Anda di halaman 1dari 39

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF Referat

RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS SEPTEMBER 2016

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

Movement Disorders

Oleh :

Pricillya Carmelita A. Waode S.Ked (K1A111083)

Pembimbing :

dr. Rahmat Syah Esi, M.Kes, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO


2016
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Movement Disorders

Nama : Pricillya Carmelita, S.Ked

Stambuk : K1A111083

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

Telah Menyelesaikan Pembacaan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada

Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada

tanggal 30 September 2016

Menyetujui,

Pembimbing

dr. Rahmat Syah Esi, M.Kes, Sp.S


MOVEMENT DISORDERS

Pricillya Carmelita, Rahmat Syah Esi

1. PENDAHULUAN

Movement disorders atau gangguan gerakan merupakan sekelompok

penyakit sistem saraf pusat dan kondisi neurologis yang mempengaruhi

kecepatan, kelancaran, kualitas, dan kemudahan dalam pergerakan. Kelancaran

gerak yang abnormal atau kecepatan gerak yang abnormal (disebut diskinesia)

mungkin melibatkan gerakan yang berlebihan atau involunter (hiperkinesia) atau

gerakan volunter yang melambat (hipokinesia).1

Movement disorders meliputi kondisi-kondisi berikut: ataksia, distonia,

korea, multiple sistem atrophies (sindrom Shy-Drager), mioklonus, penyakit

Parkinson, sindrom restless leg, tik, sindrom Tourettes, tremor, dan penyakit

Wilson.1

Gangguan gerak sebagian besar terkait dengan perubahan patologis di

basal ganglia atau koneksi mereka. Basal ganglia adalah kelompok inti materi

abu-abu yang terletak dalam belahan otak (inti berekor, putamen dan globus

pallidus), diencephalon (subthalamic inti), dan mesencephalon (substantia

nigra). Patologi otak kecil atau jalur yang biasanya menyebabkan gangguan

koordinasi (ataksia), salah perkiraan jarak (dismetria), dan tremor. Mioklonus dan

banyak bentuk tremor belum tentu disebabkan oleh gangguan pada ganglia basal

dan sering muncul di tempat lain di sistem saraf pusat, termasuk korteks serebral

(mioklonus refleks kortikal), batang otak (retikuler refleks mioklonus,


hiperekpleksia, dan gangguan mioklonus ritmis batang otak seperti mioklonus

palatal dan okular mioklonus, dan sumsum tulang belakang (mioklonus segmental

ritmis dan propriospinal nonrhythmic mioklonus). Sebuah bukti yang semakin

kuat mendukung gagasan bahwa beberapa gangguan gerak adalah induksi di

perifer.1

Meskipun gangguan gerak kebanyakan tidak mengancam nyawa, mereka

tentu menjadi ancaman bagi pasien kualitas hidup. Dampaknya bisa sangat besar,

dengan kehilangan pekerjaan, ketidakmampuan untuk menggerakkan sebuah

mobil, dan penurunan aktivitas hidup sehari-hari termasuk kebersihan pribadi.

Karena sebagian besar gangguan gerak lain selain penyakit Parkinson

mempengaruhi orang di bawah usia lima puluh, kondisi ini bertanggung jawab

atas beban biaya besar bagi masyarakat. Selain itu, dokter dan pasien sering

menghadapi tantangan dalam mendapatkan cakupan asuransi untuk pengobatan

kondisi ini, karena modalitas pengobatan, baik farmakologis dan bedah, adalah

relatif baru.1

Gerak dihasilkan oleh interaksi antara sistem piramidal (sentral dan

perifer), sistem ekstrapiramidal dan serebelum. gerak diinisiasi dari sistem

piramidal, diperhalus dengan proses fasilitasi dan inhibisi oleh sistem

ekstrapiramidal dan dikordinasi oleh serebelum. dalam kegiatan motorik kita

sehari-hari dikenal berbagai macam gerak, yaitu: gerak otomati, voluntar,

involuntar, dan semivoluntar.2

Gangguan gerak timbul apabila ada kelainan pada salah satu atau beberapa

dari sistem yang mengatur gerak, yaitu sistem piramidal, ekstrapiramidal, atau
serebelum. tetapi yang dimaksud dengan gangguan gerak adalah yang terkait

dengan kelainan pada sistem ekstrapiramidal, yang menimbulkan gerakan

involuntar. gangguan gerak adalah suatu sindroma dimana terdapat gerak

berlebihan atu berkurangnya gerak voluntar dan gerakan otomatik. gangguan

gerak tidak terkait dengan kelumpuhan atau spastisitas otot.2

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

A. Sisitim Ekstrapiramidal

Susunan ekstrapiramidal yang terdiri atas komponen-komponen

yang meliputi: korpus striatum, globus palidus, inti-inti talamik, nukleus

subtalamikus, substansia nigra, formasio retikularis batang otak, serebelum

berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, aredan area 8.

komponen tersebut dihubungkan oleh akson masing-masing komponen

yang disebut dengan sirkuit. oleh karena korpus striatum merupakan

penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan

sirkuit dinamakan sirkuit striatal. Lintasan sirkuit tersebut dibedakan

menjadi 2 yakni sirkuit striatal utama (prinsipal) dan 3 sirkuit striatal

penunjang (asesorik).3

Sirkuit striatal prinsipal tersusun oleh tiga mata rantai yaitu:3

-hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus

palidus

-Hubungan korpus striatum/globus palidus dengan talamus

-Hubungan talamus dengan korteks area 4 dan 6.


