Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Retensio Plasenta Menurut Ahli

Retensio Plasenta
Pengertian
Retensio plasenta adalah placenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir
(Manuaba, 2010). Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah kelahiran bayi (Rukiyah & Yulianti, 2010). Retensio plasenta
adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta sehingga atau lebih dari 30 menit
setelah bayi lahir.Hampir sebangian besar gangguan pelepesan plasenta disebabkan
oleh gangguan kontraksi uterus (Nugroho, 2010).
Klasifikasi Retensio
Plasenta Retensio plasenta terdiri dari beberapa Jenis antara lain :
1. Plasenta Adhesive adalah Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta.
2. Plasenta Akreta adalah Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai
sebangian lapisan miometrium.
3. Plasenta Inkreta adalah Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai
atau melewati lapisan miometrium.
4. Plasenta Prekreta adalah Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta Inkarserata adalah Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri(Nugroho, 2010).
Etilogi Sebab Retensio Plasenta:
1. Faktor-faktor maternal
1. Gravidarum berusia lanjut
2. Multi paritas
3. Faktor-factor uterus
2. Bekas sectio saesaria.
1. Plasenta sering tertanam pada jaringan cicatrix uterus.
2. Bekas pembedahan uterus.
3. Bekas curettage uterus, yang terutama setelah kehamilan atau abortus.
4. Bekas pengeluaran plasenta secara manual.
5. Bekas endometrium.
3. Faktor-faktor plasenta
1. Plasenta privia
2. Impementasi cornual.
Maka sebangian besar faktor etiolaogi tersebut masih diragukan dua faktor predeposisi
yang paling sering adalah plasenta previa dan bekas seksio seaceria (Hakimi phD,
2010).
Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara perlahan tetapi
progresif uterus mengecil, yang disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun
serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali. Peristiwa retraksi
menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-otot
polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum

terlepas, plasenta belum terlepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim
bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang.
Tanda Dan Gejala
1. Plasenta Akreta Parsial/Separasi Konsistensi uterus kenyal, TFU setinggi pusat,
Bentuk uterus discoid, Perdarahan sedang banyak, Tali pusat terjulur sebagian,
Ostium uteri terbuka, Separasi plasenta lepas sebagian dan Syok sering
2. Plasenta Inkarserata Konsistensi uterus keras, TFU 2 jari bawah pusat, Bentuk
uterus globular, Perdarahan sedang, Tali pusat terjulur, Ostium uteri terbuka,
Separasi plasenta sudah lepas, Syok jarang
3. Plasenta Akreta Konsistensi uterus cukup, TFU setinggi pusat, Bentuk uterus
discoid, Perdarahan sedikit / tidak ada, Tali pusat tidak terjulur, Ostium uteri
terbuka, Separasi plasenta melekat seluruhnya, Syok jarang sekali, kecuali akibat
inversio oleh tarikan kuat pada tali pusat(Sarwono, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta
1. Kelainan dari uterus itu sendiri yaitu anomalin dari uterus atau servik, kelemahan
dan tidak efektifitasnya kontraksi uterus, kontraksi yang tetanik dari uterus serta
pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa,
implantasi plasenta di cornu dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manjemen aktif kala III persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan plasenta yang menyebabkan kontraksi
uterus yang tidak ritmik.
Pemberian uterustonika yang tidak tepat waktunya dapat menyebabkan servik
berkontraksi dan menahan plasenta, serta pemberian anastesi terutama yang
melelahkan kontraksi uterus (Pribakti, 2004). Normalnya pelepasan uri berkisar -
jam sesudah anak lahir, namun kita dapat menunggu paling lama sampai 1 jam. Tetapi
bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada persalinan yang lalu ada riwayat
perdarahan post partum, maka tidak boleh menunggu, sebaiknya plasenta langsung
dikeluarkan dengan tangan. Apabila sudah terjadi perdarahan dari 500 cc atau satu
nirbeken sebaiknya uri dikeluarkan secara manual dan diberikan uterustonika.
4. Fase pelepasan uri, . (Hartanto, 2008).
Cara lepasanya uri ada beberapa macam yaitu : 1) Schultze Lepasnya seperti kita
menutup payung, cara ini yang paling sering terjadi (80%). Yang lepas duluan adalah
bagian tengah, 2) Ducan Lepasnya uri mulai dari pinggir, jadi pinggir uri lahir duluan
(20%). Darah yang akan mengalir diantara selaput ketuban. Serempak dari tengah dan
pinggir plasenta (Hartanto, 2008).
Komplikasi Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:
1. Perdarahan Terjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit
perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat
membuat luka tidak menutup.
2. Infeksi Karena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan
pertumbuhan bakteri dibantu dengan port dentre dari tempat perlekatan
plasenta.

