PENDAHULUAN
Definisi
Gerakan involunter merupakan gerakan yang tidak sesuai dengan kemauan,
2.2.2
Patofisiologi
Suatu fungsi motorik yang sempurna pada otot rangka memerlukan kerjasama
yang terpadu antara sistem piramidal dan ekstrapiramidal. Sistem piramidal terutama
untuk gerakan volunter sedang sistem ekstrapiramidal menentukan landasan untuk
dapat terlaksananya suatu gerakan volunter yang terampil dan mahir.
Dengan kata lain, sistem ekstrapiramidal mengadakan persiapan bagi setiap
gerakan volunter berupa pengolahan, pengaturan dan pengendalian impuls motorik
yang menyangkut tonus otot dan sikap tubuh yang sesuai dengan gerakan yang akan
diwujudkan.
Sistem ekstrapiramidal terdiri atas:
1. Inti-inti korteks serebri area 4S, 6 & 8;
2. Inti-inti subkortikal ganglia basalis yang meliputi inti kaudatus, putamen, globus
palidus, substansi nigra, korpus subtalamikum dan inti talamus ventrolateralis;
3. Inti ruber dan formasio retikularis batang otak dan
4. Serebelum. Inti-inti tersebut saling berhubungan melalui jalur jalur khusus yang
membentuk tiga lintasan lingkaran (sirkuit).
Sedangkan sistem piramidal, dari korteks serebri area 4 melalui jalur-jalur
kortikobulbar dan kortikospinal (lintasan piramidal) menuju Ice "lower motor neuron
(LMN). Untuk mengetahui mekanisme terjadinya gerakan involunter, terlebih dahulu
dijelaskan mengenai jalannya impuls motorik yang digunakan untuk mempersiapkan
dan membangkitkan gerakan volunter. Impuls motor dan ekstrapiramidal sebelum
diteruskan ke LMN akan mengalami pengolahan di berbagai inti ganglia basalis dan
korteks serebelum sehingga telah siap sebagai impuls motorik atau pengendali bagi
setiap gerakan yang akan diwujudkan impuls motorik sistem piramidal. Keduanya
merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam membangkitkan setiap
gerakan volunter yang sempuma.
Ada 3 jalur sirkuit untuk pengolahan impuls motorik tersebut:
1) Sirkuit pertama
Lingkaran yang disusun oleh jaras jaras penghubung berbagai inti melewati
korteks piramidalis (area 4 ) , area 6, oliva inferior, inti inti pontis, korteks serebelli,
5
2) Sirkuit kedua
Menghubungkan korteks area 4S
gerakan volunter yang bangkit memiliki ketangkasan yang sesuai. Gangguan pada
substansia nigra menimbulkan:
Tremor sewaktu istrahat
Gejala-gejala motorik lain
Sering ditemukan pada sindroma Parkinson
3)Sirkuit ketiga
Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area 4S untuk
diolah secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus, globus palidus & nucleus
ventrolateralis talami. Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls oleh nucleus
ventrolateralis
talami
yang
dipancarkannya
ke
korteks
piramidalis
&
ekstrapiramidalis (area 6). Impuls terakhir ini melakukan tugas inhibisi. Sebagian
impuls ini disampaikan oleh globus pallidus kepada nucleus Luysii.
Bila area 4S & 6 tidak dikelola oleh impuls tersebut maka timbul gerakan
involunter (gerakan spontan yang tidak dapat dikendalikan) seperti Khorea dan
Atetosis. Keduanya akibat lesi di nucleus kaudatus & globus pallidus. Balismus
akibat lesi di Nukleus Luysii.
Gerakan involunter yang akan dibahas adalah khorea, atetosis, dan balismus.
2.3 Khorea
2.3.1 Definisi Korea
Khorea berasal dari bahasa Yunani khoreia yang berarti menari. Definisi
khorea menurut Committeeon Clasification of the World Federation of Neurology
adalah suatu keadaan yang berlebihan, terjadi gerakan spontan, waktunya tidak
teratur, tidak berulang, terdistribusi secara acak, dan terjadi secara tiba-tiba.