Sirkuit striatal asesorik yaitu:3

- Sirkuit yang menghubungkan striatum-globus palidus-talamus-striatum

- Sirkuit yang melingkari gobus palidus-korpus subtalamikus-globus

palidus

- Dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-substansia nigra-

striatum.

Berbagai neurotransmitter turut berperan dalam fungsi dan peran

sistem neurotransmitter, meliputi:3

A. Dopamine, bekerja pada jalur nigostriatal (hubungan substansia nigra dan

korpus striatum) dan pada sistem mesolimbik dan mesokortikal tertentu.

B. GABA (Gama Aminobutiric Acid), berperan pada jalur atau neuron-

neuron striatonigral.

C. Glutamate, bekerja pada jalur kortikostriatal

D. Zat-zat neurotransmitter kolinergik, digunakan untuk neuron-neruon

talamostriatal.

E. Substansia P dan metenfekalin, terdapat pada jalur striatopalidal dan

striatonigral.

F. Kolesistokinin, dapat ditemukan bersama dopamine dalam sistem neural

yang sama.
Gambar 1. Sistem Ekstrapiramidal ( Dikutip dari kepustakaan 3)

Gerakan tangkas dihasilkan oleh kerjasama yang terintegrasi antara

susunan piramidalis dan ekstrapiramidalis. Bangunan-bangunan yang

tercakup dalam susunan ekstrapiramidalis terletah jauh satu sama lain.

Adapun bagian-bagian susunan saraf pusat yang tercakupmdalam susunan

ekstrapiramidalis itu ialah korteks serebri bagian premotorik dimana

tesubkorrdapat area 4S, 6, dan 8. Inti-inti subkortikal dikenal sebagai

nukleus kausatus, globus palidus, putamen dan klaustrium, inti-inti di batang

otak nukleus ventralis lateralis talami, dan nukleus subtalamikus, nukleus

ruber, substansi nigra, dan serebelum. Dalam melakukan fungsinya, susunan

ekstrapiramidal mengadakan persiapan bagi setiap gerakan voluner.

Persiapan itu berupa pembagian tonus kepada otot-oto skeletal baik yang

akan melakukan gerakan maupun yang memelihara sikap yang sesuai

dengan gerakan yang akan diwujudkan. Impuls yang dihasilkan oleh


ekstrapiramidalis, meupakn perintah untuk penggalakkan motorneuron alfa dan

gamma. Motorneuron alfa menerma impulsa yang berasal dari korteks

ekstrapiramidalis. Pengirman impuls tersebut dilakukan oleh jaras multisinaptik

disebut traktus frontopintin dan temporo pontin. Melalui inti-inti di pons impuls

ekstrapiramidalis itu dikirim ke motor neuron gama melalui serabut serabut

retikulospinal. Setibanya impuls ekstrapiramidalis di motor neuron gama,

terjadilah eksitasi motorneuron gama yang menimbulkan kontraksi otot-otot

infrafusal yang menentukan tonus suatu otot skeletal.4

Apabila salah satu inti ekstrapiramidalis rusak, maka impuls

ektrapiramidalis yang hendak dikeluarkan melalui nukleus ventralis la teralis

talami untuk disampaikan bersifat tidak lengkap, yang merupakan impuls

penggalak gerakan involuntar.4

Pada ganguan dalam fungsi traktus ekstrapiramidal menimbulkan


dua jenis sindrom yaitu:4
1. Sindrom hiperkinetik-hipotonik: asetilkolin menurun, dopamine
meningkat
Tonus otot menurun
Gerak involunter/ireguler
Dapat ditemukan pada: korea, atetosis, distonia, ballismus
Gambar 2. Gerakan Involunter (Dikutip Dari Kepustakaan 9)
2. Sindrom hipokinetik-hipertonik: asetilkolin meningkat, dopamine

menurun

Tonus otot meningkat

Gerak spontan/asosiatif menurun

Gerak involunter spontan

Dapat ditemukan pada: parkinson

Gejala negatif dapat berupa:

1. Bradikinesia

Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali.

Gejala ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit

Parkinson.

2. Gangguan sikap postural


Merupakan hilangnya refleks postural normal. Paling sering ditemukan

pada penyakit Parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena

penderita tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara tepat.

Penderita akan terjatuh bila berputar dan didorong.5

Gejala positif dapat berupa:5

1. Gerakan involunter

Tremor

Athetosis

Korea

Distonia

Hemiballismus

2. Rigiditas

Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan

ekstremitas secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif

tersebut dan mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut

sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka

disebut dengan tanda cogwheel.

3. PARKINSON

A.Definisi dan Kriteria Diagnosis

1. Definisi
Penyakit parkinson adalah salah satu penyakit neurodegeneratif

yang paling banyak dialami pada umur lanjut dan jarang dibawah umur 30 tahun.
Biasanya mulai timbul pada usia 40-70 tahun dan mencapai puncak pada dekade

keenam.

Ada dua istilah yang perlu dibedakan yaitu penyakit parkinson dan

penyakit parkinsonism. Penyakit parkinson adalah bagian dari parkinsonism yang

secara patologi ditandai oleh degenerasi ganglia basalis terutama di substansia

nigra pars kompakta yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy

bodies). Parkinsonism adalah suatu sindroma yang ditandai oleh tremor waktu

istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan

kadar dopamin dengan berbagai macam sebab.5

Penyakit parkinson adalah suatu kondisi degeneratif yang terutama

mengenai jaras ekstrapiramidal yang mengandung neurotransmitor dopamin, dan

karakteristiknya adalah trias yang terdiri dari:7

-Akinesia : hambatan gerakan

-Rigiditas

-Tremor : gerakan gemetar keatas bawah, biasanya mengenai anggota gerak atas.

2. Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis menurut hughes:2,5

a. Possible:

Terdapat salah satu gejala utama:

- Tremor istirahat

- Rigiditas

- Bradikinesia

- Kegagalan refleks postural


b. Probable

Bila terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk kegagalan refleks

postural) alternatif lain : tremor istirahat asimetris, rigiditasasimetris atau

bradikinesia asimetris sudah cukup.

c. Definite

Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan satu

gejala lain yang tidak simetris (tiga tanda kardinal), atau dua dari tiga tanda

tersebut, dengan satu dari ketiga tanda pertama, asimetris. Bila semua tanda-tanda

tidak jelas sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang beberapa bulan kemudian.

B. Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit menurut Hoehn dan Yahr, yaitu:2,5

Stadium I: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,

terdapat gejala yang mengganggu tetapi tidak menimbulkan kecacatan, biasanya

terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapt dikenali orang

terdekat (teman).

Stadium II: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara

jalan terganggu.

Stadium III: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat

berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang.

Stadium IV: Terdapat gejala yang lebih berat, masih dapat berjalan hanya untuk

jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor

dapat berkurang dibanding sebelumnya.


Stadium V: Stadium kakhetik (cachetic stage), kecacatan total, tidak mampu

berdiri dan berjalan, memerlukan perawatan tetap.

C. Etiologi

Etiologi Penyakit Parkinson belum diketahui secara pasti (idiopatik), akan

tetapi ada beberapa faktor resiko (multifaktorial) yang telah diidentifikasikan,

yaitu:2,6

1. Usia

Meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia di bawah 40 tahun.

2. Rasial

Orang kulit putih lebih sering dibandingkan dengan ras Asia dan Afrika.

3. Genetik

4. Lingkungan

Infeksi. Banyak fakta yang menyatakan tentang keberadaan disfungsi

mitokondria dan kerusakan metabolisme oksidatif dalam patogenesis

Penyakit Parkinson.

5. Cedera kranio serebral

6. Stress emosional

Toksin eksogen yang tidak umum dapat menyebabkan kerusakan

SSP tertentu dan Parkinsonnisme, menunjukan bahwa penyakit parkinson

idiopatik mungkin disebabkan oleh pajanan faktor lingkungan yang lebih

sering, namun belum teridentifikasi, mungkin melalui mekanisme yang

serupa dengan MPTP.6


Tanda neuropatologis yang khas pada penyakit ini adalah badan inklusi

intrasitoplasmik yang disebut badan Lewy. KOmponen utama badan lewy adalah

-sinuklein. Saat ini belum diketahui secara pasti peran protein tersebut, jika ada,

pada patogenesis penyakit parkinson idiopatik. Namun pada bentuk familial

penyakit parkinson, yang terjadi pada sebagian kecil kasus, mutasi pada beberapa

gen yang berbeda diketahui sebagai penyebab penyakit ini.2

D. Gejala Klinis

Gejala-gejala klinis utama yang disebut sebagai gejala primer juga dikenal

sebagai Trias Parkinson, yaitu Tremor, rigiditas dan akinesia.2,5

1. Tremor

Biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit parkinson dan bermula

pada satu tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang sama. Kemudian sisi

yang lain ikut terkena. Kepala, bibir dan lidah sering tidak terlihat, kecuali pada

stadium lanjut. frekuensi tremor berkisar antara 4-7 gerakan perdetik dan terutama

timbul pada keadaan istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakan. tremor

akan bertambah pada keadaan emosi dan hilang pada waktu tidur.

2. Rigiditas

Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas dan hanya

terdeteksi pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut rigiditas menjadi menyeluruh

dan lebih berat dan memberikan tahanan jika persendian digerakan secara pasif.

Rigiditas timbul sebagai reaksi terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis.

Salah satu gejala dini akibat rigiditas ialah hilang gerak asosiatif lengan bila

berjalan. rigiditas disebabkan oleh meningkatnya aktivitas motor neuron alfa.


3. Bradikinesia

Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan menjadi

sulit. Ekspresi muka atau gerakan mimik wajah berkurang (muka topeng).

Gerakan-gerakan otomatis yang terjadi tanpa disadari waktu duduk juga menjadi

sangat kurang. Bicara menjadi lambat dan monoton dan volume suara berkurang

(hypovonia). Gejala-gejala lain seperti instabilitas postural, sikap parkinsonnisme

yang khas, berjalan dengan langkah-langkah kecil.

4. Hilangnya Refleks Postural.

Ada pula gejala non motorik2,5:

1. Disfungsi otonom

- Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter

terutamainkontinensia dan hipotensi ortostatik

- Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic

- Pengeluaran urin yang banyak

- Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan

melemahnyahasrat seksual, perilaku, orgasme

2. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi

3. Gangguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat

4. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)

5. Gangguan sensasi

- Kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang,

pembedaanwarna
- Penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan

olehhypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom

untukmelakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas

perubahanposisi badan

- Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia

atauanosmia)

Gambaran tambahan parkinsonisme adalah:2,5

1. Gangguan okulomotorius: Pandangan yang kabur bila melihat suatu titik

akibat ketidakmampuan untuk mempertahankan kontraksi otot okular.

Gejala ini seringkali tidak dapat dibedakan dari gejala awal gangguan

gerak neurodegeneratif yang jarang terjadi dan secara terpisah disebut

palsi supranuklear progressive (PSP).

