Anda di halaman 1dari 16

KELOMPOK 9

PENDELEGASIAN WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DALAM


MANAJEMEN

Diajukan untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Azas-azas Manajemen

Dengan Dosen Pengampu:


Ir. Rini Rahayu Sihmawati,MP. MM

Oleh:
Dyan Indah Pratiwi 151300842
Alan Dwi Prasetya
Agung Prakosatama
Daniel Satria

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA


2016

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Wewenang, tanggung jawab dan pendelegasian wewenang merupakan sesuatu yang
sangat penting dan vital dalam organisasi manajemen / kantor. Atasan perlu melakukan
pendelegasian wewenang dan koordinasi agar mereka bisa menjalankan operasi manajemen
dengan baik. Selain itu, pendelegasian wewenang adalah kosekuensi logis dari semakin
besarnya organisasi. Bila seorang atasan tidak mau mendelegasikan wewenang, maka
sesungguhnya organisasi itu tidak butuh siapa-siapa selain dirinya sendiri. Bila atasan
menghadapi banyak pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan oleh satu orang, maka ia perlu
melakukan delegasi. Pendelegasian juga dilakukan agar manajer dapat mengembangkan
bawahan sehingga lebih dapat memperkuat organisasi, terutama disaat terjadi perubahan
susunan manajemen.
Yang

penting

disadari

adalah

disaat

kita

mendelegasikan

wewenang

dan

mengkoordinasikannya kita memberikan otoritas pada orang lain, namun kita sebenarnya
tidak kehilangan otoritas orisinilnya. Ini yang sering dikhawatirkan oleh banyak orang.
Mereka takut bila mereka melakukan delegasi, maka kehilangan wewenang, padahal tidak,
karna tanggung jawab tetap

berada pada sang atasan. Disini penyusun berusaha untuk

memaparkan segala hal yang berkaitan dengan wewenang, tanggung jawab dan
pendelegasian wewenang yang berkaitan dengan proses manajemen dalam suatu organisasi.

B. Rumusan Masalah
1.

Apakah yang dimaksud dengan wewenang, tanggung jawab dan pendelegasian

2.
3.
4.
5.

wewenang itu ?
Apa sajakah jenis-jenis wewenang yang ada dalam suatu organisasi?
Apa sajakah manfaat dan kendala dalam pelimpahan wewenang ?
Apa sajakah kunci pokok agar pelimpahan wewenang dapat berjalan dengan efektif?
Apakah yang dimaksud dengan sentralisasi dan desentralisasi ?

BAB 2
PEMBAHASAN
A. Wewenang
1.

Pengertian wewenang
Wewenang atau authority pada dasarnya merupakan bentuk lain dari kekuasaan yang

sering kali dipergunakan dalam sebuah organisasi. Wewenang merupakan kekuasaan formal
atau terlegitimasi. Dalam sebuah organisasi, seseorang yang ditunjuk atau dipilih untuk
memimpin suatu organisasi, bagian, atau departemen memiliki wewenang atau kekuasaan
yang terlegatimasi. Seseorang yang ditunjuk untuk menjadi manajer personalia

dengan

sendirinya terlegitimasi untuk memiliki kewenangan dalam mengatur berbagai hal yang
terkait dengan sumber daya manusia atau orang-orang yang terdapat di dalam organisasi.
Terdapat dua pandangan mengenai wewenang formal, yaitu pandangan klasik (classical
view) dan pandangan berdasarkan penerimaan (acceptance view).
1. Pandangan Klasik
Pandangan klasik mengenai wewenang formal menerangkan bahwa kewenangan pada
dasarnya terlahir sebagai akibat adanya kewenangan yang lebih tinggi dari kewenangan yang
diberikan.
2. Pandangan Berdasarkan Penerimaan
Pandangan yang berdasarkan penerimaan (acceptance view) memandang bahwa wewenang
formal akan cendrung dijalankan atau diterima oleh bawahan tergantung dari beberapa
persyaratan, antara lain :
a. Bawahan dapat memahami apa yang diinginkan atau dikomunikasikan oleh pimpinan
atau atasan.
b. Pada saat bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh
atasannya dia yakin tidak bertentangan dengan rencana pencapaian tujuan organisasi.
c. Bawahan yakin apa yang diperintahkan konsisten mendukung nilai, misi maupun
motif pribadi atau kelompok.
d. Bawahan mampu secara mental maupun fisik menjalankan apa yang diperintahkan.

