Anda di halaman 1dari 208

1

TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN TERHADAP TANGGUNG


JAWAB PARA PIHAK ATAS WANPRESTASI YANG
TERJADI DALAM JUAL BELI SOFTWARE SECARA
ELEKTRONIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:
FAVE CHAYO SAPUTRA
02 0200 146

Departemen Hukum Keperdataan


Program Kekhususan Hukum Perdata BW

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN TERHADAP TANGGUNG


JAWAB PARA PIHAK ATAS WANPRESTASI YANG
TERJADI DALAM JUAL BELI SOFTWARE SECARA
ELEKTRONIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:
FAVE CHAYO SAPUTRA
02 0200 146

Departemen Hukum Keperdataan


Program Kekhususan Hukum Perdata BW
Menyetujui,
Ketua Departemen

PROF. Dr. H. TAN KAMELLO, SH., MS.


NIP. 131 764 556
Dosen Pembimbing I

Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH., MS.


NIP. 131 764 556

Dosen Pembimbing II

Rabiatul Syahriah, SH., M.Hum.


NIP. 131 571 772

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

3
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam atas segala limpahan nikmat,
rahmat taufik dan hidayah-Nya baik yang disadari dan tidak disadari ataupun baru
disadari setelah kehilangan nikmat tersebut. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurah kepada Nabiyullah, hamba Allah dan Rasul-Nya, pembawa kebenaran, yang
mengajak dan membimbing ke jalan Allah dan mengeluarkan manusia dari kegelapan
jahiliyah kepada cahaya Islam. Shalawat serta keridhoan yang sempurna atas keluarga
dan para sahabatnya yang setia melaju menjadi pengganti di atas jalan dakwah hingga
hari kiamat. Kemudian penulis mohonkan rahmat sepenuhnya atas para mereka yang
meneruskan perjuangan dalam iman, Islam dan ikhsan dan orang-orang yang jujur dalam
agama dan umat Muhammad SAW.
Alhamdulillah, tiada ungkapan yang lebih pantas diucapkan selain rasa syukur
yang sedalam-dalamnya kepada Allah SWT, karena hanya atas pertolongannya maka
penulis telah berhasil menyelesaikan study di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara dan merampungkan penulisan skripsi yang berjudul TINJAUAN HUKUM
PERJANJIAN TERHADAP TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK ATAS
WANPRESTASI YANG TERJADI DALAM JUAL BELI SOFTWATE SECARA
ELEKTRONIK Tiada daya dan upaya melainkan hanya pertolongan Allah yang Maha
Tinggi lagi Maha Agung. Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa
yang telah Engkau ajarkan, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
Sesungguhnya banyak pihak yang memberikan dorongan dan pencerahan
serta dukungan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis merasa
sangat terhutang budi terhadap mereka yang telah memberikan kontribusi dan
wawasan keilmuan di bidang hukum. Melalui kesempatan ini, Penulis
menyampaikan terima kasih, penghormatan dan penghargaan yang tinggi kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., selau Pembantu Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Husni, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
5. Prof. Dr. H. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Ketua Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen
Pembimbing I.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

4
6. Ibu T. Darwini, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Kekhususan Hukum
Perdata BW Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
7. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program Kekhususan
Hukum Perdata BW Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing II.
8. Bapak M. Eka Putra, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik.
9. Dan seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terima kasih
atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan. Dan seluruh Tenaga Administrasi
serta staf pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
10. Secara khusus Penulis juga ingin mengungkapkan penghargaan dan
penghormatan serta menghaturkan ribuan terima kasih kepada seluruh
keluargaku:
Bapak, Ayahku tercinta Alm. Paimin yang telah mencintai dan berkorban
jiwa dan raga demi anak-anaknya melebihi cintanya kepada diri sendiri.
Akhirnya Aku dapat meneruskan cita-cita mu, Walaupun harus lama
menunggu dengan berbagai halangan terus datang menghadang, onak dan
duri selalu saja menghampiri. Dan biarpun kau tidak dapat menyaksikan,
tetapi, Pak. anakmu telah menjadi seorang Sarjana Hukum.
Mamak, Ibuku tersayang Rubiah atas segala kasih sayang, cinta, nasehat,
doa dan ridho yang tak hentinya hingga kini. Apa jadinya Aku tanpa
kesabaran, ketabahanmu, doa mu terus memayungiku dalam menghadapi
kerasnya hidup ini. Engkau menjalani takdir Ilahi, memperjuangkan hidup
kami dan menyerahkan pengabdian hidupmu hanya untuk kami. Terima kasih
Mak, memang wajar dan indahnya hadits Rasulullah surga itu berada
dibawah telapak kakimu. Maaf jika hingga kini Aku belum dapat
membuatmu menitikkan air mata bahagia. Hanya skripsi yang sederhana ini
sebagai awal persembahan baktiku padamu. Semoga Engkau senang,
akhirnya ada juga anak Mamak yang wisuda sarjana. Sabar ya Mak...,
semoga skripsi ini menjadi langkah awal dalam usahaku untuk bisa
menghantar Mamak ke Tanah Suci. Aku akan terus berusaha.
Abang-abangku, Bang Putra dan Bang Wiwik, terima kasih atas doa,
nasehat, bantuan moril dan materilnya. Hidup ini cuma sekali, jadi,
ayo...Bang kamu bisa.
Adik-adikku, Endang, Toto, Restu, Dedek (Rijwan). Enggak cuma satu
jalan ke Roma, banyak jalan untuk berhasil dan bahagia, takdir dan
kondisilah yang membuat kita seperti sekarang, tapi jangan patah semangat
terus berusahalah dengan jalan kita masing-masing, nasib tidak akan berubah
tanpa ada usaha kita untuk merubahnya Ok !, Aku nggak mau banyak
ngomong, cuma satu pesanku, inget, Bapak udah gak ada, orang tua tinggal
Mamak, jadi tolong sama-sama kita jaga.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