Khorea adalah istilah untuk gerakan involuntar yang menyerupai gerakan
lengan-lengan seorang penari. Gerakan itu tidak berirama, sifatnya kuat, cepat dan
tersentak-sentak dan arah geraknya cepat berubah. Gerakan khoreatik yang melanda
tangan-lengan yang sedang melakukan gerakan voluntary membuat gerakan voluntar
itu berlebihan dan canggung.
Khorea biasanya melibatkan tangan, kaki, dan muka. Gerakan menyentak
kelihatannya mengalir dari satu otot ke otot berikutnya dan mungkin kelihatannya
seperti menari. Gerak-gerik mungkin bergabung secara tak terlihat ke dalam
perbuatan dengan tujuan atau semi-tujuan, kadang-kadang membuat chorea sukar
untuk dikenali.
2.3.2
Epidemiologi
Di Amerika Serikat walaupun tidak ada data yang tersedia mengenai insiden
korea, timbulnya beberapa kesatuan gejala, dimana korea adalah gejala utama sudah
diketahui.
Penyakit
huntington
merupakan
autosomal
dominan,
kelainan
neurodegeneratif dimana defek gen terletak pada lengan pendek dari kromosom 4.
Kelainana penyakit huntington diperkirakan 5 sampai 10 per 100.000 orang di USA.
Penyakit Wilson merupakan autosomal resesif, penyakit multisistem yang
disebabkan mutasi gen ATP7B pada lengan kromosom 13. Prevalensi penyakit ini
diperkirakan sebanyak 1%, kejadian penyakit ini hanya 1 orang per 30 juta orang.
Korea herediter benigna, adalah kelainan yang sangat jarang dimana
kebanyakan pada silsilah sudah dengan jelas ditunjukkan bersifat dominan, angka
kejadian 1/500.000 orang.
1. Ras
Huntington disease diketahui sering terjadi pada ras kaukasia. Kebanyakan
kasus dari kelainan ini terjadi dari garis keturunan Anglia Timur.
9
2. Umur
Korea bisa terjadi pada semua umur. Sekitar 10 % dari pasien dengan penyakit
huntington mempunyai onset penyakit pada saat berumur kurang dari 20 tahun,
sekitar 6 % saat berumur kurang dari 20 tahun, dan sekitar 3 % saat berumur kurang
dari 15 tahun, tapi onset yang paling sering terjadi pada dekade ke IV dan dekade ke
V. Kasus pernah ditemukan pada pasien beumur kurang dari 5 tahun. Pasien-pasien
dengan onset dini biasanya menerima penyakit dari ayahnya, sementara pasien
dengan onset lanjut lebih sering mendapatkan penyakit dari ibunya. Walaupun 27 %
dari kasus pertama kali diketahui pada pasien berumur lebih dari 50 tahun,
kebanyakan dari kasus tercatat pada pasien kurang dari 60 tahun. Onset penyakit
tercatat paling lambat pada dekade ke VIII.
2.3.3
Etiologi
Korea bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bisa terjadi
pada beberapa penyakit yang berbeda. Seseorang yang mengalami korea memiliki
kelainan pada ganglia basalisnya di otak.
Tugas ganglia basalis adalah memperhalus gerakan-gerakan yang kasar yang
merupakan perintah dari otak. Pada sebagian besar kasus terdapat neurotransmiter
dopamin yang berlebihan, sehingga mempengaruhi fungsinya yang normal. Keadaan
ini bisa diperburuk oleh obat-obat dan penyakit yang menyebabkan perubahan kadar
dopamin atau merubah kemampuan otak untuk mengenal dopamin. Penyakit yang
sering kali menyebabkan korea adalah penyakit huntington.