2.

Jenis- jenis wewenang

Kewenangan dalam sebuah organisasi bisa dibedakan menjadi:


Kewenangan lini (lineauthority), kewenangan staf (staff authority), dan kewenangan
fungsional (functional authority). Perbedaan dari ketiganya terletak pada jenis keleluasaan
dan kekuasaan yang dimilikinya berdasarkan posisinya masing-masing dalam organisasi.
a.

Kewenangan Lini

Kewenangan lini atau line authority adalah mereka yang dalam organisasi bertanggung jawab
terhadap berbagai kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Kewenangan garis ini
dimulai dari hierarki yang tertinggi (direktur misalnya) hingga hierarki yang terendah seperti
buruh atau pekerja langsung yang melakukan kegiatan teknis operasional di lapangan.
Kepala restoran, misalnya, memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi antara bagian
keuangan, pelayanan dan dapur. Sedangkan kepala bagian pelayanan memiliki kewenangan
untuk melakukan koordinasi dan menjalankan tugas yang terkait dengan pelayanan, dan
seterusnya. Keseluruhan bagian maupun subbagian tersebut secara keseluruhan saling
mendukung dalam pencapaian tujuan organisasi, yang dalam hal ini adalah organisasi bisnis
yang bergerak dalam bisnis restoran.

b.

Kewenangan Staf

Kewenangan staf atau staff authority adalah mereka yang ditunjuk oleh organisasi untuk
membantu bagian-bagian dalam sebuah organisasi yang memiliki kewenangan lini. Oleh
karena itu, mereka yang memiliki kewenangan staf adalah mereka yang membantu organisasi
dalam pencapaian tujuannya, hanya saja dengan cara tidak langsung. Bentuknya dapat
melalui pemberian jasa advokasi bagi direktur (misalnya konsultan manajemen), maupun
bagian keuangan (misalnya konsultan pajak), dan lain sabagainya. Dalam organisasi
pemerintahan misalnya ada yang dinamakan sebagai staf ahli. Staf ahli ini berfungsi
untukmembantu organisasi pemerintahan dalam pencapaian tujuannya.

c.

Kewenangan Fungsional

Kewenangan fungsional atau functional authority adalah mereka yang berada dalam bagian
tertentu di organisasi, memiliki kewenangan lini maupun staf, namun juga dikarenakan
karena tugasnya diberi kewenangan untuk melakukan kontrol atau koordinasi dengan bagian
lainnya. Sebagai contoh, bagian keuangan sekalipun hanya bertanggung jawab di bagian
pencatatan