5
Saudara sepupuku dimanapun berada, terima kasih atas kebaikan dan
doanya. Special for Dodi, semoga sukses coy!.
Keponakan-keponakan yang Om harapkan, Ipan, Jaka, Uci (the spacial one)
dan Rizki, semoga kalian dapat menjadi orang yang berguna.
Seluruh sanak famili, kerabat dan handai tolan di Pantai Pakam, Stabat, Bulu
Cina, Brastagi, Brandan dan dimana pun berada, terima kasih atas doa dan
kasih sayangnya, semoga Allah tetap mempersatukan kita di dunia dan di
akhirat kelak, Amin.
11. Sahabat-sahabatku seperjuangan, Alumnus MIK-20, Gembel Camp dan
Konco-konconya, Robin, Edu, Dewi, Zulsandi, Sofi, Jhoni, juga special toek
spesies yang sama-sama terancam punah di Cafe Tengku, Coen-coen n
Herman, makasih Coen atas segala bantuan dan supportnya selama ini, terutama
untuk motivasinya, makasih Bro.
Tax Generation, yang setia menghuni dan/atau menyambangi Tengku, Wak
Tomp....!!!! (Ical/Faisal, yang sok cute,) Bang Hendro (the real ketua), Bang
Pai (ketua II), Hardi, Hazril (mantan my room mate), Rais dan Milan.
Teman-teman seangkatan di Fakultas Hukum yang udah pada tamat duluan Deni,
Dion, Boy, Hitler, Fernandus, Mada, Piteng, Felix, Aan, Edi bokep Santa
Sembiring, Jeki, Mores dan seluruh angkatan 2002 lainnya yang tak dapat
disebutkan satu persatu.
Rasanya harus menambah banyak halaman untuk menyebutkan satu persatu
mereka yang telah mendorong dan memberikan pencerahan dalam menghadapi
perjuangan hidup ini menuju kebahagian dunia dan akhirat. Semoga Allah SWT selalu
memberikan hidayah, limpahan rahmat dan karuniaNya, dan membalas kebaikan yang
diberikan dengan yang lebih baik lagi.
Tak ada gading yang tak retak. Sebagai karya anak manusia, skripsi ini tidak
luput dari kesalahan. Kepada para pembacalah, penulis mengharapkan agar dapat
membaca dan menyimak lembar demi lembar, kata demi kata, kalimat demi kalimat
dalam skripsi ini dan untuk kemudian memberikan kritik dan saran untuk membenahi apa
saja yang terasa kurang dalam skripsi ini. Bila ada kebenaran dalam skripsi ini,
sesungguhnya itu datang semata-mata dari Allah Azza Wajalla Yang Maha sempurna.
Ada pun bila banyak kesalahan dan kekhilafan, itu semata-mata kedhaifan penulis dan
semoga Allah berkenan memberikan rakhmat dan maghfiroh-Nya.
Akhirnya penulis bermohon pada Allah agar skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya, dan bagi para pembaca dan juga bagi dunia pendidikan. Harapan penulis
mudah-mudahan Allah SWT menjadikannya niat yang murni, ikhlas hanya karena Allah
semata, hanya kepada Allah SWT Saya datang bersujud dan menyembah, hanya karena
rahmat, kasih sayang dan ridho-Nya skripsi ini dapat ditulis dan dipersembahkan, Dialah
yang dapat memberikan semua ini, semoga termasuk dalam perbuatan yang menambah
berat amal baik penulis di akhirat nanti, serta menjadikannya amal yang bermanfaat fidini wad-dun-ya wal akhiroh, Allahumma Amin, Ya Rabbal Alamin.

Medan, November 2007


Penulis
FAVE CHAYO SAPUTRA
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
ABSTRAKSI ................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ......................................................... 7
D. Keaslian Penulisan........................................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 9
F. Metode Penulisan ............................................................................. 16
G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 17
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN
A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya ............................................. 19
B. Objek dan Subjek Perjanjian ............................................................ 21
C. Syarat Sah dan Asas-Asas Perjanjian ............................................... 24
D. Jenis-jenis dan Hapusnya Perjanjian ................................................ 26
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI SOFTWARE SECARA
ELEKTRONIK
A. Pengertian Umum Jual Beli Menurut KUHPerdata .......................... 39
B. Pengertian Umum Software ............................................................. 43
1. Defenisi software ........................................................................ 43
2. Kedudukan Software Dalam Sistem Hukum Indonesia ................ 47
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

7
3. Software Sebagai Objek Jual Beli ............................................... 65
C. Jual Beli Software Secara Elektronik ................................................ 70
1. Jual Beli Software Secara Elektronik dan E-Commerce ............... 71
2. Kewajiban Para Pihak Dalam Jual Beli Software
Secara Elektronik ........................................................................ 84
3. Mekanisme Transaksi Jual Beli Software Secara Elektronik ....... 96
D. Hubungan Antara Jual Beli Umumnya Dengan Jual Beli
Secara Elektronik ........................................................................... 104
BAB IV TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN TERHADAP TANGGUNG
JAWAB PARA PIHAK ATAS WANPRESTASI YANG TERJADI
DALAM JUAL BELI SOFTWARE SECARA ELEKTRONIK.
A. Pengertian Perjanjian Secara Elektronik ........................................... 109
B. Kedudukan Pacta Sunt Servanda Dalam Jual Beli
Secara Elektronik ............................................................................ 115
C. Wanprestasi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik ................ 126
D. Tanggung Jawab Atas Wanprestasi Dalam Jual Beli
Software Secara Elektronik ............................................................... 135
E. Mekanisme Penyelesaian Sengketa .................................................. 170
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................... 182
B. Saran ............................................................................................... 186
KEPUSTAKAAN ............................................................................................ 188

