Laporan Refarat Gangguan Gerakan (Movement Disorder)
Laporan Refarat Gangguan Gerakan (Movement Disorder)
PENDAHULUAN
Gerakan involunter (GI) ialah suatu gerakan spontan yang tidak disadari, tidak
bertujuan, tidak dapat diramalkan dan dikendalikan oleh kemauan, bertambah jelas
waktu melakukan gerakan volunter atau dalam keadaan emosi dan menghilang waktu
tidur.
GI yang sering dijumpai pada anak akibat gangguan ganglia basalis dan/atau
serebelum mencakup tremor, korea, atetosis, distonia dan hemibalismus. GI yang
timbul bukan karena gangguan pada inti-inti organ tersebut, misalnya tic, spasmus
dan mioklonia tidak dibicarakan.
Gangguan
involunter
menjadi
tanda
klinik
gangguan
pada
sistem
a. Sindrom parkinson
b. Paralisis supranuklear progresif
c. Gangguan serebelum dan hubungan spinoserebral
PATOFISIOLOGI
Suatu fungsi motorik yang sempurna pada otot rangka memerlukan kerjasama
yang terpadu antara sistem piramidal (P) dan ekstrapiramidal (EP). Sistem P terutama
untuk gerakan volunter sedang sistem EP menentukan landasan untuk dapat
terlaksananya suatu gerakan volunter yang-trampii dan mahir. Dengan kata lain,
sistem EP mengadakan persiapan bagi setiap gerakan volunter berupa pengolahan,
pengaturan dan pengendalian impuls motorik yang menyangkut tonus otot dan sikap
tubuh yang sesuai dengan gerakan yang akan diwujudkan.
Sistem EP terdiri atas: 1). Inti-inti korteks serebri area 4S, 6 & 8; 2). Inti-inti
subkortikal ganglia- basalis yang meliputi inti kaudatus, putamen, globus palidus,
substansi nigra, korpus subtalamikum dan inti talamus ventrolateralis; 3). Inti ruber
dan formasio retikularis batang otak dan 4). Serebelum. Inti-inti tersebut saling
berhubungan melalui jalur jalur khusus yang membentuk tiga lintasan lingkaran
(sirkuit). Sedangkan sistem P, dari korteks serebri area 4 melalui jalur-jalur
kortikobulbar dan kortikospinal (lintasan piramidal) menuju Ice "lower motor neuron
(LMN).
Untuk mengetahui mekanisme terjadinya GI, terlebih dahulu dijelaskan
pengertian perihal jalannya impuls motorik yang digunakan 'untuk mempersiapkan
serebri area 4, 4S dan 6, menuju ke substansi nigra, putamen, globus palidus, inti
ventrolateralis talami dan kembali ke korteks motorik P & EP area 4, 4S dan 6.
3) Sirkuit ketiga
Impuls motorik dan area 4S dan 8 akan melalui sirkuit ini menuju ke inti
kaudatus, globus palidus dan inti ventrolateralis talami dan selanjutnya kembali ke
korteks motorik area P dan EP area 6. Sebagian impuls tersebut akan diteruskan ke
inti Luys sebelum kembali ke korteks yang bersangkutan.
Bila ada gangguan pada salah satu jalur sirkuit atau inti ganglia basalis atau
serebelum, maka gangguan umpan balik ke korteks motorik P dan EP akan timbul.
Hal ini disebabkan karena impuls motorik yang semula dicetuskan di korteks motorik
area bersangkutan tidak dapat diteruskan melalui jalur sirkuit atau tidak dapat
dikelola oleh inti-inti ganglia basalis dan serebelum yang terganggu. Dengan
demikian akan bangkit gerakan yang tidak terkendali sistem EP berupa gerakan
involunter. Bergantung pada lokalisasi lesi maka GI thpat berbentuk tremor bila lesi
pada serebelum atau substansi nigra, korea pada inti kauthtus dan globus palidus,
atetosis path bagian luar putamen dan globus palidus, distonia path bagian dalam
putamen dan inti kaudatus dan hemibalismus pada inti Luys .
Pada suatu penyakit tertentu dapat dijumpai satu atau beberapa jenis GI.