berbagai

transaksi, namun juga memiliki kewenangan untuk melakukan

pengawasan dan pengontrolan terhadap bagian lainnya yang terkait dengan tugasnya di
bagian keuangan. Bagian pemasaran yang akan menambah biaya promosi akan berhubungan
dengan bagian keuangan. Bagian personalia yang menghadapi tuntutan adanya kenaikan gaji
dari para pegawai juga perlu pula berhubungan dengan bagian keuangan. Dalam contoh
bisnis restoran, karena bagian dapur membutuhkan koordinasi dengan bagian keuangan yang
mengatur anggaran untuk bagian dapur, maka bagian keuangan memiliki kewenangan
untukmenanyakan anggaran dari bagian dapur. Demikian pula dengan kepala restoran,
sekalipun tidak berarti dirinya harus turun ke bagian pelayanan yang terkait dengan tugastugas pelayan ataupun tugas-tugas memasak di dapur, namun selain kepala bagian pelayanan
dan kepala bagian dapur dirinya memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dan
koordinasi langsung dengan pelayan ataupun juru masak di bagian memasak. Hal ini perlu
dilakukan untuk memastikan bahwa apa yang dilakukan oleh pegawai di tingkat teknis
operasional benar-benar bisa mendukung pencapaian tujuan organisasi. Contoh lain, misalnya
seorang konsultan pajak bagi perusahaan berkewenangan untuk memeriksa berbagai catatan
transaksi dari berbagai departemen dalam perusahaan untuk memastikan apakah setiap
transaksi yang dicatat telah memenuhi persyaratan perpajakan ataukah tidak, dan seterusnya.
d.

Konflik Lini dan Staf

Adakalanya konflik terjadi antara mereka yang berada di bagian lini dan staf. Mereka yang
berada di bagian lini kadang kala merasa bahwa dirinya lebih mengetahui apa yang terjadi di
lapangan sehingga ketika misalnya terdapat masukan dari mereka yang memiliki kewenangan
staf (misalnya konsultan manajemen bagi perusahaan) mereka yang berada dibagian lini tidak
dengan serat-merta mengikuti apa yang dianjurkan oleh konsultan tersebut. Adakalanya juga
konflik terjadi tidak hanya antara lini dan staf, mungkin juga antarlini atau antarstaf. Konflik
dapat saja disebabkan oleh perbedaan usia, pengalaman, pendidikan, atau juga dikarenakan
faktor perilaku dari orang-orang yang berada di perusahaan. Kesemua persoalan tersebut
adalah persoalan yang lumrah terjadi dalam setiap organisasi dan menjadi tantangan bagi para
manajer untuk dapat mengendalikannya.

3.

Sumber-sumber Wewenang

a. Teori wewenang formal


Wewenang yang dimiliki seseorang bersumber dari barang-barang yang dimilikinya,
sebagaimana yang diatur oleh undang-undang, hukum, dan hukum adat dari lembaga
tersebut. Contoh : pemilik saham mempunyai wewenang karena saham yang dimilikinya.
b. Teori penerimaan wewenang
Wewenang bersumber dari penerimaan, kepatuhan, dan pengakuan para bawahan terhadap
perintah, dan kebijakan-kebijakan atas kuasa yang dipegangnya. Contoh : rakyat memilih
presiden, sehingga presiden memiliki wewenang untuk memerintah. Presiden memiliki
wewenang selama rakyat mentaati dan mematuhi perintah-perintahnya. Jika rakyat tidak lagi
mematuhi perintah-perintahnya maka wewenang akan hilang.
c. Wewenang dari situasi
Wewenang bersumber dari situasi darurat atau kejadian-kejadian luar biasa. Pemimpin yang
wewenangnya bersumber dari situasi sering disebut pemimpin sejati dan tanpa pamrih, begitu
situasi normal kembali maka wewenangnya akan hilang. Contohnya : sebuah kapal laut
terbakar, kemudian seorang penumpang memerintahkan agar sekoci diturunkan dan
perinyahnya ini ditaati serta dilaksanakan penumpang lainnya. Orang tersebut mempunyai
wewenang hanya karena situasi, serta mengambil alih wewenang kapten kapalnya.
d. Wewenang dari jabatan
Wewenang bersumber dari posisi yang dijabatnya di dalam organisasi yang bersangkutan.
Contohnya : Seorang dosen mempunyai wewenang untuk meluluskan seorang mahasiswa,
karena ia mempunyai wewenang (kedudukan=posisi) untuk itu.
e. Wewenang dari faktor teknis
Wewenang bersumber dari computer yang dipakainya untuk memproses data. Operator
berwenang menginformasikan dan menjelaskan hasil proses data itu, menjadi suatu
keputusan yang diterima oleh orang lain.
f. Wewenang dari hukum

Wewenang bersumber dari hukum atau undang-undang yang berlaku. Contohnya : Polisi
mengatur lalu lintas karena ada hukum yang mengaturnya.

B. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah keharusan untuk melakukan semua kewajiban/tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya sebagai akibat dari wewenang yang diterima atau dimilikinya.
Tanggung jawab tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Wewenang diterima maka
tanggung jawab harus juga diterima dengan sebaik-baiknya. Inilah sebabnya top manager
yang menjadi penangung jawab terakhir mengenai maju/mundurnya suatu perusahaan.
Setiap bagian atau departemen yang telah dibentuk atau ditentukan serta dihubungkan
melalui garis-garis kewenangan maupun garis perintah memiliki satu konsekuensi penting
lainnya dalam sebuah organisasi, yaitu apa yang dinamakan sebagaitanggung jawab. Mereka
yang diposisikan dalam suatu bagian atau departemen tertentu tidak hanya diberikan
kewenangan, namun juga tanggung jawab. Jika kewenangan merupakan kekuasaan untuk
melakukan sesuatu, tanggung jawab justru memberikan arah untuk apa dan kemana
semestinya kekuasaan itu dipergunakan. Dengan kata lain , tanggung jawab mengingatkan
orang-orang untuk tidak saja mempergunakan kewenangan yang dimilikinya, tetapi juga
melaporkan apa saja yang telah dilakukan sehubungan dengan kewenangan yang

telah

diberikan kepadanya. Apakah kewenangan yang telah diberikan misalnya telah mendukung
pencapaian tujuan organisasi atau sebaliknya. Kadangkala orang-orang melupakan esensi dari
tanggung jawab sebagai bagian dari jabatan atau tugas yang diemban ketika menduduki suatu
bagian atau departemen tertentu. Pada beberapa kasus, orang-orang sangat berkeinginan
untuk memiliki karier yang bagus untuk mencapai posisi puncak dalam organisasi, lebih
didorong karena kewenangannya, bukan karena tanggung jawabnya. Artinya, jika seseorang
tersebut menjadi pemimpin, maka dirinya berpikir bahwa dengan posisinya sebagai
pemimpin maka dirinya dapat berbuat a,b,c dan seterusnya. Namun, jika disadari bahwa
ketika dirinya berposisi sebagai

pemimpin

juga berarti

bahwa

dirinya

harus

mempertangungjawabkan a,b,c dan seterusnya. Sesungguhnya menjadi pemimpin atau berada


pada hierarki atas dari sebuah organisasi bukan merupakan sesuatu yang mudah. Oleh karena
itu, perlu disadari bahwa setiap bagian dalam organisasi memiliki kewenangan sekaligus juga
tanggung jawab dalam pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, berbagai prasyarat

kemampuan tentunya dibutuhkan untuk menduduki posisi-posisi tertentu dalam sebuah


organisasi.

C. Pendelegasian Wewenang
Adakalanya seseorang yang berada di suatu posisi memiliki berbagai keterbatasan dalam
melakukan suatu pekerjaan. Keterbatasaan ini dapat dilihat dari segi ketersedian waktu
pengerjaan, jumlah pekerjaan, keahlian yang dimiliki, maupun berbagai factor lainnya. Jika
keterbatasan ini tidak dapat ditanggulangi olehnya akan memperburuk kinerja organisasi,
maka perlu dilakukan apa yang dinamakan sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab atau lebih dikenal dengan istilah delegation. Pelimpahan wewenang pada dasarnya
merupakan proses pengalihan tugas kepada orang lain yang sah atau terlegitimasi (menurut
mekanisme tertentu dalam organisasi) dalam melakukan berbagai aktivitas yang ditunjukkan
untuk pencapaian tujuan organisasiyang jika tidak dilimpahkan akan menghambat proses
pencapaian tujuan tersebut.
1.