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

8
ABSTRAKSI
Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH., MS. 1
Rabiatul Syahriah, SH., M.Hum. 2
Fave Chayo Saputra 3
Dalam kehidupan masyarakat modern yang telah mengenal uang sebagai
alat tukar, maka kegiatan jual beli adalah suatu hal yang lazim dilakukan guna
memenuhi kebutuhan hidupnya. Seiring dengan perkembangan jaman yang telah
bergeser ke era digital, secara otomatis melahirkan suatu sistem jual beli baru
yang disebut dengan e-commerce. Sebuah sistem e-commerce mustahil akan dapat
berjalan tanpa adanya sistem jaringan komputer yang mendukungnya, dan sebuah
komputer mustahil dapat bekerja dan berfungsi tanpa adanya software yang
menggerakannya.
Jadi secara singkat dapat dikatakan jual beli, komputer, dan software adalah
3 (tiga) hal yang saling terkait dan mendukung dalam sebuah proses jual beli
secara elektronik (e-commerce). 3 (tiga) hal tersebutlah yang mendorong penulis
untuk menjadikannya tema dalam karya ilmiah ini. Karena mengingat dalam
sebuah jual beli secara elektronik (e-commerce) akan melibatkan banyak pihak
dan rawan akan tindakan wanprestasi, maka untuk itu penelitian ini akan penulis
sempitkan pada masalah tentang bagaimana tanggung jawab para pihak atas
wanprestasi yang terjadi dalam jual beli software secara elektronik.
Guna mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang permasalahan
tersebut, maka penelitian ini tidak hanya penulis batasi dengan data-data skunder
dan tersier yang didapat dari hasil penelitian normatif, akan tetapi juga akan
penulis coba lengkapi dengan dukungan dari penelitian empiris berupa
pengamatan penulis atas beberapa website yang menyediakan layanan jual beli
software. Namun pada dasarnya penelitian ini tetap akan menggunakan metode
penelitian normatif sebagai metode penulisannya.
Setelah melalui beberapa tahap dan proses akhirnya penelitian yang
dilakukan memberikan jawaban bahwa secara kondisional pada dasarnya ada 3
(tiga) pihak yang dapat dimintakan tanggung jawab akibat telah terjadinya
wanprestasi dalam jual beli software secara elektronik yaitu pihak penjual, pihak
pembeli dan pihak ketiga. Kemudian sesuai dengan asas pacta sunt servanda dan
asas kebebasan berkontrak yang sifatnya universal, untuk menentukan bagaimana
tanggung jawab yang dapat dibebankan kepada para pihak adalah sesuai dengan
apa yang ditentukan dalam perjanjian, walaupun pada prakteknya tanggung jawab
tersebut akan lebih berat dibebankan kepada pihak pembeli sebagai konsekwensi
dari dari penggunaan klausula baku dalam jual beli secara elektronik tersebut.
Adapun bentuk tanggung jawab yang umumnya digunakan adalah ganti rugi, yang
apabila dilihat dalam konsepsi KUHPerdata ganti rugi tersebut dapat meliputi
penggantian biaya, rugi dan bunga yang dalam bahasa Inggris disebut remedies.
Kata Kunci :Hukum Perjanjian, Tanggung Jawab akibat Wanprestasi, Jual Beli
Secara Elektronik, Software.
1

Dosen Pembimbing I, Staf Penganjar Fakultas Hukum USU.


Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Fakultas Hukum USU.
3
Mahasiswa Fakultas Hukum USU, NIM : 020200146.
2

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dewasa ini disadari dunia sedang berada dalam era informasi (information
age), yang merupakan tahapan selanjutnya dari era prasejarah, era agraris, dan era
industri. Dalam era informasi keberadaan suatu informasi mempunyai arti dan
peranan yang sangat penting dalam semua aspek kehidupan, serta merupakan
suatu kebutuhan hidup bagi semua orang baik secara individual maupun
organisasional, sehingga dapat dikatakan informasi berfungsi sebagai layaknya
aliran darah pada tubuh manusia. Perubahan bentuk masyarakat menjadi suatu
masyarakat informasi (information society) memicu perkembangan teknologi
informasi (information technologi revolution) menjadi kian pesat sehingga
terciptalah perangkat-perangkat informatika yang semakin canggih dan jaringanjaringan sistem informasi yang semakin rumit dan handal.
Hal ini dapat dilihat dari kenyataan sekarang ini yaitu, jika dahulu produk
teknologi informatika seperti komputer dan perangkat informasi hanya dapat
dinikmati sebatas pada kalangan organisasi bisnis besar sekarang bisa dinikmati
oleh perusahaan kecil dan bahkan sudah merambah masuk ke dalam lingkup
rumah tangga. Dahulu komputer berukuran besar dan berharga mahal kini
komputer menjadi kian kecil, semakin tinggi performanya dan semakin murah

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

10
harganya. Singkatnya sekarang ini kita telah berada dalam perkembangan
teknologi informasi yang berbasiskan lingkungan digital. 4
Sebagai salah satu komponen utama dari teknologi informasi selain
komunikasi (comunication) dan keterampilan (know how) perkembangan
komputer yang terjadi saat ini sangatlah pesat, baik perkembangan perangkatperangkat kerasnya (hardware) maupun perangkat-perangkat lunaknya (software),
perkembangan tersebut merupakan tuntutan kebutuhan para pemakai komputer
yang semakin kompleks, efesien dan efektif. Pada saat ini kebutuhan akan
penggunaan komputer telah merambah hampir di segala bidang pekerjaan dan
kehidupan masyarakat. 5
Oleh karena itu pada dasarnya karena kebutuhan terhadap suatu data
dan/atau informasi, maka komputer sebagai perangkat pengolah data atau
informasi sebenarnya merupakan perwujudan sistem elektronik terhadap sistem
pengolahan informasi yang sebelumya telah dilakukan secara manual. Ringkasnya
komputer sebagai suatu sistem elektronik akan terdiri atas perangkat keras
elektronik (hardware), perangkat lunak program komputer (software), prosedurprosedur (procedures) dan penggunaannya (brainware) serta data dan atau
informasi itu sendiri (content) yang tersaji dalam tahap tatap muka dengan
komputer.6
Keberadaan software sebagai salah satu bagian penting dari komputer yang
antara lain berfungsi sebagai modul pengantar peralatan fisik yang terdiri dari
4

Edmon Makarim I. 2004. Kompilasi Hukum Telematika. Ed 1. cet2. Jakarta: Raja


Grafindo: 23-24
Abdul Rajaq, Bachrul Ulum. 2003. Cara Praktis Menguasai Komputer: Aplikasi
Perkantoran. Surabaya: Indah: 9
Edmon Makarim I. Op:cit. 54

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

11
kumpulan beberapa perintah yang diproses dalam peralatan proses (procesing
unit) sehingga akhirnya dapat menyelesaikan masalah, hanya dapat dirancang dan
dibuat oleh orang yang sangat mengerti tentang komputer atau biasa disebut
dengan seorang programer. 7
Hal tersebut disebabkan karena peranti lunak atau software yang terdiri dari
beberapa program komputer bukanlah bentuk program yang biasa ditemukan
dalam radio atau televisi. Program-program yang dimaksud di sini adalah
instruksi-instrusi yang berupa kode-kode numerik (0 dan 1) yang berada dalam
memori komputer yang akan memberitahukan ke perangkat-perangkat keras
komputer tentang pekerjaan apa yang harus diselesaikan, namun sekali lagi
apabila kita hendak menulis sendiri software tersebut sangatlah sulit karena selain
harus mengetahui bahasa pemrograman juga harus diketahui pula karakteristik
dari sebuah hardware. 8
Apabila seseorang atau suatu organisasi membutuhkan perangkat lunak
komputer yang baru atau tambahan maka ada beberapa macam pilihan untuk
mendapatkannya, yaitu dengan membeli perangkat lunak yang sudah disediakan
sebagai suatu off-the-shelf atau dapat digunakan cara lain yaitu mengembangan
sendiri perangkat lunak yang dibutuhkan atau dimungkinkan juga menggunakan
jasa dari software hause.
Namun metode yang lazim digunakan untuk memperoleh perangkat lunak
yaitu dengan melalui lisensi baik ekslusif maupun non eklusif yang diberikan oleh
penerbit perangkat lunak kepada orang-orang atau perusahaan yang membutuhkan
7
8

