Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Movement Disorder

Movement disorders atau gangguan gerakan merupakan sekelompok penyakit

sistem saraf pusat dan kondisi neurologis yang mempengaruhi kecepatan,

kelancaran, kualitas, dan kemudahan dalam pergerakan. Kelancaran gerak yang

abnormal atau kecepatan gerak yang abnormal (disebut diskinesia) mungkin

melibatkan gerakan yang berlebihan atau involunter (hiperkinesia) atau gerakan

volunter yang melambat (hipokinesia). Gangguan gerak ini terkait adanya

perubahan patologik pada ganglia basalis yang meliputi nukleus kaudatus,

putamen dan globus palidus.1

B. Anatomi Basal Ganglia

Ganglia basalis meliputi semua nukleus yang berkaitan secara fungsional di

dalam substansia alba telensefali. Nuklei utama ganglia basalis adalah nukleus

kaudatus, putamen dan globus palidus. Nuklei tersebut berhubungan satu dengan

yang lainnya, dan dengan korteks motorik, dalam sirkuit regulasi yang kompleks.

Nuklei tersebut memberikan efek inhibitorik dan eksitatorik pada korteks motorik.

Struktur ini memiliki peran penting pada inisiasi dan modulasi pergerakan serta

kontrol tonus otot.2

Nukleus kaudatus membentuk bagian dinding ventrikel lateral berbentuk

lengkung. Kaput nukleus kaudatus membentuk dinding lateral yaitu ventrikel

lateral, bagian kaudal membentuk atap kornu inferius pada ventrikel lateral di

3
4

lobus temporalis, membentang hingga amigdala, yang terletak di ujung anterior

kornu inferior.2

Putamen terletak di lateral globus palidus menyelubungi seperti tempurung

dan membentang melebihi globus palidus di bagian rostral dan kaudal, dipisahkan

oleh lamina medularis medialis. Nukleus kaudatus dan putamen dihubungkan oleh

jembatan kecil substansia grisea. Keduanya dinamakan korpus striatum.2

Globus palidus terdiri dari segmen internal dan eksternal. Struktur ini disebut

juga paleostriatum. Putamen dan globus palidus disebut nukleus lentiformis atau

nukleus lentikularis.2

Gambar 2.1 Anatomi ganglia basalis dan talamus.3


5

Gambar 2.2 Anatomi Hemisfer Serebral.3

Gambar 2.3 Anatomi Kapsula Interna.3


6

C. Fisiologi Ganglia Basalis

Nuclei basalis berhubungan satu dengan yang lain dan dihubungkan dengan

berbagai area susunan saraf pusat oleh neuron-neuron yang sangat kompleks.

Pada dasarnya, corpus striatum menerima informasi aferen dari hampir seluruh

cortex serebri, talamus, subtalamus, dan batang otak, termasuk substansia nigra.

Informasi dintegrasikan di dalam corpus striatum dan aliran keluar berjalan

kembali ke area-area yang disebutkan di atas. Lintasan sirkuler ini diduga

berfungsi sebagai berikut.4

Aktivitas nuclei basalis dinisiasi oleh informasi yang diterima dari area

premotorik dan area motorik suplementer, korteks sensorik primer, talamus, dan

batang otak. Aliran keluar dari nuclei basalis dialirkan melalui globus palidus,

yang kemudian mempengaruhi aktivitas area motorik corteks serebri atau pusat-

pusat motorik lain di batang otak. Jadi, nuclei basalis mengendalikan gerakan otot

dengan memengaruhi corteks serebri dan tidak memiliki kontrol langsung jaras

desenden ke batang otak dan medula spinalis. Dengan cara ini, nucklei basalis

membantu regulasi gerakan voluntar dan pembelajarab keterampilan motorik.4

Kerusakan pada kortek primer menyebabkan seseorang sulit melakukan

gerakan-gerakan halus dan tangkas pada tangan dan kaki sisi tubuh yang

berlawanan. Namun, gerakan umum yang kasar pada ekstremimtas sisi

kontralateral masih dapat dilakukan. Jika kemudian terjadi kerusakan corpus

striatum, timbul paralisis pada gerakan-gerakan kasar tersebut pada sisi

ekstremitas yang berlawanan.4


7

Nuclei basalis tidak hanya memengaruhi timbulnya sebuah gerakan tertentu

seperti pada ekstremitas, tetapi juga membantu mempersiapkan gerakan. Hal ini

dapat terjadi dengan mengendalikan gerakan aksial dan gelang bahu/panggul serta

penempatan bagian-bagian proksimal ekstremitas. Aktivitas neuron-neuron

tertentu di globus palidus meningkat sebelum terjadi gerakan aktif pada otot-otot

