Anda di halaman 1dari 15

KARAKTERISASI PERBANDINGAN KEKUATAN TARIK

KOMPOSIT BERPENGUAT DARI SERAT ILALANG DENGAN


SERAT FIBER

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :
Nama

: Bagus Setiawan

NIM

: 5212413021

Program Studi : TEKNIK MESIN S1

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuanpenemuan baru di berbagai bidang. Dunia teknik merupakan salah satu bidang
yang menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Terobosan-terobosan baru
senantiasa dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil yang dapat bermanfaat
bagi umat manusia. Komposit merupakan salah satu jenis material di dalam dunia
teknik yang dibuat dengan penggabungan dua macam bahan yang mempunyai
sifat berbeda menjadi satu material baru dengan sifat yang berbeda pula.
Komposit dari bahan serat (fibrous composite) terus diteliti dan
dikembangkan guna menjadi bahan alternatif pengganti bahan logam, hal ini
disebabkan sifat dari komposit serat yang kuat dan mempunyai berat yang lebih
ringan dibandingkan dengan logam. Susunan komposit serat terdiri dari serat dan
matriks sebagai bahan pengikatnya.
Bahan komposit telah digunakan dalam industri pesawat terbang, otomotif,
maupun untuk alat-alat olahraga. Penggunaan komposit diberbagai bidang tidak
terlepas dari sifat-sifat unggul yang dimiliki komposit yaitu ringan, kuat, kaku,
serta tahan terhadap korosi dan beban lelah. Penelitian yang mengarah pada
pengembangan bahan komposit telah banyak dilakukan, terutama yang berkaitan
dengan komposit penguatan serat alam yang berbahan matrik polimer.
Penelitian ini dilakukan seiringdengan majunya eksploitasi penggunaan
bahan alami dalam kehidupan sehari-hari. Keuntungan mendasar yang dimiliki
oleh serat alam adalah jumlahnya berlimpah, memiliki specific cost yang rendah,
dapat diperbarui dan didaur ulang, serta tidak mencemari lingkungan. Untuk
memperoleh sifat mekanik yang tinggi (kekuatan tarik, modulus elastisitas,
kekuatan impak) maka serat alam telah diberi bermacam perlakuan yang dapat
meningkatkan sifat mekanik tersebut.
Biaya produksi untuk pembuatan serat yang tinggi dan limbah yang tidak
dapat didaur ulang menjadikan motivasi para peneliti untuk mencari dan
mempelajari serat alami sebagai pengganti serat sintetis. Serat daun ilalang

merupakan sesuatu yang menarik untuk diteliti karena daun ilalang banyak kita
jumpai di sekeliling kita. Dalam pembentukan komposit ini serat daun ilalang
digunakan sebagai material pengisi (filler).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti kekuatan tarik
serat yang berasal dari tumbuhan, sehingga peneliti mengambil judul proposal
Karakterisasi Perbandingan Kekuatan Tarik Komposit Berpenguat Dari Serat
Ilalang Dengan Serat Fiber Penelitian yang dilakukan menjadi dasar dari
pembuatan body yang akan digunakan pada kendaraan yang memiliki kapasitas
mesin rendah.
B.

Permasalahan
Dari uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang diambil dalam

penelitian sebagai berikut :


1. Berapa besarkah perbandingan kekuatan tarik serat dengan variabel
masing-masing 250 gram?
2. Serat manakah yang memiliki kekuatan tarik lebih tinggi?
Batasan maslalah dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini dibuat untuk mengetahui seberapa besar kekuatan tarik
antara komposit serat dari ilalang dengan serat fiber, dengan demikian
pengujian tarik dilakukan hingga kedua bahan patah karena gaya yang
diberikan.
2. Membandingkan efisiensi penggunaan kedua serat tersebut dengan
fleksibilitas masing masing serat terhadap bentuk cetakan.
C.

Tujuan dan Manfaat


Tujuan penelitian:
1. Untuk mengetahui besar kekuatan tarik masing masing serat komposit
dengan variabel berat masing-masing 250 gram.
2. Untuk mengetahui serat manakah yang mempunyai kekuatan tarik paling
tinggi dan fleksibilitas pada saat dicetak.
3. Untuk mengembangkan dan meneliti lebi lamjut tentang jenis komposit
baru berbahan dari alam.

Manfaat penelitian:
1. Sebagai pengembangan bentukan jenis serat komposit baru untuk
mengurangi limbah yang menumpuk.
2. Memberikan referensi tentang suatu pengembangan bahan dalam dunia
teknik.
D.

Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan proposal ini adalah:
1. Bagian proposal ini terdiri dari tiga bab, yaitu BAB I pendahuluan
berisi latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat
penelitian serta sistematika. BAB II berupa landasan teori. BAB III
merupakan metode penelitian yang berisi alat dan bahan, perlakuan
serat, serta pembuatan spesimen.
2. Bagian akhir dari proposal berisi daftar pustaka.

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Definisi Komposit
Kata komposit dalam pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua atau lebih
bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur secara makroskopis.
Penggabungan secara makroskopis inilah yang membedakan komposit dengan
paduan atau alloy yang penggabungan unsur-unsurnya secara mikroskopis. Pada
bahan komposit, sifat-sifat unsur pembentuknya masih terlihat jelas yang pada
paduan sudah tidak lagi tampak secara nyata. Justru keunggulan bahan komposit
di sini adalah penggabungan dari sifat-sifat unggul masing-masing unsur
pembentuknya.
2. Unsur Penyusun Komposit
Pada umumnya bahan komposit terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) dan
bahan pengikat serat tersebut yang disebut matriks.
a. Serat
Banyak jenis serat baik serat alam maupun serat sintetik. Serat alam
yang utama adalah kapas, wol, sutra dan rami (hemp), sedangkan serat sintetik
adalah rayon, polyester, akrilik, dan nilon. Masih banyak serat lainnya dibuat
untuk memenuhi keperluan sedangkan yang disebut di atas adalah jenis yang
paling dikenal.
Secara garis besar dapat disebutkan bahwa serat alam adalah kelompok
serat yang dihasilkan dari tumbuhan, binatang dan mineral. Penggunaan serat
alam di industri tekstil dan kertas secara luas tersedia dalam bentuk serat sutera,
kapas, kapuk, rami kasar (flax), goni, rami halus dan serat daun.

Tabel 2.1. Komposisi unsur kimia serat alam (Sumber : Building Material

and Technology Promotion Council)

Salah satu unsur penyusun bahan komposit adalah serat. Serat inilah yang
terutama menentukan karakteristik bahan komposit, seperti kekakuan, kekuatan
serta sifat-sifat mekanik lainnya. Serat inilah yang menahan sebagian besar
gaya-gaya yang bekerja pada bahan komposit.
Komposit dengan penguat serat (fibrous composite) sangat efektif, karena
bahan dalam bentuk serat jauh lebih kuat dan kaku dibanding bahan yang sama
dalam bentuk padat (bulk). Kekuatan serat terletak pada ukurannya yang sangat
kecil, kadang-kadang dalam orde mikron. Ukuran yang kecil tersebut
menghilangkan cacat-cacat dan ketidaksempurnaan kristal yang biasa terdapat
pada bahan berbentuk padatan besar, sehingga serat menyerupai kristal tunggal
yang tanpa cacat, dengan demikian kekuatannya sangat besar.
b. Matriks (Resin)
Matriks (resin) dalam susunan komposit bertugas melindungi dan
mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik. Matriks harus bisa meneruskan
beban dari luar ke serat. Umumnya matriks terbuat dari bahan-bahan yang lunak
dan liat. Polimer (plastik) merupakan bahan umum yang biasa digunakan.
Matriks juga umumnya dipilih dari kemampuannya menahan panas. Polyester,
vinilester dan epoksi adalah bahan-bahan polimer yang sejak dahulu telah
dipakai sebagai bahan matriks.
Persyaratan di bawah ini perlu dipenuhi sebagai bahan matriks untuk
pencetakan bahan komposit :