Abdul rajaq. Op:cit. 12


Edmon Makarim I. Op:cit. 72

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

12
perangkat lunak terkait, dengan memberikan izin untuk menggunakan perangkat
lunak itu sebagai penukar atas pembayaran lisensi yaitu harga lisensi. 9
Belanja software saat ini dapat dilakukan dengan dua pilihan, yaitu bisa
mendatangi toko komputer secara langsung di pusat perbelanjaan atau apabila
ingin praktis bisa membelinya secara online di internet. Akan tetapi bila dicermati
keterangan-keterangan yang disampaikan oleh produsen software di layar
komputer, salah satu keterangan tersebut menyatakan bahwa bila anda berminat
dan setuju dengan syarat dan keterangan dalam perjanjian anda tinggal menekan
tombol yes dan bila anda tidak setuju tombol yes tersebut tidak perlu ditekan.
Kondisi yang hampir sama juga terjadi jika pembelian software langsung
dilakukan di toko, melalui telepon atau faximail dimana pada bagian penutup
kemasan akan ditemukan redaksi kalimat yang antara lain menyatakan bahwa
dengan membuka paket tersebut maka telah terjadi kesepakatan terhadap
ketentuan perjanjian.
Dalam proses jual beli software ini baik yang secara langsung mendatangi
toko ataupun melalui media elektronik, kedudukan sebuah perjanjian sangat
penting bagi pembeli sebab pembelian yang dilakukan tanpa melalui pabrikan
langsung maka akan terikat 3 (tiga) pihak sekaligus yaitu produsen (pabrikan),
toko penjual dan pemakai. Antara toko penjual dan pemakai akan ada keterikatan
hukum secara langsung karena terjadi kesepakatan dalam perjanjian jual beli
barang, akan tetapi tidak demikian halnya antara produsen dengan pemakai
dimana diantara mereka tidak ada hubungan secara langsung.

David I. Bainbride. 1993. Komputer dan Hukum. Jakarta: Sinar Grafika: 13, 120

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

13
Dalam jual beli software sering terjadi bahwa pembeli tidak menyadari
ketika membeli suatu program software terdapat kerusakan atau cacat pada
produk tersebut karena perhatian mereka hanya terfokus pada pemasangan
software baru yang akan dipakai, kemudian sering juga terjadi ketentuanketentuan yang memuat larangan bagi konsumen dan bentuk pertanggungjawaban
dari produsen dari kerusakan barang sama sekali tidak diperhatikan, karena
umumnya pembeli hanya memaklumi adanya kesepakatan jual beli barang-barang
software antara mereka dan toko komputer dan tidak menyangkut ijin lisensi
pemakaian software yang merupakan perjanjian terpisah dari perjanjian jual beli
tersebut. 10
Kemudian dalam suatu proses jual beli, kesepakatan penjual dan pembeli
terjadi manakala telah ada pembayaran (pasal 1320 KUHPerdata) tetapi pada saat
pembeli software bermaksud memakainya ternyata masih ada syarat-syarat yang
menyertai dan perlu dituruti yakni larangan-larangan untuk melakukan sesuatu
dan tentang jaminan terbatas (limited liability) dari produsen software atas produk
yang dijualnya itu. 11
Seperti telah disebutkan di atas bahwa selain cara konvensional yaitu
dengan cara membeli software langsung mendatangi tokonya, belanja software
sekarang dapat dilakukan melalui telepon, faximail, atau internet dan seiring
dengan perkembangan jaman belanja software melalui internet dianggap lebih
cepat, mudah dan murah. Namun berbelanja di dunia maya sama sekali jauh
berbeda dengan di dunia nyata.
10

Iman Syahputra. 2002. Problematika Hukum Internet Indonesia. Jakarta: Prehalindo: 711
11
Ibid

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

14
Membeli suatu produk atau jasa yang diiklankan di internet, dengan cukup
menekan tombol send tentunya setelah terpenuhinya segala kondisi yang
disyaratkan (term of conditions) oleh penjual untuk kemudian membeli barang
yang dibeli cukup hanya dengan menggesekan credit card. Begitu pula pihak
penjual produk cukup menunggu dengan pasif persetujuan pembayaran dari bank
atas credit card yang dipakai.
Idealnya transaksi diadakan sedemikian praktis, tapi dalam kenyataannya
transaksi tersebut dapat mengundang banyak persoalan, mungkin dapat sangat
merugikan pihak-pihak yang bertransaksi, terlebih lagi transaksi melalui internet
terkadang tidak hanya meliputi satu wilayah karena dapat mencakup antar benua
yang tidak mengenal batas geografis dan yurisdiksi hukum.
Atas dasar fenomena tersebut dapat dikatakan transaksi software secara
elektronik dapat menimbulkan berbagai aspek termasuk aspek hukum bagi pihakpihak penjual, pembeli dan produsen serta pihak ketiga mengenai siapakah yang
tidak melakukan kewajiban, cedera janji (wanprestasi) sebagaimana yang
diperjanjikan dan ketentuan mengenai tanggung jawab yang mengikutinya. 12

B. Perumusan Masalah
Didasarkan atas latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, adapun
pokok permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai
tinjauan hukum perjanjian terhadap tanggung jawab para pihak atas wanprestasi

12

ibid. 91-94

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

15
yang terjadi dalam jual beli software secara elektronik, yang diantaranya
menyangkut beberapa hal yaitu :
1. Bagaimana ketentuan jual beli software secara elektronik ?
2. Bagaimana bentuk jual beli software secara elektronik ?
3. Bagaimana tanggung jawab para pihak atas wanprestasi dalam transaksi jual
beli software secara elektronik.
4. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa yang terjadi dalam suatu
transaksi jual beli software secara elektronik.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan jual beli software secara elektronik.
2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk jual beli software secara elektronik.
3. Untuk mengetahui tanggung jawab para pihak atas wanprestasi yang terjadi
dalam transaksi jual beli software secara elektronik.
4. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa yang terjadi dalam suatu
transaksi jual beli software secara elektronik.
Sebuah karya tulis yang dibuat diharapkan dapat memberikan suatu
manfaat, demikian pula yang diharapkan dari penulisan skripsi ini. Adapun
manfaat yang diharapkan tersebut adalah :