2. Krisis okuligirik: spasme otot mata untuk berkonjugasi dengan mata yang

terfiksasi (biasanya pada pandangan ke atas, selama beberapa menit

hingga beberapa jam; berkaitan dengan parkinsonisme yang berasal dari

eksogen, seperti penggunaan obat atau pascaensefalitis

3. Kelelahan dan nyeri otot yang sangat pada kelelahan otot akibat rigiditas.

4. Hipotensipostural akibat efek samping pengobatan dengan campur tangan

kontrol tekanan darah yang diperantarai oleh ANS.

5. Gangguan fungsi pernapasan yang berkaitan dengan hipoventilasi,

inaktivitas,aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya bersihan jalan

napas.
Tabel 1. Gejala Utama pada Penyakit Parkinson (Dikutip Dari

Kepustakaan 2)

E. Tatalaksana

Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan

penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi

untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi

gejala yang timbul. Pengobatan Penyakit Parkinson bersifat individual dan

simtomatik, obat-obatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit

atau menggantikan atau meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor,

rigiditas, dan slowness. Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan

untuk memperlambat dan menghambat perkembangan dari penyakit itu.

Perawatan ini dapat dilakukan dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti

terapi berjalan, terapi suara atau berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan

kegiatan sehari-hari.7

Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:7,8


1. Antikolinergik

Benzotropine (Cogentin), trihexyphenidyl (Artane). Berguna untuk

mengendalikan gejala dari Penyakit Parkinson, yaitu untuk

memuluskan gerakan

2. Levodopa

Merupakan pengobatan utama untuk Penyakit Parkinson. Di dalam

otak, levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah

menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam

amino dekarboksilase (dopadekarboksilase). Walaupun demikian,

hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya

dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efeks amping

yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi

pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah

dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-

Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.

Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki

gerakan. Penderita Penyakit Parkinson ringan bisa kembali menjalani

aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama Carbidopa

untuk meningkatkan efektivitasnya dan mengurangi efek sampingnya.

Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960, levodopa merupakan obat yang

paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap merupakan

pengobatan utama Penyakit Parkinson. Berkat levodopa, seorang


penderita Penyakit Parkinson dapat kembali beraktivitas secara

normal.

Pengobatan simtomatis dengan levodopa harus menunggu sampai

memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak

mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal

ini mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu

pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki

susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi

dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.

Efek samping levodopa dapat berupa:

Neusea, muntah, distress abdominal

Hipotensi postural

Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita

yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik

dopamine pada sistem konduksi jantung. Ini bias diatasi dengan

obat beta blocker seperti propanolol

Diskinesia. Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan

anggota gerak, leher ataumuka. Diskinesia sering terjadi pada

penderita yang berespon baik terhadap terapilevodopa. Beberapa

penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat

mengganggukarena penderita tidak tahu kapan gerakannya

mendadak menjadi terhenti, membeku,sulit. Jadi gerakannya

terinterupsi sejenak
Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal

dan ureum darah yang meningkatmerupakan komplikasi yang

jarang terjadi pada terapi levodopa.Efek samping levodopa pada

pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitugerakan motorik

tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon

penderitayang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama

semakin berkurang.

Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian

diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan

obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin

agonis, COMT inhibitor atau MAO-Binhibitor. Jika kombinasi obat-

obatan tersebut juga tidak membantu disini dipertimbangkan

pengobatan operasi. Operasi bukan merupakan pengobatan

standar untuk penyakit parkinson juga bukan sebagai terapi pengganti

terhadap obat-obatanyang diminum.

3. COMT inhibitor

Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Untuk mengontrol

fluktuasi motor padapasien yang menggunakan obat levodopa.

Tolcapone adalah penghambat enzim COMT, memperpanjang efek L-

Dopa. Tapi karena efek samping yang berlebihans eperti liver toksik,

maka jarang digunakan. Jenis yang sama, entacapone, tidak

menimbulkan penurunan fungsi liver.

4. Agonis dopamine
Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax),

pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid

dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini

bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga

menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang

selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.

Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah

mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat

dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan.

Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi

gejala motorik.

5. MAO-B inhibitors

Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga

berguna pada penyakit Parkinson karena neuotransmisi dopamine

dapat ditingkatkan dengan nmencegah perusakannya. Selegiline dapat

pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan

demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu.

Berguna untuk mengendalikan gejala dari Penyakit Parkinson, yaitu

untuk menghaluskan pergerakan.

Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi

monoamineoksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan

dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya

mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Efek


sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan L-dopa

dapatemningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa

diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.

6. Amantadine (Symmetrel)

Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.

Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar

otak, maka levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa

dekarboksilase. Untuk maksud ini dapat digunakan karbidopa atau

benserazide (madopar). Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus sawar-

otak-darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat menembus

sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi menjadi dopamine di otak.

Efek sampingnya umumnya hampir sama dengan efek samping yang

ditimbulkan oleh levodopa.

