Anda di halaman 1dari 85

EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KURANG

ENERGI PROTEIN PADA BALITA DI DESA TEGAL KUNIR


LOR DAN TEGAL KUNIR KIDUL TAHUN 2015

Disusun oleh :
Vinson Hartoyo

(07120110004)

Yohanes Chandra Kurniawan

(07120110024)

Ary Ardiansyah

(07120110080)

Pembimbing :
Dr. dr. Shirley Ivonne Moningkey, M.Kes
dr. David Setiawan
Muttaqiah, AMd.GK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PUSKESMAS MAUK TANGERANG
PERIODE 18 JANUARI 2016 12 MARET 2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatNya, tim penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan
evaluasi program ini dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di Bidang Ilmu Kesehatan
Masyarakat dalam Studi Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran
Univeristas Pelita Harapan pada periode 18 Januari 2016 12 Maret 2016.
Adapun kepaniteraan klinik bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat dari tim
penulis bertempat di Puskesmas Mauk yang terlaksana berkat kerjasama antara
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan dengan Dinas Kesehatan
Kabupatan Tangerang dan Puskesmas Mauk.
Berbekal pengetahuan, serta serangkaian bimbingan dan pengarahan dari
para dosen, staff, serta dokter pembimbing, baik sebelum maupun selama
kepaniteraan ini berlangsung, penulis mencoba menyusun laporan evaluasi
program penanggulangan kurang energi protein pada balita di desa Tegal Kunir
Kidul dan Tegal Kunir Lor tahun 2015. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1.

Dr. dr. Shirley I. Moningkey, M. Kes selaku dosen pembimbing


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat,

2.

dr. David Setiawan, selaku Kepala Puskesmas Mauk beserta staff selaku
pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat ini, untuk bantuan
dan bimbingan dalam penyusunan evaluasi program ini, sehingga penyusunan

3.
4.

laporan ini dapat selesai tepat pada waktunya.


Muttaqiah, AMd.GK selaku pemegang program gizi di Puskemas Mauk.
Seluruh staf di Puskesmas Mauk yang telah memberikan kontribusi selama

5.

menjalani kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Mauk.


Kepada seluruh pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang ikut
terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses evaluasi
program serta penyusunan laporan ini.
Penulis sadar laporan evaluasi program ini masih jauh dari kesempurnaan.
Maka dari itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun

guna perbaikan dan penyempurnaan untuk penyusunan laporan evaluasi program


di kesempatan yang akan datang. Penulis berharap laporan evaluasi program ini
berguna bagi para pembaca.
Mauk, Maret 2016
Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar Isi.. 3
Daftar Gambar..........................................................................................................4
Daftar Tabel..............................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN.. 7
1.1

atar Belakang... 7
1.2

erumusan Masalah... 8
1.3

ertanyaan.. 8
1.4

ujuan 9
1.4.1

ujuan
Umum..
9
1.4.2

ujuan
Khusus.
9
1.5

anfaat.. 9
1.5.1

anfaat bagi Puskesmas Mauk.... 9


1.5.2
M
anfaat bagi Perguruan Tinggi.. 10
1.5.3
M
anfaat bagi Mahasiswa 10
1.6

uang Lingkup 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 11


BAB III PROFIL PUSKESMAS... 40
3.1

isi...
40
3.2

isi..
40
3.3
atas

Wilayah..

40
3.4

emografi....
42
3.5

osial, Budaya, dan Ekonomi..


49
3.6

arana dan Tenaga Kerja.


50
BAB IV METODOLOGI... 53
4.1

eori Evaluasi Program... 53


4.1.1
D
efinisi...
53
4.1.2

elaksanaan Evaluasi Program..


53
4.1.3

ujuan Evaluasi Program...


55
4.1.4

omponen sebuah Sistem..


55

4.2

endekatan Evaluasi Program. 57


4.2.1
M
enetapkan

Masalah.

57
4.2.2

enetapkan Prioritas Masalah...


58
4.2.3

encari Penyebab Masalah...


59
4.2.4

enentukan Alternatif Jalan Keluar..


60
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.. 61
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.... 75
DAFTAR PUSTAKA.. 78

Daftar Gambar
Gambar 1. Persentase gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia
Gambar 2. Alur Pelaporan dan Umpan Balik serta Koordinasi
Gambar 3. Alur Pelayanan Anak Gizi Buruk di Rumah Sakit/ Puskesmas
Perawatan
Gambar 4. Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak dengan Gizi Buruk
Gambar 5. Pemantauan dan Evaluasi Gizi
Gambar 6. 5 Kondisi Gizi Buruk
Gambar 7. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Mauk
Gambar 8. Piramida Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok
Umur Kecmatan Mauk Tahun 2014
Gambar 9. Persentase KEP pada balita di wilayah kerja Puskemas Mauk tahun
2015
Gambar 10. Denah Puskesmas Mauk
Gambar 11. Kerangka Dasar dari Pelaksanaan Evaluasi Program Formative dan
Summative
Gambar 12. Komponen Sebuah Sistem
Gambar 13. Konsep Dasar Diagram Fish Bone Mencari Penyebab Masalah
Gambar 14. Penyebab masalah yang ditemukan pada Analisis Variabel
Daftar Tabel
Tabel 1. Perkiraan Selisih Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang Wilayah Banten
Berdasarkan Data Riskesdas dan Laporan Rutin Tahun 2013
Tabel 2. Perkiraan Selisih Balita Ditimbang Berdasarkan Data Komunikasi Gizi
KIA terintegrasi Tahun 2013
Tabel 3. Persentase Gizi Buruk dan Gizi Kurang, Penimbangan Balita dan Rasio
Bidan per Puskesmas di Indonesia
Tabel 4. Capaian MDG 1

Tabel 5. Klasifikasi Status gizi berdasarkan BB, TB, dan umur berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI, no : 920/Menkes/SK/VIII/2002
Tabel 6. Komposisi Bahan Makanan untuk PMT
Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
Kecamatan Mauk Tahun 2014
Tabel 8. Jumlah rumah tangga dan kepadatan penduduk dalam wilayah kerja
Puskesmas Mauk Tahun 2014
Tabel 9. Jumlah Penduduk Berusia Lebih dari 10 tahun menurut Tingkat
Pendidikan tertinggi yang diperoleh di Kecamatan Mauk 2014
Tabel 10. Jumlah Balita berdasarkan status gizinya per desa di Kecamatan Mauk
pada Tahun 2014
Tabel 11. Jumlah Balita Dengan KEP pada desa Tegal Kunir Lor di Kecamatan Mauk
2015

Tabel 12. Jumlah Balita Dengan KEP pada desa Tegal Kunir Kidul di Kecamatan Mauk
2015

Tabel 13. Jumlah Tenaga Kesehatan Berdasarkan Puskesmas Mauk Tahun 2015
Tabel 14. Penetapan Prioritas Masalah Menggunakan Teknik Skor Cara Bryant

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Kurang energi protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan
kesehatan masyarakat di Indonesia.Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013, prevalensi anak Kurang Energi Protein pada tahun 2013 adalah
19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. 1
Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) lebih
dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk,
oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat. Di
Indonesia, sekitar 37,5 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan,
separuh dari total rumah tangga mengkonsumsi makanan kurang dari
kebutuhan sehari-hari, lima juta balita berstatus gizi kurang, dan lebih dari
100 juta penduduk beresiko terhadap berbagai masalah kurang gizi. Anak
balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan
gizi. Di negara berkembang anak-anak umur 0-5 tahun merupakan golongan
yang paling rawan terhadap gizi, khususnya pada periode umur 1-3 tahun.
Gizi kurang dan/atau gizi buruk pada bayi dan anak-anak terutama pada
umur kurang dari 5 tahun dapat berakibat terganggunya pertumbuhan
jasmani dan kecerdasan otak.
Sampai saat ini, prevalensi gizi kurang dan buruk pada anak usia di bawah
dua tahun semakin meningkat setelah melewati masa pemberian air susu ibu
(ASI) eksklusif selama 6 bulan yaitu 10%, 20%, dan 30% berturut-turut
pada usia 6,12, dan 24 bulan. Kecenderungan pola peningkatan jumlah anak
baduta yang berstatus gizi kurang dan buruk ini tidak berubah selama
seupuh tahun terakhir (Jahari et al., 2000).
Dampak dari KEP selain dari pada mutu fisik, segi intelektual, dapat juga
menurunkan imunitas tubuh sehingga berisiko untuk sering sakit. Beberapa

daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30 %) sehingga


memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP.
Berbagai upaya untuk menanggulangi kejadian KEP antara lain
pemberdayaan keluarga, perbaikan lingkungan, menjaga ketersediaan
pangan, perbaikan pola konsumsi dan pengembangan pola asuh, melakukan
KIE, melakukan penjaringan dan pelacakan kasus KEP, memberikan PMT
penyuluhan, pendampingan petugas kesehatan, mengoptimalkan Poli Gizi di
Puskesmas, dan revitalisasi Posyandu.
Meskipun berbagai upaya tersebut sudah dilakukan di lingkungan kerja
puskesmas Mauk akan tetapi seringkali balita dengan kurang energi protein
tersebar secara tidak merata di suatu kecamatan. Seperti halnya di
kecamatan Mauk, persentase angka KEP pada balita yaitu sebesar 5,05%
terdiri dari 0,54% gizi buruk dan 4.51% gizi kurang. Seolah-olah dengan
angka seperti ini kecamatan Mauk memiliki tingkat gizi buruk yang rendah.
Akan tetapi bila dilihat lebih dalam, balita-balita yang KEP mengumpul di
tiga desa dari dua belas desa yang ada, bila dihitung ketiga desa tersebut
tingkat insidens KEPnya lebih dari 15,50%..

1.2

Rumusan Masalah

Mengapa desa Tegal Kunir Lor dan Tegal Kunir Kidul tinggi akan balita
dengan KEP?
1.3

Pertanyaan
a.

Apa

upaya

yang

sudah

dilakukan untuk menurunkan angka kejadian KEP di desa Tegal Kunir


Kidul dan Tegal Kunir Lor?
b.

Mengapa prevalensi KEP di

kedua desa tersebut lebih tinggi di bandingkan desa-desa lain di


Kecamatan Mauk?
c.

Apa

solusi

yang

dapat

dilakukan untuk mengatasi masalah yang ada selama pelaksanaan


program penanggulangan balita KEP di tahun-tahun berikutnya?

1.4

Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum

Mengevaluasi program penanggulangan KEP pada balita di Desa Tegal


Kunir Kidul dan Tegal Kunir Lor guna tercapainya target KEP sesuai MDGS
untuk tahun 2015.
1.4.2 Tujuan Khusus
a.
Menilai

program

penanggulangan

KEP pada balita di Desa Tegal Kunir Kidul dan Tegal Kunir Lor periode
tahun 2015 dari segi jumlah program, tenaga kerja, alat, bahan, biaya dan
hasil perbaikan gizi pada anak yang sudah diberi penanggulangan KEP pada
balita.
b.

Mengetahui masalah-masalah yang

terdapat dalam pencapaian target program penanggulangan KEP pada balita


di Desa Tegal Kunir Kidul dan Tegal Kunir Lor periode tahun 2015.
c. Mengetahui solusi yang

dapat

diharapkan dapat mengatasi masalah diatas sehingga pencapaian program


penanggulangan KEP pada balita di Desa Tegal Kunir Kidul dan Tegal
Kunir Lor tahun 2015 dapat mencapai target yang diharapkan.
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat bagi Puskesmas Mauk
a.
Mengetahui faktor-faktor apa
saja yang menjadi kendala tidak tecapainya program penanggulangan
KEP pada balita di desa Tegal Kunir Kidul dan Tegal Kunir Lor pada
kecamatan Mauk.
b.

Mendapat masukan mengenai

peningkatan kualitas terhadap program penanggulangan KEP pada


balita di desa Tegal Kunir Kidul dan Tegal Kunir Lor pada kecamatan
Mauk, sehingga berguna pula dalam mengambil tindakan segera,
perencanaan jangka pendek dan menengah serta perumusan kembali
kinerja pembinaan gizi masyarakat.
1.5.2 Manfaat bagi Perguruan Tinggi

10

a.

Melaksanakan

Tridarma perguruan tinggi Universitas Pelita Harapan.


b.
Mewujudkan
pengabdian masyarakat dalam kalangan akademis.
1.5.3 Manfaat bagi Mahasiswa
a.
Menerapkan
pengetahuan yang telah diperoleh saat kuliah.
b.

Melatih

ilmu
dan

mempersiapkan diri dalam menjalankan suatu penelitian atau evaluasi


program khususnya bidang gizi.
c.

Menambah

pengalaman serta wawasan pengetahuan tentang program kerja


puskesmas secara umum.
d.

Membuat pola pikir

yang lebih kritis dalam mendesain suatu penelitian.


e.
Mengetahui

metode

dan faktor-faktor yang terlibat dalam program penanggulangan KEP


pada balita.
f.

Mengetahui

pentingnya bahaya dari KEP.


1.6 Ruang Lingkup
Evaluasi program penanggulangan KEP pada balita di desa Tegal Kunir
Kidul dan Tegal Kunir Lor pada Kecamatan Mauk, ruang rawat inap untuk gizi
buruk di Puskesmas, kunjungan ke rumah-rumah penduduk di desa Tegal Kunir
Kidul dan Tegal Kunir Lor pada Puskesmas Mauk pada tahun 2015.