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

16
1. Secara teoretis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
kajian terhadap perkembangan hukum khususnya yang berkaitan dengan jual
beli software secara elektronik.
2. Secara praktis, dengan ditulisnya skripsi ini maka diharapkan akan dapat
memberikan sumbangan pemikiran yuridis terhadap perkembangan hukum
agar nantinya lebih dapat mengikuti atau bahkan mengimbangi perkembangan
teknologi informasi yang semakin cepat. Dan selain itu diharapkan agar dapat
memberikan pemahaman dan wawasan ilmiah baik secara khusus maupun
secara umum berkenaan dengan masalah tanggung jawab para pihak atas
wanprestasi yang terjadi dalam jual beli software secara elektronik.
Penulis sangat menyadari bahwa keberadaan skripsi ini masih sangat jauh
dari kata sempurna, namun besar harapan penulis agar skripsi ini dapat berguna
menjadi bahan bacaan bagi peminat hukum serta yang berkenaan dengannya pada
khususnya dan masyarakat pencinta ilmu pengetahuan pada umumnya.

D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini didasarkan pada ide, gagasan, maupun pemikiran
penulis secara pribadi yang didasarkan dengan melihat perkembangan media
elektronik khususnya internet sebagai bagian dari teknologi informasi yang
mendukung semakin canggih dan praktisnya sebuah proses jual beli.
Berdasarkan observasi yang penulis lakukan baik melalui media internet
maupun perpustakaan maka sepengetahuan penulis didapat fakta bahwa belum
ada skripsi yang mengkhususkan diri untuk membahas masalah tentang tinjauan
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

17
hukum perjanjian terhadap tanggung jawab para pihak atas wanprestasi yang
terjadi dalam jual beli software secara elektronik.
Sehingga penulis sampai kepada satu kesimpulan tulisan ini bukanlah hasil
penggandaan ataupun jiplakan dari karya tulis orang lain. Mengenai keberadaan
kutipan pendapat dalam penulisan skripsi ini adalah hal yang tidak perlu untuk
diperdebatkan karena sebuah kutipan merupakan hal yang lumrah dan wajar
karena diajukan semata-mata demi kesempurnaan tulisan ini, jadi sama sekali
tidak ada maksud penulis untuk melakukan suatu tindakan plagiat.

E. Tinjauan Pustaka
Sesuai dengan tujuan dari penulisan skripsi ini yang ingin membahas lebih
lanjut mengenai tinjauan hukum perjanjian terhadap tanggung jawab para pihak
atas wanprestasi yang terjadi dalam jual beli software secara elektronik, maka ada
baiknya penulis memaparkan terlebih dahulu tentang pendapat hukum yang
dianggap relevan dan sekiranya dapat digunakan sebagai landasan teori dalam
penulisan skripsi ini. Adapun teori yang dimaksud adalah postal rule dan
acceptance rule yang akan menjelaskan tentang kepada siapa beban tanggung
jawab akan dibebankan jika terjadi wanprestasi dalam suatu proses jual beli
melalui media elektronik.
Karena permasalahan utama yang ingin diangkat dalam skripsi ini adalah
tentang masalah tanggung jawab akibat wanprestasi maka pada bagian lain
penulis juga akan mencoba untuk melengkapi hal tersebut dari beberapa literatur.
1. Postal Acceptance Rule
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

18
Pendapat hukum ini antara lain menyatakan bahwa ketika syarat-syarat
dalam term of conditions yang ditentukan penjual dalam sebuah situs telah
disetujui oleh pembeli, maka dengan menekan tombol send pembeli telah
menandakan persetujuan terhadap ketentuan perjanjian yang ditawarkan oleh
penjual dalam internet. Pendapat hukum ini disebut juga dengan teori kantor pos.
Secara praktis teori ini mengandung pengertian bahwa dengan surat di
tangan kantor pos, pembeli dianggap telah melepaskan tanggung jawabnya dan
apabila suatu saat terdapat keadaan dimana penjual mengatakan surat atau pesan
melalui e-mail belum diterima sehingga barang yang dipesan pembeli belum dapat
dikirim maka pihak pembeli dapat menuntut pihak penjual bertanggung jawab
karena telah melakukan wanprestasi.
2. Acceptance Rule
Pendapat yang kedua menyatakan bahwa kata sepakat dalam transaksi
internet terjadi pada saat surat pesanan suatu produk melalui e-mail diterima oleh
penjual atau informasi telah ada di bawah kontrol penjual. Pendapat hukum ini
berpedoman, walaupun pembeli telah memenuhi segala terms of conditions dalam
suatu transaksi jual beli melalui internet, misalnya telah melakukan pembayaran,
hal ini bukan merupakan jaminan penjual akan mengirimkan produknya karena
pengiriman e-mail oleh pembeli harus diterima terlebih dahulu dan telah berada di
bawah kontrol pihak penjual. 13
Dengan demikian seandainya pesan atau surat (e-mail) hilang di perjalanan,
tanggung jawab tidak dapat dibebankan kepada pihak penjual karena adanya
13

Zulfi Chairi. 2005. Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli Melalui Internet. Medan: Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara: 41-43

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

19
wanprestasi atau tidak dipenuhinya kewajiban baru dapat ditentukan saat apakah
penjual telah menerima pesan e-mail. Dalam pendapat kedua ini pihak pembeli
mempunyai hak untuk mengecek apakah informasi atau keterangan e-mail
tersebut benar-benar telah diterima atau tidak oleh pihak penjual. 14
Berkaca pada dua teori di atas maka terjawab sudah permasalahan tentang
pihak mana atau siapa yang harus bertanggung jawab, namun bila kita kembali
kepada pokok masalah yang ingin dibahas dalam skripsi ini maka akan timbul
sebuah pertanyaan yaitu bagaimana bentuk pertanggung jawaban akibat
wanprestasi tersebut ?.