Manfaat Pelimpahan Wewenang

Terdapat beberapa manfaat dari pelimpahan wewenang. Yang pertama adalah pelimpahan
wewenang memungkinkan sub bagian atau bawahan mempelajari sesuatu yang baru dan
memperoleh kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru tersebut. Keadaan ini
memungkinkan bawahan untuk belajar bertanggungjawab akan sesuatu yang baru. Manfaat
kedua adalah bahwa pelimpahan wewenang mendorong tercapainya keputusan yang lebih
baik dalam berbagai hal. Adanya pelimpahan wewenang kepada bawahan, misalnya dalam
hal ini dimana bawahan lebih mengetahui keadaannya, akan mendorong hasil yang dicapai
dari pekerjaan tersebut menjadi lebih baik dikarenakan pekerjaan diberikan atau dilimpahkan
ke bagian yang lebih mengetahui keadaan sebenarnya dilapangan. Manfaat ketiga adalah
penyelesaian pekerjaan akan dapat dilakukan dengan lebih cepat sekiranya pelimpahan
wewenang tersebut berjalan sebagaimana mestinya dan diberikan kepada orang yang
bertanggung jawab.

2.

Kendala dalam Pelimpahan Wewenang

Sekalipun pelimpahan wewenang memiliki sisi manfaat, namun juga tidak terlepas dari
kendala dalam pelaksanaanya. Staf yang tidak memiliki kemampuan atau kapasibilitas untuk
menerima dan menjalankan sesuatu yang didelegasikan kepadanya justru akan menghambat
pencapaian tujuan ke arah yang lebih baik. Di sisi lain, pelimpahan wewenang juga akan
berdampak pada kurang bertanggung jawabnya atasan terhadap apa yang semestinya dia
lakukan. Pada beberapa kasus, pelimpahan wewenang sering kali dilakukan bukan sebagai
proses pembelajaran dan pemberian kepercayaan dari atasan kepada bawahan, akan tetapi
lebih sebagai pelarian tanggung jawab dari atasan kepada bawahan. Oleh karena itu, perlu
sekali digaris bawahi bahwa pelimpahan wewenang tidak berarti juga terjadi pelimpahan
tanggung jawab. Pelimpahan wewenang bisa jadi hanya merupakan pelimpahan beberapa hal
yang dapat dikerjakan oleh bawahan kita, akan tetapi tangung jawab sepenuhnya masih
berada di tangan pihak yang melimpahkan wewenang.

3.

Kunci Pokok Agar Pelimpahan Wewenang Efektif

Agar pelimpahan wewenang dapat berjalan secara efektif, maka ada 3 kunci pokok yang
perlu diperhatikan, yaitu
a.

Kepercayaan manajer terhadap bawahan dalam melimpahkan wewenang perlu diiringi

dengan pemberian kebebasan kepada bawahan untuk menjalankan kewenangannya menurut


caranya sendiri.
Artinya, pelimpahan wewenang akan berjalan efektif apabila pihak yang diberi wewenang
oleh manajer diberikan kebebasan untuk menjalankan kewenangannya sesuai dengan caranya
sendiri. Hal ini disebabkan bahwa setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam melakukan
sesuatu. Kepercayaan dalam memberikan limpahan wewenang juga harus diartikan sebagai
kepercayaan kepada bawahan untuk mungkin saja melakukan kekeliruan dalam menjalankan
kewenangannya, namun sejauh itu dapat menjadikan bawahan untuk belajar dan bertindak
kreatif, maka sebaiknya dibiarkan saja.

b.

Agar pelimpahan wewenang berjalan efektif adalah adanya komunikasi yang terbuka

antara manajer dan bawahan. Keterbukaan dalam berkomunikasi selain akan memberikan

kejelasan akan keinginan dari kedua belah pihak, juga akan meminimalkan persepsi-persepsi
yang keliru akan berbagai hal yang terkait dengan pekerjaan.

c.