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kurang Energi Protein


Kurang Energi dan Protein (KEP) adalah keadaan

kurang gizi yang

disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan seharihari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
KEP pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan masyarakat di
Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0%
berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. 1 Data yang sama
menunjukkan l3,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1%
anak memiliki kategori sangat pendek. Keadaan ini berpengaruh kepada tingginya
angka kematian bayi. Menurut Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organization/WHO) lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi
kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat
dan tepat.1

Klasifikasi KEP 2
6.

KEP ringan (pita warna kuning) bila berat badan

menurut umur BB/U 70-80% baku median WHO-NCHS dan/atau berat badan
menurut tinggi badan BB/TB 80-90% baku median WHO-NCHS
7.
KEP sedang bila BB/U (di bawah garis Merah) 6070% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku median
WHO-NCHS
8.

KEP berat/Gizi buruk bila BB/U <60% baku median

WHO-NCHS dan/atau BB/TB <70% baku median WHO-NCHS. Pada KMS


tidak ada garis pemisah KEP berat/Gizi buruk dan KEP sedang, sehingga
untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan Tabel BB/U Baku Median
WHO-NCHS

12

Penentuan KEP dilakukan berdasarkan indikator antropometri yaitu berat badan


menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB). Anak dikatakan mengalami KEP apabila berada di
bawah -2 Z score (Standar Internasional NCHS-WHO) dari setiap indikator.2

Berdasarkan Riskesdas, persentase gizi buruk dan gizi kurang menurut


BB/U di Indonesia sebagai berikut:
Gambar 1. Persentase gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia2

Jumlah balita gizi buruk dan kurang menurut hasil Riskesdas 2013 masih
sebesar 19,6% dan terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010.

Tabel 1. Perkiraan Selisih Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang Wilayah Banten
Berdasarkan Data Riskesdas dan Laporan Rutin Tahun 2013 2

Tabel 2. Perkiraan Selisih Balita Ditimbang Berdasarkan Data Komunikasi


Gizi KIA terintegrasi Tahun 2013 2

13

Melihat banyaknya balita yang tidak ditimbang, yaitu sekitar 12 juta, ada
kemungkinan balita yang tidak terdeteksi mengalami gizi buruk atau gizi kurang
di antara balita yang ditidak ditimbang tersebut. Penimbangan rutin balita di
posyandu diharapkan dilaksanakan oleh masyarakat melalui kader kesehatan
dengan pembinaan dari puskesmas. Untuk itu dilakukan analisis hubungan antara
persentasi dan gizi kurang, peningmbangan balita, rasio kader per desa dan rasio
bidan per puskesmas.3

Tabel 3. Persentase Gizi Buruk dan Gizi Kurang, Penimbangan Balita dan Rasio
Bidan per Puskesmas di Indonesia 3

Adapun pendataan untuk perbandingan tingkat gizi buruk dan kurang


dengan jumlah bidan per puskesmas. Hasil analisis menunjukkan setiap tambahan
1 bidan / puskesmas, maka akan diperoleh kenaikan D/S 5,08%. Dan setiap
kenaikan 10% /S maka akan ditemukan keanikan gizi buruk dan kurang = 4%.
Jadi bila dikehendaki 100% penimbangan balita D/S maka akan diperkirakan akan
ditemukan balita gizi buruk dan kurang sebanyak 40%.3
Tabel 4. Capaian MDG 14

14

Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini, selain


masih menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga menjadi
persoalan yang harus kita tangani dengan serius. Dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2010-2014, perbaikan status gizi masyarakat
merupakan salah satu prioritas dengan menurunkan prevalensi balita gizi kurang
(underweight) menjadi 15% dan prevalensi balita pendek (stunting) menjadi 32%
pada tahun 2014. Hasil Riskesdas dari tahun 2007 ke tahun 2013 menunjukkan
fakta yang memprihatinkan dimana underweight meningkat dari 18,4% menjadi
19,6%, stunting juga meningkat dari 36,8% menjadi 37,2%, sementara wasting
(kurus) menurun dari 13,6% menjadi 12,1%. Riskesdas 2010 dan 2013
menunjukkan bahwa kelahiran dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) <2500
gram menurun dari 11,1% menjadi 10,2%. Stunting terjadi karena kekurangan gizi
kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan pola asuh tidak tepat, yang
mengakibatkan kemampuan kognitif tidak berkembang maksimal, mudah sakit
dan berdaya saing rendah, sehinggai bisa terjebak dalam kemiskinan.4
Seribu hari pertama kehidupan seorang anak adalah masa kritis yang
menentukan masa depannya, dan pada periode itu anak Indonesia menghadapi
gangguan pertumbuhan yang serius. Yang menjadi masalah, lewat dari 1000 hari,
dampak buruk kekurangan gizi sangat sulit diobati. Untuk mengatasi stunting,
masyarakat perlu dididik untuk memahami pentingnya gizi bagi ibu hamil dan
anak balita. Secara aktif turut serta dalam komitmen global (SUN-Scalling Up
Nutrition) dalam menurunkan stunting, maka Indonesia fokus kepada 1000 hari
pertama kehidupan (terhitung sejak konsepsi hingga anak berusia 2 tahun) dalam

15

menyelesaikan masalah stunting secara terintergrasi karena masalah gizi tidak


hanya dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja (intervensi spesifik) tetapi
juga oleh sektor di luar kesehatan (intervensi sensitif). Hal ini tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zatzat gizi yang ditentukan oleh ketersediaan semua zat gizi dalam
jumlah dan kombinasi yang cukup serta waktu yang tepat. 5 Dua hal yang penting
adalah terpenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh dan faktor-faktor yang
menentukan kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut. 6 Status gizi
ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya
kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi
terhadap kesehatannya dan jugaterhadap kemampuan dalam proses pemulihan.
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang
akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari
pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator
yang digunakan.7 Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia adalah
World Health Organization - National Centre for Health Statistic (WHO-NCHS).
Berdasarkan baku WHO - NCHS status gizi dibagi menjadi:7
Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
Gizi baik untuk well nourished.
Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM
(Protein Calori Malnutrition).
Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiorkor dan
kwasiorkor.
Kata antropometri berasal dari bahasa latin yakni antropos dan metros.
Antropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran sehingga antropometri
memiliki arti ukuran dari tubuh. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Untuk
keperluan perorangan dan keluarga, pengukuran Berat Badan (BB) dan kadangkadang Tinggi Badan (TB) atau Panjang Badan (PB) adalah pengukuran yang
paling banyak dilakukan. 2,5,6,7

16

Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks


antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih
pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur. Indeks antropometri yang
umurn dikenal yaitu Berat Badan menumt Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). 2,5,6,7
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat
diukur). Namun indikator BB/U tidak spesik karena berat badan selain
dipengaruhi oleh U juga dipengaruhi oleh TB. Indikator TB/U menggambarkan
status gizi masa lalu, dan indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan
spesik status gizi saat ini. 2,5
Untuk mengctahui apakah berat badan dan tinggi badan normal, lebih
rendah atau lebih tinggi dari yang seharusnya, dilakukan perbandingan dengan
suatu standar internasional yang ditetapkan oleh WHO. Pada dasamya
perhitungan BB/U, TB/U seorang anak didasari pada nilai Z-nya (relatif
deviasinya). Cut off point (nilai ambang batas) untuk tiap indikator status gizi baik
adala +2 SD dan status gizi < - 2 SD dikategorikan scbagai kurang gizi berat. 5
Berat Badan menurut Umur (BB/U)5
Indikator BB/U dapat normal, lebih, rendah, atau lebih tinggi setelah
dibandingkan dengan standar WHO. Apabila BB/U normal, digolongkan pada
status gizi baik, BB/U rendah dapat berarti status gizi kurang atau buruk.Sedang
BB/U tinggi dapat digolongkan status gizi lebih.Baik status gizi kurang maupun
status gizi lebih kedua-duanya mcngandung resiko yang tidak baik bagi kesehatan.
Status gizi kurang yang diukur dengan indikator BB/U di dalam ilmu gizi
dikelompokkan ke dalam kelompok Berat Badan Rendah (BBR) atau
underweight. Menurut tingkat keparahannya BBR dikelompokkan lagi kedalam
kategori BBR tingkat ringan (mild), sedang (moderate), dan berat (severe).BBR
tingkat berat atau sangat buruk.
Penggunaan indikator BB/U sebagai indikator status gizi memiliki
kelebihan dan kelemahan.Kelebihan indikator BB/U yaitu dapat dengan mudah
dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan

17

status gizi dalam jangka waktu pendek, dapat mendeteksi kegemukan.Sedangkan


kelemahan indikator BB/U yaitu interpretasi status gizi dapat keliru apabila
terdapat pembengkakan atau oedema, data umur yang akurat sering sulit diperoleh
terutama di negara-negara yang sedang berkembang, kesalahan pada saat
pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas/dikoreksi dan anak yang
bergerak terus.
Tinggi Badan menurut umur (TB/U)5
TB/U dapat digunakan sebagai indeks status gizi populasi karena
memberikan estimasi keadaan yang telah lalu atau status gizi kronik. Seorang
yang tergolong pendek Pendek Tak Sesuai Umurya (PTSU) kcmungkinan
keadaan gizi masa lalu tidak baik. Dalam keadaan nonnal tinggi badan tumbuh
bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan tinggi atau panjang badan
relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang
gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup
lama.
Penggunaan indikator TB/U sebagai indikator status gizi juga memiliki
kelebihan dan kelemahan. Kelebihan indikator TB/U yaitu dapat memberikan
gambaran riwayat keadaan gizi masa lampau dan dapat dijadikan indikator
keadaan sosial ekonomi penduduk. Sedangkan kelemahan indikator TB/U yaitu
kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada kelompok usia balita,
tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat ini, memerlukan data umur yang
sering sulit diperoleh di negara-negara berkembang, kesalahan sering dijumpai
pada pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non profesional.
Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)5
Pengukuran antropometrik yang terbaik adalah menggunakan indikator
BB/TB.Ukuran ini dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif
dan

spesik.

Kelebihan

indikator

BB/TB

yaitu

independen tcrhadap umur dan ras dan dapat menilai status kurus dan gemuk dan
keadaan marasmus atau berat lain. Sedangkan kelamahan indikator BB/TB yaitu
kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas/dikoreksi

18

dan anak bergerak terus, kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan
pada kelompok usia balita, kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur,
terutama bila dilakukan oleh petugas non profesional, tidak dapat memberikan
gambaran apakah anak tersebut pendek, normal atau jangkung.
Tabel 5. Klasifikasi Status gizi berdasarkan BB, TB, dan umur berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI, no : 920/Menkes/SK/VIII/2002 5

Secara klinis Pada KEP ringan dan sedang, gambaran klinis yang
ditemukan anak tampak kurus. Secara garis besar penyebab KEP, yaitu:6,7
Asupan

makanan

yang

kurang

Terjadi akibat masukan kalori yang kurang, pemberian makanan yang tidak sesuai

19

dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua, misalnya pemakaian
secara luas susu kalengyang terlalu encer.
Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan KEP, terutama infeksi enteral, misal
gastroenteritis.
Kelainan struktur bawaan
Kelainan struktur bawaan yang dapat menyebabkan terjadinya KEP, misal
penyakit jantung bawaan, deformitas palatum, stenosis pilorus, hiatus
hernia, penyakit Hirschsprung, dan penyakit lainnya.
Prematuritas

dan

penyakit

pada

masa

neonatus

Pada keadaan-keadaan seperti prematuritas dan penyakit pada masa neonatus akan
mempengaruhi reeks mengisap sehingga pemberian ASI akan berkurang.
Pemberian ASI
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup.
Gangguan metabolik
Gangguan metabolik yang dapat menyebabkan KEP yaitu asidosis renal,
galaktosemia, intoleransi laktosa.
Penyapihan
Penyapihan yang terlalu dini disenai dengan pemberian makanan yang kurang
akan menimbulkan KEP.
Urbanisasi
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan faktor predisposisi terjadinya KEP.
Meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula dengan perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan pemberian susu yang terlalu encer. Hal ini dapat diakibatkan
oleh ketidakmampuan untuk membeli susu. Bila keadaan ini juga disertai dengan
infeksi berulang, terutama gastroenteritis, maka akan lebih mudah terjadinya KEP.
KEP disebut sebagai compensated malnutrition. Hal ini disebabkan dalam
kekurangan makanan, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan hidup
dengan memenuhi kebutuhan pokok atauenergi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein, dan lemak merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai energi. Akan tetapi, kemampuan tubuh untuk

20

menyimpan karbohidrat sangat sedikit sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi
kekurangan. 8
Setelah terjadinya kekurangan karbohidrat, tubuh akan mempergunakan
protein sebagai energi. Katabolisme prctein akanmenghasilkan asam amino yang
segeradiubah menjadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Penggunaan jaringan
protein akan menyebabkankeseimbangan nitrogen yang negatif. Organ viseral dan
otot - otot tubuh akan dipecah dan menyebabkan penurunan berat badan. Bagian
organ viseral yang kehilangan berat terbanyak yaitu hati dan intestinal.Organ
tubuh lainnya yang kehilangan berat terbanyak selanjutnya, yaitu jantung dan
ginjal. Organ tubuh yang kehilangan berat paling terkecil yaitu sistem saraf.8
Selama puasa, jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol, dan
benda keton.Otot dapat mcmpergunakan asam lemak dan benda keton sebagai
sumber energi bila kekurangan makanan berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri untuk tidak memecahkan protein setelah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh. 8
Alur Pemeriksaan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menangani penemuan kasus anak gizi
kurang adalah: 9
Penemuan Anak Gizi kurang, dapat menggunakan data rutin hasil penimbangan
anak di posyandu, menggunakan hasil pemeriksaan di fasilitas kesehatan
(Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit dan dokter/bidan praktek swasta), hasil
laporan masyarakat (media massa, LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya)
dan skrining aktif (operasi timbang anak).
Penapisan Anak Gizi kurang, anak yang dibawa oleh orangtuanya atau anak yang
berdasarkan rujukan dari posyandu maka dilakukan pemeriksaan antropometri dan
tanda klinis, semua anak diperiksa tanda-tanda komplikasi (anoreksia, pneumonia
berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi, penurunan kesadaran),
semua anak diperiksa nafsu makan dengan cara tanyakan kepada orang tua apakah
anak mau makan atau tidak mau makan.
Faktor yang mempengaruhi status gizi
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang. Faktor-faktor yang