3. Bentuk Tanggung Jawab Akibat Wanprestasi


Tanggung jawab adalah kewajiban dalam melakukan tugas tertentu,
tanggung jawab timbul karena telah diterima wewenang, seperti wewenang
tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu (interpersonal relationship)
antara pemberi wewenang dan penerima wewenang, tanggung jawab seimbang
dengan wewenang. 15
Perjanjian adalah sesuatu yang sangat berkaitan dengan tanggung jawab
sebab perjanjian yang dibuat akan menimbulkan hubungan hukum. Sebuah
perjanjian berisikan suatu tujuan bahwa pihak yang satu akan memperoleh
prestasi dan pihak yang lain berhak atas pemenuhan prestasi atau kewajiban.
Dalam setiap perjanjian debitur wajib bertanggung jawab melakukan kewajiban

14
15

Ibid.
Ensiklopedia Umum. 1973. Jakarta: Penerbit Kanisius: 1078

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

20
sesuai dengan isi perjanjian termasuk di dalamnya kewajiban untuk bertanggung
jawab terhadap tuntutan kreditur akibat terjadinya wanprestasi.
Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. berpendapat bahwa :
....... hak-hak yang dimiliki kreditur apabila terjadi ingkar janji yaitu :
a) Hak menuntut pemenuhan perikatan (nokamen)
b) Hak menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan itu bersifat
timbal balik menuntut pembatalan perikatan (outbinding)
c) Hak menuntut ganti rugi (schade vergoeding)
d) Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
e) Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti
rugi.. 16
Sedangkan menurut J. Satrio,S.H.
....... akibat-akibat hukum berupa tuntutan dari kreditur dapat menimpa
debitur apabila debitur tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya. Tuntutan
dari kreditur ini dapat berupa :
a) Pertama-tama sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243
KUHPerdata bahwa dalam hal debitur lalai untuk memenuhi
kewajibannya kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian
yang berupa ongkos-ongkos kerugian dan bunga. Akibat hukum seperti
ini menimpa debitur baik dalam perikatan untuk memberikan sesuatu
untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu.
b) Selanjutnya pasal 1237 KUHPerdata mengatakan bahwa sejak kreditur
lalai maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggung jawab debitur.
c) Yang ketiga ialah kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbal balik
maka berdasarkan pasal 1266 kreditur berhak untuk menuntut
pembatalan perjanjian dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi
tetapi kesemuanya itu tidak mengurangi hak dari kreditur untuk tetap
menuntut pemenuhan prestasi. 17
Masih dalam hal akibat dari wanprestasi ini Subekti berpendapat
....... bahwa terhadap kelalaian atau kealpaan si berhutang (debitur)
diancam dengan beberapa sanksi atau hukuman, hukuman atau akibat-akibat
yang tidak enak bagi debitur yang lalai tadi ada 4 (empat) macam, yaitu :
a) Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat
dinamakan dengan ganti rugi
b) Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian
c) Peralihan resiko

16

Mariam Darus I. 1996. KUH Perdata Buku II Hukum Perikatan Dengan Penjelasan.
Bandung: Alumni: 26
17
J.Satrio I. 1993. Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. Bandung: Alumni: 144
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

21
d) Pembayaran biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di muka
hakim. 18
Kemudian untuk sekedar memenuhi prinsip kemutakhiran dalam sebuah
tinjauan pustaka serta agar dapat memberikan tambahan uraian tentang bentuk
tanggung jawab maka di sini penulis juga akan mencoba sedikit memaparkan
sebuah artikel yang masih ada hubungannya dengan masalah bentuk tanggung
jawab tersebut.
Dalam artikelnya yang berjudul Product Liability dan Perlindungan
Konsumen,

Tanggung

Jawab

Pelaku

Usaha

?,

Rosewitha

Irawaty

mengungkapkan antara lain bahwa product liability meletakan beban tanggung


jawab produk terhadap produsen atau dikenal dengan strict liability yaitu apabila
terdapat kesalahan atau cacat pada produk akibat/dianggap kesalahan dari pihak
produsen dan menyebabkan kerugian konsumen atau pihak lain, maka hal tersebut
menjadi tanggung jawab produsen secara mutlak. Dengan penerapan tanggung
jawab mutlak ini maka pelaku usaha/pembuat produk dianggap bersalah atas
kerugian yang ditimbulkan, kecuali apabila pihak produsen dapat membuktikan
bahwa kerugian yang terjadi tidak dapat dipersalahkan padanya.
Product liability diartikan sebagai tanggung jawab secara hukum dari
produsen dan penjual untuk mengganti kerugian yang diderita oleh pembeli,
pengguna atau pihak lain akibat dari cacat dan kerusakan yang terjadi karena
kesalahan pada saat mendapatkan barang, khususnya jika produk tersebut dalam
keadaan cacat yang berbahaya bagi konsumen dan pengguna. 19

18
19

Idris Zainal. 1996. Segi-Segi Hukum Pada Perjanjian Jual Beli. Medan: FH USU: 49-50
Rosewitha Irawaty. Product Liability dan Perlindungan Konsumen Tanggung Jawab
Pelaku Usaha. http://www.lkht.net/artikel lengkap.php?id=18

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

22
4. Ketentuan Ganti Rugi Dalam KUHPerdata
Uraian di atas menggambarkan bahwa ganti rugi merupakan hal dominan
yang paling sering timbul akibat terjadinya suatu wanprestasi, ganti rugi sendiri
dapat diartikan sebagai sanksi yang dapat dibebankan kepada debitur yang tidak
memenuhi prestasi dalam suatu perikatan untuk memberikan penggantian biaya,
rugi atau bunga, hal ini diatur dalam Pasal 1243 sampai dengan Pasal 1252
KUHPerdata.
Sedangkan biaya merupakan segala pengeluaran atau pengongkosan yang
nyata-nyata telah dikeluarkan oleh kreditur. Sedangkan rugi adalah segala
kerugian karena musnahnya atau rusaknya barang-barang milik kreditur akibat
kelalaian debitur. Kemudian bunga adalah segala keuntungan yang diharapkan
atau sudah diperhitungkan.
Dalam hal kerugian ini tidak dapat dituntut dengan sekehendak hati oleh
kreditur, melainkan dibatasi oleh undang-undang yang meliputi :
a) Pembatasan pertama yaitu untuk segala macam wanprestasi disebutkan dalam
Pasal 1248 KUHPerdata yang menentukan tentang tuntutan ganti rugi
disebabkan karena adanya akibat langsung dari tidak dipenuhinya perikatan.
b) Pembatasan kedua termuat dalam Pasal 1247 KUHPerdata yang menentukan
bahwa penggantian kerugian oleh debitur jujur hanya terbatas pada ganti rugi
yang sejak semula dapat dikira akan terjadi, sedangkan untuk debitur yang
tidak jujur juga harus mengganti kerugian yang tidak dapat diperkirakan orang
akan terjadi.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

