, warna,
konsistensi BAB masih dalam batas normal.
PF: BB:81 kg, TB :170cm, keadaan umum : tampak sakit ringan, kesadaran :CM, TD :
120/80 mmHg, N:90x/mnt, RR 18x/mnt, T:36,5oC, mata :konjungtiva anemis +/+, sclera
ikterik +/+, leher :JVP:5-2cmH2O, thorak : pulmo/cor : dalam batas normal, abdomen :Hepar
: tidak merasa membesar, lien:S I-II, ekstremitas : dalam batas normal
Lab : Hb:9,5 g/dl, Ht:30%, L:8900/uL, MCV : 82 fL, MCH : 34 g/dL, hitung Retikulosit :
6%
ANAMNESIS 1
Informasi yang bisa diperoleh dari kecurigaan terhadap pasien dengan gejala anemia dapat
dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu :
Gejala Umum anemia atau sindrom anemia
a. Sistem kardiovaskuler
Lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu kerja, angina pectoris, dan gagal jantung
b. Sistem saraf
Sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel,
lesu, perasaan dingin pada ekstremitas
c. Sistem urogenital
Gangguan haid dan libido menurun
d. Epitel
Warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tupis dan halus
e. Tanda perdarahan
seperti ptekia dan purpura
Gejala anemia hemolitik autoimun
Dibagi menjadi 2 jenis :
Oleh karena gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia
sangat bervariasi maka perlu menyingkirkan penyakit-penyakit yang menyebabkan
anemia tersebut seperti infeksi cacing tambang dengan gejala antara lain sakit perut,
pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Selain itu juga anemia
akibat penyakit kronik seperti artritis reumatoid perlu ditanyakan. Tetapi pada
umumnya diagnosis anemia sangat memerlukan pemeriksaan laboratorium.
PEMERIKSAAN FISIK 2
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematik dan menyeluruh
Perhatian khusus diberikan pada
a. Keadaan umum pasien : tampak sakit ringan atau berat
b. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning seperti jerami
c. Kuku : koilonychias (kuku sendok)
d. Mata : ikterus, konjugtiva pucat, perubahan pada fundus
e. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidah
f. Limfadenopati, hepatomegali, splenomegali
g. Tingkat kesadaran pasien :
h. Proporsi tubuh : adakah kelainan fisik pada pasien
mikrosferosit,
fragmentosit
dan
Gambar 3.
Menunjukkan sedian apus darah tepi pada anemia hemolitik autoimun tipe
hangat, terdapat banyak mikrosferosit dan sel polikromatik yang lebih besar
(retikulosit)
Sumber: http://www.scribd.com/doc/41384272/Anemia-Hemolitik-Autoimun
Gambar 4. Sedian apus darah pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin.Aglutinasi
eritrosit yang jelas terdapat pada sediaan apus darahyang dibuat pada suhu
ruangan. Latar belakangnya disebabkan oleh kosentrasi protein plasma yang
meningkat
Sumber : http://www.scribd.com/doc/41384272/Anemia-Hemolitik-Autoimun
Adapun klasifikasi anemia hemolitik autoimun berdasarkan sifat reaksi antibodi, AHA
dibagi 2 golongan sebagai berikut:
1. Anemia Hemolitik Autoimun Hangat atau warm AHA (yang sering terjadi) Anemia
Hemolitik Autoimun Hangat (warm AHA) yakni suatu keadaan dimana tubuh
membentuk autoantibody yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu
tubuh.Autoantibody melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai benda
asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang dalam hati dan sumsum
tulang.Dan suhu badan pasien pada anemia hemolitik aotuimun hangat ini >37oC.
Warm reactive antibodies :
a. Primer (idiopatik)
b. Sekunder :
1).Kelainan limfoproliferatif
2).Kelainan autoimun (Sistemik lupus eritematosus/SLE)
3).Infeksi mononukleosisc.
c. Sindroma evand.
d. HIV
2. Anemia Hemolitik Dingin atau cold AHA. .
Anemia Hemolitik Autoimun Dingin (cold AHA) yakni suatu keadaandimana tubuh
membentuk
aotoantibodi
yang
beraksi
terhadap
sel
darah
merah
dalam
suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin. Dan suhu tubuh pasien pada anemia
hemolitik aotuimun dingin ini <37oC.