1) Resin yang dipakai perlu memiliki viskositas rendah, dapat sesuai


dengan bahan penguat dan permeable.
2) Dapat diukur pada temperatur kamar dalam waktu yang optimal.
3) Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.
4) Memiliki kelengketan yang baik dengan bahan penguat
5) Mempunyai sifat baik dari bahan yang diawetkan.
Tidak ada bahan yang dapat memenuhi semua persyaratan di atas tetapi pada saat
ini paling banyak dipakai adalah polyester tak jenuh (Surdia,2000).
3. Sifat Bahan Komposit
komposit mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan sebagian besar
material konvensional yang telah dikenal selama ini. Sebagian material
konvensional bersifat homogen dan isotropic.
Bahan homogen berarti sifat-sifatnya sama di semua tempat, dan bahan
isotropic berarti sifat-sifatnya sama dalam segala arah. Sebaliknya bahan
komposit bersifat tidak homogen dan anisotropic, yang berarti sifat-sifat bahan
komposit tidak sama di semua tempat dan sifatnya berubah terhadap perubahan
arah. Karena sifatnya yang tidak homogen tersebut, bahan komposit sering
dipelajari dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu mikromekanik dan
makromekanik.
Mikromekanik adalah kaji bahan komposit dimana interaksi antara bahanbahan pembentuknya dipelajari dalam skala mikroskopik. Lingkup kaji ini
misalnya mempelajari interaksi antara serat dan matriks, aliran dan pemindahan
tegangan dari serat dan matriks, serta penentuan modulus elastisitas bahan sebagai
fungsi dari modulus elastisitas bahan-bahan pembentuknya.
Sedangkan kaji makromekanik adalah kaji bahan komposit dimana bahan
dianggap homogen dan pengaruh bahan-bahan pembentuknya hanya ditengarai
sebagai sifat yang tampak secara keseluruhan pada bahan komposit. Di sini tidak
diperhatikan lagi bahan pembentuknya secara sendirisendiri. Pada kaji ini tidak
dipelajari misalnya susunan serat dalam matriks yang pada kaji mikroskopik
merupakan kajian utama

Bahan komposit sangat efisien dalam menerima beban, karena tugas tersebut
dilimpahkan ke serat. Serat inilah yang terutama bertugas menerima beban, karena
itu bahan komposit sangat kuat dan kaku bila dibebani searah serat, sebaliknya
sangat lemah bila dibebani dalam arah tegak lurus serat.
Salah satu keuntungan bahan komposit adalah kemungkinan bahan
tersebut diarahkan dalam arah tertentu, artinya bahan tersebut hanya kuat dan
kaku pada arah tertentu dan lemah dalam arah-arah yang tidak dikehendaki.
Kemampuan ini jelas tidak dipunyai oleh bahan isotropic yang perdefinisi berarti
mempunyai kekuatan dan kekakuan yang sama dalam segala arah.
4. Massa Bahan Komposit
Bahan komposit dengan massa M dan volume V yang terdiri dari serat dan
matriks, maka massa M adalah penjumlahan massa serat (Mf) dan massa matriks
(Mm), atau ditulis :
M= Mf +Mm (2.1)
Dalam pembuatan bahan komposit adanya rongga (void) tidak dapat
terelakkan. Rongga ini tentu saja akan melemahkan bahan komposit tersebut,
karena dapat menimbulkan retak pada matriks. Persamaan 2.1 diatas tetap
berlaku meskipun terdapat rongga. Tetapi volume bahan komposit
mengandung rongga sebesar Vv, maka :
V = Vf + Vm + Vv . (2.2)
dengan subscript f, m dan v masing-masing menunjukkan serat, matriks dan
rongga. Dengan membagi persamaan 2.1 dan 2.2 diatas masing-masing
dengan M dan V, didapat fraksi massa dan fraksi volume, atau ditulis :
mf + mm = 1 (2.3)
dan
fvv+

vm + v = 1 .. (2.4)

apabila void sedikit (vv 0) maka persamaan 2.4 bisa ditulis :


vf + vm = 1 (2.5)

Rapat massa bahan komposit () bisa dihitung dengan persamaan

berikut :

(2.6)

5. Resin Unsaturated Polyester


Unsaturated

Polyester

merupakan

jenis

resin

thermoset.

Dalam

kebanyakan hal ini disebut polyester saja. Karena berupa resin cair dengan
viskositas yang relatif rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan
katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti kebanyakan resin
lainnya.
Sifat resin ini adalah kaku dan rapuh. Mengenai sifat termalnya karena
banyak mengandung monomer stiren, maka suhu deformasi thermal lebih rendah
daripada resin thermoset lainnya dan ketahanan panas jangka panjangnya adalah
kira-kira 110-1400 C. Ketahanan dingin adalah baik secara relatif. Sifat listriknya
lebih baik diantara resin thermoset. Mengenai ketahanan kimianya, pada
umumnya kuat terhadap asam kecuali asam pengoksid, tetapi lemah terhadap
alkali. Bila dimasukkan dalam air mendidih untuk waktu yang lama (300 jam),
bahan akan pecah dan retak-retak. Bahan ini mudah mengembang dalam pelarut,
yang melarutkan polimer stiren. Kemampuan terhadap cuaca sangat baik. Tahan
terhadap kelembaban dan sinar ultra violet bila dibiarkan di luar, tetapi sifat
tembus cahaya permukaan rusak dalam beberapa tahun. Secara luas digunakan
untuk konstruksi sebagai bahan komposit.
Penggunaan resin jenis ini dapat dilakukan dari proses hand layup sampai
dengan proses yang kompleks yaitu dengan proses mekanik. Resin ini banyak
digunakan dalam aplikasi komposit pada dunia industri dengan pertimbangan
harga relatif murah, curing yang cepat, warna jernih, kestabilan dimensional dan
mudah penanganannya (Billmeyer, 1984).
Pengesetan termal digunakan Benzoil Peroksida (BPO) sebagai katalis.
Temperatur optimal adalah 80-1300C, namun demikian kebanyakan pengesetan
dingin yang digunakan. Metyl Etyl Keton Peroksida (MEKPO) digunakan sebagai
katalis dan ditambahkan pada 1-2 % (Surdia, 2001).