21

mempengaruhi status gizi dibagi menjadi 2 yaitu secara langsung dan tidak
langsung.
Faktor yang mempengaruhi secara langsung9
Konsumsi makanan
Keadaan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi. Tingkat
konsumsi ditentukan oleh kualitas hidangan. Kualitas hidangaan menunjukkan
adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan dan
perbandingannya yang satu dengan yang lain. Kuantitas menunjukkan kuantum
masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Susunan hidangan baik dari
segi kualitas maupun kuantitas maupun memenuhi kebutuhan tubuh, maka tubuh
akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya. Sebaliknya
konsumsi yang kurang dari makanan baik segi kualitas maupun kuantitas akan
memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau dcsiensi.10
Infeksi
Ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus, parasit) dengan malnutrisi.
Ada interaksi yang sinergis antara malnutxisi dengan penyakit infeksi dan juga
infeksi ekan mempengaruhi status

dan mempercepat malnutrisi. Infeksi bisa

berhubungan dengan gangguan gizi melelui beberapa cara yaitu mempengaruhi


nafsu makan, dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan karena diare
atau muntah serta mempengamhi metabolisme makanan.10

Faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung9,10


Pendapatan Keluarga
Ada penelitian yang menemukan bahwa sebab utama pada anak balita adalah
rendahnya penghasilan keluarga. Ada keluarga yang sebenamya penghasilannya
cukup tetapi tidak bisa mengatur belanja keluarga dengan baik, aldbatnya bahan
makanan yang dibeli tidak mencukupi untuk keluarga. Ada juga kcluarga yang
membeli bahan pangan dalam jumlah cukup akan tetapi kurang pandai dalam
memilih tiap jenis pangan yang dibeli akibatnya kurangnya mutu dan penggunaan
pangan yang diperoleh.

22

Jumlah anggota keluarga


Bahan makanan yang sampai keluarga akan diolah dan dimasak dan dibagikan
kepada anggota keluarga. Bila mana tidak diatur dengan baik akan terjadi
persaingan dalam memperoleh bagian masing-masing dari makanan tersebut.
Anak yang lebih kecil biasanya makan lebih lambat dan dalam jumlah kecil sekali
makan dari pada kakaknya sehingga mudah tersisihkan dan memperoleh bagian
yang terkecil, mungkin tak mencukupi bagi keperluan anak yang sedang tumbuh
Sosial Budaya
Pendapat masyarakat tentang konsep kesehatan dan gizi sangat berpengaruh
terhadap pemilihan bahan makanan. Salah satu pengaruh yang sangat dominan
terhadap pola konsumsi ialah pantangan dan tabu. Bahan makanan juga
mempunyai nilai sosial tertentu. Ada makanan yang dianggap bernilai sosial
tinggi dan ada yang menganggap bernilai sosial rendah. Orang akan suka
menerima makanan yang dianggap mempunyai nilai sosial yang setara dengan
tingkat sosialnya dalam masyarakat Sehubungan dengan pangan yang biasa
dipandang untuk dimakan, dijumpai banyak pola pantangan, takhayul, dan
larangan pada beragam kebudayaan dan daerah yang berlainan di dunia. Bila pola
pantangan makanan berlaku bagi seluruh penduduk sepanjang hidupnya,
kekurangan zat gizi cenderung tidak akan berkembang seperti jika pantangan itu
hanya berlaku bagi sekelompok masyarakat tertentu selama satu tahap dalam
siklus hidupnya
Pendidikan
Tingkat pendidikan formal membentuk nilai-nilai progresif bagi seseorang
terutama dalam menerima hal-hal baru. Tingkat pendidikan formal merupakan
faktor yang ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan menekuni
pengetahuan yang diperoleh. Pengetahuan gizi Kurangnya pengetahuan dan salah
persepsi tentang kebutuhan pangan dam nilai pangan adalah umum disetiap
ncgara di dunia. Pcnduduk dimanapun akan berutung dengan bertambahnya
pengetahuan mengenai gizi dan cara menerapkan informasi tersebut uutuk orang
yang berbeda tingkat usia dan keadaan siologis
Pelayanan Kesehatan
Penyebab kurang gizi yang merupakan faktor penyebab tidak langsung yang lain
adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dam

23

pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ini meliputi imunisasi, pemeriksaan


kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, dan saran lain seperti
keberadaan posyandu, puskesmas, praktek bidan, dokter dan rumah sakit
Berdasarkan Depkes RI 2006, Tingkat Posyandu dibagi menjadi 4:
1. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh
kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader
terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan
rutin bulanan Posyandu, disamping jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena
belum siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan
peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah kader.
Universitas Sumatera Utara
2. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih
dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih,
tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah yaitu < 50%. Intervensi
yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkat cakupan
dengan mengikut sertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih
menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan Posyandu.
3. Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah melaksanakan kegiatan lebih
dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 (lima) orang atau
lebih. Cakupan utamanya > 50% serta mampu menyelenggarakan program
tambahan seta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang
dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50%
KK di wilayah kerja Posyandu.
4. Posyandu Mandiri

24

Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan


lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5 (lima) orang atau
lebih. Cakupan dari kegiatan utamanya > 50%, mampu menyelenggarakan
program tambahan serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat
yang dikelola masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat
tinggal di wilayah kerja Posyandu Intervensi yang dilakukan bersifat pembinaan
termasuk pembinaan dana sehat, sehingga terjamin kesinambungannya.

Pos gizi 11
Dibentuk untuk mengoptimalkan keberhasilan program penanggulangan anak
balita gizi buruk dan gizi kurang yang telah dilakukan, mempercepat perubahan
perilaku ibu balita dalam merawat dan memberi makan anak dengan perilaku yang
lebih sehat dan baik, dan menumbuhkan kemandirian.
Sasaran pos gizi adalah semua anak balita dengan indeks antropometri BB/U <2SD WHO 2005. Idealnya pos gizi dilakukan di wilayah posyandu dengan prev
alensi anak balita gizi kurang dan gizi buruk > 20%.
Pos gizi dikelola oleh kader posyandu dan kader PKK setempat. Kegiatan utama
dari pos gizi ialah :
1)
2)
3)
4)
5)

pengkuruan antropometri
Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan
PMT bersama
Pemberian nutrisi mikr
Penyuluhan gizi dan kesehatan dan stimulasi perkembangan
Pelaksanaan program pos gizi ialah selama 9 bulan, 1,5 bulan pertama untuk
kegiatan sosialisasi, screening, persiapan peaksanaan dan pelatihan,, 6 bulan
berikutnya adalah pelaksanaan pos gizi di Posyandu, dan 1,5 bulan terakhir adalah
evaluasi akhir, pengumpulan data akhir dan pembuatan laporan.

25

Gambar 2. Alur Pelaporan dan Umpan Balik serta Koordinasi.12

Balita Yang Ditimbang Berat Badannya 12


Balita yang ditimbang berat badannya dilaporkan dalam dua kelompok umur yaitu
0-23 bulan dan 24-59 bulan. Dalam pelaporan dicantumkan jumlah posyandu
yang ada dan posyandu yang menyampaikan hasil penimbangan pada bulan yang
bersangkutan.
1. Definisi operasional:
a. Baduta adalah bayi dan anak umur 0-23 bulan

26

b. Balita adalah anak yang berumur di bawah 5 tahun (0-59 bulan)


c. S balita adalah jumlah balita yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
d. D balita adalah jumlah baduta yang ditimbang di seluruh Posyandu yang
melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
e. Persentase baduta yang ditimbang berat badannya (% D/S Balita) adalah jumlah
balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu dibagi jumlah balita di seluruh Posyandu yang melapor
di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dikali 100%.
2. Ukuran indikator: Kinerja penimbangan baduta dan balita yang ditimbang berat
badannya dinilai baik bila persentase D/S setiap bulannya sesuai target.
3. Menghitung D/S balita : jumlah D balita dibagi jumlah S balita dikali 100%
4. Data yang dikumpulkan berupa kasus balita gizi buruk yang ditemukan setiap
bulan/ dirwat/ membaik-sembuh/ meninggal.
5. Frekuensi pelaporan setiap bulan
6. Alat dan Bahan yang diperlukan:
a. Timbangan berat badan
b. Alat ukur panjang badan dan tinggi badan
c. Tabel indeks BB/PB atau BB/TB sesuai jenis kelamin berdasarkan Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak (Kepmenkes Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak)
d. KMS balita
e. Formulir SIP

27

Gambar 3. Alur Pelayanan Anak Gizi Buruk di Rumah Sakit/ Puskesmas


Perawatan. 13

Pertama anak diukur antropometrinya lalu dilihat gejala klinisnya apakah disertai
dengan penyakit atau bila gizi buruk disertai dengan komplikasi atau tidak. Rawat
jalan dilakukan bila gizi kurang dengan penyakit ringan atau gizi buruk tanpa
komplikasi. Pasien dengan rawat jalan harus kontrol ke puskesmas dan
posyandu.13

28

Gambar 4. Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak dengan Gizi Buruk. 13

Terdapat 5 fase dalam penangan dalam gizi buruk, pertama pemantauan tanda
bahaya dan tanda penting, kedua fase stabilisasi, ketiga fase transisi, keempat fase
rehabilitasi, ke lima fase tindak lanjut. Pada fase tindak lanjut perawatan dapat
dilakukan di rumah, di mana anak secara berkala (1 minggu/kali) berobat jalan ke
Puskesmas atau Rumah sakit untuk bulan pertama. Bulan ke dua 1x/2 minggu,
bulan ke 3-4 1x/ bulan. Akan tetapi harus disertai dengan sering memberi makan
sesuai umur, imunisasi lanjutan, pemberian vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan
sekali dan edukasi orang tua cara membuat makanan dengan kandungan yang
baik. 13

29

30

Gambar 5. Pemantauan dan Evaluasi Gizi. 13


Asupan gizi yang cukup dikatakan bila terdapat kenaikan BB > 50g/kgBB/minggu
Akan tetapi bila tidak mencapai target, harus dipikirkan akan adanya masalah
infeksi, zat gizi yang diberikan kurang atau defisiensi gizi mikro, atau masalah
psikologik.13

Gambar 6. 5 Kondisi Gizi Buruk 13

Pemberian Makanan Tambahan


Pemberian makanan tambahan dimaksudkan untuk membantu masyarakat
yang membutuhkan agar dapat mendorong kenaikan berat badan yang sehingga
diharapkan dapat meningkatkan status gizi ke arah yang lebih baik. Jenis PMT
berdasarkan targetnya antara lain:6,14
PMT balita
Kegiatan pemberian makanan tambahan balita merupakan kegiatan yang
dilakukan dengan tujuan agar membantu proses didalam meningkatkan
kenaikan berat badan balita sehingga dicapai status gizi baik. PMT
diberikan dalam bentuk susu bendera daa biskuit sun.6,14
PMT ibu hamil

31

Pemberian PMT kepada ibu hamil bertujuan untuk memperbaiki status gizi
ibu dan secara tidak langsung pula dapat memperbaiki status gizi calon
bayi ibu sehingga diharapkan juga mampu mengurangi risiko angka
kematian ibu dan bayi. PMT ibu hamil diberikan pada ibu hamil dengan
KEK (kurang energi kronik) atau dengan LILA < 23,5 cm. kepada ibu
hamil yang mendapatkan PMT diharapkan terjadi kenaikan berat badan
secara signifikan.6,14
Jenis PMT berdsarkan jenisnya antara lain PMT penyuluhan dan PMT
pemulihan. PMT Penyuluhan diberikan satu bulan sekali di posyandu dengan
tujuan disamping untuk pemberian makanan tambahan juga sekaligus
memberikan contoh pemberian makanan tambahan yang baik bagi ibu balita.
PMT Pemulihan adalah PMT yang diberikan selama 60 hari pada balita gizi
kurang dan 90 hari pada balita gizi buruk dengan tujuan untuk meningkatkan
status gizi balita tersebut. Dalam hal jenis PMT yang diberikan harus juga
memperhatikan kondisi balita karena balita dengan KEP berat atau gizi buruk
biasanya mengalami gangguan sistim pencernaan dan kondisi umum dari balita
tersebut.14
Makanan tambahan pada bayi adalah makanan atau minuman yang
mengandung gizi yang diberikan pada bayi atau anak berusia 6 - 24 bulan untuk
memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Makanan tambahan adalah memberi
makanan lain selain ASI oleh karena ASI merupakan makanan alami pertama
untuk bayi dan harus diberikan tanpa makanan tambahan sekurang-kurangnya
sampai usia 6 bulan. Makanan tambahan atau makanan pendamping ASI adalah
makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau
anak usia 6 - 24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Makanan
tambahan pada bayi adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi
setelah berusia 6 - 24 bulan.14
Menurut Depkes RI (2004) menyatakan bahwa makanan tambahan atau
makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan kepada bayi
disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya.MP-ASI diberikan mulai
umut 6 - 24 bulan, dan merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan

32

keluarga, pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap


baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan
kemampuan alat cerna bayi dalam menerima MP-ASI.14
Istilah untuk makanan pendamping ASI bermacam-macam yakni makanan
pelengkap, makanan tambahan, makanan padat, makanan sapihan, seaning food,
makanan peralihan, beiskot (istilah dalam bahasa Jerman yang berarti makanan
selain dari susu yang diberikan pada bayi). Keseluruhan istilah ini menunjuk pada
pengertian bahwa ASI maupun pengganti ASI (PASI) untuk berangsur dibah ke
makanan keluarga atau orang dewasa.15
Pemberian Makanan Tambahan merupakan salah satu komponen penting
Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan program yang dirancang oleh
pemerintah. PMT sebagai sarana pemulihan gizi dalam arti kuratif, rehabilitative
dan sebagai sarana untuk penyuluhan merupakan salah satu bentuk kegiatan
pemberian gizi berupa makanan dari luar keluarga, dalam rangka program UPGK.
PMT ini diberikan setiap hari, sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan
ini menunjukkan perbaikan dan hendaknya benar-benar sebagai penambah dengan
tidak mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari dirumah.Pada saat
ini program PMT tampaknya masih perlu dilanjutkan mengingat masih banyak
balita dan anak-anak yang mengalami kurang gizi bahkan gizi buruk.16
Tujuan pemberian makanan tambahan pada bayi diantaranya untuk
melengkapi zat-zat gizi yang kurang karena kebutuhan zat gizi akan semakin
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia bayi atau anak, mengembangkan
kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai
bentuk, tekstur dan ras, melakukan adaptasi terhadap makan yang mengandung
kadar energi yang tinggi, serta mengembangkan kemampuan untuk mengunyah
dan menelan bayi.16
Pemberian makanan tambahan pada bayi juga bertujuan untuk melengkapi
ASI (mixed fedding) dan diperlukan setelah kebutuhan energi dan zat-zat gizi
tidak mampu dipenuhi dengan pemberian ASI saja.Pemberian makanan tambahan
tergantung jumlah ASI yang dihasilkan oleh
bervariasi

dalam

memenuhi

kebutuhan

ibu dan keperluan bayi yang


dasarnya

diantaranya

untuk

33

mempertahankan kesehatan serta pemulihan kesehatan setelah sakit, untuk


mendidik kebiasaan makan yang baik mencakup penjadwalan waktu makan,
belajar menyukai, memilih dan dapat merugikan karena tumbuh kembang bayi
akan terganggu. Pertumbuhan dan perkembangan bayi yang normal dapat
diketahui dengan cara melihat kondisi pertambahan berat badan anak.14,15,16
Manfaat pemberian makanan tambahan pada bayi sebagai berikut:

Melengkapi zat-zat gizi yang kurang, karena kebutuhan bayi yang semakin

meningkat.
Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan

dengan beragam rasa dan bentuk.


Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.
Melakukan penyesuaian terhadap makanan yang mengandung kadarenergi yang

tinggi.
Membantu menanamkan kebiasaan makan yang baik.
Makanan tambahan pada bayi bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi bayi, penyesuaian kemampuan alat cerna dalam menerima makanan
tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga.Selain
untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan
tambahan merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi diajar untuk
mengunyah dan menelan makanan padat, serta membiarkan selera-selera batu.6
Pemberian

makanan

tambahan

dilakukan

secara

bertahap

untuk

mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima


bermacam-macam makanan.Pemberian makanan tambahan harus bervariasi, dari
bentuk bubur cari ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat,
makanan lembut, dan akhirnya makanan padat.6
Bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas dua golongan, yaitu
hewani dan nabati. Golongan hewani terdiri dari ikan, telur, daging.Golongan
nabati terdiri dari buah-buahan, sayuran, dan padi-padian. Makanan tambahan
yang

baik

adalah

makanan

yang

mengandung

sejumlah

kalori

atau

energi(karbohidrat, protein, dan lemak), vitamin, mineral, dan serat untuk


pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan dan harga

34

terjangkau, makanan harus bersih dan aman, terhindar dari pencemaran


mikroorganisme dan logam, serta tidak kadaluarsa.6
Karbohidrat diperlukan sebagai sumber energi yang paling murah.Untuk
mencukupi kebutuhan energi dianjurkan sekitar 60 - 70% energi total berasal dari
karbohidrat. Pada ASI dan sebagian besar susu formula bayi, 40 - 50% kandungan
kalorinya berasal dari karbohidrat terutama laktosa.6
Protein ASI rata-rata sebesar 1,15g/100ml sehingga apabila bayi
mengkonsumsi ASI selama 4 bulan pertama (sekitar 600-900 ml/hari).
Bertambahnya usia bayi makan suplai protein yang dibutuhkan oleh bayi semakin
meningkat. Pertambahan protein pada bayi yang diberi makanan tambahan ASI
untuk pertama kalinya (usia 6-12 bulan) pertembahan proteinnya tidak terlalu
besar. Setelah menginjak usia satu tahun bayi membutuhkan protein sekitar dua
kali lipat pada masa sebelumnya. Kacang-kacangan merupakan sumber protein
nabati yang baik untuk bayi dan sebagai bahan campurannya digunakan tempe
kedelai, kacang tanah, dan tempe.
Lemak merupakan sumber energi dengan konsentrasi cukup tinggi.Lemak
berfungsi sebagai sumber asam lemak esensial, pelarut vitamin A, D, E, dan K,
serta pemberi rasa gurih dan sedap pada makanan.Apabila energi dan protein
sudah terpenuhi makan kecukupan gizi lemak yang dianjurkan tidak dicantumkan
secara langsung kecukupan lemak sudah terpenuhi.
Vitamin yang dibutuhkan terdiri dari vitamin yang larut dalam lemak dan
vitamin yang larut dalam air.Vitamin yang larut dalam lemak terdiri atas vitamin
A, D, E, dan K, sedangkan vitamin yang larut dari air terdiri dari vitamin C, B1,
riboflavin, niasin, B6, B12, asam folat, dan vitamin lain yang tergolong vitamin B
kompleks. ASI tidak mengandung vitamin D dalam konsentrasi yang dibutuhkan
bayi.Vitamin ini secara alami dihasilkan oleh kulit ketika terpapar sinar matahari,
dan bila bayi dibiarkan sering berjemur di daerah panas atau matahari beberapa
kali seminggu maka kulitnya kana menghasilkan semua vitamin D yang
dibutuhkan bayi.

35

Mineral dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.Unsur Fe (Besi) dan I


(iodium) merupakan dua jenis mineral bayi yang jarang terpenuhi yang
mengakibatkan anemia dan gondok.Bayi tidak dilahirkan dengan cadangan zat
besi yang memadai yang akan melingdungi bayi dari anemia. Jika bayi diberi ASI,
terdapat cukup zat besi yang dapat diserap baik-baik untuk memberikan pasokan
yang memadai pada bayi sehingga tidak dibutuhkan tambahan.Setelah bayi
berusia enam bulan, bayi harus mulai diberikan makanan yang mengandung zat
besi yang dapat menjamin pasokan zat besi yang mencukupi untuk pertumbuhan
yang sehat.Jenis mineral lainnya yang dibutuhkan bayi seperti kalsium, fosfor, dan
seng.
Menurut Kementrian Kesehatan RI seperti yang dikutip oleh Judiono
(2003) bahwa prasyarat pemberian makanan tambahan pada anak usia pra sekolah
adalah nilai gizi harus berkisar 200-300 kalori dan protein 5-8 gram, PMT berupa
makanan selingan atau makanan lengkap (porsi) kecil, mempergunakan bahan
makanan setempat dan diperkaya protein nabati/hewani, mempergunakan resep
daerah atau dimodifikasi, serta dipersiapkan, dimasak, dan dikemas dengan baik,
aman memenuhi syarat kebersihan serta kesehatan.
Tabel 6. Komposisi Bahan Makanan untuk PMT.6
Protein

Protein

Nabati

Hewani

Kacang hijau

Dagingsapi

Nasi

Daunbawang

Kacang

Dagingbabi

Nasitim

Daunkacangpanjan Apel

Dagingayam

Buburberas

Hatisapi

Nasijagung

Didihsapi

Kentang

terkupas

Babat

Singkong

Kacang

Usussapi

Talas

kedelai

Telur ayam

Ubi

kedelai
Kacang
merah
Kacang tanah

HidratArang

Sayuran

Buahbuahan

g
Jamursegar
Kangkung
Tomat
Kecipir
Buncis

Alpukat

Anggur
Belimbing
Jambubiji
Jambu air
Duku
Durian

36

Oncom

Telur bebek

Biscuit

Kol

Jerukmanis

Keju

Ikan segar

Krakers

Kembangkol

Kedondong

Ikan asin

Maizena

Papaya muda

Manga

Ikan teri

Tepung beras

Rebung

Nanas

Sawi

Nangkamasa

kacangtanah
Tahu
Tempe

Udang basah Tepung


Keju
Bakso
daging

singkong
Tepung sagu
Tepung
terigu
Tepung

Selada
Seledri
Tauge
Terong

hunkwe

Cabehijaubesar

Mi kering

Bayam

Mi basah

Buncis

Macaroni

Daunsingkong

Bihun

Daun papaya

k
Papaya
Pir
Pisangambo
n
Rambutan
Salak
Sawo
Sirsak
Semangka

Jaungmuda
Jantungpisang
Genjer
Kacangpanjang
Nangkamuda
Pare
Wortel
Ketimun

37

Makanan pertama yang baik untuk bayi adalah biji-bijian, sereal bayi yang
diperkaya zat besi, biasanya sereal beras (nasi bubur).Makanan tambahan harus
mudah dicerna oleh bayi dan mengandung zat-zat gizi dalam keseimbangan yang
baik.Karena lambung bayi masih kecil makanan yang diberikan harus cepat
meninggalkan lambung.Makanan baru berupa nasi yang bersama-sama di tim
dengan sayuran (misalnya bayam, wortel, tomat) dan hati ayam seyogyanya tidak
diberikan sebelum umur 6 atau 7 bulan.6
Pola pemberian makanan bayi merupakan cara pemberian makanan pada bayi
dimana jenis, frekuensi dan jadwal pemberiannya telah ditetapkan. ASI yang
merupakan makanan terbaik bagi bayi usia 0-6 bulan setelah 6 bulan ASI tidak
mampu mencukupi kebutuhan energi dan zat gizi bagi bayi sehingga diperlukan
MP-ASI. Adapun tahapan pemberian makanan pada bayi 0-12 bulan adalah
sebagai berikut:6

Makanan bayi 0-6 bulan


Hanya diberikan ASI, karena ASI saja sudah dapat memenuhi kebutuhan
gizi dan kolostrom harus diberikan.

Makanan bayi umur 6-7 bulan


Pemberian ASI diteruskan dan mulai diperkenalkan MP-ASI berbentuk
lumat halus karena bayi belum memiliki refleks mengunyah.Makanan
dapat berupa buah (pisang, papaya, tomat), bubur susu, biscuit ditambah
susu secara bergantian.

Makanan bayi umur 7-9 bulan


ASI tetap diberikan, muali diperkenalkan makanan, lumat, karena alat
pencernaan bayi sudah mulai berfungsi, jenis makanan berupa buah,
makanan lembek (nasi tim saring).

Makanan bayi umur 9-12 bulan

38

ASI tetap diberikan, jenis makanan berupa nasi lumat, nasi tim kasar, dan
sudah perlu diperkenalkan jenis makanan yang beragam seperti lauk pauk
dan sayuran.

Makanan anak umur 12 bulan ke atas


ASI tetap diberikan dengan frekuensi lebih kecil, makanan yang diberikan
seperti makanan orang dewasa tetapi tidak menggunakan bumbu yang
merangsang.
PMT dapat diberikan diantara waktu makan utama balita, yaitu pada jam 10-11
pagi dan jam 15-16 sore.14
PMT ini diberikan setiap hari, sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan
ini menunjukkan perbaikan dan hendaknya benar-benar sebagai penambah dengan
tidak mengurangi jumlah makan yang dimakan setiap hari dirumah.Pemberian
makanan tambahan (PMT) diberikan dengan frekuensi minimal 3 kali seminggu
selama 100-160 hari.14
Anjuran pemberian makan pada umur 6-12 bulan.

Teruskan pemberian ASI sampai umur 2 tahun.


Umur 6-9 bulan, kenalkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dalam bentuk
lumat dimulai dari bubur susu, sampai bubur tim lumat. Berikan MP-ASI secara

o
o
o

bertahab sesuai pertambahan umur, sebagai berikut :


6 bulan : 6 sdm bubur susu sehari (diberikan 3+3 sendok makan)
7 bulan : 7 sdm bubur susu sehari (diberikan 3,5 + 3,5 sendok makan)
8 bulan : 8 sdm bubur tim lumat sehari (diberikan 2 + 3 + 3 sendok makan)
Umur 9-12 bulan, beri MP-ASI yang lebih padat dan kasar, seperti bubur nasi,
nasi tim. Berikan MP-ASI secara bertahab secara bertahab sesuai pertambahan
umur, sebagai berikut :
o 9 bulan : 9 sdm bubur nasi sehari (3 + 3 + 3
sendok makan)
o 10 bulan : 10 sdm nasi tim sehari (3 + 3 + 3
sendok makan)
o 11 bulan : 11 sdm nasi lembek sehari (3 + 4

+ 4 sendok makan)\
Berikan ASI terlebih dahulu kemudian makanan pendamping ASI

39

Pada makanan pendamping ASI tambahkan telur/ ayam/ ikan/ tempe/ tahu/ daging

sapi/ wortel/ bayam/ santan/ kacang hijau/ minyak.