ekstremitas bagian distal. Fungsi persiapan ini memungkinkan badan dan

ekstremitas berada dalam posisi yang sesuai sebelum bagian motorik primer,

korteks serebri mengaktifkan gerakan tertentu pada tangan dan kaki.4

D. Patofisiologi

Pada keadaan normal, terdapat arus rangsang kortiko-kortikal yang melalui

inti- inti basal (ganglia basalis) yang mengatur kendali korteks atas gerakan

volunter dengan proses inhibisi secara bertingkat. Ganglia basalis juga berperan

mengatur dan mengendalikan keseimbangan antara kegiatan neuron motorik alfa

dan gama.5,6

Dalam fungsi ganglia basalisa ini, diakui pentingnya peranan asupan sensorik

dan reflek menegakkan tubuh dan reflek postural. Di antara inti-inti basal, maka

globus palidus merupakan stasiun neuron eferen terakhir, dan yang kegiatannya

diatur oleh asupan dari korteks, nukleus kaudatus, putamen, substansia nigra, dan

inti subtalamik.5,6

Gerakan involunter yang timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus

palidus disebabkan oleh terganggunya kendali atas refleks-refleks dan rangsang

yang masuk, yang dalam keadaan normal turut mempengaruhi putamen dan
8

globus palidus. Hal ini disebut release phenomenon, yang berarti hilangnya

aktivitas inhibisi yang normal.5,6

Adapun lesi pada putamen menghasilkan gerakan atetosis disertai gerakan

ikutan bertambah, sedangkaan kepekaan rangsang motorneuron dan refleks

peregangan-tonik menurun (kebalikan parkinsonisme). Sementara itu inti

subtalamik lebih berperan pada keseimbangan anggota pada sisi kontralateral,

baik pada sikap tubuh istirahat maupun dalam gerakan volunter. Lesi pada inti

menimbulkan hemibalismus.5,6

Sehubungan dengan fungsi dan peran sistem ekstrapiramidal, maka berbagai

neurotransmiter turut berperan. Neurotransmiter tersebut meliputi:7

- Dopamin, bekerja pada jalur nigrostriatal dan pada sistem mesolimbik dan

mesokortikal tertentu.

- GABA berperan pada jalur/neuron-neuron striatonigral

- Glutamat, bekerja pada jalur kortikostriatal

- Zat-zat neurotransmiter kolinergik digunakan pada neuron-neuron

talamostriata.

- Substansi P dan metenkefalin terdapat pada jalur striopalidal dan

strionigral peptidergik.

- Kolesistokinin dapat ditemukan bersama dopamin dalam sistem neuronal

yang sama.

Dengan demikian diduga bahwa gejala-gejala klinik penyakit pada ganglia

basalis ditimbulkan oleh ketidakseimbangan dalam kegiatan neuron kolinergik

dan dopaminergik serta reseptor-reseptornya.5


9

E. Hiperkinetik Movement Disorder

1. Korea

Pada sindrom ini, pasien menunjukan gerakan-gerakan involunter, cepat,

menghentak, ireguler, dan tidak berulang.8

a. Korea Huntington

Penyakit Huntington adalah penyakit yang diturunkan secara autosomal

dominan dengan onset tersering pada masa dewasa. Penyakit ini disebabkan oleh

sebuah defek pada gen kromosom 4. Gen ini mengkodekan protein huntingtin

yang fungsinya masih belum diketahui. Kodon GAG yang mengkodekan glutamin

diulangi lebih banyak daripada normal. Penyakit ini mengenai pria dan wanita

dengan frekuensi yang sama.8

Pada penyakit ini, terjadi degenerasi neuron-neuron yang mensekresi GABA,

substansi P dan asetilkolin di jaras inhibisi striatonigra. Degenerasi ini

mengakibatkan neuron-neuron di substansia nigra yang mensekresikan dopamin

menjadi lebih aktif sehingga jaras nigrostriata menginhibisi nukleus kaudatus dan