Seperti pada kelumpuhan otak tipe subkortikal, dapat ditemukan semua jenis GI
tersebut di atas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Gerakan involunter merupakan gerakan yang tidak sesuai dengan
kemauan, tidak diketehendaki, dan tidak bertujuan.
B. PATOFISIOLOGI
Suatu fungsi motorik yang sempuma pada otot rangka memerlukan kerjasama
yang terpadu antara sistem piramidal (P) dan ekstrapiramidal (EP). Sistem piramidal
terutama untuk gerakan volunter sedang sistem ekstrapiramidal menentukan landasan
untuk dapat terlaksananya suatu gerakan volunter yang terampil dan mahir.
Dengan kata lain, sistem ekstrapiramidal mengadakan persiapan bagi setiap
gerakan volunter berupa pengolahan, pengaturan dan pengendalian impuls motorik
yang menyangkut tonus otot dan sikap tubuh yang sesuai dengan gerakan yang akan
diwujudkan.
Sistem ekstrapiramidal terdiri atas:
1. Inti-inti korteks serebri area 4S, 6 & 8;
2. Inti-inti subkortikal ganglia basalis yang meliputi inti kaudatus, putamen, globus
palidus, substansi nigra, korpus subtalamikum dan inti talamus ventrolateralis;
3. Inti ruber dan formasio retikularis batang otak dan
4. Serebelum. Inti-inti tersebut saling berhubungan melalui jalur jalur khusus yang
membentuk tiga lintasan lingkaran (sirkuit).
Sedangkan sistem piramidal, dari korteks serebri area 4 melalui jalur-jalur
kortikobulbar dan kortikospinal (lintasan piramidal) menuju Ice "lower motor neuron
motor dan
Keduanya
merupakan
suatu
kesatuan
yang
tidak
terpisahkan
dalam
3)Sirkuit ketiga
Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area 4S untuk
diolah secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus, globus palidus & nucleus
ventrolateralis talami. Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls oleh nucleus
ventrolateralis
talami
yang
dipancarkannya
ke
korteks
piramidalis
&
ekstrapiramidalis (area 6). Impuls terakhir ini melakukan tugas INHIBISI. sebagian
impuls ini disampaikan oleh globus pallidus kepada nucleus Luysii.
Bila area 4S & 6 tidak dikelola oleh impuls tersebut maka timbul gerakan
involunter (gerakan spontan yang tidak dapat dikendalikan) seperti Khorea dan
Atetosis .Keduanya akibat lesi di nucleus kaudatus & globus pallidus. Balismus
akibat lesi di Nukleus Luysii.
sejenak namun berkal-kali dan kadang kala selalu serupa atau berbentuk majemuk.
Menurut gerakan otot involunter yang timbul, penggolongan tic diberi tambahan
sesuai dengan lokasi kontraksi otot stempat. Dengan demikian dikenal istilah tic
facals, yang mengenai otot-otot wajah, otot orbikularis oris, dan tic orbikularis okuli.
Dalam hal ini, otot yang berkontarksi secara involunter adalah otot orbikularis oris,
orbikularis okuli dan zigomatikus mayor atau otot fasial lainnya.
Penyebab tic belum diketahui, tic merupakan suatu gerakan yang
terkoordinir , berulang dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang
sinergistik.
Tics adalah gerakan involunter yang sifatnya berulang, cepat, singkat,
stereotipik, kompulsif dan tak berirama, dapat merupakan baian dari kepribadian
normal.
Gerakan otot penggerak pita suara yang mana suara yang diproduksi berubahubah karena pasien berusaha memindahkan udara nafasnya melalui mulut, kadang
sengau karena melewati hidung sehingga gerakan tik ini disebut juga tik verbal.
b. Tik motorik sederhana
Tik ini biasanya terjadi tiba-tiba, singkat, gerakan berarti yang biasanya hanya
melibatkan satu kelompok otot, seperti mata berkedip, kepala menyentak, atau
mengangkat bahu. Selain itu, dapat beragam tak bertujuan dan mungkin termasuk
gerakan-gerakan seperti tangan bertepuk tangan, leher peregangan, gerakan mulut,
kepala, lengan atau kaki tersentak, dan meringis wajah.
c. Tik motorik komplek
Tik motor komplek biasanya lebih terarah-muncul dan yang bersifat lebih
lama. Mereka mungkin melibatkan sekelompok gerakan dan muncul terkoordinasi.