3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan


kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.
4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis
5. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma Dengan masuknya mutagen,
perlukaan yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastikdiskariotik) dan akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro
invasive atau invasive, proses keganasan akan berjalan terus. Sel ini tampak
abnormal tetapi tidak ganas. Para ilmuwan yakin bahwa beberapa perubahan
abnormal pada sel-sel ini merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan
yang berjalan lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan kanker.
Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan prekanker, yang
bisa berubah menjadi kanker.
6. Syok haemoragik (Manuaba, 2010).
Penanganan retensio plasenta
Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal: infus
atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS. Kemudian
dibantu dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa apakah telah
terjadi pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman. Bila terjadi
perdarahan: lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan pengeluaran
manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta tidak dapat
dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan hysterectomia.
Cara untuk melahirkan plasenta:
1. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan penolong
meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan.
2. Pengeluaran plasenta secara manual (dengan narkose) Melahirkan plasenta dengan
cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum uteri, melepaskan plasenta dari
insertio dan mengeluarkanya.
3. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang dalam
pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk melahirkan
plasentanya (Sarwono, 2010).
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau
larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung,
nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan
yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau
NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan
drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400
cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang
sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.

5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan


dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan
di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan
dengan kuretase pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta,
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.

dilanjutkan

dengan

7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan


infeksi sekunder. (Sulisetiya, 2013).
Terapi Bila tidak terjadi perdarahan : perbaiki keadaan umum penderita bila perlu misal:
infus atau transfusi, pemberian antibiotika, pemberian antipiretika, pemberian ATS.
Kemudian dibantu dengan mengosongkan kandung kemih. Lanjutkan memeriksa
apakah telah terjadi pemisahan plasenta dengan cara Klein, Kustner atau Strassman.
Bila terjadi perdarahan: lepaskan plasenta secara manual, jika plasenta dengan
pengeluaran manual tidak lengkap dapat disusul dengan upaya kuretase. Bila plasenta
tidak dapat dilepaskan dari rahim, misal plasenta increta/percreta, lakukan
hysterectomia.
Cara untuk melahirkan plasenta:
1. Dicoba mengeluarkan plasenta dengan cara normal : Tangan kanan penolong
meregangkan tali pusat sedang tangan yang lain mendorong ringan. Pengeluaran
plasenta secara manual (dengan narkose)
2. Melahirkan plasenta dengan cara memasukkan tangan penolong kedalam cavum
uteri, melepaskan plasenta dari insertio dan mengeluarkanya.
3. Bila ostium uteri sudah demikian sempitnya, sehingga dengan narkose yang
dalam pun tangan tak dapat masuk, maka dapat dilakukan hysterectomia untuk
melahirkan plasentanya (Sarwono, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Abdat, 2010. Hubungan Antara Paritas Ibu dengan Plasenta Previa di Rumah Sakit
Dr. Moewardi Surakarta, Skripsi Universitas Sebelas Maret, Sumber : http://www.
http://eprints.uns.ac.id.

Antaranews, 2010. Penurunan


://www.antarnews.com

Farid. 2013. Jurnal Pendidikan Bidan. . Diakses tanggal 16 Juli 2013

Gultom, 2009. Karakteristik Penderita Perdarahan Antepartum Yang Dirawat Inap


di Rumah Sakit Santa Elizabeth Medan tahun 2004-2008. Skripsi Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas
Sumatera
Utara,
Sumber
:http://www.repository.ac.id

Harnia, 2010. Sikap dan Tindakan Bidan Terhadap Penanganan Retensio Plasenta
di Desa Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun. Skripsi D-IV Kebidanan Fakultas
Keperawatan USU.sumber : http://www.repository.usu.ac.id

Hakimi, (2010). Ilmu kebidanan patologi dan pisiologi persalinan, Yogyakarta


ejentia medica Manuaba, 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Penerbit EGC, Jakarta.

Angka

Kematian

Ibu,

sumber

http

Nasution, 2012.Prevalensi Persalinan Seksio Sesarea atas Indikasi Plasenta Previa


di RSUD Dr. Pirngadi Medan, sumber : http://www.repository.usu.ac.id

Notadmodjo, 2010. Perilaku Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Petra, 2008. Kemampuan (Ability). http://digilib. petra.ac.id /viewer. Php ? page


=17 &submit. x=14&submit.y=17&submit =next & qual=high&submitval
=next&fname =%2Fjiunk pe%2Fs1%2Feman%2F2008%2Fjiu nkpe-ns- s1-200831403361-9052- hanurda-chapter2.pdf. Diakses pada tanggal 16 Juli 2014

Pratiwi, 2012.Retensio Plasenta, sumber :http://delvita-pratiwi.blogspot.com


Rohani dkk, 2011.Asuhan kebidanan Pada Masa Persalinan, penerbit Salemba
Medika Rukiyah & Yulianti, 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi) : CV Trans Info
Media Jakarta

Sarwono, 2010. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan,


Penerbit Graha Ilmu. Sunaryo. 2007. Psikologi untukKeperawatan. Jakarta : EGC

Wawan & Dewi, 2010. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Manusia, Penerbit Nuha Medika, Yogyakarta.

Wiknjosastro,2010. Ilmu Kebidanan, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo, Jakarta.

Winardi, Sunaryo. 2007. PsikologiKeperawatan. Jakarta. Salemba Medika

WHO,
2010.
Maternal
Health
Epidemiology,
sumber
:http://who.int/maternal_child- adolescent/epidemiology/maternal/en /index.html

Anda mungkin juga menyukai