Penyebab dari khorea antara lain:
1. Herediter
- Huntingtons disease
- Neuroacanthocythosis
- Wilsons disease
2. Penggunaan Obat
- Neuroleptik
10
- Anti-konvulsan
- Kontrasepsi oral
3. Racun
- Keracunan karbonmonoksida
4. Metabolik
- Hipertiroid
- Kehamilan
- Hiper / hipoglikemia
- Ketidakseimbangan elektrolit
5. Infeksi
- Sydenham khorea
6. Sistem Imun
- Systemic Lupus Erythematosus
7. Vaskular
- Polisitemia
8. Tumor
9. Trauma
10. Psikogenik
2.3.4
Patofisiologi
Fungsi ganglia basalis yaitu membentuk impuls yang bersifat dopaminergik
dan GABAergik dari substansia nigra dan korteks motoris yang berturut-turut
disalurkan sampai ke pallidum di dalam thalamus dan korteks motoris. Impuls ini
diatur dalam striatum melalui dua segmen yang paralel, jalur langsung dan tidak
langsung melalui medial pallidum dan lateral pallidum atau inti-inti subtalamikus.
Aktifitas
menghambat
inti
subtalamikus
impuls-impuls
dari
mengendalikan
korteks,
dengan
pallidum
medial
untuk
demikian
mempengaruhi
Mekanisme Dopaminergik
11
Mekanisme Kolinergik
Dalam ganglia basalis pasien dengan penyakit huntington terjadi pengurangan
kolin asetil transferase, yaitu enzim yang mengkatalisator sintesis asetil kolin.
Berkurangnya reseptor kolinergik muskarinik juga telah ditemukan. Dua pengamatan
ini dapat menjelaskan bermacam-macam respon terhadap visostigmin dan efek
terbatas dari prekursor asetilkolin, seperti kolin dan lesitin.
Mekanisme Seratonergik
Manipulasi dari sriatal serotonin dapat berperan dalam pembentukan dari
Mekanisme GABAergik
Lesi yang paling konsisten pada korea huntington terlihat dengan hilangnya
12
somatostatin meningkat.
2.3.5
Gambaran Klinis
Diagnosis korea ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Gerak korea melibatkan
jari-jari dan tangan, diikuti secara gradual oleh lengan dan menyebar ke muka dan
lidah. Bicara menjadi cadel. Bila otot faring terlibat dapat terjadi disfagia dan
kemungkinan pneumonia oleh aspirasi. Sensibilitas normal.
Gerakan terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga, dan akan berkurang atau
menghilang jika penderita tertidur, tetapi akan bertambah buruk jika melakukan
aktivitas atau mengalami tekanan emosional.
Pasien yang menderita korea tidak sadar akan prgerakan yang tidak normal,
kelainan mungkin sulit dipisahkan. Pasien dapat menekan korea untuk sementara dan
sering beberapa gerakan tersamar (parakinesia). Pada beberapa pasien yang terkena,
gerakan berjalan seperti menari dapat ditemukan. Berdasarkan pada penyebab dasar
korea gejala motorik lain termasuk disartria, disfagia, ketidakstabilan postural,
ataksia, distonia, dan mioklonus.
keluarga positif yakni ayahnya. Manisfestasi klinik lain berupa kekakuan, bradikinesi,
kejang dan retardasi intelektual. Tidak ada pengobatan khusus. Prognosis jelek.
kematian biasanya terjadi 310 tahun sesudah timbul gejala klinik.
2) Korea minor
Sering disebut korea Sydenham, St Vitus dance atau korea akuisita.
Patogenesisnya masih belum jelas, diduga berhubungan dengan infeksi reuma sebab
75% kasus menunjukkan riwayat demam rematik. Sangat mungkin reaksi antigenantibodi pasca infeksi streptokok betahemolitikus grup A yang berperan. Selain pada
demam rematik, korea ini dapat juga bermanifestasi pada ensefalitis/ensefalopati dan
intoksikasi obat. Kira-kira 80% kasus terdapat pada usia 515 tahun, perempuan:
lelaki = 23 : 1. Gejala klinik berupa gerakan-gerakan koreatik pada tangan/lengan
menyerupai gerakan tangan seorang penari/pemain piano, adakalanya pada
kaki/tungkai dan muka. Perjalanan penyakit bervariasi, dapat sembuh spontan dalam
23 bulan tetapi dapat pula sampai setahun. Tidak ada pengobatan khusus selain
sedativa.