Cold reactive antibodies:
a.Idiopatik (Cold agglutinin diseases)
b.Sekunder :
1). Atipikal atau pneumonia mikoplasma
2).Kelainan limfoproliferatif
3).Infeksi mononukleosi
Anemia Karena Perdarahan Hebat adalah berkurangnya jumlah sel darah merah atau
jumlah hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang disebabkan oleh perdarahan
hebat.
Anemia karena perdarahan terbagi atas :
1. perdarahan akut
mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan
penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
Penatalaksanaan :
mengatasi perdarahan
2. perdarahan kronik
pengeluaran darah biasanya sedikit-sedikit sehingga tidak diketahui pasien.
Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi, perdarahan
saluran cerna karena pemakaian analgesic, dan epistaksis. Di Indonesia sering
karena infestasi cacing tambang.
Pemeriksaan laboratorium
Gambaran anemia sesuai dengan anemia defisiensi Fe. Perdarahan pada saluran
cerna akan member hasil positif pada tes benzidin dari tinja.
Penatalaksanaan :
Pemberian preparat Fe
beberapa
mekanisme
yang
menyebabkan
hemolisis
karena
obat
yaitu:
positif.
Setelah
aktivasi
komplemen
terjadi
hemolisis
intravaskular,
hemoglobinemia, dan hemoglobinuria. Mekanisme ini terjadi pada hemolisis akibat obat
kinin, kuinidin, sulfonamide, sulfonylurea, dan tiazid.
Banyak obat menginduksi pembentukan autoantibodi
terhadap eritrosit
autolog, seperti
oksidatif.
Oleh
karena hemoglobin
mengikat
oksigen maka bisa mengalami oksidasi dan mengalami kerusakan akibat zat oksidatif.
Eritrosit yang tua makin mudah mengalami trauma oksidatif. Tanda hemolisis karena proses
oksidasi
adalah
dengan
ditemukannya
methemoglobin,
sulfhemoglobin,
dan Heinz bodies,blister cell, bites cell dan eccentrocytes. Contoh obat yang menyebabkan
hemolisis oksidatif ini adalah nitrofurantoin, phenazopyridin, aminosalicylic acid . Pasien
yang mendapat terapi sefalosporin biasanya tes coombs positif karena absorbsi nonimunologis, immunoglobulin, komplemen, albumin, fibrinogen, dan plasma protein
lain pada membran eritrosit.
Gambaran klinis:
Adanya riwayat pemakaian obat tertentu. Pasien yang timbul hemolisis melalui mekanisme
hapten atau autoantibodi biasanya bermanifestasi sebagai hemolisis ringan sampai sedang.
Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolisis akan terjadi secara berat,mendadak,
dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah pernah terpapar obat tersebut, maka hemolisis
sudah dapat terjadi pada pemajanan dengan dosis tunggal.
Laboratorium:
Anemia, retikulositosis, MCV tinggi, tes coombs positif, leukopenia, trombositopenia,
hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi pada hemolisis yang diperantarai kompleks
ternary.
Terapi:
dengan
menghentikan
pemakaian
obat
yang
menjadi
pemicu,
hemolisis
dapat
MANIFESTASI KLINIS 7
Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat : Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahanlahan, ikterik, demam, dan ada yang disertai nyeri abdomen, limpa biasanya membesar,
sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman dan juga bisa
dijumpai splenomegali pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Urin berwarna
gelap karena terjadi hemoglobinuri. Pada AHA paling tebanyak terjadi yakni idiopatik
splenomegali tarjadi pada 50-60%, iketrik terjadi pada 40%, hepatomegali 30% pasien
dan limfadenopati pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ
dan limfonodi.
Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin: Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi
pada suhu dingin. Hemolisis berjalan kronik. Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl.
Sering juga terjadi akrosinosis dan splenomegali. Pada cuaca dingin akan menimbulkan
meningkatnya penghancuran sel darah merah, memperburuk nyeri sendi dan
bisamenyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan
GEJALA
Gejala dari anemia hemolitik mirip dengan anemia yang lainnya.
Kadang-kadang hemolisis terjadi secara tiba-tiba dan berat, menyebabkan krisis
hemolitik, yang ditandai dengan:
demam
menggigil
perasaan melayang
sel
darah
merah
yang
hancur
masuk
ke
dalam
darah.
Limpa membesar karena menyaring sejumlah besar sel darah merah yang hancur, kadang
menyebabkan nyeri perut.
Hemolisis yang berkelanjutan bisa menyebabkan batu empedu yang berpigmen, dimana
batu empedu berwarna gelap yang berasal dari pecahan sel darah merah.