Bila menggunakan makanan pendamping ASI buatan pabrik, baca cara

memakainya, batas umur dan tanggal kadalwarsa.


Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti bubur kacang

hijau, pisang, biskuit, nagasari, dsb.


Beri buah-buahan atau sari buah seperti air jeruk manis, air tomat saring.
Mulai mengajari bayi minum dan makan sendiri menggunakan gelas dan sendok.
Anjuran pemberian makan pada umur 1-2 tahun:

Beri ASI setiap kali bayi menginginkan.


Berikan makanan keluarga secara bertahap sesuai kemampuan anak.
Berikan 3 kali sehari, sebanyak 1/3 porsi makan orang dewasa, terdiri dari nasi,

lauk pauk, sayur dan buah.


Beri makanan selingan 2 kali sehari di antara waktu makan, seperti : bubur kacang

hijau, pisang, biskuit, nagasari, dsb.


Beri buah-buahan atau sari buah.
Bantu anak untuk makan sendiri.
Anjuran pemberian makanan pada umur 2-3 tahun:

Beri makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari, sebanyak 1/3
sampai 1/2 porsi makan orang dewasa, terdiri dari makanan pokok, lauk pauk,

sayur dan buah.


Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan seperti bubur kacang

hijau, biskuit, nagasari, dll.


Jangan berikan makanan yang manis dekat waktu makan, karena dapat
mengurangi nafsu makan.
Pada anak diatas tiga tahun diberikan makanan 3 kali sehari sebanyak setengah
porsi makanan orang dewasa, yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur
dan buah.Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan seperti bubur
kacang hijau, biscuit, nagasari, dll.

40

BAB III
PROFIL PUSKESMAS
3.1

Visi
Terwujudnya Puskesmas yang mampu memberikan pelayanan terbaik

secara profesional dan bertanggung jawab17


3.2

Misi
Misi Puskesmas Mauk :17

1. Memberikan pelayanan Medik dasar yang bermutu dan bertanggung jawab.


2. Memelihara dan selalu meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dengan
lebih mengutamakan pelayanan promotif dan preventif.
3. Meningkatkan profesionalisme dan kompetensi SDM secara terus menerus sesuai
dengan tuntutan jaman.
4. Memelihara dan meningkatkan kelengkapan sarana dan prasarana medis
pendukungnya
5. Menjalin kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan.
3.3

Batas Wilayah
PuskesmasMauk merupakan puskesmas perawatan di wilayah kerja

kabupaten Tangerang yang berlokasi di Jalan R. Mahmud No.2, kelurahan Mauk


Timur, kecamatan Mauk.Kecamatan Mauk terletak pada sebelah utara Kabupaten
Tangerang tepatnya di wilayah Pantura (Pantai Utara Jawa) dengan jarak lebih
kurang 21 kilometer dari Kabupaten Tangerang.Dengan luas wilayah sebesar 40,1
km2, adapun batas wilayah Kecamatan Mauk adalah sebagai berikut:17
1. Sebelah Utara
2. Sebelah Selatan
3. Sebelah Timur

: Laut Jawa
: Kecamatan Rajeg
: Kecamatan Sukadiri

41

4. Sebelah Barat

: Kecamatan Kemiri

Gambar 7. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Mauk 17

Secara adminstratif, wilayah kerja Puskesmas Mauk meliputi 11 wilayah desa dan
1 wilayah kelurahan yang meliputi :17
1. Desa Mauk Barat
2. Kelurahan Mauk Timur
3. Desa Sasak
4. Desa Gunungsari
5. Desa Kedung Dalem
6. Desa Tegal Kunir Lor
7. Desaa Banyu Asih
8. Desa Tegal Kunir Kidul
9. Desa Jatiwaringin
10. Desa Ketapang
11. Desa Margamulya
12. Desa Tanjung Anom

42

3.4

Demografi
Pada tahun 2014, Badan Pusat Statistik Kabupaten mencatat jumlah

penduduk di wilayah kerja PuskesmasMauk adalah sebanyak 80.238 jiwa dengan


penduduk laki-laki sejumlah 40.877 jiwa dan perempuan 39.361 jiwa. 13Terjadi
peningkatan 0,62% jumlah penduduk dari tahun 2013 ke tahun 2014 dimana
jumlah penduduk di wilayah Puskesmas Mauk pada tahun 2013 hanya sebanyak
79,740 jiwa. Angka kepadatan penduduk per kilometer persegi dalam wilayah
kerja PuskesmasMauk adalah 2000.94 jiwa/km5dan angka rata-rata jiwa per
kepala rumah tangga adalah 5,3 jiwa per rumah tangga.17

Tabel 7. Jumlah PendudukMenurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur


Kecamatan Mauk Tahun 2014. 17
No Kelompok Umur

Jumlah Penduduk
Laki-laki

Perempuan

Laki laki +
Perempuan

1.

0-4tahun

3844

3684

7528

2.

5-9tahun

3358

3181

6539

3.

10-14tahun

3774

3582

7356

4.

15-19tahun

4498

4081

8579

5.

20-24tahun

4454

4080

8534

6.

25-29tahun

3918

3767

7685

7.

30-34tahun

3577

3574

7151

8.

35-39tahun

2972

2990

5962

9.

40-44tahun

2722

2669

5391

10

45-49tahun

2272

2167

4439

11. 50-54tahun

1892

1952

3844

12

1468

1280

2748

55-59tahun

43

13

60-64tahun

928

915

1843

65-69tahun

583

627

1210

70-74tahun

334

436

770

>75tahun

283

376

659

40.877

39.361

80.238

.
14
.
15
.
16
.
JUMLAH

Gambar 8. Piramida Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok


Umur Kecmatan Mauk Tahun 2014. 17
Badan Pusat Statistik (BPS), Kecamatan Mauk menunjukan struktur
penduduk usia produktif (15- 59 tahun) sebanyak 56.176jiwa (70,01%), penduduk

44

berumur 0-14 tahun sebanyak 21.423 jiwa (26,70%) dan penduduk berusia lebih
dari 65 tahun sebanyak2.639 jiwa (3,290%). Dengan jumlah total penduduk
Kecamatan Mauk sebesar 80.238 jiwa maka angka beban rasio ketergantungan
penduduk di wilayah Mauk (ABK) pada tahun 2014 sebesar 42,83% dan angka
rasio jenis kelaminnya sebesar 1,03.17

Tabel 8. Jumlah rumah tangga dan kepadatan penduduk dalam wilayah kerja
Puskesmas Mauk Tahun 2014. 17
No

Desa

Luas
Wilayah
(Km5)

Jumlah
Penduduk

Jumlah
Rumah
Tangga

Kepadatan
Penduduk/
Km5

1.

Ds. Mauk Barat

1,51

6083

1303

4028,5

2.

Kel. Mauk Timur

4,07

5708

998

1402,5

3.

Ds. Sasak

3,10

5003

1031

1613,9

4.

Ds. Gunung Sari

3,18

4211

956

1324,2

5.

Ds. Kedung Dalem 3,69

8194

1434

2220,6

6.

Ds. Tegal Kunir 3,39

7214

1016

2128,0

Lor
7.

Ds. Banyu Asih

1,36

7196

1204

5291,2

8.

Ds. Tegal Kunir 3,65

8493

1577

2326,8

Kidul
9.

Ds. Jati Waringin

3,66

7776

1460

2124,6

10.

Ds. Ketapang

2,25

6298

1248

2799,1

11.

Ds. Marga Mulya

6,86

6934

1506

1010,8

12.

Ds. Tanjung Anom

3,36

7128

1351

2121,4

JUMLAH

40,1

80238

15084

2000,94

45

46

.Tabel 9. Jumlah Penduduk Berusia Lebih dari 10 tahun menurut Tingkat


Pendidikan tertinggi yang diperoleh di Kecamatan Mauk 2014.17
No

Kecamatan

Tidak
Perna
h
Sekol
ah

Tidak
Tamat
SD/MI

Tamat
SD/MI

SMP/
MT

SMA/
SMK/
MA

AK/
DIPL
OMA

Universita
s

Jumlah

1.

Mauk Barat

1.333

915

522

628

218

49

21

3.686

2.

Mauk Timur

241

381

820

808

949

221

173

3.593

3.

Sasak

369

447

905

1.352

681

280

37

4.071

4.

Gunung Sari

60

45

960

80

59

14

1.224

5.

Kedung
dalam

640

239

131

87

64

16

6.

Tegal Kunir
Lor

623

175

95

553

127

16

7.

Banyu Asih

529

3.657

1.292

878

428

29

23

8.

Tegal Kunir
Kidul

1.526

781

781

776

535

10

10

9.

Jatiwaringin

571

42

116

127

925

74

48

1.903

10.

Ketapang

846

239

410

360

134

16

11

2.016

11.

Margamulya

305

255

227

117

89

23

16

1.032

12.

Tanjung
Anom

1.112

1.412

1.455

476

161

36

10

JUMLAH

8.155

8.588

7.714

6.242

4.370

784

372

1.186
1.597
6.836
4.419

4.662
36.2
25

Berdasarkan tabel diatas dapat ditentukan dari seluruh penduduk yang


berada dalam lingkup kerja Puskesmas Mauk 22,5% tidak bersekolah, 23,7%
tidak tamat SD, 21,2% hanya tamat SD, 17,2% tamat SMP, 12% tamat SMA atau
setingkatnya, 2,1% tamat diploma atau setingkatnya dan 1% tamat universitas.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan penduduk
di wilayah kerja Puskesmas Mauk masih sangat rendah, dimana jumlah penduduk

47

usia lebih dari 10 tahun yang memenuhi program wajib belajar 9 tahun hanya
32.48%.17

Tabel 10. Jumlah Balita berdasarkan status gizinya per desa di Kecamatan Mauk
pada Tahun 2014

Bila dilihat secara keseluruhan, total balita dengan KEP yakni 158+219 =
377 anak. Yang di antaranya gizi buruk 40 anak dan 337 anak sisanya gizi kurang.
Bila dibandingkan dengan anak balita lainnya, angka KEP: 377/5243 = 7,19%.
Seolah-olah angka ini menandakan kecamatan mauk angka kejadian KEPnya
sudah mencapai target MDGs akan tetapi sayangnya balita dengan KEP
mengumpul di beberapa desa yakni desa Tegal Kunir Kidul dan Tegal Kunir Lor.
Jumlah KEP pada Tegal Kunir Lor: 79/ 420 = 18,8%. Persentase ini
menunjukkan bahwa di desa Tegal Kunir Lor angka kejadian KEP belum
mencapai target MDGs. Sedangkan pada desa Tegal Kunir Kidul: 88/ 437 =
20,13%, juga sama belum mencapai target KEP <15,5%

48

Gambar 9. Persentase KEP pada balita di wilayah kerja Puskemas Mauk tahun
2015

Tabel 11. Jumlah Balita Dengan KEP pada desa Tegal Kunir Lor di Kecamatan Mauk
2015.
Jumlah
Posyandu
1
2
3
4
5
6
TOTAL

BURUK

KURANG

BAIK

LEBIH

TOTAL

2
4
5
2
7

14
17
11
5
18
7
72

59
55
61
57
69
66
357

0
9
1
1
1
0
12

75
85
78
65
95
75
473

2
22

Pada desa Tegal Kunir Lor, di dapatkan angka gizi buruknya 22/473= 4,65% di
mana angka gizi buruknya masih di atas target MDGs yakni di bawah 3,6%.

49

Sedangkan untuk gizi kurangnya 72/473 = 15,2% belum mencapai target MDGs
yakni di bawah 11,9%.

Tabel 12. Jumlah Balita Dengan KEP pada desa Tegal Kunir Kidul di Kecamatan Mauk
2015
Jumlah
Posyandu
1
2
3
4
5
6
7
8
TOTAL

BURUK

KURANG

BAIK

LEBIH

TOTAL

4
4
6
2
2

17
67
10
12
8
5
44
36
199

68
21
66
52
38
36
11
7
299

1
3
0
1
0
1
0
0
6

90
95
82
67
48
43
58
43
526

1
3
0
22

Pada desa Tegal Kunir Kidul didapatkan angka gizi buruknya 22/526 =
4,18% di mana angka gizi buruknya masih di atas target MDGs yakni di bawah
3,6%. Sedangkan untuk gizi kurangnya 199/526 = 37,83% juga melebihi dari
target yang ada.