3) Korea Iatrogenik
Jenis korea ini disebabkan karena penggunaan obat-obatan yang pada umunya
obat yang digunakan untuk pasien sakit jiwa atau disebut obat antipsikosis seperti
haloperidol dan fenotiazin. Korea dapat melibatkan sesisi tubuh saja, sehingga
disebut hemikorea. Bila hemikorea bangkit secara keras sehingga seperti
membanting-bantingkan diri, maka istilahnya ialah hemibalismus.
2.3.6
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan:
1. Bila pasien disuruh meluruskan lengan dan tangannya, akan terlihat hiperekstensi
pada falang proksimal dan terminal, dan pergelangan tangan fleksi dengan sedikit
dipronasikan.
14
2. Bila pasien disuruh mengangkat lengannya ke atas, jari-jari tangan biasanya akan
direnggangkan, dan ibu jari diabduksi dan terarah ke bawah.
3. Bila pasien disuruh menggenggam tanga pemeriksa, tenaga genggaman tidak
konstan melainkan berfluktuasi, terasa melemah kemudian menguat lagi.
4. Jika penderita disuruh mengeluarkan lidah, hal ini dilakukan secara mendadak
dan kemudian ditarik kembali.
2.3.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Diagnosis utama pada penyakit korea didasarkan pada anamnesa dan
penemuan klinis; akan tetapi pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat terutama
untuk membedakan korea primer dan sekunder diantaranya :
a. Penyakit Huntington; satu-satunya pemeriksaan
laboratorium
untuk
mengkonfirmasi penyakit ini adalah dengan cara tes genetik. Kelainan ini terdapat
pada kromosom ke 4 yang ditandai dengan adanya pengulangan abnormal dari
trinucleotide CAG, dimana panjang lengan menentukan lamanya serangan.
b. Penyakit Wilson; rendahnya kadar seruloplasmin dalam serum dan meningkatnya
kadar tembaga dalam serum pada pemeriksaan urin. Proteinuria ditemukan pada
pasien yang mempunyai gangguan ginjal, tetapi tidak semua pasien mengalami
hal ini. Pada pemeriksaan fungsi hati umumnya abnormal. Kadar amoniak dalam
serum mungkin meningkat. Jika hasil diagnosa masih belum pasti maka biopsi
hati akan sangat membantu dalam mengkonfirmasi diagnosa tersebut.
c. Sydenham Korea; Korea dapat terjadi setelah infeksi streptokokus. Umumnya 1-6
bulan pasca infeksi, kadang-kadang setelah 30 tahun. Oleh karena itu, maka titer
antibody antistreptokokus tidak begitu dipresentasikan. Tanpa bukti adanya
infeksi streptokokus yang mendahului, maka diagnosa korea harus ditegakkan
tanpa penyebab lain.
d. Neuroachanthocytosis; Diagnosa ditegakan oleh adanya gambaran acanthosit
pada darah perifer. Kadar kreatinin kinase serum mungkin meningkat.
Pemeriksaan labolatorium lain yang digunakan untuk diferensial diagnosis
dari pada corea adalah pemeriksaan kadar complement, titer antinuclear antibody
15
(ANA), titer antibody fosfolipid, asam amino dalam serum dan urin, tiroid
stimulating hormone (TSH), thyroxine (T4), dan parathyroid (PTH).
2. MRI
Pasien dengan HD dan choreo-acantocithosis menunjukkan adanya penurunan
signal pada neostriatum, cauda, dan putamen. Tidak ada perbedaan penting
pada penyakit ini. Penurunan signal neostriatal dihubungkan dengan adanya
peningkatan zat besi. Atrofi umum, seperti halnya atrofi lokal pada
neostriatum, pada sebagian cauda dengan adanya pelebaran pada bagian cornu
2.3.8
caudatus dan putamen, tetapi tidak ada arofi pada struktur tersebut.