6. Alkali (NaOH)
Sifat alami serat alam adalah hydrophilic, yaitu suka terhadap air berbeda
dari polimer yang hydrophobic. Pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat
permukaan serat alam selulosa telah diteliti dimana kandungan optimum air
mampu direduksi sehingga sifat alami hydrophilic serat dapat memberikan
kekuatan ikatan interfacial dengan matrik polimer secara optimal (Bismarck dkk,
2002).
NaOH merupakan larutan basa yang tergolong mudah larut dalam air dan
termasuk basa kuat yang dapat terionisasi dengan sempurna. Menurut teori
Arrhenius basa adalah zat yang dalam air menghasilkan ion OH dan ion positif.
Larutan basa memiliki rasa pahit, dan jika mengenai tangan terasa licin (seperti
sabun). Sifat licin terhadap kulit itu disebut sifat kaustik basa.
Salah satu indikator yang digunakan untuk menunjukkan kebasaan adalah
lakmus merah. Bila lakmus merah dimasukkan ke dalam larutan basa maka akan
berubah menjadi biru.
7.

Lamina dan Laminat

Lamina adalah kumpulan beberapa serat satu arah unidirectional atau


woven berbentuk pelat yang sudah dibenamkan dalam matriks. Sebuah lamina
biasanya

terlampau tipis

untuk dipergunakan langsung dalam aplikasi

engineering. Beberapa lamina dapat disatukan bersama-sama membentuk suatu


struktur yang diberi nama laminat.
Sifat serta orientasi lamina dalam suatu laminat dipilih untuk bisa
memenuhi persyaratan desain. Sifat-sifat laminat ditentukan oleh sifat lamina
penyusunnya. Oleh karena itu, analisis atau desain suatu laminat memerlukan
pengetahuan yang sempurna tentang lamina.

Laminat merupakan pelat yang terdiri dari dua atau lebih lapisan lamina
yang digabung bersama membentuk struktur yang integral. Laminat dibuat agar
elemen struktur mampu menahan beban multiaksial, sesuatu yang tidak dapat
dicapai dengan lapisan tunggal. Lapisan tunggal hanya kuat pada arah seratnya,
tetapi sangat lemah pada arah tegak lurus arah seratnya. Oleh karena itu lapisan
tunggal hanya cocok untuk beban uniaksial, sedangkan untuk menahan beban
multiaksial, lapisan tersebut harus digabung dengan lapisan lain yang berbeda
arah dengan lapisan yang pertama.
Anggapan mengenai distribusi tegangan dan regangan dalam arah
ketebalan laminat sangat penting untuk menganalisis kekuatan tarik dan lentur
lapisan tersebut. Anggapan-anggapan dasar yang dipakai dalam teori ini adalah :
a. Setiap lamina terikat kuat satu sama lain. Ikatan antar lamina tersebut
sangat tipis, sehingga tidak mempengaruhi kekuatan laminat secara keseluruhan
serta tidak teregang geser (non shear deformable). Dengan anggapan ini berarti
tidak ada slip antar lapisan dan deformasi pelat dianggap kontinyu. Dengan
demikian laminat berlaku sebagai lapisan tunggal dengan sifat-sifat khusus.
b. Berdasarkan asumsi (a) maka, jika laminat yang dikaji tipis, garis yang
semula lurus serta tegak lurus bidang tengah laminat dianggap tetap lurus dan
tegak lurus sewaktu laminat tersebut teregang atau terlentur.