3.5

Sosial, Budaya, dan Ekonomi


Masyarakat Mauk adalah masyarakat yang heterogen, terdiri dari etnis

Jawa (Jawa Banten), Sunda, Betawi, dan Tionghoa. Etnis Jawa berasal dari
masyarakat Cirebon yang bermigrasi ke Banten sejak berdirinya kesultanan
Banten, sedangkan etnis Sunda merupakan penduduk asli Mauk karena Mauk
masih wilayah kerajaan Padjajaran, sedangkan etnis Betawi dan Tionghoa berasal
dari Batavia (Jakarta).17
Ditinjau dari segi sosial budaya, masyarakat di wilayah Puskesmas Mauk,
masyarakat masih memiliki ikatan yang kental terhadap tradisi sosial budaya yang
diturunkan. Beberapa contoh tradisi yang sering terjadi adalah:17
Persalinan harus terjadi di rumah dan ditolong oleh dukun pariaji,

50

Bayi baru lahir beserta ibunya tidak boleh dibawa keluar rumah sebelum 40 hari,
Sakit gondongan cukup diberikan belaco, dan lain-lain
Ditinjau dari segi ekonomi, perkembangan ekonomi masyarakat di
wilayah kerja Puseksmas Mauk dari tahun ke tahun belum banyak berubah.80%
penduduk bermatapencaharian sebagai petani, nelayan, dan buruh pabrik.
Lambatnya perkembangan ekonomi dalam wilayah kerja Puskesmas Mauk ikut
menjadi andil dalam lambatnya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dalam
wilayah kerja Puskesmas Mauk. Jumlah keluarga miskin di wilayah kerja
Puskesmas Mauk pada tahun 2014 tercatat sebanyak 52.649 jiwa atau sebesar
65,61%, dimana hanya terjadi pengurangan 713 jiwa dari jumlah 53.362 jiwa pada
tahun 2013.17
3.6

Sarana dan Tenaga Kerja


Gedung PuskesmasMauk memiliki luas bangunan 4488 M 5dan luas tanah

6000 M5, terdiri dari: Ruang Kepala Puskesmas, Ruang TU, Aula, Balai
pengobatan umum, Balai Pengobatan Anak, Balai Pengobatan Gigi, Ruang KIAKB, Klinik TB, Klinik Gizi, Laboratorium, Loket, Apotik, Gudang Obat, Kamar
Bersalin, Ruang perawatan inap, Ruang perawatan bersalin, Ruang USG, Ruang
pelayanan 24 jam terbatas, Ruang Imunisasi dan penyimpanan vaksin, dan
Mushola.

51

Gambar 10. Denah Puskesmas Mauk 17

Ketersediaan akan tenaga kesehatan adalah faktor penting dalam


meningkatkan pelayanan kesehatan. Peningkatan dari pelayanan kesehatan sangat
mendasar pada pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan yang harus diperhatikan
sesuai dengan rasio dan proporsi petugas pelayanan kesehatan dan jumlah
penduduk yang terlayani, sebagaimana dilaksanakan di PuskesmasMauk.Pada
tahun 2014 Puskesmas Mauk memiliki total 60 staf dimana 30 diantaranya
merupakan PNS, 16 PTT, dan 14 merupakan pekerja honorer.18

Tabel 13. Jumlah Tenaga Kesehatan Berdasarkan Puskesmas Mauk Tahun 2015
No

Kategori Kerja

.
1.

Status
PNS

Kepala

Jumlah
PTT

Honorer

UPT 1

Puskesmas
2.

Kasubag TU

52

3.

Dokter Umum

4.

Dokter Gigi

5.

Sarjana

Kesehatan 0

Masyarakat
6.

Asisten Apoteker

7.

D I Kebidanan

8.

D III Kebidanan

14

23

9.

D IV Kebidanan

10.

Ahli Gizi

11.

Analis

12.

Sanitarian

13.

Perawat Gigi

14.

Perawat

10

12

15.

Pekarya

16.

Satpam

17

Kebersihan

18

Simpus

19

Penata

Status 0

16

14

60

Pasien
JUMLAH

30

53

BAB IV
METODOLOGI
4.1 Teori Evaluasi Program Pendekatan Sistem
4.1.1 Definisi
Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam
membandingkan hasil akhir dari sebuah kinerja dengan target atau tolak ukur yang
telah ditetapkan sebelumnya, dan dilanjutkan dengan menganalisis dan
menetapkan keberadaan masalah yang ada untuk pengambilan kesimpulan akan
kesenjangan yang terjadi serta merangkai solusi untuk meningkatkan hasil dari
sebuah kinerja.
Definisi evaluasi ini sangat beragam, menurut Stufflebeam (dalam Arikunto
2004), evaluasi adalah suatu proses penggambaran, pencarian dan pemberian
informasi yang bersifat sistematis dan bermanfaat bagi pengambil keputusan
untuk menentukan alternative keputusan untuk kinerja kedepannya.
Evaluasi ini merupakan bagian dari sistem manajemen, yaitu perencanaan,
organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, tidak akan
diketahui bagaimana kondisi sebuah kinerja dalam mencapai hasilnya dan
bagaimana untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang ada agar dapat
mencapai target dari sebuah kinerja. Oleh karena itu, evaluasi program merupakan
salah satu langkah awal dalam supervise, yaitu mengumpulkan data yang tepat
agar dapat dilanjutkan dengan melakukan pembinaan yang tepat pula. Evaluasi
program ini sangat penting bagi pengambil keputusan karena dari masukan
evaluasi program inilah pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari
program yang sedang dan/atau akan dilaksanakan.
4.1.2 Pelaksanaan Evaluasi Program
Pelaksanaan dari evaluasi program tidak selalu dilakukan hanya pada akhir
pelaksanaan. Evaluasi program dapat dilakukan saat pelaksanaan dari aktivitas
program tersebut masih berjalan dan/atau baru akan berjalan, evaluasi ini disebut

54

dengan formative evaluation. Evaluasi ini lebih memfokuskan pada proses dari
suatu program dan bertujuan untuk melakukan identifikasi dan perubahan
kebijakan yang dapat mendukung tercapainya tujuan dari program tersebut.
Evaluasi program yang dilakukan pada akhir dari sebuah program disebut dengan
summative evaluation. Evaluasi ini fokus pada analisa dari hasil akhir/keluaran
dan dampak yang ditimbulkan untuk dilakukan intervensi atau perubahan
kebijakan pada pelaksanaan program berikutnya. Berikut terdapat gambar yang
menunjukkan secara sederhana penjelasan pelaksanaan evaluasi program.

Gambar 11. Kerangka Dasar dari Pelaksanaan Evaluasi Program Formative dan
Summative

4.1.3 Tujuan Evaluasi Program


Setiap kegiatan yang dilakukan pasti memiliki tujuan, begitu juga dengan
evaluasi program. Evaluasi program memiliki tujuan umum dan tujuan khusus,

55

tujuan umum lebih ditujukan pada program tersebut secara keseluruhan, dan
tujuan khusus lebih ditujukan dan difokuskan pada setiap komponen yang ada
pada program tersebut.
Secara garis besar, tujuan dari evaluasi program adalah :
1.

Untuk

mengetahui

tercapai atau tidak tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya


2.
Untuk
menentukan
kelemahan dan kekuatan daripada program
3.

Untuk

mengetahui

efektivitas dan efisiensi setiap komponen yang terlibat dalam program


tersebut
4.

Untuk

memberikan

objektivitas pengamatan terhadap perilaku hasil, dapat memotivasi semua


orang yang terlibat
5.

Untuk

memberikan

umpan balik dari kegiatan yang dilakukan dan pembuatan perencanaan


dimasa yang akan datang
Pada dasarnya tujuan akhir dari melakukan sebuah evaluasi program adalah
memberikan pertimbangan bahan-bahan/kebijakan tertentu untuk meningkatkan
hasil dari program tersebut kedepannya nanti.
4.1.4 Komponen sebuah sistem
Sebuah sistem dibentuk dari beberapa komponen dasar yang saling
berhubungan dan berkaitan satu sama lain, komponen ini sering kali disebut juga
elemen sebuah sistem. Komponen dari sebuah sistem adalah sebagai berikut :
1.

Masukan (Input)

merupakan sebuah kumpulan elemen yang terdapat dalam sistem dan yang
diperlukan untuk dapat berfungsinya/berjalannya suatu sistem.
Terdapat 4 komponen dasar dari masukan (input), yaitu manusia (man),
uang/dana (money), sarana (material), dan metode (method).
2.

Proses (Process)

merupakan sebuah kumpulan elemen yang terdapat dalam sistem dan


berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran atau output yang
direncanakan.

56

Termasuk didalamnya adalah perencanaan (planning), pengorganisasian


(organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling).
3.

Keluaran (Output)

merupakan hasil dari berlangsungnya proses dalam sistem. Keluaran ini


yang menjadi indikator dari pengevaluasian sumatif dan kesenjangan yang
mungkin terjadi dengan target capaian.
4.

Umpan Balik (Feedback)

merupakan kumpulan elemen atau bagian yang merupakan keluaran dari


sistem dan sekaligus sebagai suatu masukan dari sistem tersebut.
5.

Dampak (Impact)

merupakan suatu akibat yang dihasilkan dari keluaran suatu sistem.


6.

Lingkungan (Environment)

merupakan hal di luar sistem yang tidak dapat dikendalikan oleh sistem
namun mempengaruhi sistem.
Gambar 12. Komponen Sebuah Sistem

Untuk kepentingan praktis, Azwar membagi ruang lingkup evaluasi


tersebut secara sederhana dalam 4 kelompok sesuai dengan komponen yang ada,
yaitu :
1.

Penilaian terhadap input

Penilaian terhadap seluruh masukan menyangkut pemanfaatan berbagai


sumber daya, baik sumber dana, tenaga maupun sumber sarana
2.

Penilaian terhadap process

57

Penilaian terhadap proses lebih dititik beratkan pada pelaksanaan program,


apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak.
3.

Penilaian terhadap output

Penilaian terhadap keluaran ialah penilaian terhadap hasil yang telah dicapai
dari dilaksanakannya program tersebut. Penilaian ini menentukan apakah
terdapat kesenjangan antara target dan hasil yang dicapai.
4.

Penilaian terhadap impact

Penilaian terhadap dampak program mencakup pengaruh yang ditimbulkan


dari dilaksanakannya suatu program.
4.2 Pendekatan Evaluasi Program
Pendekatan untuk melakukan evaluasi program dilakukan dengan
pendekatan pemecahan masalah dalam bidang kesehatan. Langkah-langkah yang
dilakukan meliputi 1) menetapkan masalah, 2) memprioritaskan masalah, dan 3)
menentukan alternatif jalan keluar sesuai prioritas
4.2.1 Menetapkan Masalah
Langkah pertama yang dilakukan untuk memulai evaluasi program adalah
upaya untuk menetapkan masalah yang ada. Masalah merupakan kesenjangan
yang terdapat pada keluaran, untuk menetapkan masalah ini maka perlu dilakukan
hal-hal sebagai berikut :
a.

Pengumpulan data

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan mengumpulkan data primer


yaitu data yang belum ada sebelumnya dan didapat dari pengambilan
sampel, dan dapat juga dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder
yaitu data yang sudah ada sebelumnya dan merupakan hasil analisis dari
data primer yang ada.
b.

Pengolahan data

Data-data yang ada kemudian diolah dengan pendekatan sistem dan


dilakukan analisa variabel untuk membandingkan tolak ukur yang ideal
dengan hasil yang ada. Variabel yang dianalisis merupakan keseluruhan dari

58

komponen sebuah sistem, yaitu Input, Process, Output, Environment, dan


Feedback.
c.

Penyajian data

Setelah diolah, data tersebut akan disajikan dalam berbagai bentuk


penyajian, yaitu :

Tekstular

Grafikal

Tabular

: Penyajian data dalam bentuk uraian kata


: Penyajian data dalam bentuk grafik
: Penyajian data dalam bentuk tabel
d.

Identifikasi masalah sesuai

hasil analisis data


Data yang telah dikumpul, diolah dan disajikan ini akan menampilkan
masalah yang ada dari suatu program. Kesenjangan yang terdapat pada
output merupakan masalah.
4.2.2 Menetapkan Prioritas Masalah
Bila didapatkan lebih dari satu masalah maka masalah yang akan
ditindaklanjuti dapat dipilih dari besaran masalahnya. Prioritas masalah dapat
dilakukan dengan berbagai metode antara lain dengan menggunakan teknik skor
cara Bryant dengan parameter sebagai berikut :
Community Concern (CC)

sejauh mana masyarakat menganggap masalah


tersebut penting
Prevalence (P)

berapa

banyak

penduduk yang terkena masalah


tersebut
Seriousness (S)
: sejauh mana dampak
yang ditimbulkan oleh
memiliki kemampuan untuk

masalah tersebut
Manageability

: sejauh mana kita

mengatasinya

Tabel 14. Penetapan Prioritas Masalah Menggunakan Teknik Skor Cara Bryant
PARAMETER

MASALAH

59

Community Concern
Prevalence
Seriousness
Manageability
JUMLAH
Setiap parameter diberi nilai 1 sebagai nilai terkecil sampai 5 sebagai nilai
terbesar. Masalah yang diprioritaskan adalah masalah yang memiliki jumlah
(CC + P + S + M) yang paling besar.
4.2.3 Mencari Penyebab Masalah
Penyebab masalah merupakan suatu kesenjangan yang terjadi di luar
keluaran atau Output. Untuk menetapkan penyebab masalah, gambarkan terlebih
dahulu kerangka konsep sistem dari prioritas masalah, sehingga diharapkan semua
faktor penyebab masalah dapat diketahui dan diidentifikasi tanpa ada yang
ketinggalan.
Mengelompokkan unsur masukan, proses,
lingkungan dan umpan balik sebagai faktor yang diperkirakan berpengaruh
dalam menyebabkan rendahnya keluaran pada prioritas masalah
Menentukan tolak ukur dari masing-masing
unsur tersebut
Membandingkan pencapaian dari unsurunsur tersebut dengan tolak ukur yang ideal, kesenjangan yang ada
merupakan penyebab masalah
dalam mencari penyebab masalah sering kali dijelaskan dengan konsep Fish bone.
Gambar 13 Konsep Dasar Diagram Fish Bone Mencari Penyebab Masalah

60

4.2.4 Menentukan alternatif jalan keluar


Penentuan alternatif jalan keluar diuraikan dari penyebab masalah, yaitu
kesenjangan-kesenjangan yang terdapat pada unsur masukan (input), proses
(process), umpan balik (feed back dan monitoring) dan lingkungan (environment).
Dengan menganalisis masing-masing kesenjangan yang ada, maka dapat
ditentukan alternatif jalan keluar yang dapat mengatasi masalah tersebut dan
digunakan untuk perencanaan kedepannya nanti. Alternatif jalan keluar yang baik
adalah yang feasible dan diterima oleh seluruh pihak yang terlibat.