Contohnya menarik-narik baju, menyentuh orang, menyentuh benda-benda,
ekopraksia/gerakan latah dan koprolalia/ngomong jorok.
Tik fonik yang bersifat komplek dapat jatuh ke dalam gerakan tik motor
komplek berbagai seri (kategori), termasuk echolalia (mengulangi kata-kata hanya
diucapkan oleh orang lain), palilalia (mengulangi seseorang kata-kata sebelumnya
diucapkan sendiri), lexilalia (mengulangi kata-kata setelah membaca mereka), dan
coprolalia (ucapan spontan sosial pantas atau tabu kata atau frase).
Tik motor komplek jarang terlihat berdiri sendiri kadang dicetuskan denagn
tik yang sederhana.
Jenis-jenis tics meliputi :
a. Tics sederhana misalnya kedipan mata dan tics fasialis. Biasanya dijumpai pada
anak yang cemas atau pada umur yang lebih tua dan dapat hilang secara spontan.
b. Tics konvolsif atau tics hereditar multipleks (sindrom gilles de la Tourette).
Dijumpai pada anak dengan tics sederhana yang kemudian berkembang
mengalami multipleks. Penderita biasanya mengalami hambatan dalam
pergaulan. Gejalanya antara lain dapat berupa :
Koprolalia
Diagnosis ditegakkan atas gejala klinik, dan harus dibedakan dengan
mioklonus dan gerakan khorea.
Terapi untuk tics sederhada adalah benzodiazepin. Untuk sindrom gilles de
tourette dapat diberikan :
a.
b.
c.
d.
2. TREMOR
Tremor adalah sesuatu gerakan osilasi ritmik, agak teratur, berpangkal pada
pusat gerakan tetap dan biasanya dalam suatu bidang tertentu. Tremor meliputi tremor
fiiologik
dan
patologik.
Tremor
patologik
meliputi
resting/static
tremor,
Tremor fisiologik
Tremor pada jari-jari, tangan dan kaki yang timbul pada waktu seseorang yang
mengalami stres.
Tremor fisiologis merupakan fenomena normal yang dapat terjadi dalam
keadaan terjaga atau selama fase tertentu selama tidur. Frekuensinya berkisar 8-13 Hz
(10 Hz), dan lebih rendah pada orang tua dan anak-anak. Tremor ini dihasilkan oleh
getaran pasif akibat aktivitas mekanik jantung (balistocardiogram). Sifat tremor
sangat halus dan tidak dapat dilihat secara kasat mata. Tremor fisiologis dapat
ditingkatkan oleh kondisi emosi (takut, cemas) dan latihan fisik.
Tremor patologis (secara klinis kadang disebut tremor saja) memiliki ciri:
disebabkan oleh hal-hal yang bersifat patologis, paling sering melibatkan otot-otot
distal ekstremitas (khususnya jari dan telapak tangan), lalu otot-otot proksimal,
kepala, lidah, rahang dan korda vokalis. Frekuensiya 4-7 Hz. Dengan bantuan EMG,
tremor patologis dapat diklasifikasikan berdasarkan kekerapannya, hubungan dengan
postur dan gerakan volunter, pola bacaan EMG pada otot yang bekerja berlawanan,
serta respons terhadap pemberian obat tertentu.
Resting/static tremor
Ditemukan pada sindrom parkinson, dengan frekuensi 6-10 kali per detik,
mengenal sendi pergerakan tangan dan sendi metakarpofalangeal. Tremor ini timbul
pada waktu anggota gerak dalam keadaan istirahat. Dilengkapi dengan gerakan
oposisi telunjuk dan ibujari secara ritmik, gerakan ini disebut pill rolling.
Merupakan tremor kasar dengan frekuensi 3-5 Hz, pada EMG terlihat ledakan
aktifitas
yang
berganti-gantian
(alternating)
otot-otot
yang
bekerja
Tremor ini timbul saat melakukan gerakan, dan tremor akan terjadi secara
maksimal pada saat gerakan tangan mendekati sasarn. Tremor jenis ini akibat
gangguan serebelum.