4. ATETOSIS

A. Defenisi

Atetosis merupakan keadaan motorik dimana jari-jari tangan dan kaki

serta lidah atau bagian tubuh lain apapun tidak dapat diam. Gerakan yang

mengubah posisi ini bersifat lambat, melilit dan tidak bertujuan. Pola gerakan

dasarnya ialah gerakan involunter ekstensipronasi yang berselingan dengan

ekstensi jari-jari tangan dan dengan ibu jari yang berfleksi dan berabduksi di

dalam kepalan tangan. Umumnya gerakan atetotik lebih lamban daripada gerakan

koreatik, tetapi gerakan atetotik yang lebih cepat dan gencar atau gerakan koreati

yang kurang cepat dan tidak menyerupai satu dengan yang lain dikenal sebagai
gerakan koreoatetosis. Bilamana atetosis melanda sesisi tubuh saja disebut

hemiatetosis.2

Atetosis khas terjadi pada anak-anak dengan CP, tetapi dapat disebabkan

oleh berbagai mcam etiologi. Gangguan kinetik ini biasanya disebabkan oleh

kerusakan perinatal dan korpus striatal. Dapat juga disebabkan oleh Kern ikterus

atau hiperbilirubinemia. Gerakan involunter menjadi lambat dengan

kecenderungan untuk ekstensi berlebihandari ekstremitas bagian perifer. Gejala

ini melibatkan organ tangan, kaki dan sisi wajah.5

B. Etiologi

Athetosis paling sering menyertai CP terutama untuk kelompok gangguan

cerebral sensori motori yang manifes sejak usia dini dan dapat disebabkan oleh

berbagai macam etiologi. walaupun telah didapatkan keberhasilan dalam upaya

menurunkan mortalitas bayi tetapi insiden CP masih belum berubah karena

frekuensi kejadian lahir prematur masih tinggi akibatnya frekuensi kejadia CP

dengan macam-macam tipe misalnya spastik diplegi juga meningkat, dalam suatu

penelitian pada anak-anak yang lahir dalam kehamilan 25 minggu atau kurang

menunjukan sekitar 50% pada usia 30 bulan didapatkan kelainan 18% yang

didiagnosa dengan CP dan 24% memiliki gangguan berjalan (gait). Kerneksterus

yang pernah menjadi salah satu penyebab tersering terjadinya CP meskipun saat

ini sudah jarang, disamping menyebabkan gangguan perkembangan dan athetosis

dan gangguan gerak distoni penderita kerneksterus sering menunjukan

optalmoparesis vertikal, deafness dan displasia pada enamel giginya.2,5

C. Gambaran Klinis
Didapattkan gerakan involunter hiperkinetik seperti chorea yang

gerakanya pelan nampak seperti gerakan menggeliat menyerupai distonia.

perbedaannya dengan distonia idiopatik adalah pada atetosis berhubungan dengan

cidera otak perinatal yang sering menyebabkan facial grimas dan spasme terutama

saat bicara atau makan dan fungsi bulbar biasanya juga terganggu. atetosis sering

berubah menjadi chorea atau sebaliknya, dan dapat terjadi bersamaan yang disebut

dengan chorea atetosis. Atetosis sering didapatkan pada anak-anak dengan CP

sehingga sering disertai manifestasi gangguan motor terutama kelemahan dan

hipertonia misalnya spastisitas, rigiditas, atetosis dan distonia dan menpunyai

gangguan kognitif, retardasi mental, epilepsi, problem pendengaran serta

penglihatan defisit neurologis yang lain sebagai akibat dari hipertonia yang tidak

ditangani dengan baik sering menjadi kontraktur yang menetap.2,5

D. Penatalaksanaan

Atetosis biasanya tidak memberikan respon yang baik dengan terapi

farmakologis. Distonia yang responsif dengan dopa kadang-kadang dikacaukan

dengan atetosis pada CP. Oleh karena itu hati-hati untuk mengobati semua

penderita distonia pada CP dengan levodopa. Walaupun pada umumnya

direkomendasi terapi fisik dapat atau tidak dapat mencegah kontraktur sehingga

peranya dalam mengubah hasil akhir belum pasti. Komplikasi dari CP seperti

servikal spondylosis dengan radikulopati dan myelopati memerlukan pemeriksaan

dan pengobatan yang terpisah.5

5. DISTONIA

A. Defenisi
Distonia pertama kali dikemukakan oleh Oppenheim untuk menunjukan

adanya hipotonia dan spasme otot tonik yang timbul bergantian. hal itu untuk

menggambarkan suatu childhood onset syndrome yang mempunyai ciri-ciri

berikut : postur tubuh meliuk, spasme otot, gaya jalan yang aneh dengan

membungkuk, kadang timbul hentakan ritmik yang kemudian secara progresif

akan menimbulkan deformitas postur tubuh yang menetap. saat itu oppenheim

menyebut sindrom tadi dengan dua nama yaitu dystonia musculorum deformans

dan dysbasia lordotica progresiva.9

Jenis kelamin mempunyai peranan pada prevalensi dan usia mula timbul

distonia fokal. pada writer's cramp, wanita lebih banyak daripada pria dan mula

timbulnya lebih dini pada usia muda. Tetapi pada pria, mula timbul lebih dini

pada usia muda, dijumpai pada distonia servikal, belefarospasm, distonia

laringeal.9

B. Gejala Klinis dan Klasifikasi Distonia

Kontraksi otot involunter yang dipertahankan mengakibatkan postur

abnormal dan dapat diklasifikasikan sebagai:6

1. Fokal

a. Blefarospasme- penutupan mata involunter

b. Krisis okulogirik- mata berputar keatas, sering ditemukan pada parkinsonisme

pascaensefalitis
c. Tortikolis spasmodik- kontraksi sternokleidomastoideus yang nyeri, dan dapat

terjadi hipertrofi, yang menyebabkan kepala berputar kesatu sisi secara involunter,

juga kadang kearah depan (antekoli) atau kebelakang (retrokoli)

d.laringospasme- adanya stridor

e.Trismus- spasme rahang

f.Krampenulis- postur tangan yang abnormal dan nyeri terjadi saat menulis dan

menyebabkan pasien berhenti karena nyeri, umumnya spesifik pada jenis

pekerjaan tertentu

2. Generalisata

seperti pada kondisi yang diturunkan dari distonia torsi primer tetapi

terlihat juga pada reaksi obat dan gejala kerusakan sereberal misalnya anoksia.