PENATALAKSANAAN 8,9
Anemia hemolitik autoimun tipe hangat: Setelah diagnosis di tegakkan ada beberapa
cara untuk mengobati penyakit ini, jika penyebab penyakit di ketahui yang pertama
harus dilakukan adalah menyingkirkan penyebab yang mendasari contohnya SLE .
Pemakaian obat seperti methyldopa dan fludarabin harus dihentikan. Apabila
penyebabnya belum diketahui, maka pengobatan pilihan selanjutnya adalah dengan
pemberian
kortikosteroid terutama
prednisolon
awalnya secara
intravena
selanjutnya secara oral dengan dosis 60-100 mg/hr. Dosis ini sebagai dosis awal untuk
orang dewasa dan selanjutnya harus dikurangi sedikit demi sedikit. Jika dijumpai ada
kelainan Hb maka dosis obat diteruskan selama 2 mingggu sampai Hb stabil. Steroid ini
mempunyai
fungsi
memblok
magrofag
dan
menurunkan
sitesis
antibody.
fungsi
jantung
dapat dilakukan
tranfusi.
Transfusi
darah
dapat
menyebabkan masalah pada penderita karena bank darah mengalami kesulitan dalam
menemukan darah yang tidak bereaksi terhadap antibody.Transfusinya sendiri dapat
merangsang pembentukan lebih banyak lagi antibody.Maka, darah yang ditranfusi harus
tidak mengandung antigen yang sesuai dengan penderita. Kemudian pada keadaan
gawat dapat diberikan immunoglobulin dosis tinggi. Transfusi biasanya dilakukan
apabila Hb < 7 g/dl.
Anemia hemolitik autoimun tipe dingin: Dan terapi pada anemia hemolitik autoimun
tipe dingin yakni dengan menghindari udara dingin , mengobati penyakit dasar,
kadang-kadang diperlukan splenektomi. Bisa juga dengan memberi kortikosteroid tetapi
kortikosteroid ini tidak efektif. Pemberian khlorambusil dapat memberikan hasil pada
beberapa kasus. Dan juga bisa diberikan prednisone dan splenektomi tetapi
pemberian obat ini tidak efektif atau tidak banyak membantu penyembuhan pada
penyakit ini. Dan bisa juga dengan pemberian klorambusil 2-4 mg/hari,
plasmaferesis untuk mengurangi antibody IgM secara teoritis bisa mengurangi
hemolisis, namunsecara praktik hal ini sukar dilakukan
KOMPLIKASI 9,10
Deep vein thrombosis (DVT)
adalah bekuan darah yang terbentuk di vena dalam, biasanya di tungkai bawah. Kondisi ini
cukup serius, karena terkadang bekuan tersebut bisa pecah dan mengalir melalui peredaran
darah ke organ-organ vital seperti emboli paru atau menyumbat arteri pada limpa sehingga
terjadi iskemi dan bisa menyebabkan gangguan jantung hingga kematian.
Gagal ginjal akut
Terjadi Hemogloblinuria oleh karena terjadi penghancuran eritrosit dalam sirkulasi, maka
Hb dalam plasma akan meningkat dan jika konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma maka Hb akan berdifusi dalam glomerulus ginjal. Selain itu juga terjadi
mikrioangiopati pada pembuluh darah ginjal sehingga merusak tubuli ginjal menyebabkan
oligouria dan gangguan berat fungsi ginjal.
Komplikasi splenektomi
Komplikasi sewaktu operasi
A. Trauma pada usus. Karena flexura splenika letaknya tertutup dan dekat dengan
usus pada lubang bagian bawah dari limpa, ini memungkinkan usus terluka saat
melakukan operasi.
B. Perlukaan vasklular adalah komplikasi yang paling sering pada saat melakukan
operasi. Dapat terjadi sewaktu melakukan hilar diseksi atau penjepitan capsular
pada saat dilakukan retraksi limpa.
C. Bukti penelitian dari trauma pancreas terjadi pada 1%-3% dari splenektomi
dengan melihat tigkat enzim amylase. Gejala yang paling sering muncul adalah
hiperamilase ringan, tetapi tidak berkembang menjadi pankreatitis fistula
pankeas, dan pengumpulan cairan dipankreas.
D. Trauma pada diafragma. Telah digambarkan selama melakukan pada lubang
superior tidak menimbulkan kesan langsung jika diperbaiki. Pada laparoskopi
splenektomi,
mungkin
lebih
sulit
untuk
melihat
luka
yang
ada
di
pneomoperitoneum. Ruang pleura meruapakan hal utama dan harus berada dalam
tekanan ventilasi positf untuk mengurangi terjadinya pneumotoraks.