Kemampuan manajer dalam memahami tujuan organisasi, tuntutan dari setiap pekerjaan,

dan kemampuan bawahan. Tanpa pemahaman yang baik mengenai ketiga hal ini, bisa jadi
manajer salah dalam melakukan pelimpahan wewenang. Sesuatu yang semestinya
dilimpahkan misalnya, tidak dilimpahkan dan sebaliknya sesuatu yang semestinya tidak
dilimpahkan justru dilimpahkan.
Selain ketiga kunci pokok tersebut di atas, Stoner memberikan prinsip klasik mengenai dasar
agar pelimpahan wewenang menjadi efektif. Ketiga prinsip klasik tersebut adalah : (1) prinsip
skalar; (2) prinsip kesatuan perintah; dan (3) tanggung jawab, wewenang,dan akuntabilitas.

(1) Prinsip Skalar (Scalar Principle)


Prinsip skalar merujuk kepada pedoman bahwa dalam sebuah proses pendelegasian atau
pelimpahan wewenang, harus ada garis wewenang yang jelas dari hierarki yang tertinggi
hingga hierarki yang terendah. Garis wewenang yang jelas akan memberikan kemudahan
mengenai kepada siapa delegasi harus diberikan, siapa yang akan memberikan delegasi, dan
kepada siapa pertanggungjawaban harus dilakukan. Garis wewenang ini juga dimaksudkan
agar terhindar dari :
(a) kesenjangan, di mana tugas-tugas tidak ada yang mengerjakan;
(b) tumang tindih (overlaps), dimana tugas-tugas saling bertindihan dalam hal
pengerjaannya;
(c) perintah berganda (splits of command), di mana tugas yang sama diberikan kepada
bagian organisasi yang berbeda-beda.
(d) Prinsip Kesatuan Perintah (Unity of Command)
Prinsip ini merujuk kepada pandangan bahwa setiap bawahan semestinya melapor atau
mempertanggungjawabkan hanya kepada satu atasan yang memberikan kewenangan
kepadanya, oleh karena itu juga, perintah semestinya berasal dari satu sumber, agar jelas
siapa yang memberikan kewenangan dan kepada siapa harus dipertanggungjawabkan.
(3) Tanggung Jawab, Kewenangan, dan Pertanggungjawaban

Prinsip ini beranggapan bahwa pelimpahan wewenang dilakukan untuk memperjelas siapa
yang akan bertanggung jawab atas suatu perkerjaan dan dengan kewenangan seperti apa.
Dengan adanya kejelasan ini, maka proses pertanggungjawaban dari apa yang telah
didelegasikan juga akan menjadi lebih mudah dan jelas.