61

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.

Evaluasi Program
Pada laporan ini, program yang diambil untuk dilakukan evaluasi program
adalah Program Penanggulangan KEP pada balita di Desa Tegal Kunir Kidul dan
Tegal Kunir Lor pada tahun 2015.
Data yang dipakai untuk dilakukannya evaluasi program ini merupakan data
primer dan sekunder yang diperoleh dari Laporan Kinerja Puskesmas Mauk pada
tahun 2015 dan laporan kegiatan dari Program Penanggulangan KEP pada balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Mauk pada tahun 2015.

5.2.
No

Analisis Variabel
Variabel

Tolak Ukur

Cakupan

Kesenjangan

Kepala Puskesmas

1 orang

1 orang

Tidak ada

Tenaga pekerja gizi

1 orang

1 orang

Tidak ada

Bidan desa

1 orang/desa

1 orang/desa

Tidak ada

MASUKAN
1.

Sumber Daya Manusia

Tenaga pelaksana yang 5


membantu (Kader)
Motivasi

orang

per 1-3 orang per Ada

posyandu

posyandu

tenaga Semua

pelaksana

100%

termotivasi

Tidak Ada

termotivasi

melaksanakan
tugas
Sikap tenaga pelaksana

Semua

100%

Tidak Ada

memiliki sikap memiliki


yang
disiplin

baik, sikap

dan baik, disiplin

dapat berkerja dan


sama

yang
dapat

berkerja

62

sama
Pengetahuan

sumber SDM memiliki SDM

sudah Tidak Ada

daya manusia sebagai pengetahuan

memiliki

pelaksana program

pengetahuan

sesuai standar

sesuai
standar
Pengetahuan

2.

3.

sumber Pengetahuan

Pengetahuan

daya manusia sebagai SDM baik

SDM kurang

kader

baik

Ada

Dana
Dana operasional

APBD 2

Ada

Tidak Ada

Dana transportasi

APBD 2

Ada

Tidak Ada

Dana penyuluhan

APBD 2

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak ada

Sarana
Sarana transportasi yang Ada
disiapkan

dari

puskesmas ke desa-desa
Sarana

transportasi Ada

pribadi
Sarana komunikasi yang Semua
memadai (antara bidan yang

orang 20%

terlibat memiliki alat

dengan kader dan antara memiliki


kader dan masyarakat)

tidak Ada

komunikasi.

sarana
komunikasi
yang baik

Aula Puskesmas Mauk Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

untuk pelatihan gizi


Ruangan

rawat

inap Ada

untuk TFC
Ketersediaan vitamin A

Ada

63

Ketersediaan

paket Ada

Ada

Tidak Ada

Ruang Klinik Gizi di Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Ada

Ada

Tidak Ada

dan Ada

Ada

Tidak Ada

terlaksananya Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Ada

Tidak Ada

Jejaring dan pelaporan Ada

Ada

(dalam Tidak Ada

yang

bentuk

makanan tambahan
Puskesmas
Ketersediaan alat ukur Ada
berat badan di setiap
desa
Ketersediaan alat ukur Ada
panjang/tinggi badan di
setiap desa
Ketersediaan

bahan- Ada

bahan untuk membuat


makanan tambahan pada
TFC
Pelatihan
penyuluhan (kader)
Bukti
program
penanggulangan

gizi

buruk
Ketersediaan Posyandu Ada
di setiap desa
4.

Metode
Pedoman Pergizi

baik

dari

para

kader kepada petugas

formulir dan

kesehatan lingkungan

laporan
posyandu)

Kerja

sama

lintas Ada

Ada

Tidak Ada

64

program

PROSES
1.

Perencanaan
Pengajuan

rencana Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Ada

Ada

Ada

Tidak Ada

untuk Ada

Ada

Tidak ada

kegiatan selama setahun


kepada

kepala

puskesmas
Perencanaan dana yang Ada
dibutuhkan
Perencanaan

waktu Ada

pelaksanaan

kegiatan

oleh tenaga yang terlibat


per tahun
Perencanaan

pelatihan Ada

dan evaluasi bagi setiap


tenaga

yang

dalam

terlibat

pelaksanaan

program
Perencanaan
pemilihan

metode Ada
tenaga

pembantu (kader) yang


sesuai dan berdedikasi
Perencenaan
penyuluhan

kepada

masyarakat
Perencanaan

peninjauan langsung ke
lapangan oleh petugas

65

pemegang program
Perencanaan kunjungan Ada

Ada

Tidak ada

distribusi Ada

Ada

Tidak Ada

Perencanaan

bulan Ada

Ada

Tidak Ada

penimbangan

balita
distribusi Ada

Ada

Tidak Ada

membuat Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Tidak Ada

Ada

langsung

ke

rumah

keluarga dengan pasien


gizi buruk
Perencanaan
vitamin A

(BPB)
Perencanaan
PMT
Perencanaan

pos gizi di daerah yang


tingkat KEPnya tinggi
2.

Pengorganisasian
Struktur

organisasi Ada

pelaksana program
Koordinasi antara dinas Ada
kesehatan,

Puskesmas,

penanggung

jawab

program,

tenaga

dan

pelaksana

pembantu

setiap desa
Uraian

tugas

tenaga

setiap Ada

pelaksana

program
Sistem pemilihan tenaga Ada
pembantu yang sesuai
standar dan berdedikasi
3.

Pelaksanaan

66

Penyampaian

rencana Ada

dan

kepada

kegiatan

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

kepala puskesmas
Penyampaian

rencana Ada

dan kegiatan pertahun


yang telah dijadwalkan
kepada

setiap

tenaga

yang terlibat
Pembinaan berkala bagi Ada
setiap

tenaga

yang

terlibat
Pemilihan kader yang Ada
baik dan berdedikasi
Penyuluhan

kepada Ada

masyarakat
Distribusi vitamin A

Ada

Ada

Tidak Ada

Pelaksanaan BPB

Ada

Ada

Tidak Ada

Distribusi PMT

Ada

Ada

Tidak Ada

Tidak

Ada

Pelaksanaan

kegiatan Dilaksanakan

pos gizi yang sesuai setiap minggu dilaksanakan


jadwal

selama

Distribusi dana

24 setiap

minggu

minggu

Terdistribusi

Terdistribusi

100%

sesuai 100% sesuai

kebutuhan

di kebutuhan

tiap daerah

tiap daerah

Pelaksanaan kunjungan Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

lapangan
Kunjungan

ke

rumah Ada

keluarga dengan pasien

67

gizi buruk
Pelaporan jumlah rumah Ada
yang

telah

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

diinspeksi

dan hasil inspeksi per


bulan oleh tenaga yang
terlibat
Pelaporan jumlah balita Ada
penderita KEP
Kunjungan

ke 100% keluarga Tidak semua Ada

puskesmas untuk terapi kembali untuk balik


lanjut oleh pasien

ke

terapi lanjut di pukesmas


puskesmas

4.

Pengawasan
Adanya supervisi dari 1x/tahun
Dinas

Kesehatan

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

ke

Puskesmas
Adanya supervisi dari 6x/tahun
kepala
mengenai

puskesmas
pelaksanaan

program
Adanya
kegiatan

pengawasan 12x/tahun
dari

tenaga

pekerja gizi pada tenaga


pembantu
Adanya

evaluasi 12x/bulan

kegiatan dan pelaporan


hasil inspeksi perbulan
dari tenaga pembantu
KELUARAN
1.

Cakupan

program Kurang

penanggulangan KEP di 15,5%

dari TKL 18,75%

Ada

TKK 21,48%

68

TKL dan TKK pada kec.


Mauk
LINGKUNGAN
1.

Fisik
Lokasi

rumah

warga 100%

rumah 100% rumah Tidak Ada

yang terdapat di wilayah warga

warga

kerja Puskesmas Mauk

terjangkau

terjangkau

Lokasi Puskesmas

Semua tenaga Semua


pembantu

tenaga

dapat

pembantu

menjangkau

dapat

lokasi

menjangkau

puskesmas

lokasi

Mauk

puskesmas

Tidak Ada

Mauk
Semua pasien Tidak semua Ada

2.

dapat

pasien dapat

menjangkau

menjangkau

lokasi

lokasi

puskesmas

puskesmas

Mauk

Mauk

Non-Fisik
Pendidikan terakhir dari Berpendidikan

Ada

Tidak Ada

Pengetahuan masyarakat Pengetahuan

Pengetahuan

Ada

mengenai

masyarakat

semua

orang

yang minimal D3

terlibat dalam program

penanggulangan
pada balita

program baik tentang


KEP penanggulang

masih kurang

an KEP pada
balita

Pendapatan masyarakat Cukup

untuk Tidak semua Ada

69

untuk kebutuhan sehari- membiayai

cukup

hari

membiayai

makanan anak

untuk

makanan
anaknya
Perilaku dari masyarakat Semua

Semua

dalam

mendukung,

menanggapi mendukung,

pelaksanaan

program toleransi

penanggulangan

Tidak Ada

dan toleransi dan

gizi bekerja sama

bekerja sama

buruk
UMPAN BALIK
1.

Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan

dan Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

Ada

Tidak Ada

pelaporan per bulan dari


tenaga

pembantu

penanggung
program

ke

jawab

dan

petugas

Kesehatan lingkungan
Pencatatan

dan Ada

pelaporan triwulan dan


tahunan
penanggung

dari
jawab

program kepada kepala


puskesmas
2.

Monitoring
Monitoring oleh kepala Ada
Puskesmas

akan

terlaksananya Program
Monitoring oleh Dinas Ada
Kesehatan
terhadap

Kabupaten
kinerja

Puskesmas

70

5.3.

Masalah
Masalah dalam evaluasi program ini adalah tidak tercapainya target dari
program penanggulangan kasus Kurang Energi Protein di wilayah kerja
Puskesmas Mauk yakni pada desa Tegal Kunir Kidul dan desa Tegal Kunir Lor.

71

5.4.

Penyebab Masalah
Penyebab masalah merupakan kesenjangan yang terjadi diluar keluaran
(output). Setelah kami melakukan analisis variabel pada program penanggulangan
kasus Kurang Energi Protein (KEP) pada balita dengan metode pendekatan
sistem, kami mendapatkan beberapa penyebab masalah terkait program ini.
Berikut penyebab masalah yang kami temukan :

Gambar 14. Penyebab masalah yang ditemukan pada Analisis Variabel


A.
1)

2)

B.
1)

Masukan (Input)
Sumber Daya Manusia (Man)
Kurangnya jumlah tenaga pelaksana pembantu (kader).
Kurangnya pengetahuan sumber daya manusia sebagai kader.
Sarana (Material)
Tidak seluruh tenaga pelaksana memiliki alat komunikasi.
Tidak tersedianya alat untuk mengukur panjang badan di setiap desa.
Proses (Process)
Perencanaan
Tidak adanya perencanaan dalam pemilihan tenaga pembantu yang sesuai standar

dan berdedikasi
2) Organisasi
Tidak adanya sistem pemilihan tenaga pembantu yang sesuai standar dan
berdedikasi
3) Pelaksanaan

72

Tidak terlaksananya kegiatan pos gizi yang sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan.
Kurangnya kesadaran keluarga dengan pasien KEP untuk kembali melakukan
kunjungan ke puskesmas untuk terapi lebih lanjut.
Lingkungan (Environment)
Fisik
Tidak semua keluarga pasien dapat menjangkau lokasi puskesmas Mauk.
Non-fisik
Pengetahuan masyarakat mengenai program ini masih kurang
Kurangnya pendapatan warga sehingga tidak cukup membiayai pembelian

C.
1)

2)

makanan.

5.5.

Alternatif Jalan Keluar

No. Penyebab Masalah

Alternatif Jalan Keluar


Menambah jumlah tenaga pelaksana

1.

K pembantu yang terlibat menjadi


urangnya

jumlah

tenaga minimal 5 untuk setiap posyandu.

pelaksana pembantu (kader).


Melakukan

pelatihan

berkala

terhadap tenaga pelaksana pembantu

K
urangnya pengetahuan sumber
daya manusia sebagai kader

(kader) sesuai dengan Pedoman


Penyelenggaraan Pelatihan Kader
Kesehatan Kerja oleh Kementerian
Kesehatan RI. Pada pedoman ini
dijelaskan
pelatihan

mengenai
dengan

metode
pendekatan

partisipatif serta praktek lapangan di


Puskesmas

atau

tempat

kerja

masing-masing.
2

Tersedianya

sarana

maupun

T prasarana seperti alat komunikasi


idak cukup tersedianya sarana yang

dapat

mendukung

komunikasi yang memadai di terlaksananya program ini dengan

73

antara tenaga pelaksana yang baik.


terlibat.