Tatalaksana
Tatalaksana hanya bersifat simptomatik terhadap gejala-gejala yang
ditemukan. Tujuan akhir dari farmakoterapi adalah mengurangi angka kejadian dan
mencegah komplikasi .
pengganti.
Obat GABAergik, seperti clonazepam dan gabapentin dapat digunakan sebagai
terapi adjuvantif.
Imunoglobulin intra vena dan plasmapharesis dapat digunakan untuk mengurangi
gejala sydenham korea.
16
Korea yang disebabkan oleh kelainan jantung dapat diobati dengan pemberian
steroid.
2.3.9
Prognosis
Prognosis tergantung pada penyebab dari korea. HD mempunyai prognosa
yang buruk, pasien akan meninggal diakibatkan oleh adanya komplikasi. Hal yang
sama juga ditemukan pada pasien dengan neuroacanthocytosis yang mengalami
pneumonia.
2.4 Atetosis
Atetosis berasal dari Yunani yang berarti berubah. Pada atetose gerakan lebih
lambat dan melibatkan otot bagian distal, namun cenderung menyebar ke proksimal.
Athetosis adalah aliran gerakan yang lambat, mengalir, menggeliat di luar kesadaran.
Biasanya pada kaki dan tangan. Atetosis banyak dijumpai pada penyakit yang
melibatkan ganglia basal.
Khorea dan atetosis bisa terjadi secara bersamaan, dan disebut koreoatetosis.
Korea dan atetosis bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bisa
terjadi pada beberapa penyakit yang berbeda. Seseorang yang mengalami korea dan
atetosis memiliki kelainan pada ganglia basalisnya di otak. Penyakit yang seringkali
menyebabkan korea dan atetosis adalah penyakit Huntington.
Gerakan atetotik ditemukan pada beberapa penyakit:
1) Kelumpuhan otak (cerebral palsy)
Biasanya dijumpai pada anak terutama bayi baru lahir akibat kerusakan otak
non-progresif yang terjadi intrauterin,waktu lahir atau segera sesudah lahir.
Kelumpuhan otak yang disertai gerakan atetotik atau koreo-atetotik termasuk
kelumpuhan otak tipe subkortikal, akibat lesi pada komponen ganglia basalis. Tipe ini
meliputi 515% kasus kelumpuhan otak.
Terdapat 2 faktor perinatal sebagai penyebab utama kelumpuhan otak tipe subkortikal
ialah hiperbilirubinemia (kernikterus) dan asfiksi berat.
17
Gejala klinik biasanya baru tampak sesudah umur 18 bulan. Dapat ditemukan
gerakan atetotik, koreo-atetotik maupun jenis GI lainnya bergantung pada lokasi
kerusakan. Pengobatan hanya simtomatik dan suportif.
2) Sindrom Lesch-Nyhan
Kelainan ini sangat jarang dijumpai,ditandai oleh gerakan koreoatetotik
bilateral, retardasi mental, mutilasi diri dan hiperurikemia. Etiologi belum diketahui;
dihubungkan dengan defisiensi ensim hipoksantin-guanin fosforibosil transferase
pada eritrosit, fibroblast dan ganglia basalis. Merupakan penyakit herediter yang
diturunkan secara sex-linked resesif pada kromosom X sehingga hanya terdapat pada
anak lelaki.
Gerakan atetotik mulai timbul pada umur 68 bulan, kemudian diikuti
gerakan koreo-atetotik dan pada usia di atas 2 tahun sudah dapat ditemukan sindrom
yang lengkap. Pengobatan dengan alopurinol 8 mg/kgBB sehari dalam tiga kali
pemberian. Prognosis jelek.
3) Penyakit Hallervorden-Spatz
Kelainan degeneratif pada substansi nigra dan globus palidus yang herediter
dan diturunkan secara autosom resesif. Etiologi tidak diketahui, diduga ada hubungan
dengan deposisi pigmen yang mengandung zat besi pada kedua daerah tersebut.