4. Tindakan Agar Pelimpahan Wewenang Berjalan Efektif


Ketiga kunci pokok sebagaimana diterangkan di atas dapat mendorong pelimpahan
wewenang menjadi lebih efektif jika diiringi oleh beberapa tindakan sebagai berikut:
PENENTUAN HAL-HAL YANG DAPAT DIDELEGASIKAN. Manajer harus
mampu membedakan hal-hal yang bisa dan tidak bisa didelegasikan. Termasuk di
dalamnya juga tujuan dari manajer ketika melakukan pendelegasian itu untuk apa,
mengapa dan seterusnya.
PENENTUAN ORANG YANG LAYAK MENERIMA DELEGASI. Manajer juga
harus mampu menentukan siapa yang memiliki kemampuan untuk menerima
pelimpahan wewenang. Siapa yang mampu ini dapat dilihat dari segi perilaku,
ketersediaan waktu, maupun kesiapannya untuk berkerja sama.
PENYEDIAAN SUMBER DAYA YANG DIBUTUHKAN. Agar pelimpahan
wewenang berjalan efektif, maka berbagai sumber daya yang dibutuhkan oleh
bawahan untuk menjalankan wewenang yang didelagasikan perlu untuk disediakan.
Sumber daya ini dari mulai informasi, finansial, maupun sumber daya lainnya yang
terkait dengan pelimpahan wewenang yang dilakukan.
PELIMPAHAN TUGAS YANG AKAN DIBERIKAN. Kadangkala kekurang
percayaan manajer terhadap bawahan justru akan menghambat dalam keefektifan
pelimpahan wewenang. Oleh karena itu berikan tugas yang akan dilimpahkan tersebut
sepenuhnya dan jika masih terdapat keraguan, jelaskan hasilnya yang ingin dicapai
dari pelimpahan wewenang tersebut, dan bukan caranya. Sebab, cara pengerjaan
sangat berbeda dari satu orang keorang lainnya.
INTERVENSI PADA SAAT DIPERLUKAN. Sudah menjadi hal yang lumrah jika
kadang kala apa yang didelagasikan ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Ketika hal tersebut terjadi, maka intervensi kadang kala diperlukan agar kegiatan yang
telah didelegasikan berikut kewenangannya tetap dalam jalur pencapaian tujuan
organisasi.

D. Sentralisasi dan Desentralisasi dalam Organisasi


1.

Sentralisasi

Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang
berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada
pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah.
Secara teoritis, sentralisasi memiliki keunggulan. Keunggulannya adalah:
(1) Organisasi menjadi lebih ramping dan efisien. Seluruh aktivitas organisasi terpusat
sehingga pengambilan keputusan lebih mudah.
(2) Perencanaan dan pengembangan organisasi lebih terintegrasi. Tidak perlu jenjang
koordinasi yang terlalu jauh antara unit pengambilan keputusan dan yang akan
melaksanakan atau terpengaruh oleh pengambilan keputusan tersebut.
(3) Peningkatan resource sharing dan sinergi. Sumberdaya dapat dikelola secara lebih
efisien karena dilakukan secara terpusat.
(4) Pengurangan redundancies aset dan fasilitas lain. Satu aset dapat dipergunakan secara
bersama-sama tanpa harus menyediakan aset yang sama untuk pekerjaan yang berbedabeda.
(5) Perbaikan koordinasi. Koordinasi menjadi lebih mudah karena adanya unity of
command.
(6) Pemusatan expertise. Keahlian dari anggota organisasi dapat dimanfaatkan secara
maksimal karena pimpinan dapat memberi wewenang.

Selain keunggulan diatas sentralisasi juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya:


(1) Kemungkinan penurunan kecepatan pengambilan keputusan dan kualitas keputusan.
Pengambilan

keputusan

dengan

pendekatan

sentralisasi

seringkali

tidak

mempertimbangkan faktor-faktor yang sekiranya berpengaruh terhadap pengambilan


keputusan tersebut.
(2) Demotivasi dan disinsentif bagi pengembangan unit organisasi. Anggota organisasi
sulit mengembangkan potensi dirinya karena tidak ada wahana dan dominasi pimpinan
yang terlalu tinggi.
(3) Penurunan kecepatan untuk merespon perubahan lingkungan. Organisasi sangat
bergantung pada daya respon sekelompok orang saja.
(4) Peningkatan kompleksitas pengelolaan. Pengelolaan organisasi akan semakin rumit
karena banyaknya masalah pada level unit organisasi yang di bawah.

(5) Perspektif luas, tetapi kurang mendalam. Pimpinan organisasi akan mengambil
keputusan berdasarkan perspektif organisasi secara keseluruhan tapi tidak atau jarang
mempertimbangkan implementasinya akan seperti apa.

2.