Sesuai Permenkes no 1 tahun 2014


tentang Petunjuk Teknis Bantuan

idak

tersedianya

alat

ukur

Operasional Kesehatan bahwa dana


yang bersumber dari APBN dapat
digunakan

untuk

pembelian/belanja

tinggi/panjang badan di setiap

keperluan

barang

untuk

mendukung pelaksanaan kegiatan

desa.

upaya kesehatan di luar gedung.


Dilakukan seleksi yang baik agar

T mendapatkan

tenaga

pelaksana

idak adanya perencanaan yang pembantu (kader) dengan dedikasi


baik dalam sistem pemilihan tinggi dan berkualitas.
tenaga
yang

pelaksana
sesuai

pembantu

standar

berdedikasi

dan

Sesuai dengan peraturan menteri


dalam negeri nomor 9 tahun 2001
tentang

Kader

Pemberdayaan

Masyarakat dan Permenkes nomor


23 tahun 2014 tentang Upaya
Perbaikan

Gizi

bahwa

beberapa

kriteria

terdapat

yang

harus

dipenuhi seseorang untuk dapat


menjadi kader.

Dilakukan seleksi yang baik agar

T mendapatkan

tenaga

pelaksana

idak adanya sistem pemilihan pembantu (kader) dengan dedikasi


tenaga

pelaksana

pembantu tinggi dan berkualitas.

yang sesuai dan berdedikasi

Sesuai dengan peraturan menteri


dalam negeri nomor 9 tahun 2001

74

tentang

Kader

Pemberdayaan

Masyarakat dan Permenkes nomor


23 tahun 2014 tentang Upaya
Perbaikan

Gizi

bahwa

beberapa

kriteria

terdapat

yang

harus

dipenuhi seseorang untuk dapat


menjadi kader.
Melaksanakan kegiatan pos gizi

T sesuai dengan jadwal menggunakan


idak terlaksananya kegiatan pos Pedoman Pergizi Penatalaksanaan
gizi yang sesuai dengan jadwal

Anak Balita Gizi Buruk dan Gizi


Kurang di Pos Pergizi

K Melakukan

urangnya kesadaran keluarga masyarakat


dengan

pasien

KEP

penyuluhan
tentang

kepada

pentingnya

untuk program penanggulangan KEP, dan

kembali melakukan kunjungan bahwa program tersebut merupakan


ke puskesmas untuk terapi lebih program yang berlangsung secara
lanjut.

berkelanjutan dalam jangka waktu


yang panjang.

Meningkatkan

komunikasi

yang

baik melalui konsultasi dan edukasi


kepada keluarga pasien. Apabila
tidak memungkinkan, konsultasi dan
konseling dapat dilakukan pada saat
kunjungan rumah.

75

Meningkatkan

komunikasi

T baik

tenaga

antara

yang

pelaksana

idak semua keluarga pasien pembantu (kader), bidan desa dan


dapat

menjangkau

lokasi penanggung

puskesmas.

jawab

program

di

puskesmas agar pasien tidak lolos


dari

jadwal

kunjungan

rumah.

Konseling dan konsultasi dapat


sekaligus

dilakukan

di

rumah

pasien.
Melakukan penyuluhan mengenai

P program pemberantasan gizi buruk


engetahuan

masyarakat dan pada akhir sesi penyuluhan

mengenai program ini masih dilakukan


kurang.

evaluasi

dengan

memberikan beberapa pertanyaan


mengenai materi yang dijawab oleh
peserta penyuluhan.

Menyarankan kepada masyarakat


untuk mengikuti pelatihan kerja
gratis yang diselenggarakan oleh

K
urangnya

pendapatan

sehingga

tidak

membiayai
makanan.

warga

Dinas

Tenaga

meningkatkan

Kerja

sehingga

kemampuan

kerja

masyarakat.

cukup Memberikan motivasi bagi warga


pembelian untuk dapat memulai usaha sendiri
(wirausaha).

76

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.

Kesimpulan

Berdasarkan laporan kinerja Puskesmas Mauk tahun 2015, terdapat


masalah berupa tidak tercapainya penanggulangan kasus Kurang Energi Protein
(KEP) di kecamatan Mauk.
Melalui evaluasi program dengan metode pendekatan sistem untuk
mencari penyebab masalah yang terdapat pada program, kami menemukan adanya
beberapa penyebab yang menyebabkan tidak tercapainya target dari program ini,
antara lain :

Kurangnya

Kurangnya

Tidak

Tidak tersedianya alat untuk

Tidak adanya perencanaan

jumlah

tenaga

pelaksana pembantu yang terlibat.


pengetahuan

sumber daya manusia sebagai kader.


seluruh

tenaga

pelaksana memiliki alat komunikasi.


mengukur panjang badan di setiap desa.
dalam pemilihan tenaga pelaksana pembantu yang sesuai standar dan
berdedikasi.

Tidak

adanya

sistem

pemilihan tenaga pelaksana pembantu yang sesuai standar dan berdedikasi.

Tidak terlaksananya kegiatan


pos gizi yang sesuai dengan jadwal pada pedoman pergizi.

Kurangnya

kesadaran

keluarga untuk melakukan kunjungan kembali ke puskesmas.

Tidak semua keluarga pasien


dapat menjangkau lokasi puskesmas.

Pengetahuan

Kurangnya pendapatan warga

masyarakat

yang kurang akan adanya program ini.


sehingga tidak cukup dalam membiayai pembelian makanan.

77

Setelah mengetahui penyebab masalah yang ada dari program ini, kami
mengevaluasi dan menganalisis kembali setiap masalah untuk mencari alternatif
jalan keluar yang bersifat feasible dan dapat dijadikan masukan untuk
perencanaan pelaksanaan program kedepannya.
6.2.

Saran

Dari alternatif jalan keluar yang telah diperoleh, penulis memiliki beberapa
saran demi tercapainya target dari program penanggulangan KEP pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Mauk. Berikut saran yang dapat dilakukan kedepannya :
1. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Tangerang
Menyediakan dana untuk penyediaan alat dan sarana demi mendukung upaya
kesehatan di luar gedung Puskesmas.
Menyusun sebuah sistem dan standar minimal yang harus dicapai dalam
pemilihan tenaga pelaksana pembantu.
2. Untuk Puskesmas Mauk
Menambah jumlah tenaga pelaksana pembantu menjadi 5 orang per posyandu.
Melakukan pelatihan berkala terhadap kader sesuai dengan Pedoman
Penyelenggaraan Pelatihan Kader Kesehatan Kerja oleh Kementerian Kesehatan
RI.
Melakukan koordinasi dengan Dinas Kabupaten untuk menyediakan sarana dan
prasarana yang dapat mendukung terlaksananya program ini dengan baik.
Melakukan seleksi yang baik terhadap calon tenaga pelaksana pembantu sesuai
dengan kebijakan yang disusun oleh pemerintah daerah.
Melaksanakan program pos gizi yang sesuai dengan jadwal seperti pada Pedoman
Pergizi.
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya program
penanggulangan KEP dengan evaluasi setiap akhir sesi kepada peserta penyuluhan
untuk meningkatkan kesadaran keluarga untuk kembali melakukan kunjungan ke
puskesmas.
Meningkatkan komunikasi yang baik antara tenaga pelaksana pembantu, bidan
desa, dan penanggung jawab program di puskesmas agar pasien tidak lolos dari
jadwal kunjungan rumah.
Melakukan kunjungan ke rumah keluarga dengan pasien gizi buruk yang kesulitan
dalam menjangkau puskesmas.
3. Untuk masyarakat wilayah cakupan puskesmas Mauk
Meningkatkan motivasi diri dalam mengikuti penyuluhan yang dilakukan oleh
puskesmas.

78

Meningkatkan respon untuk melakukan komunikasi dengan puskesmas melalui


tenaga pelaksana pembantu ataupun bidan desa.
Meningkatkan motivasi diri dalam usaha mencari sumber penghasilan yang tetap,
baik dengan mengikuti pelatihan kerja maupun berusaha membuka usaha mandiri.

79

DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.2010. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) Tahun 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
2. Nasar S, Hamzah E.S, Hartati B, Peedyawati E, Harianto B, et al. Kurang
Energi Protein. gizi.depkes.go.id/wp-content/.../10/ped-tata-kurang-protein
3. Anonim. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; Jakarta, 2014
4. Sugihatono Anung. Rencana Strategis Pembangunan Kesehatan Bidang Gizi
dan KIA. Yogyakarta: Pertemuan ilmiah dan kongres persagi XV; 2014.
5. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Tata Laksana Kurang Energi Protein pada
Anak di Puskesmas dan di Rumah Tangga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
1998.
6. Handayani L, Surahma AM, Nurdianis N. Evaluasi Program Pemberian
Makanan Tambahan Anak Balita. 2008. Tersedia pada: http://lina.staff.uad.ac.id/?
download=03-3.APlinahandayani.pdf. Diakses 2016
7. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No.
920/Menkes/SK/VIII/2002 tentang Klasififikasi Status Gizi Anak Bawah Lima
Tahun (Balita). Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2002.
8. Suyono A. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Balita dengan Bahan Utama
Jagung. 2009. Tersedia pada :http://www.solex-un.net/repository/id/hlth /CR4Res1-ind.pdf . Published 2009. Diakses 2016
9. Santoso S, Ranti AL. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta; 2004.
10. Ramadhan. Pemberian Makanan Tambahan Anak Usia Prasekolah. Database
Online.

Tersedia

pada

http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/02/10/

pemberian-makanan-tambahan-pmt-balita/. 2009. Diakses 2016

80

11. Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan. Pedoman Pergizi Penatalaksanaan Anak Balita Gizi
Buruk dan Gizi Kurang di Pos Pergizi. Jakarta, Kementerian Kesehatan; 2011.
12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Pelaksanaan Surveilans
Gizi. Jakarta; 2012.
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi
dan Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Bina Gizi. Bagan Tatalaksana Anak Gizi
buruk, buku 1 dan 2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2011
14. Aristiyani E. Hubungan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Terhadap
Perubahan Berat Badan Anak

Balita Gizi Buruk di Kabupaten Pati tahun

2006.Tersedia pada http://eprints.undip.ac.id/9211/. 2010. Diakses 2016


15. Departemen Kesehatan RI. Laporan Penanggulangan Gizi Buruk di Indonesia
Tahun 2005. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2005.
16. Murnianingsih, Sulastri. Hubungan antara Pemberian Makanan Tambahan
pada Usia Dini dengan Tingkat Kunjungan ke Pelayanan Kesehatan di Kelurahan
Sine Sragen. Berita Ilmu Keperawatan. 2008:113-118.
17. Kepala UPTD Puskesmas Mauk & staff. Profil Puskesmas 2014. Tangerang,
2014.
18. Kepala UPTD Puskesmas Mauk & staff. Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas
Mauk 2015. Tangerang. 2015

81

LAMPIRAN

KUESTIONER UNTUK KADER KEC. MAUK

Inisial Nama:
Umur:
Pekerjaan:

1)
a) Tidak sekolah

b) SD

Pendidikan terakhir:
c) SMA

2)
a. < 5 tahun

d) D3

e) S1

Berapa lama Ibu menjadi kader?

b. > 5 tahun
3)

Sudah berapa kali mendapat pelatihan kader dalam

1 tahun terakhir ini?


a. > 2x

b < 2x

c Tidak pernah
4)

Apakah Ibu aktif secara rutin dalam kegiatan

5)

Jika tidak apa alasannya?

posyandu tiap bulan?


a. Ya

b. Tidak

a. Sibuk, sehingga tidak bisa hadir


b. Ada yang menggantikan
c. Posyandu tidak dilaksanakan tiap bulan
d. Lain-lain.

6)
a) Sangat termotivasi

Seberapa termotivasi anda menjadi kader?

b) Biasa saja

7)

c) Kurang termotivasi d) Tidak termotivasi

Menurut anda makanan apa yang terbaik untuk anak

antara 0-6 bulan?

82

a) ASI saja

b) ASI + susu botol

8)

c) ASI + buburd) susu botol

Bila bayi tidak naik BB 2x setelah penimbangan

berkala, apa yang akan anda lakukan?


a)
b)
c)

9)

Rujuk ke puskesmas
Edukasi ibunya
Edukasi + beri makanan tambahan

Menurut anda apakah gambar di kanan atas kertas

gizi buruk?
a)
b)
c)

Gambar pertama gizi buruk


Gambar kedua gizi buruk
Gambar pertama dan kedua gizi

buruk

83

Nama

Usia

Pekerjaan

1. Penghasilan keluarga
a. < 500.000 per bulan
b. 500.000-1.000.000 per bulan
c. > 1.000.000 per bulan
2. Pendidikan terakhir
a. Ibu
:
b. Bapak :
3. Antropometri anak
a. Umur anak
:
b. Berat badan terakhir
:
c. Panjang/tinggi badan terakhir :
4. Apakah empeng bagus untuk bayi?
5. Apakah bayi anda ditimbang setiap bulan?
6. Apakah gizi buruk dapat mengurangi tumbuh kembang anak?
7. Bagaimana kondisi gizi anak ibu? (normal/gizi kurang/gizi buruk)
8. Apakah anak anda pernah sakit berat? (Jika pernah, sebutkan penyakitnya)
9. Apakah anak anda mengkonsumsi ASI?
10. Menurut bapak/ibu lebih baik memberikan ASI atau susu formula kepada anak?
Mengapa?
11. Apakah makanan yang dapat diberikan kepada anak selain ASI?
12. Pada usia berapakah makanan tambahan selain ASI boleh diberikan pada anak?
13. Bagaimana cara memberikan makanan tambahan bagi anak?
14. Apakah anda tahu program Pemberian Makanan Tambahan(PMT)?

84

Anda mungkin juga menyukai