C. Penatalaksanaan

Terapi medikamentosa biasamya tidak memuaskan walaupun distonia

generelisata dapat membaik pada peningkatan dosis obat antikolinergik, misalnya

triheksfenidil. bentuk yang jarang dari distonia yang diturunkan, umumnya terjadi

pada anggota gerak bawah pada anak-anak, yang membaik dengan pemberian L-

DOPA dosis ringan. Distonia fokal dapat diterapi dengan baik dengan injeksi

toksin botulinum pada otot yang terkena. Distonia proksimal yang jarang terjadi,

dapat berespons terhadap antikolvusan.6

6. CHOREA

A. DEFENISI

Korea merupakan gerakan involunter yang dapat dijumpai dalam klinik,

bersamaan dengan balismus, atetosis, dan distonia. Kombinasi keempat gerakan


involunter tersebut dapat menjadi simptom sebuah penyakit. Bahkan beberapa

komponen gerakannya memperlihatkan kesamaan, dan karena itulah mungkin

keempat gerakan ini memiliki substrat anatomik dan fisiologik yang sama.2

Gerakan korea didapatkan dalam keadaan istirahat dan menjadi lebih hebat

bila ada aktivitas dan ketegangan. Korea menghilang bila penderitanya

tidur.Korea adalah istilah untuk gerakan involunter yang menyerupai gerakan

lengan-lengan seorang penari. Gerakannya tidak berirama, sifatnya kuat, cepat

dan tersentak-sentak dan arah gerakannya cepat berubah. Gerakan koreatik yang

melanda tangan-lengan yang sedang melakukan gerakan volunter membuat

gerakan volunter itu berlebihan dan canggung. Gerakan koreatik ditangan-lengan

seringkali disertai gerakan meringis-ringis pada wajah dan suara mengeram atau

suara-suara lain yang tidak mengandung arti. Kalau timbulnya sekali-sekali maka

sifat yang terlukis diatas tampak dengan jelas, tetapi apabila timbul secara terus

menerus, maka gerakan koreatik dapat menyerupai atetosis. Korea dalam bentuk

yang khas ditemukan pada korea syndenham dan korea gravidarum. Korea

Huntington timbul dengan gencar sehingga lebih tepat dinamakan koreatetosis

Huntington. Korea dapat bangkit juga secara iatrogenik, yakni akibat penggunaan

obat-obat anti psikosis (seperti haloperidol, dan phenothiazine).

Korea dapat melibatkan satu sisi tubuh saja, sehinggga disebut hemikorea.6

B. Etiologi

Korea bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bias

terjadi pada beberapa penyakit yang berbeda. Seseorang yang mengalami korea
memiliki kelainan pada ganglia basalis di otak. Tugas ganglia basalis adalah

memperhalus gerakan-gerakan yang kasar yang merupakan perintah dari otak.2

Pada sebagian besar kasus terdapat neurotransmitter dopamine yang

berlebihan, sehingga mempengaruhi fungsinya yang normal. Keadaan ini bisa

diperburuk oleh obat-obat dan penyakit yang menyebabkan perubahan kadar

dopamine atau merubah kemampuan otak untuk mengenal dopamine. Penyakit

yang sering kali menyebabkan korea adalah penyakit Huntington.6

Berbagai penyebab korea:2,6

Gangguan neurodegeneratif herediter

Autosomal dominan

- Penyakit Huntington

- Neuroacanthocytosis

- Ataksia spinoserebelar

- Penyakit Fahr

Autosomal resesif

- Neuroacanthocytosis

- Penyakit Wilson

- Degenerasi neuronal dengan besi di otak

- Akumulasi tipe I

- Ataxia-telengiectasia

- Ataksia Friedreiech

- Tuberous sclerosis

X-linked recessive
- Mc Leod syndrome

Sporadis atau penurunan yang tidak diketahui

- Atrofi olivopontocerebellar

- Korea familial benigna

- Korea fisiologis infancy

- Korea senilis

- Infeksi primer

- Infeksi oportunistik

Gangguan neurometabolik

- Sindrom Lesch-Nyhan

- Gangguan lysosomal storage

- Gangguan aminoacid

- Penyakit Leights

- Porphyria

Korea benigna

- Herediter

- Sporadic

Infeksi

- Penyakit Creutzfeldt-jakob

- Sindrom defisiensi imunitas yang didapat

- Ensefalitis letargika

- Inflamatori

- Sarkoisdosis
Lesi desak ruang

- Tumor

- Malformasi arteri vena

Diinduksi obat

- Anti konvulsan

- Obat antiperkinson

- Kokain

- Amfetamin

- Anti depresan trisiklik

- Neuroleptik

- Sindrom withdrawal emergent

Diinduksi toksin

- Intoksikasi alcohol dan penghentian

- Anoksia

- Monoksida karbon

- Mangan, merkuri, thalium, toluene

Gangguan metabolik sistemik

- Hipertiroidisme

- Hipoparatiroidisme

- Kehamilan

- Degenerasi hepatoserebral akuisita

- Anoksia

Cerebral palsy
Hiper-hiponatremi

Hipomagnesemia

Hipocalcemia

Imbalans elektrolit

Hiper-hipoglikemia

Nutrisi

Dimediasi imunitas

- Korea Sydenham

- Korea pasca infeksi

- Sistemic lupus erythematous (SLE)

- Sindrom anti fosfolipid antibody

- Korea paraneoplastik

- Multiple sklerosis

Vascular

- Infark

- Hemoragik

- Penyakit moya-moya

- Cerebral palsy.