Tremor Intention merupakan tremor yang timbul ketika pasien melakukan
gerakan aktif, tertuju, dan presisi/fine (misalnya, menyentuh ujung hidung dengan jari
telunjuk). Ciri khas tremor intention adalah tremor semakin jelas pada saat mendekati
target yang dituju. Disebut ataxic karena disertai oleh ataxia cerebellar. Tremor
menghilang pada saat tungkai tidak bekerja atau pada saat fase inisiasi memulai
gerakan. Frekuensi 2-4 Hz. Penyebab tremor ini adalah kelainan pada cerebelum (lesi
di nukleus interpositus, nukleus dentatus) dan koneksinya, terutama pada pedunkulus
cerebelar superior.
Postural/acion tremor
Tremor jenis ini timbul pada waktu anggota gerak melakukan gerakan dan
kemudian dipertahankan dalam posisi tertentu.
Tremor Postural dan Aksi (kedua istilah ini sering dipertukarkan) terjadi
ketika tubuh dan ekstremitas dipelihara (dipertahankan) dalam posisi tertentu
terutama untuk menjaga postural dan melawan gravitasi (misal: merentangkan kedua
lengan di depan dada). Karena untuk mempertahankan posisi tersebut dibutuhkan
kerja sejumlah otot ekstensor. Tremor ini dapat muncul pada gerakan aktif dan
meningkat apabila kebutuhan gerakan semakin tinggi. Tremor menghilang apabila
ekstremitas direlaksasi namun muncul kembali bila otot yang bekerja diaktifkan.
Karakteristik tremor postural/aksi yakni adanya ledakan ritmis pada neuron motorik
yang terjadi tidak secara sinkron dan simultan pada otot yang berlawanan, tidak
seimbang dalam hal kekuatan dan periodenya.
Tremor postural/aksi ini terbagi lagi menjadi beberapa tipe:
Tremor pada alkoholik. Tremor ini terjadi pada penarikan alkohol dan obat
sedatif (benzodiazepin, barbiturat) setelah penggunaan yg cukup lama.
Tremor histerikal, terjadi pada pasien dengan gangguan histeria. Selain tremor
gejala lainnya: rasa berat di tungkai, kram, sulit bernapas, palpitasi, rasa
3. MIOKLONUS
Merupakan aktivasi sekelompok otot yang menyebabkan gerak singkat,
eksplosif seperti tersengat listrik, sering mengenai seluruh ekstremitas. Sentakan
mioklonus sekali terjadi bisa mengenai seluruh otot, seperti yang sering terjadi ketika
kita mulai tertidur. Mioklonus juga bisa terbatas pada satu tangan, sekumpulan otot di
lengan bagian atas atau tungkai atau bahkan pada sekelompok otot wajah.
Penyebabnya banyak sekali seperti dari penyakit vascular, obat-obatan dan
ganguan metabolic, dan penyakit neurodegenerative seperti enselopati spongioform.
Mioklonus adalah kontraksi suatu otot atau sekelompok otot yang tidak
disadari dan bersifat mendadak, mengakibatkan gerakan yang dapat dilihat pada
tempat/sendi yang bersangkutan.
Gerakan otot ini biasanya tak berirama, tidak sinkron, multipleks, spontan
atau dengan rangsang sensorik, dan kadang-kadang dapat bersifat ritmik.
Gerakan abnormal yang timbul pada mioklonus adalah akibat lesi atau
kelainan susunan saraf pusat (SSP), sedangkan gerakan-gerakan abnormal yang
timbul akibat lesi perifer tidak termasuk dalam mioklonus.
Mioklonus bisa timbul akibat kelainan pada SSP oleh karena gangguan
metabolik, lesi fokal atau gangguan struktur SSP, dan familial.
Jenis-jenis mioklonus
1. Berdasarkan penyebab
a. Mioklonus idiopatik (kausa tidak diketahui)
Mioklonus esesnsial herediter
Mioklonus nokturnal
b. Mioklonus simptomatik
Kelainan difus pada serebrum dan serebelum
Kelainan fokal terutama di batang otak.