23
c) Pembatasan berikutnya diatur dalam Pasal 1250 KUHPerdata yang mengatur
bahwa debitur yang lalai membayar sejumlah uang kepada kreditur
diwajibkan membayar penggantian kerugian berupa bunga yaitu bunga
maratoir, bunga maratoir ini hanya terdiri atas bunga yang ditentukan
undang-undang dan terhitung mulai gugatan diajukan di muka pengadilan. 20
Dalam hal ganti rugi ini Mariam Darus berpendapat bahwa rugi (schade)
adalah kerugian nyata (faitelijknadee) yang dapat diduga atau diperkirakan pada
saat perikatan itu diadakan yang timbul sebagai akibat ingkar janji, jumlahnya
ditentukan dengan suatu perbandingan diantara keadaan kekayaan seandainya
tidak terjadi ingkar janji.
Pada dasarnya bentuk ganti rugi yang lazim digunakan adalah uang, oleh
karena menurut ahli hukum perdata maupun yurisprudensi uang merupakan alat
yang paling praktis dan paling sedikit menimbulkan perselisihan dalam
menyelesaikan suatu sengketa. Selain uang masih ada bentuk lain yang
dipergunakan sebagai bentuk ganti rugi yaitu pemulihan pada keadaan semula (in
natura) dan larangan utuk mengulangi.
Mengenai masalah ganti kerugian immateril tidak ada pengaturannya di
dalam KUHPerdata tetapi berdasarkan yurisprudensi dan pendapat para ahli
hukum perdata, dinyatakan bahwa ganti rugi juga layak diberikan kepada kerugian
immateril. 21
Dari pendapat-pendapat di atas, maka kiranya telah terjawab tentang hal
konkrit apa yang harus ditanggung oleh seorang debitur apabila ia melakukan
20

Ridwan Syahrani. 1992. Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni:
232-236.
21
Mariam Darus I. Op;cit: 29-30
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

24
wanprestasi. Namun sekali lagi penulis ingin menyatakan bahwa uraian tersebut
dianggap masih bersifat sangat umum dan dapat dianggap belum dapat menjawab
pokok permasalahan seutuhnya, seperti apakah ketentuan tersebut berlaku juga
bagi debitur mancanegara yang tunduk pada mekanisme hukum yang berbeda,
kemudian apakah bentuk pertanggungjawaban tersebut juga berlaku bagi pihak
ketiga yang juga ikut berperan dalam sebuah proses jual beli software secara
elektronik.
Ketidakmampuan teori, pendapat dan artikel di atas memberikan jawaban
atas beberapa pertanyaan yang dianggap menjadi substansi utama permasalahan
yang ingin diangkat, mendorong penulis untuk melakukan penelitian dalam hal
tersebut yang kesemuahasilnya akan dituangkan dalam skripsi ini.

F. Metode Penulisan
Metode penulisan yang penulis gunakan dalam skripsi yang berjudul
TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN TERHADAP TANGGUNG JAWAB
PARA PIHAK ATAS WANPRESTASI YANG TERJADI DALAM JUAL BELI
SOFTWARE SECARA ELEKTRONIK ini adalah metode penelitian normatif
dengan menggunakan studi pustaka (library research) atau studi dokumentasi
sebagai alat pengumpul datanya, serta menggunakan bahan-bahan dengan tipe
datanya yang meliputi :
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

25
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat antara lain :
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
b) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
c) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
d) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
e) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
f) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
g) UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce (1996) with additional
article 5 bis as adopted in 1998 and guide to enactment.
2. Bahan hukum skunder yaitu bahan-bahan hukum yang dapat menjelaskan
bahan hukum primer, seperti rancangan Undang-undang, rancangan peraturan
pemerintah, hasil penelitian hukum, buku-buku, artikel, majalah, dan koran,
atau internet maupun makalah-makalah yang berhubungan dengan topik
dalam

skripsi

ini,

adapun

rancangan

undang-undang

(RUU)

yang

berhubungan dengan penulisan skripsi ini yaitu RUU tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
3. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan
petunjuk atau penjelelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
skunder seperti kamus hukum, kamus bahasa, ensiklopedia dan lain
sebagainya. 22

22

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: Universitas


Indonesia (UI-Press): 50-52

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

26
G. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan skripsi ini seluruhnya merupakan satu kesatuan
yang saling berhubungan satu sama lain. Untuk memberikan kemudahan dalam
penulisan skripsi ini maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut :
BAB I adalah pendahuluan yang mencakup atas latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan,
tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II akan menjelaskan tinjauan umum tentang hukum perjanjian yang meliputi
pengertian perjanjian pada umumnya, subjek dan objek perjanjian, syarat
sah dan asas-asas perjanjian, serta kemudian akan diuraikan jenis-jenis
dan hapusnya perjanjian.
BAB III menguraikan tinjauan umum tentang jual beli software secara elektronik
yang terdiri atas empat bagian yakni mengenai pengertian umum jual beli
menurut KUHPerdata, pengertian umum software yang terbagi atas
defenisi software, kedudukan software dalam sistem hukum Indonesia dan
software sebagai objek jual beli. Kemudian juga akan dibahas mengenai
jual beli secara elektronik dan hubungan antara jual beli umumnya dengan
jual beli secara elektronik.
BAB IV adalah analisis mengenai tinjauan hukum perjanjian terhadap tanggung
jawab para pihak atas wanprestasi yang terjadi dalam jual beli software
secara elektronik yang mencakup pengertian perjanjian secara elektronik,
kedudukan pacta sunt servanda dalam jual beli secara elektronik,
tanggung jawab atas wanprestasi dalam jual beli software secara
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

27
elektronik,

kemudian

yang

terakhir

adalah

tentang

mekanisme

penyelesaian sengketa.
BAB V merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran atas
pembahasan pada bab-bab sebelumnya.