putamen.3,8

Penyakit Huntington secara klinis ditandai oleh gerakan involunter berdurasi

singkat yang mengenai beberapa kelompok otot, yang umumnya terjadi secara

acak (korea atau hiperkinesia koreiformis). Pasien pada awalnya mencoba untuk

menggabungkan gerakan cepat ini dengan perilaku motorik volunter, sehingga

pengamat dapat tidak menyadari bahwa benar-benar terdapat gerakan involunter

dan pasien justru tampak kaku dan gelisah. Namun, seiring dengan progresivitas

penyakit hiperkinesia menjadi semakin berat dan sulit untuk ditekan. Kedutan
10

pada wajah timbul seperti menyeringai, dan pasien semakin sulit untuk

mengistirahatkan tungkainya, atau sulit untuk mempertahankan lidah pada posisi

protrusi selama lebih dari beberapa detik (sehingga disebut lidah chameleon atau

lidah trombon). Gangguan ini disertai oleh disartria da disfagia yang semakin

memberat. Gerakan involunter yang mengganggu menjadi semakin jelas dengan

stres emosional dan berhenti hanya pada saat tidur.4,8

Pada fase lanjut penyakit ini, hiperkinesia menurun dan menimbulkan

rigiditas. Pada beberapa kasus, peningkatan tonus otot. Kemampuan kognitif

pasien juga menurun, yakni terdapat demensia progresif.4,8

Pemeriksaan CT scan menunjukkan pembesaran ventrikulus lateralis yang

terjadi akibat degenerasi nukleus kaudatus.3

b. Korea Sydenham

Korea Sydenham adalah penyakit pada anak yang ditandai dengan gerakan-

gerakan involunter yang cepat dan ireguler pada eksremitas, wajah, dan badan.

Kondisi ini diebabkan oleh demam rematik. Struktur antigen bakteri streptokokus

mirip dengan struktur protein di membran neuron striata. Antibodi penjamu tiddak

hanya mengikat antigen bakteri tetapi juga menyerang membran neuron-neuron

ganglia basalis. Hal inimenimbulkan gerakan-gerakan koreiform, yang bersifat

sementara dan sembuh sempurna.3

2. Balismus

Gangguan pergerakan yang jarang ini disebabkan oleh lesi nukleus

subtalamikus. Kerusakan ini menimbulkan gerakan menyentak/melempar


11

beramplitudo besar pada ekstremitas, yang dimulai dari sendi proksimal. Pada

sebagian besar kasus gangguan ini hanya terjadi satu sisi saja (hemibalismus),

kontralateral terhadap lesi.9

3. Atetosis

Atetosis terdiri dari gerakan-gerakan yang lambat, bergelombang, dan

menggeliat yang hampir selalu mengenai segmen-segmen distal ekstremitas.

Degenasi globus palidus terjadi akibat pemutusan sirkuit yang melibatkan nuklei

basalis dan korteks serebri.9

4. Distonia

Distonia ditandai dengan kontraksi otot involunter berdurasi lama yang

menimbulkan gerakan aneh dan postur ekstremitas yang bengkok. Seperti jenis

gagguan pergerakan lain yang disebabkan oleh lesi ganglia basalis, distonia

memburuk dengan konsentrasi mental atau stres emosional dan membaik saat

tidur. Pada interval ketika distonia tidak timbul, tonus otot pada gerakan pasif

ekstremitas yang terkena cenderung menurun.10

Pada beberapa variasi distonia, distonia yang terbatas pada satu kelompok otot

disebut distonia fokal. Contohnya meliputi blefarospasme, penutupan mata

involunter secara paksa akibat kontraksi muskulus orbikularis okuli, da tortikolis

spasmodik, yaitu leher terputar distonik. Distonia generalisata, yang terdiri dari

berbagai tipe, mengenai semua kelompok otot tubuh dengan derajat yang

bervariasi. Pasien yang mengalami distonia generalisata paling sering terganggu

oleh disartria dan disfagia yang berat yang biasanya membentuk bagian dari

sindroma: pasien bicara seperti terburu-buru dan sulit dimengerti.10


12

Penyebab tepat abnormalitas fungsional pada ganglia basalia yang

menyebabkan distonia saat ini masih belum dipahami.10

5. Tics

Tics adalah gerakan involunter yang sifatnya berulang, cepat, singkat,

stereotipik, kompulsif, dan tak berirama, dapat merupakan bagian dari kepribadian

normal.10

Jenis-jenis tics meliputi10:

a. Tics sederhana, misalnya kedipan mata dan tics fasialis. Biasanya

dijumpai pada anak yang cemas atau pada umur yang lebih tua dan dapat

hilang secara spontan.2,10

b. Tics konvulsif atau tics herediter multipleks (sindrom Gilles de la

Tourette). Dijumpai pada anak dengan tics sederhana yang kemudian

berkembang menjadi multipleks. Penderita biasanya mengalami hambatan

dalam pergaulan.2,10

6.Tremor

Tremor adalah suatu gerakan osilasi ritmik, agak teratur, berpangkal pada

pusat gerakan tetap dan biasanya dalam suatu bidang tertentu. Tremor

meliputi tremor fisiologik dan patologik. Tremor patologik meliputi

resting/static tremor, ataxic/intenttion tremor, dan postural/action

tremor.2,9

a. Tremor fisiologik

Tremor pada jari-jari, tangan, dan kaki yang timbul pada waktu seseorang

yang mengalami stres.2,9


13

b. Resting/static tremor

Ditemukan pada sindrom parkinson, dengan frekuensi 6-10 kali perdetik,

mengenai sendi pergelangan tangan dan sendi metakarpofalangeal. Tremor

ini timbul pada waktu anggota gerak dalam keadaan istirahat. Dilengkapi

dengan gerakan oposisi telunjuk dan ibu jari secara ritmik, disebut pill

rolling.2,9

c. Ataxic/ intention tremor

Tremor ini timbul pada saat melakukan gerakan dan tremor akan terjadi

secara maksimal pada saat gerakan tangan mendekati sasaran. Tremor

jenis ini merupakan akibat gangguan serebelum.2,9

d. Postural/action tremor

Tremor ini timbul pada waktu anggota gerak melakukan gerakan dan

kemudian dipertahankan dalam posisi tertentu.2,9

7.Mioklonus

Mioklonus adalah kontraksi suatu otot atau sekelompok otot yang tidak

disadari dan bersifat mendadak, mengakibatkan gerakan yang dapat dilihat pada

tempat/sendi yang bersangkutan.2,5

Gerakan otot ini biasanya tidak berirama, tidak sinkron, multipleks, spotan,

atau dengan angsang sensorik, dan kadang-kadang dapat bersifat lokal atau ritmik.

Gerakan abnormal mioklonus timbul akibat lesi atau kelainan pada SSPoleh

karena gangguan metabolik, les fokal atau gangguan struktur SSP, dan familial.2,5
14

F. Hipokinetik Movement Disorder

1. Parkinsonisme dan Penyakit Parkinson

Parkinsonisme (Sindroma Parkinson) adalah suatu sindrom yang ditandai oleh

tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural.

Penyakit parkinson, atau yang dahulunya dikenal sebagai Paralisis Agitans,

merupakan penyakit neurodegeneratif pada sistem ekstrapiramidal yang sering

dijumpai. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh James Parkinson pada tahun

1817, dikenal sebagai Paralisis Agitans. Pada tahun 1886, nama tersebut diubah

menjadi Penyakit Parkison oleh Charcot.6

Secara patologis Penyakit Parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron

berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang

disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga

Parkinsonisme idiopatik atau primer. Penyakit Parkinson biasanya dijumpai pada

usia diatas 50 tahun, dimana laki-laki lebih banyak dari pada wanita (3:2). Pada

5% penderita Penyakit Parkinson dapat terjadi pada usia kurang dari 40 tahun dan

15-20 % dari Penyakit Parkinson dapat berkembang menjadi demensia sama

seperti penyakit Alzheimer.2


15

1.1 Etiologi

Etiologi Penyakit Parkinson belum diketahui secara pasti (idiopatik), akan

tetapi ada beberapa faktor resiko (multifaktorial) yang telah diidentifikasikan,

yaitu:2

a. Usia

Meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia di bawah 40 tahun.

b. Rasial

Orang kulit putih lebih sering dibandingkan dengan ras Asia dan Afrika.

c. Genetik

d. Lingkungan

Infeksi.