C. Patofisiologi

Fungsi ganglia basalis yaitu membentuk impuls yang bersifat

dopaminergik dan GABAergik dari substansia nigra dan korteks motorik yang

berturut-turut disalurkan sampai ke pallidum di dalam thalamus dan korteks


motoris. Impuls ini diatur dalam striatum melalui dua segmen yang parallel, jalur

langsung dan tidak langsung melalui medial pallidum dan lateral pallidum atau

inti-inti subtalamikus.9

Aktifitas inti subtalamikus mengendalikan pallidum medial untuk

menghambat impuls-impuls dari korteks, dengan demikian mempengaruhi

parkinsonisme. Kerusakan inti subtalamikus meningkatkan aktifitas motorik

melalui thalamus, sehingga timbul pergerakan involunter yang abnormal seperti

distonia, korea dan pergerakan tidak sadar. Contoh klasik kerusakan fungsi

penghambat inti subthalamicus adalah balismus. Sindrom korea yang paling

sering dipelajari adalah korea Huntington, oleh karena itu patofisiologi dari

penyakit Huntington berlaku pada korea dan akan menjadi fokus bahasan.2

D. Gejala Klinis

Diagnosis korea ditegakkan berdasarkan gejala klinis:2.5

Gerak korea melibatkan jari-jari dan tangan, diikuti secara gradual oleh

lengan dan menyebar ke muka dan lidah. Bicara menjadi cadel. Bila otot

faring terlibat dapat menjadi disfagia dan kemungkinan terjadi pneumonia

aspirasi

Gerakan yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga, dan akan berkurang

atau menghilang jika penderita tertidur, tetapi akan bertambah buruk jika

melakukan aktivitas atau mengalami tekanan emosional.

Pasien yang menderita korea tidak sadar akan pergerakan yang tidak

normal, kelainan mungin sulit dipisahkan. Pasien dapat menekan korea

untuk sementara dan sering beberapa gerakan tersama (parakinesia).


Ketidakmampuan untuk mengendalikan volunter (impersisten motorik),

seperti terlihat selama tes menggenggam manual atau mengeluarkan lidah

adalah gambaran karakteristik dari korea dan menghasilkan gerakan

menjatuhkan objek dan kelemahan. Peregangan refleks otot sering bersifat

hung up dan pendular. Pada beberapa pasien yang terkena gerakan berjalan

seperti menari dapat ditemukan. Berdasarkan pada penyebab dasar korea

gejala motorik lain termasuk disartria, disfagia, ketidakstabilan postural,

ataksia, distonia dan mioklonus.

E. Penatalaksanaan

Pengobatan chorea primer difokuskan pada sistem dopaminergik,

gabanergik, cholinergik dan glutaminergik. Obat-obatan terhadap fungsi

dopaminergik misalnya dopamin reseptor blocking dapat digunakan, penggunaan

jenis ini dalam jangka panjang dapat menginduksi terjadinya tardive dyskinesia.

dapat juga digunakan obat yang berfungsi sebagai dopamin depleting agent

meskipun dapat menyebabkan terjadinya depresi, parkinsonism dan hipotensi.2

Tetrabenazine merupakan obat yang paling efektif untuk mengobati

chorea. efek samping yang mungkin timbul antara lain insomnia, depresi dan

parkinsonism. Dari beberapa penelitian, sodium valproat juga efektif untuk

mengobati chorea.6
7.PENYAKIT WILSON

A. Defenisi

Penyakit Wilson merupakan kelainan bawaan yang diturunkan secara

autosomal resesif dimana terjadi gangguan metabolisme tembaga yang disebabkan

oleh mutasi dari gen transporter tembaga ATP 7B yang berlokasi pada kromosom

13. ATP7B bertanggung jawab dalam memindahkan tembaga dari protein

chaperone intraseluler menuju jalur sekresi, yaitu jalur sekresi ke empedu dan

kedalam apo-ceruloplasmin untuk sintesis ceruloplasmin fungsional. Pada

kelainan ini terjadi gangguan ekskresi bilier dari tembaga yang menyebabkan

penumpukan tembaga terutama di hepar dan otak. Penumpukan tembaga di

hepar, otak, serta jaringan tubuh lainnya menghasilkan manifestasi klinis yang

dapat berupa kelainan di hepar, neurologi, psikiatri, mata serta kelainan lainnya.10

B.Gejala Klinis

Sebagian besar penderita Wilson disease menunjukkan gejala hepatik atau

neuro psikiatrik, dan keterlibatan hepar baik asimptomatik maupun simptomatik.

Sedangkan sisanya muncul dengan adanya keterlibatan pada organ lainnya.10

C. Manifestasi Hepatik

Penderita dengan gejala hepatik biasnya muncul pada masa akhir

childhood atau remaja. Gejala yang didapatkan terdiri atas hepatitis akut, gagal

hepar fulminan, atau penyakit hepar kronik progresif baik berupa hepatitis kronik

aktif maupun sirosis dengan makronodular. Pada umumnya usia saat munculnya

gejala hepatik rata-rata usia 11 tahun 4 bulan. Pada prinsipnya, semakin muda usia
pada saat munculnya gejala hepatik, maka semakin luas derajat keterlibatan

hepar.10,11

Bentuk kelainan hepar akut, kronik, dan fulminan:11

Hepatitis Akut

Mirip dengan hepatitis akut karena virus, dengan ikterik, choluria,

hepatomegali, dan peningkatan kadar aminotransferase

Hepatitis kronik

Tanda hipertensi portal dapat berupa hematemesis dan melena,

hepatomegali, splenomegali, peningkatan kadar enzim hepar, dengan

atau tanpa disertai ikterik.