Komplikasi yang terjadi segera setelah operasi
A. Koplikasi pulmonal hampir terjadi pada 10% pasien setelah dilakukan open
splenektomi, termasuk didalamnya atelektasis, pneumonia dan efusi pleura.
B. Abses subprenika terjadi pada 2-3% pasien setelah dilakukan open splenektomi.
Tetapi ini sangat jarang terjadi pada laparoskopi splenektomi (0,7%). Terapi
biasanya dengan memasang drain di bawak kulit dan pemkaian antibiotic
intravena.
C. Akibat luka seperti hematoma, seroma dan infeksi pada luka yang sering terjadi
setelah dilakukan open splenektomi adanya gangguan darah pada 4-5% pasien.
Komplikasi akibat luka pada laparoskpoi splenektomi biasanya lebih sedikit
(1,5% pasien)
D. Komplikasi tromsbositosis dan dan trombotik. Dapat terjadi setelah dilakukan
laparoskopt splenektomi.
E. Ileus dapat terjadi setelah dilakukan open splenektomi, juga pada berbagai jenis
operas intra-abdominal lainnya.
Komplikasi yang lambat terjadi setelah opeasi
A. Infeksi pasca splenektomi (Overwhelming Post Splenektomy Infection) adalah
komplikasi yang lambat terjadi pada pasien splenektomi dan bisa terjadi kapan
saja selama hidupnya. Pasien akan merasakan flu ringan yang tidak spesifik, dan
sangat cepat berubah menjadi sepsis yang mengancam, koagulopati konsumtif,
bekateremia, dan pada akhirnya dapat meninggal pada 12-48 jam pada individu
yang tak mempunyai limpa lagi atau limpanya sudah kecil. Kasus ini sering
ditemukan pada waktu 2 tahun setelah splenektomi.
B. Splenosis, terlihat adanya jaringan limpa dalam abdomen yang biasanya terjadi
pada setelah trauma limpa.
C. Pancreatitis dan atelectasis.
Beberapa yang menjadi faktor resiko terjadinya komplikasi akibat spelenektomi
Obesitas
Merokok
Gizi yang buruk
Penyakit kronik
Diabetes
Lanjut Usia
Penyakit jantung dan paru yang telah ada sebelumnya.
PENCEGAHAN 11
Sebaiknya konseling genetik sebelum memiliki anak, jika salah satu pasangan
memiliki riwayat anemia hemolitik
Menghindari cuaca dingin bisa mengendalikan bentuk yang kronik pada anemia
hemolitik autoimun tipe dingin
PROGNOSIS
Prognosis jangka panjang pada pasien penyakit ini adalah baik. Splenektomi sering kali
dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya.
KESIMPULAN
Anemia hemolitik autoimun ialah penyakit yang tibul karena terbentuknyaanutoantibodi
terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi(hemolisis) eritrosit.Tetapi
sebagian besar juga ada yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Dan terkadang
system kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri
DAFTAR PUSTAKA
1. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. . Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2005. Hal 365-66
2. Bakta,I Made,2000,Catatan Kuliah Hematologi Klinik (lecture Notes on Clinical
Hematology),FK Unud.RS Sanglah: Denpasar. Hal 59
3. Anemia Hemolitik, 11 Agustus 2008, diunduh dari :
http://www.scribd.com/doc/69691421/Anemia-Hemolitik-Autoimun, 13 April 2012
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi ke- 5.Jilid 3.Jakarta: Internal Publishing;2009. Hal 1993-2008
5. Prince S.A,Wilson L.M,2006,Patofisiologi:konsep klinis Proses-Proses Penyakit,
penerbit Buku Kedokteran :EGC,Jakarta. Hal 1333-8.
6. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ke-3.Jilid 1.Jakarta:Media Aesculapius;2008. Hal 550-2.
7. Anemia Hemolitik, 11 Agustus 2008, diunduh dari :
http://www.scribd.com/doc/41384272/Anemia-Hemolitik-Autoimun, 13 April 2012
8. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santoso R, Penuntun Patologi Klinik
Hematologi.Jakarta :Biro publikasi fakultas kedokteran Ukrida.2009. Hal 119-20
9. Way, Lawrence . W. Current Surgical Diagnosis and Treatment, 11th Edition.
McGraww Hill and Lange. 2003.