Banyak fakta yang menyatakan tentang keberadaan disfungsi mitokondria dan

kerusakan metabolisme oksidatif dalam patogenesis Penyakit Parkinson.

e. Cedera kranio serebral

f. Stress emosional

1.2 Epidemiologi

Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan

wanita hampir seimbang. Lima sampai sepuluh persen orang yang terjangkit

Penyakit Parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata

menyerang penderita pada usia 65tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada

umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa. Di Amerika

Serikat, ada sekitar 500.000 penderita Penyakit Parkinson. Di Indonesia sendiri


16

yang memiliki jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-

400.000 penderita. Rata- rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia

sesuai dengan penelitian di beberapa rumah sakit di Sumatra dan Jawa. Statistik

menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak

terkena Penyakit Parkinson dibandingkan perempuan dengan alasan yang belum

diketahui.2,6

1.3 Patofisiologi

Pada Penyakit Parkinson, patifisiologi dapat dijelaskan dengan prinsip:6

1. Ketidakseimbangan jalur direct dengan jalur indirect.

2. Ketidakseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik.

Pada Penyakit Parkinson terjadi degenerasi substansia nigra pars kompakta,

sehingga terjadi penurunan jalur keluaran jalur nigra striatum. Ketika penurunan

mencapai 60-80% dari normal, akan berdampak terhadap fungsi striatum. Jalur

langsung adalah inhibitorik. Efek Dopamin terhadap jalur langsung lewat reseptor

D1 adalah eksitatorik. Oleh karena Dopamine menurun, maka efek eksitatorik dari

reseptor D1 menurun. Maka inhibisi terhadap Globus Palidus internus menurun.

Jalur tak langsung adalah eksitatorik. Efek Dopamin terhadap jalur tak langsung

lewat reseptor D2 adalah inhibitorik. Oleh karena Dopamin menurun maka efek

inhibitorik reseptor D2 menurun. Akibat efek ini, maka terjadi eksitasi terhadap

jalur tak langsung yang GABA-nergik, sehingga menyebabkan penurunan fungsi

jalur dari globlus palidus. Dengan demikian, menyebabkan penurunan fungsi jalur

dari globus palidus eksternus ke subtalamus nukleus. Selanjutnya di bagian akhir

dari jalur tak langsung, yaitu jalur nukleus subtalamikus ke globus palidus
17

internus yang glutamanergik akan meningkat. Dengan demikian, akibat

menurunnya inhibisi jalur langsung dan peningkatan eksitasi jalur tak langsung,

maka output atau keluaran dari globus palidus internus akan menghambat aktifitas

thalamus. Hambatan ini diteruskan menuju korteks motorik dan medulla spinalis

yang glutaminergik, akibatnya timbul hipokinesia. Keadaan sebaliknya pada

kenaikan dopamine pada jalur nigrostriatum (akibat pengobatan jangka lama

dengan obat golongan dopamine), maka timbul gejala hiperkinesia. Patofisiologi

penyakit parkinson juga dapat dijelaskan dengan ketidakseimbangan antara saraf

dopaminergik dengan kolinergik. Apabila fungsi saraf Dopaminergik menurun

dan/atau fungsi kolinergik meningkat, maka akan timbul gejala penyakit

parkinson.2,6

1.4 Gejala Klinis

Tanda penting parkinsonisme adalah rigiditas, tremor (khususnya saat

istirahat), bradikinesia, dan hilangnya refleks tubuh. Disfungsi ini bersifat kronik

dan progresif, tetapi dengan berbagai variasi gejala antar pasien.9

Rigiditas mungkin hanya terbatas pada satu kelompok otot dan terutama

unilateral dapat menyebar dan bilateral. Parkinsonisme menurunkan kekuatan dan

menurunkan kecepatan otot dan merupakan faktor utama dalam terjadinya

deformitas akibat sindrom ini. Gejala pasif yang melibatkan ekstremitas atau

trunkus mengalami resistensi “traffylike” yang relatif stabil melalui kisaran

gerakan. Parkinsonisme telah dibandingkan dengan pipa saluran yang ditekuk

sehingga kadang disebut rigiditas pipa saluran. “Catches” sering timbul selama

gerakan pasif, menyebabkan karakter roda pedati atau “rachetlike” pada rigiditas
18

yang disebut rigiditas roda pedati. Otot fleksor maupun ekstensor berkontraksi

kuat (tonus meningkat), mengindikasikan adanyagangguan kontrol pada

kelompok otot yang berseberangan.9

Jika rigiditas melibatkan trunkus, rigiditas itu bertanggungjawab terhadap

gaya berjalan dan masalah posisi tubuh akibat Parkinson. Pasien membungkuk

ketika mereka berdiri sehingga dagu maju jauh ke depan daripada ibu jarinya.