2. Berdasarkan gambaran klinik
a. Mioklonus epileptik
b. Ramsay hut
c. Mioklonus palatal
d. Mioklonus pascahipoksia (sindrom lance-adam)
Mioklonus esensial herediter atau paramioklonus multipleks adalah mioklonus
yang timbul dalam satu keluarga dan diwariskan secara autosomal dominan. Biasanya
tidak progresif bila tidak ada kelainan neurologik lainnya. Sementara itu mioklonus
nokturnal timbul pada malam hari, tidak progresif, benigna, tidak dijumpai kelainan
neurologik dan bersifat familiar.
Mioklonus simptomatik dapat dilatarbelakangi oleh kelainan otak atau
serebelum yang bersifat difus (ensefalopati metabolik, hipoksia, toksik, infeksi virus)
ataupun bersifat lokal (GPDO, demielinisasi, tumor).
Mioklonus epileptik termasuk mioklonus simtomatik. Munculnya mioklonus
disertai bangkitan epilepsi. Sementara itu, mioklonus ramsay hunt yang disebut pula
sebagai mioklonus serebelaris disinergi juga termasuk mioklonus simtomatik.
Mioklonus ini bersifat progresif, lambat dan akhirnya disertai dengan mioklonus yang
bersifat intensional. Mikolonus ramsay hunt terjadi secara sporadik, familiar, dan
diwariskan secara autosomal baik dominan maupun resesif. Sindrom ini termasuk
ensefalopati.
pengobatan
segera
setelah
persalinan.
Khorea
dapat
diatasi
dengan
pemberian
haloperidol;
dapat
pula
atrofi.
Terdapat
kelebihan
aktivitas
sistem
dopaminergik
dan
pada
beberapa
penyakit
yang
berbeda.
Seseorang yang mengalami korea dan atetosis memiliki kelainan pada ganglia
basalisnya di otak. Penyakit yang seringkali menyebabkan korea dan atetosis adalah
penyakit Huntington.
Gerakan atetotik ditemukan pada beberapa penyakit:
1) Kelumpuhan otak (cerebral palsy)
Biasanya dijumpai pada anak terutama bayi baru lahir akibat kerusakan otak
non-progresif yang terjadi intrauterin,waktu lahir atau segera sesudah lahir.
Kelumpuhan otak yang disertai gerakan atetotik/koreo-atetotik termasuk kelumpuhan
otak tipe subkortikal, akibat lesi pada komponen ganglia basalis. Tipe ini meliputi 5
15% kasus kelumpuhan otak.
Terdapat 2 faktor perinatal sebagai penyebab utama kelumpuhan otak tipe subkortikal
ialah hiperbilirubinemia (kern ikterus) dan asfiksi berat.
Gejala klinik biasanya baru tampak sesudah umur 18 bulan. Dapat ditemukan
gerakan atetotik, koreo-atetotik maupun jenis GI fainnya bergantung pada lokasi
kerusakan. Pengobatan hanya simtomatik dan suportif.
2) Sindrom Lesch-Nyhan
Kelainan ini sangat jarang dijumpai,ditandai oleh gerakan koreoatetotik
bilateral, retardasi mental, mutilasi diri dan hiperurikemia. Etiologi belum diketahui;
dihubungkan dengan defisiensi ensim hipoksantin-guanin fosforibosil transferase
pada eritrosit, fibroblast dan ganglia basalis. Merupakan penyakit herediter yang
diturunkan secara sex-linked resesif_pada kromosom X sehingga hanya terdapat pada
anak lelaki.
Gerakan atetotik mulai timbul pada umur 68 bulan, kemudian diikuti
gerakan koreo-atetotik dan pada usia di atas 2 tahun sudah dapat ditemukan sindrom
yang lengkap. Pengobatan dengan alopurinol 8 mg/kgBB sehari dalam tiga kali
pemberian. Prognosis jelek.
3) Penyakit Hallervorden-Spatz
Kelainan degeneratif pada substansi nigra dan globus palidus yang herediter
dan diturunkan secara autosom resesif. Etiologi tidak diketahui, diduga ada hubungan
dengan deposisi pigmen yang mengandung zat besi pada kedua daerah tersebut.
Namun tidak jelas adanya gangguan metabolisme zat besi yang menyertainya.
Penyakit ini jarang dijumpai.