8. Pengujian Tarik
Pengujian suatu bahan dimaksudkan untuk memperoleh kepastian mengenai sifatsifat dan kekuatan bahan tersebut. Melalui pengujian yang teliti akan diketahui
apakah bahan tersebut dapat digunakan untuk suatu konstruksi tertentu. Pengujian
tarik dapat dilakukan terhadap bahan getas dan untuk bahan liat dimaksudkan agar
dapat menentukan adanya cacat dan retakan pada permukaan material. Pengujian
tarik bagi bahan keras dan getas adalah cara terbaik untuk menentukan kekuatan
dan elastisitas suatu bahan. Uji tarik rekayasa banyak dilakukan untuk melengkapi
informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi
spesifikasi bahan (Dieter, 1987). Pada uji tarik, benda uji diberi beban gaya tarik
sesumbu yang bertambah secara kontinyu, bersamaan dengan itu dilakukan
pengamatan terhadap perpanjangan yang dialami benda uji (Davis, Troxell, dan
Wiskocil, 1955). Kurva tegangan regangan rekayasa diperoleh dari pengukuran
perpanjangan benda uji. Tegangan yang diergunakan pada kurva adalah tegangan
membujur rata-rata dari pengujian tarik yang diperoleh dengan membagi beban
dengan luas awal penampang melintang benda uji.

.(2.7)

Regangan yang digunakan untuk kurva tegangan regangan rekayasa adalah


regangan linier rata-rata, yang diperoleh dengan membagi perpanjangan panjang
ukur (gage length) benda uji, L, dengan panjang awalnya, Lo.

.(2.8)

Benda kerja bertambah panjang L ketika diberi beban P.


Pada waktu menetapkan regangan harus diperhatikan:
1. Pada baja yang lunak sebelum patah terjadi pengerutan (pengecilan
penampang) yang besar.
2. Regangan terbesar terjadi pada tempat patahan tersebut, sedang
pada kedua ujung benda uji paling sedikit meregang.

Kurva umum tegangan - regangan hasil uji tarik.


Kurva tegangan regangan hasil pengujian tarik umumnya tampak seperti pada
gambar di atas.
Dari gambar tersebut dapat dilihat:
1. AR garis lurus. Pada bagian ini pertambahan panjang sebanding dengan
pertambahan beban yang diberikan. Pada bagian ini, berlaku hukum Hooke:

(2.9)
dengan:
L = pertambahan panjang benda kerja (mm)
L0 = panjang benda kerja awal (mm)
P = beban yang bekerja (N)
A = luas penampang benda kerja (mm2)
E = modulus elastisitas bahan (N/mm2)
Dari persamaan (2.7) dan (2.8), bila disubstitusikan ke persamaan (2.9), maka
akan diperoleh:

.(2.10)
2. Y disebut titik luluh (yield point) atas.
3. Y disebut titik luluh bawah.
4. Pada daerah YY benda kerja seolah-olah mencair dan beban naik turun
disebut daerah luluh.
5. Pada titik B beban mencapai maksimum dan titik ini biasa disebut
tegangan tarik maksimum atau kekuatan tarik bahan (B). Pada titik ini
terlihat jelas benda kerja mengalami pengecilan penampang (necking).
6. Setelah titik B, beban mulai turun dan akhirnya patah di titik F (failure)
7. Titik R disebut batas proporsional, yaitu batas daerah elastis dan daerah
AR disebut daerah elastis. Regangan yang diperoleh pada daerah ini
disebut regangan elastis.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Timbangan digital

i. Jangka sorong

b. Alat penyemprot air

j. Mistar baja

c. Oven

k. Gelas ukur

d. Cetakan

l. Jarum suntik

e. Gerinda tangan

m. Kikir

f. Kotak rendaman

n. Kamera digital

g. Ember rendaman

o. Kaca pembesar

h. Gergaji
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a.
b.
c.
d.

Daun ilalang kering.


Serat fiber.
Resin Unsaturated polyester.
Katalis Metyl Etyl Keton Peroksida.
B. Proses Perlakuan Serat

1. Proses Pencucian Serat


a. Pencucian serat dilakukan dengan mencucinya menggunakan air bersih,
kemudian dikeringkan secara alami dengan tidak terkena matahari secara
langsung.
b. Proses untuk serat fiber yang akan digunakan dipotong dengan ukuran 4
cm x 20 cm
c. Penganyaman pada serat ilalang yang bertujuan memperkuat ikatan serat,
kemudian dipotong seperti halnya serat fiber dengan ukuran 4 cm x 20 cm

Daftar Pustaka
Mubarak, Z., - ,Kumpulan jurnal dan artikel natural komposit Vol 1,Surdia,T., 2000, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta: Pradnya Paramita.

Anda mungkin juga menyukai