Namun tidak jelas adanya gangguan metabolisme zat besi yang menyertainya.
Penyakit ini jarang dijumpai.
Gejala klinik biasanya manifes pada umur 8-10 tahun berupa gerakan atetotik,
kekakuan pada lengan/tungkai dan retardasi mental yang progresif. Kadang-kadang
timbul kejang. Perjalanan penyakit lambat progresif. Tidak ada pengobatan, prognosis
jelek, biasanya meninggal dalam 5-20 tahun.
2.5 Ballismus
18
19
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Suku
Agama
Pekerjaan
Alamat
No Reg
: Ny. Marwati
: Perempuan
: 38 tahun
: Madura
: Islam
: Ibu rumah tangga
: Jember
: 127426
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Tangan dan Kaki kiri bergerak-gerak spontan.
juga ikut bergerak sendiri. Sebelum timbul gejala, pasien pernah jatuh dan tidak
sadarkan diri. Setelah bangun tangannya mulai bergerak-gerak sendiri.
Riwayat Pengobatan
Disangkal
Riwayat Psikososial
20
Pasien sudah menikah. Pasien tinggal serumah dengan suami dan anaknya.
Hubungan pasien dengan keluarga, tetangga dan teman-temannya baik. Pasien
bekerja sebagai ibu rumah tangga.
3.3 Status Interna Singkat
Keadaan Umum
o Kesadaran
: Compos mentis
o Tensi
: 140/80 mmHg
o Nadi
: 84 x/m
o RR
: 18 x/m
o Suhu
: 36,5oC
o BB
: 57 kg
o TB
: 152 cm
Kepala
o
Bentuk
: normocephal
o
Mata
Sklera
: ikterik (-)
Konjungtiva
: anemis (-)
Telinga/Hidung : telinga : sekret (-) darah (-)
hidung : sekret (-) darah (-)
Mulut
: sianosis (-)
Lain-lain
: dbn
Leher
o Struma
o Bendungan Vena
o Lain-lain
: tidak ditemukan
: tidak ditemukan
: dbn
Thorax
o
Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba
Perkusi
:
redup di D : Intercostal space I Parasternal
redup di S : Intercostal space V Midclavicula S
Auskultasi
: S1S2 tunggal
o
Paru-paru
Inspeksi
: simetris +/+, retraksi (-)
21
Abdomen
o Hepar
o Limpa
o Lain-lain
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Lain-lain
normal/+ normal
: sonor +/+
: Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/: dbn
: tidak teraba
: tidak teraba
: dbn
Ekstremitas
o Superior
o Inferior
: akral hangat +/+, edema -/: akral hangat +/+, edema -/: adekuat
: logis, realistis
: koheren
: waham (-) halusinasi (-)
: dbn
: dbn
: dbn
: dbn
: dbn
Asimetri
: compos mentis
: GCS 4-5-6
:+
::: Motorik : -, Sensorik -, Amnestik/anomik -/: tidak ditemukan
22
o Muka
Sikap Paksa
Tortikolis
Lain-lain
: tidak ditemukan
: tidak ditemukan
: dbn
Mask
Myopatik
Full Moon
Lain-lain
: tidak ditemukan
: tidak ditemukan
: tidak ditemukan
: dbn
2.Saraf Otak
NI
KIRI
KANAN
Hypo/anosmia
Parosmia
Halusinasi
N II
23
KIRI
KANAN
Visus
6/60
6/60
Yojana penglihatan
dbn
dbn
Melihat warna
dbn
dbn
N III , IV, VI
KIRI
KANAN
sentral
Sentral
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Eksophthalmos