Desentralisasi

Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan


kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur
organisasi. Pada saat sekarang ini banyak perusahaan atau organisasi yang memilih serta
menerapkan sistem desentralisasi karena dapat memperbaiki serta meningkatkan efektifitas
dan produktifitas suatu organisasi.
Konsep desentralisasi memiliki keunggulan. Keunggulan Desentralisasi adalah:
(1) Jenjang manajemen lebih sedikit (flat)
(2) Birokrasi berkurang. Pengambilan keputusan akan berada pada unit yang sekaligus
melaksanakan.
(3) Lebih responsif terhadap perubahan. Unit organisasi akan lebih mudah menghadapi
situasi terkini karena pengambilan keputusan ada pada unit desentralisasian.
(4) Lebih mendorong kreativitas dan pengembangan ide baru. Unit-unit organisasi yang
ada akan berupaya mengembangkan potensi dirinya.
(5) Motivasi karyawan lebih tinggi. Anggota organisasi akan mempunyai rasa memiliki
organisasi yang tinggi dan termotivasi untuk mengembangkan dan meningkatkan kinerja
unit organisasinya.
(6) Keterlibatan karyawan lebih besar. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa
partisipasi yang lebih tinggi akan meningkatkan kinerja organisasi.
(7) Kapabilitas organisasional meningkat. Kecakapan organisasi akan lebih meningkat
karena tersedianya sumber daya manusia yang terlatih dan teruji dalam memimpin
organisasi.

Desentralisasi juga memiliki sejumlah kelemahan diantaranya :


(1) Manajer pada tingkat yang lebih rendah dapat membuat keputusan yang tidak sejalan
dengan strategi umum perusahaan
(2) Dapat terjadi kurangnya koordinasi antar manajer

(3) Manajer pada level yang lebih rendah mungkin memiliki tujuan yang berbeda dari tujuan
perusahaan secara keseluruhan
(4) Dalam organisasi terdesentralisasi, agak sulit untuk menyebarkan gagasan inovatif secara
efektif

BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Wewenang, tanggung jawab dan pendelegasian wewenang merupakan sesuatu yang sangat
penting dan vital dalam organisasi manajemen / kantor. Atasan perlu melakukan
pendelegasian wewenang dan koordinasi agar mereka bisa menjalankan operasi manajemen
dengan baik. Wewenang atau authority pada dasarnya merupakan bentuk lain dari kekuasaan

yang sering kali dipergunakan dalam sebuah organisasi. Wewenang merupakan kekuasaan
formal atau terlegitimasi.
Kewenangan dalam sebuah organisasi bisa dibedakan menjadi:
kewenangan lini (lineauthority), kewenangan staf

(staff authority), dan kewenangan

fungsional (functional authority). Perbedaan dari ketiganya terletak pada jenis keleluasaan
dan kekuasaan yang dimilikinya berdasarkan posisinya masing-masing dalam organisasi.
Tanggung jawab adalah keharusan untuk melakukan semua kewajiban/tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya sebagai akibat dari wewenang yang diterima atau dimilikinya.
Pelimpahan wewenang pada dasarnya merupakan proses pengalihan tugas kepada orang lain
yang sah atau terlegitimasi (menurut mekanisme tertentu dalam organisasi) dalam melakukan
berbagai aktivitas yang ditunjukkan untuk pencapaian tujuan organisasi yang jika tidak
dilimpahkan akan menghambat proses pencapaian tujuan tersebut.
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang
berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi.
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan
kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur
organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Manulang, M. (1996). Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta : Ghalia Indonesia


Siagian, S. (1983). Filsafat Administrasi. Jakarta : Gunung Agung
Handoko , Hani. 2003 Manajemen. Yokyakarta : BPFE-Yokyakarta
Gorman , tom. 2005 MBA basic, Prenada. Jakarta

Sukirno , Sadono, 2004 Pengantar Bisnis : Kencana . Jakarta


Machfordz . 2007, Pengantar Bisnis Modern : Andi Offset . Yokyakarta

Anda mungkin juga menyukai