Gejala klinik biasanya manifes pada umur 8-10 tahun berupa gerakan atetotik,
kekakuan pada lengan/tungkai dan retardasi mental yang progresif. Kadang-kadang
timbul kejang. Perjalanan penyakit lambat progresif. Tidak ada pengobatan, prognosis
jelek, biasanya meninggal dalam 5-20 tahun.
Atetosis ini disebabkan oleh anoksi pada waktu lahir. Terjadi dimielinisasi
pada putamen dan kadang-kadang pada globus palidus.
Manifestasi klinik berupa gerakan involunter yang lambat dan melilit-lilit,
terutama pada lengan bagian distal. Kelainan ini dapat diatasi dengan pemberian
haloperidol maupun diazepam.
6. DISKINESIA TARDIF
Diskinesia sendiri ialah pergerakan yang tidak disadari. Tardif ialah efek dari
pemakaian obat. Sehingga diskinesia tardif adalah gerakan berulang- ulang dan tidak
disadari yang merupakan efek samping jangka panjang dari obat antipsikotik
khususnya pada orang sakit jiwa.
Gambaran klinis diskinesia tardif yaitu berulang-ulang, involunter dan
gerakan yang tidak ada tujuannya. Selain menyeringai, menjulur-julurkani lidah,
bergetar, melipat dan mengerutkan bibir serta mengedipkan mata secara cepat.
Pergerakan cepat dari ekstremitras dan jari-jari juga muncul pada beberapa penderita.
Hal yang membedakannya dengan parkonson disease ialah pergerakan dari
ekstremitasnya. Pada parkinson disease, pasien kesulitan untuk bergerak tetapi pada
pasien diskinesia tardif tidak ada kesulitan untuk bergerak.
Mekanisme diskinesia tardif karena proses antagonisme dopamin di jalur
antara lokasi substansia nigra dan korpus striatum. Terutama kalau yang terkena
proses antagonisasi dopaminpada reseptor D2 menyebabkan efek lepas obat dan
menimbulkan gerakan ini.
Pedoman dibuktikan berbasis dari American Academy of Neurology
merekomendasikan penggunaan clonazepam dan ginkgo biloba untuk TD. Fukasawa
et al melaporkan bahwa clonazepam berhasil mengurangi gejala TD dan dyskinesia
lisan spontan
7. Hemibalismus
Hemiballismus ialah sejenis chorea, biasanya menyebabkan gerakan
melempar satu lengan di luar kemauan dengan keras. Hemiballismus mempengaruhi
satu sisi badan. Lengan terkena lebih sering daripada kaki. Biasanya disebabkan oleh
stroke yang mempengaruhi bidang kecil tepat di bawah basal ganglia yang disebut
nukleus subthalamic. Hemiballismus untuk sementara mungkin melumpuhkan karena
ketika penderita mencoba menggerakkan anggota badan, mungkin melayang secara
tak terkendali.
Hemibalismus disebabkan oleh beberapa macam proses patologik antara lain
gangguan vaskuler, infeksi, trauma, dan tumor. Kelainan di otak berupa destruksi
nukleus subtalamik.
Gambaran klinik meliputi gerakan involunter berupa gerakan spontan
melempar bola. Gerakan ini melibatkan otot-otot proksimal dan dapat menguras
tenaga penderita.
Terapi pilihan adalah haloperidol dan diazepam. Dosis disesuaikan dengan
kemajuan klinik yang ada.
8. Distonia
Distonia adalah kelainan gerakan dimana kontraksi otot yang terus menerus
menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang
abnormal. Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang menimbulkan nyeri, bisa
mengenai satu otot, sekelompok otot (misalnya otot lengan, tungkai atau leher) atau
seluruh tubuh. Pada beberapa penderita, gejala distonia muncul pada masa kanakkanak
(5-16
tahun),
biasanya
mengenai
kaki
atau
tangan.
Beberapa penderita lainnya baru menunjukkan gejala pada akhir masa remaja atau
pada awal masa dewasa.
Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa
baris kalima), kram kaki dan kecenderunagn tertariknya satu kaki keatas atau
kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.
Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika
penderita merasa lelah. Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau
mengeluarkan suara. Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya
setelah olah raga berat, stres atau karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi
semakin jelas dan menyebar serta tak tertahankan.
Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:
Distonia
generalisata,
mengenai
sebagian
besar
atau
seluruh
tubuh
Penderita bisa mengalami cacat yang serius dan harus duduk dalam kursi roda.
Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling sering
ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan posisi kepala,
sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain itu, kepala bisa
tertarik
ke
depan
atau
ke
belakang.
Tortikolis bisa terjadi pada usia berapapun, meskipun sebagian besar penderita
pertama kali mengalami gejalanya pada usia pertengahan. Seringkali mulai
secara
perlahan
dan
biasanya
akan
mencapai
puncaknya.
leher.
Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.
Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan berbicara
dan menelan.
dan
distonia
gangguan ini. Emosi dan rangsang luar dapat memperberat keadaan. Pada waktu tidur
kontraksi involunter dapat menghilang.
Diagnosis tortikalis spasmodik dibuat atas dasar gejala klinik. Diagnosis
banding meliputi fibrosis/hematom di dalam otot sternokleidomastoideus, miositis
lokal, limfadenitis servikal, kelainan tulang belakang servikal, dan tortikolis histerik.
Tak ada terapi medikamentosa yang adekuat, hampir selalu intractable.
Pada kasus refrakter yang berat dapat dianjurkan dengan operasi stereotaksis.
Obata-obat yang dapat diberikan, dengan hasil yang belum pasti, adalah sebagai
berikut:
Suntikan lokal toksin botulinum (botox) yang menyekat neuromuscular
junctions
Diazepam 10-40 mg/hari, pada kasus ringan
Amantadin 300 mg sehari, haloperidol, bromokriptin, pada kasus lebih berat.
dan
reserpin,
dapat
pula
menimbulkan
gerakan-gerakan
ekstrapiramidal.
d. Pengobatan lama dengan L-DOPA, pada beberapa kasus/kelompok penderita
dapat menimbulkan sindrom ekstrapiramidal terutama diskinesia.
Gerakan abnormal dapat berupa diskinesia idiosinkratik akut, distonia,
parkinsonisme, akatisia, atau diskinesia tardif. Gejala timbul pada hari pertama
pengobatan dengan neuroleptik. Diskinesia merupakan gerakan involunter yang
sifatnya cepat, singkat, dapat berupa khorea, atetosis atau balisme.
Diskinesia dan distonia akut dapat diatasi dengan menghentikan pengobatan dan
pemberian antikholinergik parenteral misalnya benztropin (cogentin) 1 mg im/iv dan
difenhidramin (benadryl) 50 mg iv, kemudian dilanjutkan dengan pengobatan oral 48
jam berikutnya.
Perlu diketui bahwa pengobatan antihistaminika oral dapat pula menimbulkan
reaksi distonia.
Parkinsonisme dicirikan oleh adanya akinesia, rigiditas, dan tremor (3-5 siklus
perdetik). Parkinsonisme dapat timbul antara beberapa hari 4 minggu setelah
pengobatan dimulai. Keadaan ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan walaupun
pengobatan dengan neuroleptikatelah dihentikan.
Terapi
parkinsonisme
meliputi
menghentikan/mengurangi
dosis
obat
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan dokter spesialis saraf indonesia, Buku Ajar NEUROLOGI KLINIS,
Cetakan kelima : April 2011, penerbit : Gajdjah mada university press.
2. Fahmi. Chorea, Athetosis, dan Hemiballismus. Universitas negeri malang; 2005.
http://forum.um.ac.id/index.php?topic=6054.0
3. Grace et Borley. Surgery at Glance Third Edition. Erlangga. 2006
4. Houston H, Rowland L, Rowland R. Merrits Neurology. 10th ed. US: LWW;
2000.
5. Isselbacher dkk. Harison Prinsip-prinsip umum Ilmu penyakit dalam.Volume 1.
Edisi 13. EGC: 1999.
Klinik,Pemeriksaan
Fisik
dan
Mental.Jakarta : FKUI
8. Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. US: Thieme; 2004. p.62-3.
9. Ropper A, Brown R. Adams and Victors Principles of Neurology. 8th ed. US:
The McGraw-Hill Company; 2005. p.55-97
10. Santens P, Boon P, Van Roost D, Caemaert J. The Pathophysiology of motor
symptoms in Parkinsons disease. Acta neurol. Belg. 2003 [103];129-34