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
24
Pupil
KIRI
KANAN
Bentuk
Reguler (bulat)
Reguler (bulat)
Lebar
3 mm
3 mm
Perbedaan lebar
Refleks
cahaya
cahaya
langsung
Refleks
konsensual
25
NV
Cabang motorik
Otot maseter
Otot temporal
Otot pterygoideus int/ext
Cabang sensorik
I
II
III
KIRI
KANAN
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
dbn
dbn
dbn
dbn
dbn
dbn
N VII
o Waktu diam
Kerutan dahi
Tinggi alis
Sudut mata
Lipatan nasolabial
: simetris
: simetris
: simetris
: simetris
26
o Waktu gerak
Mengerutkan dahi
Menutup mata
: simetris
: simetris (kedua mata kanan dan kiri
dapat menutup)
Mencucu/bersiul
Memperlihatkan gigi
o Pengecapan 2/3 depan lidah
o Hyperakusis
o Sekresi air mata
: simetris
: simetris
: dbn
: -/: tidak dilakukan
N VIII
Vestibular
Vertigo
Nystagmus ke
Tinitus aureaum
Tes kalori
KIRI
KANAN
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
27
Choclear
Weber
Rinne
Schwabach
Tuli konduktif
Tuli perseptif
N IX, X
o Bagian motorik
Suara biasa/parau/tak bersuara
: suara biasa
Kedudukan arcus pharynx
: simetris
Kedudukan uvula
: di tengah
Pergerakan arcus pharynx/uvula
: simetris
Detak jantung
: 84 x/m
Menelan
: + normal (disfagia -)
Bising usus
: + normal (10x/menit)
o Bagian sensorik
Pengecapan 1/3 belakang lidah
: dbn
o Refleks-refleks
Refleks occulo-cardiac
: 84 x/m --> 80 x/m
Refleks carotico-cardiac
: tidak dilakukan
Refleks muntah
:+
Refleks palatum-molle
:+
N XI
KIRI
KANAN
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
N XII
28
Kedudukan lidah
o Waktu istirahat
: simetris
o Waktu gerak
: simetris
o Atrofi
: Kanan (-) Kiri (-)
o Fasikulasi/tremor
: Kanan (-) Kiri (-)
o Kekuatan lidah pada bagian dalam pipi: dbn
3. Ekstremitas
SUPERIOR
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Motorik
Kekuatan otot
1. Lengan
Kiri
a. M. Deltoid (abduksi lengan atas)
b. M. Biceps (flexi lengan bawah)
c. M. Triceps (ekstensi lengan bawah)
d. Flexi sendi pergelangan tangan
e. Extensi sendi pergelangan tangan
f. Membuka jari-jari tangan
g. Menutup jari-jari tangan
Tonus otot
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Kanan
:
5
:
5
:
5
:
5
:
5
:
5
:
5
:
Normal
: BPR : (+) Normal
4
4
4
4
4
4
4
meningkat
e. Sensibilitas
Kanan
Eksteroseptik
- Rasa nyeri superfisial :
- Rasa suhu(panas/dingin):
- Rasa raba ringan
:
Normal
Normal
Normal
Kiri
Normal
Normal
Normal
29
Propioseptik
- Rasa getar
- Rasa tekan
- Rasa nyeri tekan
- Rasa gerak & posisi
Enteroseptik
- Referred pain
Rasa kombinasi
:
:
:
:
Normal
Normal
Normal
Normal
(-)
Kanan
- Stereognosis
:
- Barognosis
:
- Graphestesia
:
- Sensory extinction
:
- Loss of body image
:
- Two point tactile discrimination:
INFERIOR
a.
Inspeksi
b.
Palpasi
c.
Perkusi
d.
Motorik
Kekuatan Otot
1.