Kegagalan hepar fulminan

Manifestasi klinis dari hepatitis akut dan ensefalopati lebih dari 8

minggu setelah munculnya manifestasi klinis penyakit hepar

D. Manifestasi Keterlibatan SSP

Gejala neurologik muncul rata-rata saat usia remaja 18 tahun 9 bulan,

meskipun dapat muncul mulai usia 6 tahun. Gejala yang sering muncul antara

lain:10

1. Gangguan gerak: tremor, gerak involunter

2. Disartria, drooling (air liur menetes)

3. Distonia tipe rigid

4. Pseudobulbar palsy

5. Disautonomia

6. Migrain
7. Insomnia

8. Kejang

Tremor merupakan gejala yang paling banyak muncul, dapat saat istirahat,

berbaring, maupun saat bergerak. Sedangkan kejang termasuk manifestasi yang

jarang didapatkan, dimana lebih sering didapat kejang tipe parsial.11

E. Manifestasi psikiatrik

Manifestasi psikiatrik yang muncul antara lain:11

1. Depresi

2. Neurosis

3. Perubahan kepribadian

4. Psikosis

Perubahan kepribadian, gangguan mood, depresi merupakan gejala

yang paling serimg didapatkan. Depresi dapat berupa depresi berat dan hampir

16% pasien memiliki riwayat percobaan bunuh diri. Psikosis jarang didapatkan

pada penderita Wilson disease.10

F. Manifestasi Oftalmologik

Berupa cincin Kayser-Fleischer yang tampak berupa seperti cincin

berwana emas-coklat- hijau di kornea mata. Umumnya bilateral pada kedua mata,

namun pernah dilaporkan didapatkan unilateral. Cincin terbentuk awalnya di

sebelah superior, diikuti inferior kemudian sebelah lateral dan medial, sehingga

perlu dicari secara teliti dan menyeluruh dengan mengangkat kelopak mata.

Cincin tersebut terbentuk karena adanya deposisi tembaga pada membran


Descement. Cincin tersebut sulot dilihat pada penderita dengan iris warna coklat.

Tanda lain adalah katarak sunflower, namun relatif jarang ditemukan.10

G. Diagnosis

Diagnosis penyakit wilson dapat ditegakkan berdasarkan aspek

manifestasi klinis, riwayat keluarga, pemeriksaan penunjang laboratoris, dan

terakhir menggunakan analisis genetik jika dari pemeriksaan yang telah dilakukan

sebelumnya belum dapat menegakkan diagnosis. Diagnosis penyakit Wilson dapat

ditetapkan segera jika didapatkan gejala klasik yang terdiri atas penyakit atau

kelainan hepar, keterlibatan neurologis, dan cincin Kayser-Fleischer.10

Berikut adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan

diagnosis pada Wilson disease:11

1. Pemeriksaan oftalmologik menggunakan slit lamp untuk mencari cincin

kayser-Fleischer

2. Pemeriksaan darah Serum ceruloplasmin dan serum tembaga

3. Pemeriksaan urin tembaga 24-jam

4. Biopsi hepar untuk pemeriksaan histologi, histochemistry, kadar tembaga.

5. Pemeriksaan genetik, analisis haplotype untuk saudara sekandung, dan

analisis

H. Pemeriksaan Radiologis

Pada penderita dengan stadium munculnya gejala neurologis, pemeriksaan

MRI atau CT-Scan dapat mendeteksi kelainan struktural otak pada basal ganglia.

Kelainan yang paling sering ditemukan adalah peningkatan densitas CT dan

hiperintensitas T2 MRI pada daerah basal ganglia. Kelainan tersebut juga dapat
ditemukan pada lokasi lainnya. Kelainan diotak yang dapat ditemukan pada

pemeriksaan CT-Scan kepala, mulai yang tersering hingga paling jarang antara

lain: Dilatasi ventrikel, atrofi kortikal, atrofi batang otak, hipodensitas ganglia

basalis, atrofi fossa posterior, normal.10


DAFTAR PUSTAKA

1. Swierzewski SJ. Movement Disorders. September 2014. Diunduh dari:


http://www.healthcommunities.com/movement-disorders/overview-of-
movement-disorders.shtml, 20 September 2014.
2. Syamsudin T, Dewanto G, Subagya, Tumewah R, Husni A, Hamdan M.
Buku Panduan Tata Laksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak
Lainya. Kelompok Studi Movement Disorders Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia 2015 h.1-154
3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.2013 h.1-25
4. Sidharta P. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat, 2013 h.363-395
5. Syamsudin T, Dewanto G, Subagya, Tumewah R, Husni A, Hamdan M.
Buku Panduan Tata Laksana Penyakit Parkinson dan Gangguan
Gerak Lainya. Kelompok Studi Movement Disorders Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia 2013 h.1-111
6. Ginsberg L. Lecture Notes Neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
2007 h. 100-17.
7. Fernandez H, Machado A, Pandya M. Movement Disorders Diagnosos
and management. New York: Demos Medical Publishing. 2015 h.1-19
8. Greenberg David. Clinical Neurology Eight Edition. United Stats Of
America: Mc Graw-Hill Companies. 2012 h.319-353
9. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi ke-4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012 h. 292-308.
10. Mayo Clinic Staff. Wilsons Disease. Mei 2014. Diunduh dari:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/wilsons-
disease/basics/definition/con-20043499, 20 September 2014
11. Gilroy R. Wilsons Disease. Mei 2014. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/183456-overview, 20 September
2014

Anda mungkin juga menyukai