Mereka berjalan sambil menyeret kakinya terburu-buru, langkah yang semakin

cepat bilatersandung ke depan dan mencoba untuk cepat mengembalikan kaki

mereka pada keadaan semula.9

Tremor akibat parkinsonisme timbul pada saat istirahat dan disebut tremor

istirahat. Ketika otot menegang untuk melakukan tindakan yang bertujuan,

biasanya tremor akan berhenti (sekitar sepertiga pasien mengalami tremor yang

hebat bersamaan dengan tremor istirahat, namun seperti yang telah disebutkan,

tremor hebat biasanya berkaitan dengan disfungsi serebelum). Tremor yang

melibatkan tangan dijelaskan sebagai pillrolling dan mengakibatkan gerakan

ritmis ibu jari pertama dan kedua.9

Tremor adalah akibat dari kontraksi bergantian yang regular (4 hingga 6 siklus

perdetik) pada otot yang berlawanan. Tremor sepertinya akan memburuk jika

pasien lelah, di bawah tekanan emosi, atau terfokus pada tremor. Dasar tremor

tidak jelas.2,9

Degenerasi ganglia basalis menyebabkan hilangnya pengaruh inhibitor dan

menigkatkan timbal balikberbagai sirkuit yang berakibat dalam osilasi. Tidak

semua pasien memiliki tremor yangjelas. Bila pasien secara tidak sengaja
19

mengalami kecelakaan serebrovaskular (CVA, stroke) dan timbul hemiplegia,

tremor akan hilang pada bagian yang paralisis2,.9

Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga

tanda bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam

pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan atau tanda tangan yang

semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret.

Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres)

karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata

berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar

air liur.2,9

Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,

misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil

suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia

mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan

yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang,

berkurangnya gerak menelanludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.2,9

Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus

hal ini merupakan gejala dini, berjalan dengan langkah kecil menggeser dan

makin menjadi cepat, stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu

membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.2,9

Sering pula terjadi bicara monoton karena bradikinesia dan rigiditas otot

pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan

kata-kata yang monoton dengan volume suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.
20

Demensia, adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya

dengan deficit kognitif. Gangguan Behavioral, lambat-laun menjadi dependen

(tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara

berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih

dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup, dan gejala

lain yaitu kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas

pangkal hidungnya (tanda Myerson positif).2,9

Ada pula gejala non motorik:9

1. Disfungsi otonom

- Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama

inkontinensia dan hipotensi ortostatik.

- Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic.

- Pengeluaran urin yang banyak.

- Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya

hasrat seksual, perilaku, orgasme

2. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi

3. Gangguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat

4. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)

5. Gangguan sensasi

- Kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang,

pembedaan warna.

- Penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh

hypotension, orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk


21

melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas

perubahanposisi badan

- Berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia

atauanosmia) Gambaran tambahan parkinsonisme adalah:2,6

1. Gangguan okulomotorius: Pandangan yang kabur bila melihat

suatu titik akibat ketidakmampuan untuk mempertahankan

kontraksi otot okular. Gejala ini seringkali tidak dapat dibedakan

dari gejala awal gangguan gerak neurodegeneratif yang jarang

terjadi dan secara terpisah disebut palsi supranuklear progressive

(PSP).

2. Krisis okuligirik: spasme otot mata untuk berkonjugasi dengan

mata yang terfiksasi (biasanya pada pandangan ke atas, selama

beberapa menit hingga beberapa jam; berkaitan dengan

parkinsonisme yang berasal dari eksogen, seperti penggunaan obat

atau pascaensefalitis

3. Kelelahan dan nyeri otot yang sangat pada kelelahan otot akibat

rigiditas.

4. Hipotensipostural akibat efek samping pengobatan dengan campur

tangan, kontrol tekanan darah yang diperantarai oleh ANS.

5. Gangguan fungsi pernapasan yang berkaitan dengan hipoventilasi,

inaktivitas,aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya

bersihan jalan napas.


22

Gambar 2.5. Gambaran Klinis pada Penderita Parkinson.9

1.5 Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis, karena

tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson.

Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air kencing , darah

maupun cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson dibandingkan kontrol.