Tungkai
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
(-)
Kiri
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(+)
Kanan
Kiri
Flexi articulatio coxae (tungkai atas) :
Extensi articulatio coxae (tungkai atas):
Flexi sendi lutut (tungkai bawah)
:
Extensi sendi lutut (tungkai bawah) :
Flexi plantar kaki
:
Extensi dorsal kaki
:
Gerakan jari-jari
:
4. Badan
a. Inspeksi
b. Palpasi
Normal
Normal
Normal
Normal
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
(-)
Otot pinggang
: konsistensi kenyal, nyeri tekan (-)
Kedudukan diafragma : Gerak: Simetris
Istirahat: Simetris
30
c. Perkusi
: Timpani
d. Auskultasi
: Bising usus normal
e. Motorik
: dBn
: dBn
: tdl
: tdl
: tdl
: tdl
: tdl
: tdl
: tdl
: tdl
: tdl
: tdl
: tdl
:(-)
:(-)
:(-)
:(-)
:(-)
31
7. Refleks primitif
Grasp refleks
Snout refleks
Sucking refleks
Palmo-mental refleks
8. Sistem Vegetatif
Miksi
Defekasi
Sekresi keringat
:(+)
:
:
:
:
(-)
(-)
(-)
(-)
3.7 Resume
Pasien Ny. Marwati usia 38 tahun datang dengan keluhan tangan kiri
bergerak-gerak sendiri secara spontan. Kaki kiri kadang-kadang juga ikut bergerak.
1. Status interna singkat
o Kesadaran : Compos mentis
o Tensi
: 140/80 mmHg
o Nadi
: 84 x/m
o RR
: 18 x/m
o Suhu
: 36,5oC
2. Status psikiatri : dbn
3. Status Neurologis
1. GCS
: 4 -5-6
2. Meningeal sign: KK (-), K (-), L (-), BI (-), BII (-)
3. N. Cranialis : N.III : Pupil isokor, Reflek cahaya+/+, 3mm/3mm
N. VII: diam/gerak : simetris / simetris
N. XII: diam gerak : simetris / simetris
4. Motorik
RF :
BPR
TPR
KPR
+N +N
+N +N
+N +N
TO normal meningkat
normal normal
RP :
H
T
B
32
APR
5. Sensorik
6. Otonom
7.CV
+N +N
C
O
G
G
S
: dBn
: BAK (+) : Inkontinensia/Retensio uri (-)
BAB (+) : Inkontinensia/Retensio alvi (-)
: dBn
4. Diagnosis
o Diagnosis Klinis
o Diagnosis Topis
o Diagnosis Etiologis
: Khorea
: Ganglia Basalis
: Involuntary movement
5. Penatalaksanaan
o Infus PZ 20 tpm
o Injeksi Kutoin 2x100 dalam 10 cc PZ
o Injeksi Clonazepam 2x
o InjeksiTND 2x1
o Injeksi Vitamin B6 3x1
o Extra Difenhidramin 2 cc (im)
3.8 Prognosis
Bonam
33
BAB 4. KESIMPULAN
Khorea adalah gerakan tak terkendali yang berupa sentakan berskala besar
dan berulang-ulang, seperti menari, yang dimulai pada salah satu begian tubuh dan
menjalar kebagian tubuh yang lainnya secara tiba-tiba dan tak terduga. Khorea bukan
merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bisa terjadi pada beberapa
penyakit yang berbeda. Seseorang yang mengalami korea memiliki kelainan pada
ganglia basalisnya di otak.
Atetosis merupakan keadaan motorik dimana jari-jari tangan dan kaki serta
lidah atau bagian tubuh lain apapun tidak dapat diam sejenak. Gerakan yang
mengubah posisi ini bersifat lambat, melilit dan tidak bertujuan. Umumnya gerakan
atetotik lebih lamban daripada gerakan choreatik, tetapi gerakan atetotik yang lebih
cepat dan gencar atau gerakan koreatik yang kurang cepat dan tidak menyerupai satu
dengan yang lain, dikenal sebagai gerakan koreoatetosis. Jika atetosis melanda sesisi
tubuh saja disebut hemiatetosis. Ballismus adalah gerak otot yang datang sekonyongkonyong, kasar dan cepat, terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya
proksimal.
Pada sebagian besar kasus terdapat neurotransmiter dopamin yang berlebihan,
sehingga mempengaruhi fungsinya yang normal. Keadaan ini bisa diperburuk oleh
obat-obat dan penyakit yang menyebabkan perubahan kadar dopamin atau merubah
kemampuan otak untuk mengenal dopamin.
Pengobatan hanya
34
DAFTAR PUSTAKA
35