Lebih lanjut ,dalam keadaan tidak ada penanda biologis yang spesifik penyakit,

maka diagnosis definitive terhadap penyakit Parkinson hanya ditegakkan dengan

otopsi. Dua penelitian patologis terpisah berkesimpulan bahwa hanya 76% dari

penderita memenuhi kriteria patologis aktual, sedangkan yang 24% mempunyai

penyebab lain untuk parkinsonisme tersebut. laboratorium atau pencitraan yang

dapat memastikan diagnosis Parkinson. Tujuan pemeriksaan tersebut untuk

menyingkirkan diagnosis banding.9


23

Neuroimaging

Magnetik Resonance Imaging (MRI)

Baru-baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI, didapati bahwa hanya pasien

yang dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di

striatum.9

Positron Emission Tomography (PET)

Ini merupakan teknik imaging yang masih relative baru dan telah member

kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal

dan peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik

pada pengambilan fluorodopa, khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir

pada semua penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini. Pada saat

awitan gejala, penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30%

pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat

membedakan antara penyakit Parkinson dengan parkinsonismeatipikal. PET juga

merupakan suatu alat untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit, maupun

secara obyektif memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus.9


24

Gambar 2.5 PET pada Parkinson

Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)

Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis oleh

SPECT, suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma Parkinson plus

dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni. Penempelan

kestriatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55,

berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis

terkenamaupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga

berkurangsecara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai

umur yang berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada

tahap V. Marek dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan tahunan

sebesar 11% pada pengambilan [123]beta-CIT striatum pada 34 penderita

penyakit Parkinson dini yang dipantau selama 2 tahun.9


25

Sekarang telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan

menghitungdegenerasi sel saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson. Dengan

demikian, imaging transporter dopamin pre-sinapsis yang menggunakan ligand ini

atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna dalam mendeteksi orang yang

beresiko secara dini. Sebenarnya potensi SPECT sebagai suatu metoda skrining

untuk penyakit Parkinson dini atau bahkan presimptomatik tampaknya telah

menjadi kenyataan dalam praktek. Potensi teknik tersebut sebagai metoda yang

obyektif untuk memonitor efikasi terapi farmakologis baru, sekarang sedang

diselidiki.9

1.6 Diagnosis

Diagnosis Penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria:10

1. Secara klinis

a. Dua dari tiga tanda kardinal gangguan motorik (tremor, rigiditas, bradikinesia)

b. Tiga dari empat tanda motorik (tremor, rigiditas, bradikinesia, dan

ketidakstabilan postural)

2. Kriteria Koller

a. Adanya dua dari tiga tanda kardinal yang berlangsung selama satu tahun atau

lebih.

b. Respon terapi terhadap Levodopa diberikan sampai bermakna dan lama.

perbaikan selama satu tahun atau lebih.

3. Kriteria Gelbas Gilma

Didasarkan atas kelompok dari gejala klinis

 Gejala klinis kelompok A (khas untuk Penyakit Parkinson) terdiri dari:


26

- Tremor waktu istirahat

- Bradikinesia

- Rigiditas

- Permulaan asimetris

 Gejala kinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif terdiri

dari:

- Instabilitas postural yang menonjol pada tiga tahun pertama

- Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada tiga ahun

pertama

- Halusinasi (tak ada hubungan dengan pengobatan) dalam tiga tahun

pertama

- Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama

 Diagnosa “Possible”. Paling sedikit dua dari gejala kelompok A, dimana

salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tidak terdapat

gejala kelompok B. Lama gejala kurang dari tiga tahun disertai respon

jelas terhadap Levodopa atau Dopamine agonis.

 Dopamine “Probable”. Paling sedikit tiga dari empat gejala kelompok A,

dan tidak terdapat gejala dari kelompok B. Lama penyakit minimal tiga

tahun, dan respon yang jelas terhadap Levodopa atau Dopamine agonis.

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya

penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and

Yahr (1967) yaitu:


27

- Stadium 1: gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala ringan,

terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan,

biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul

dapat dikenali orang terdekat (teman).

- Stadium 2: terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, cara

berjalan terganggu.

- Stadium 3: gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai

terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang

- Stadium 4: terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya

untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berjalan

sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.

- Stadium 5: stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak

mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu

1.7 Tatalaksana

Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan

penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi

untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi

gejala yang timbul.6,7

Pengobatan Penyakit Parkinson bersifat individual dan simtomatik, obat-

obatan yang biasa diberikan adalah untuk pengobatan penyakit atau menggantikan

atau meniru dopamin yang akan memperbaiki tremor, rigiditas, dan slowness.

Perawatan pada penderita penyakit parkinson bertujuan untuk memperlambat dan

menghambat perkembangan dari penyakit itu. Perawatan ini dapat dilakukan


28

dengan pemberian obat dan terapi fisik seperti terapi berjalan, terapi suara atau

berbicara dan pasien diharapkan tetap melakukan kegiatan sehari-hari.6,7

Beberapa obat yang diberikan pada penderita penyakit parkinson:6,7

1. Antikolinergik

Benzotropine (Cogentin), trihexyphenidyl (Artane). Berguna untuk

mengendalikan gejala dari Penyakit Parkinson, yaitu untuk memuluskan

gerakan.6

2. Levodopa

Merupakan pengobatan utama untuk Penyakit Parkinson. Di dalam otak,

levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi

dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino

dekarboksilase (dopadekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5%

dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di

sembarang tempat, mengakibatkan efeks amping yang luas. Karena

mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen.

Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,

membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron

dopaminergik. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan

memperbaiki gerakan. Penderita Penyakit Parkinson ringan bisa kembali

menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama

Carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya dan mengurangi efek

sampingnya. Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960, levodopa merupakan

obat yang paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap
29

merupakan pengobatan utama Penyakit Parkinson. Berkat levodopa,

seorang penderita Penyakit Parkinson dapat kembali beraktivitas secara

normal. Pengobatan simtomatis dengan levodopa harus menunggu sampai

memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak

mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini

mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu

pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki

susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi

dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.6

Efek samping levodopa dapat berupa6,7:

- Neusea, muntah, distress abdominal.

- Hipotensi postural.

- Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita ang

berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik

dopamine pada sistem konduksi jantung. Ini bias diatasi dengan obat

beta blocker seperti propanolol.

- Diskinesia. Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan

anggota gerak, leher ataumuka. Diskinesia sering terjadi pada

penderita yang berespon baik terhadap terapilevodopa. Beberapa

penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena

penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti,

membeku,sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.


30

- Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal

dan ureum darah yang meningkatmerupakan komplikasi yang jarang

terjadi pada terapi levodopa.Efek samping levodopa pada pemakaian

bertahun-tahun adalah diskinesia yaitugerakan motorik tidak terkontrol

pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang

mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang.

Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian

diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan

obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin

agonis, COMT inhibitor atau MAO-Binhibitor. Jika kombinasi obat-

obatan tersebut juga tidak membantu disini dipertimbangkan

pengobatan operasi. Operasi bukan merupakan pengobatan standar

untuk penyakit parkinson juga bukan sebagai terapi pengganti terhadap

obat-obatanyang diminum.

3. COMT inhibitor Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar).

Untuk mengontrol fluktuasi motor padapasien yang menggunakan obat

levodopa. Tolcapone adalah penghambat enzim COMT, memperpanjang

efek L-Dopa. Tapi karena efek samping yang berlebihans eperti liver

toksik, maka jarang digunakan. Jenis yang sama, entacapone, tidak

menimbulkan penurunan fungsi liver.6

4. Agonis dopamine

Agonis dopamin seperti bromokriptin (Parlodel), pergolid (Permax),

pramipexol (Mirapex), ropinirol, kabergolin, apomorfin dan lisurid


31

dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja

dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga

menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang

selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. Obat ini

dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan

yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi.

Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan

setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik.6

5. MAO-B inhibitors

Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga

berguna pada penyakit Parkinson karena neuotransmisi dopamine dapat

ditingkatkan dengan nmencegah perusakannya. Selegiline dapat pula

memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi

levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk

mengendalikan gejala dari Penyakit Parkinson, yaitu untuk menghaluskan

pergerakan. Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan

menginhibisi monoamineoksidase B (MAO-B), sehingga menghambat

perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik.

Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Efek

sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan L-dopa dapat

meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa diterangkan

secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.6


32

6. Amantadine (Symmetrel)

Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.

Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar

otak, maka levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa

dekarboksilase. Untuk maksud ini dapat digunakan karbidopa atau

benserazide (madopar). Dopamin dan karbidopa tidak dapat menembus

sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih banyak levodopa yang dapat

menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian dikonversi menjadi

opamine di otak. Efek sampingnya umumnya hampir sama dengan efek

samping yan gditimbulkan oleh levodopa.6

1.8 Prognosis

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala Parkinson,

sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali

terkena Parkinson, maka penyakit ini akan bertahan seumur hidup. Tanpa

perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total

disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat

menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien

berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan

gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping

pengobatan terkadang dapat sangat parah.9


33

Anda mungkin juga menyukai