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

28
Sebelum diuraikan lebih jauh mengenai pengertian umum dari perjanjian
ini, maka ada baiknya dipaparkan terlebih dahulu mengenai pengertian dari
perjanjian dan perikatan.
Subekti berpendapat bahwa perikatan adalah suatu perhubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu (kreditur/si
berpiutang) berhak menuntut suatu hak dan pihak yang lain (debitur/si berhutang)
yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.
Sedangkan dalam hal perjanjian Subekti berpendapat bahwa perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perjanjian
tersebut menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam
bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung
janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Disatu kesempatan
subekti juga berpendapat bahwa perkataan kontrak adalah lebih sempit dari
perjanjian karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.
Perikatan dan perjanjian menunjukan pada dua hal yang berbeda, perikatan
adalah suatu istilah atau pernyataan yang bersifat abstrak sedangkan perjanjian
adalah sesuatu hal yang bersifat konkrit, suatu perikatan tidak dapat dilihat dengan
mata kepala tetapi perjanjian dapat dilihat, dibaca atau diraba. 23
Hukum perikatan merupakan istilah yang paling luas cakupannya, istilah
perikatan merupakan kesepadanan dari istilah belanda verbentenis istilah
hukum perikatan ini mencakup semua ketentuan dalam buku III KUHPerdata,

23

Subekti. 1970. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT Pembimbing Masa: 1-2

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

29
karena itu hukum perikatan terdiri atas dua golongan besar yaitu hukum perikatan
yang berasal dari undang-undang dan hukum perikatan yang berasal dari
perjanjian (Pasal 1233 KUHPerdata). Eksistensi sebuah perjanjian sebagai salah
satu sumber perikatan juga berlandaskan pada ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata
yang menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan yang mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Dengan membuat perjanjian berarti para pihak secara sukarela telah
mengikatkan diri untuk melakukan prestasi dengan jaminan berupa harta
kekayaan yang dimiliki atau akan dimiliki oleh pihak-pihak yang berjanji. Sifat
sukarela di sini merupakan indikator bahwa perjanjian tersebut harus lahir dari
kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak-pihak yang
membuat perjanjian, pernyataan sukarela ini menunjukan bahwa perikatan
merupakan hasil dari sebuah perjanjian dan bukan undang-undang.
Para pihak dalam perjanjian harus melaksanakan prestasi dan tahu
konsekwensi dari pelaksanaan atau alpa melaksanakan prestasi serta mengetahui
bagaimana pemaksaan pelaksanaan prestasi tersebut. 24
Berdasarkan ketentuan KUHPerdata pada prinsipnya perjanjian yang kita
kenal merupakan perjanjian obligatoir kecuali undang-undang menentukan lain,
perjanjian obligatoir mengandung arti bahwa dengan ditutupnya perjanjian itu
pada dasarnya baru melahirkan perikatan saja, dalam arti hak atas objek perjanjian
belum beralih untuk perikatan tersebut.25

24

Kartini Mulyadi, Gunawan Widjaja. 2003. Seri Hukum Perikatan: Perikatan Yang Lahir
Dari Perjanjian, ed1. cet1. Jakarta: PT Raja Grafindo: 1-3
25
J.Satrio I. Op:cit: 38
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

30
Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa defenisi
perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah tidak lengkap dan
terlalu luas, tidak lengkap karena yang dirumuskan hanya mengenai perjanjian
sepihak saja. Terlalu luas karena dapat mencakup mengenai perjanjian dalam
hukum keluarga.
Dalam hal bentuk perjanjian tertulis Mariam Darus berpendapat bahwa
suatu bentuk perjanjian tertulis tidak hanya bersifat sebagai alat pembuktian
apabila terjadi perselisihan, namun merupakan syarat untuk adanya perjanjian itu
(bestaandwaarde) sehingga apabila hal itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak
sah, misalnya perjanjian mendirikan PT harus dengan akta notaris (Pasal 38
KUHD). 26

B. Objek Dan Subjek Perjanjian


1. Objek Perjanjian
Intisari atau hakikat perjanjian tiada lain adalah prestasi, sesuai dengan
ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata prestasi yang diperjanjikan itu adalah untuk
menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu.
Memberikan sesuatu sesuai dengan ketentuan Pasal 1235 KUHPerdata berarti
suatu kewajiban untuk memberikan atau menyerahkan benda yang tidak hanya
terbatas pada benda yang berwujud ataupun benda yang tertulis tetapi juga
termasuk ke dalamnya penyerahan akan kenikmatan (genot) dari suatu barang,
misalnya sewa menyewa.
26
27

27

Mariam Darus Badrulzaman I. Op:cit: 89-90


M.Yahya Harahap. 1986. Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni. 9-10

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

31
Menurut Pasal 1332 hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja
yang dapat menjadi pokok-pokok perjanjian. Barang-barang yang dipergunakan
untuk kepentingan umum tidak dapat dijadikan objek perjanjian. Kemudian agar
suatu perjanjian dapat dikatakan memenuhi kekuatan hukum yang sah, bernilai
dan mempunyai kekuatan yang mengikat maka prestasi yang menjadi objek
perjanjian harus tertentu, atau sekurang-kurangnya jenis objek harus tertentu
(Pasal 1323 KUHPerdata).
Prestasi yang harus dilaksanakan debitur harus sesuatu yang benar-benar
mungkin dapat dilaksanakan. Akan tetapi dalam mempersoalkan masalah prestasi
yang tidak mungkin untuk dilaksanakan harus dapat dibedakan ketidakmungkinan
mutlak

dan ketidakmungkinan dari segi debitur.

Secara teoretis

atas

ketidakmungkinan tersebut dapat diangkat 2 (dua) pendapat, yaitu :


a) Ketidakmungkinan yang subjektif yaitu didasarkan atas anggapan subjektif
debitur, hal ini tidak berimplikasi pada batalnya perjanjian.
b) Ketidakmungkinan objektif, prestasi secara nyata dan benar memang tidak
bisa dilaksanakan debitur.
Perjanjian yang prestasinya tidak mungkin dilakukan sejak dari semula
membuat perjanjian yang demikian dengan sendirinya dianggap tidak berharga,
tidak sah, tidak mengikat, dan tidak ada kewajiban dari pihak debitur untuk
memenuhinya, sebab ketidakmungkinan itu telah menghapus kewajiban itu
sendiri dan menghapuskan resiko yang dapat dipikulkan kepada debitur.
Apabila pada saat dibuat perjanjian prestasi semula memang benar-benar
mungkin namun kemudian oleh karena satu hal menjadi tidak mungkin maka
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

32
perjanjian yang seperti itu dianggap sah dan berharga. Adapun masalah sampai
dimana pengaruh kejadian yang menyebabkan ketidakmungkinan tersebut
termasuk ke dalam ruang lingkup overmacht.
Prestasi yang menjadi objek perjanjian bisa saja yang tidak bernilai uang,
hal tersebut didasarkan pada pengertian penggantian suatu kerugian atau ganti
rugi tidak berwujud berupa pemulihan kerugian di bidang moral dan kesopanan.
Hal ini diatur dalam Pasal 1239, 1240, 1241, 1243 KUHPerdata. Akan tetapi
pendapat yang lain menyatakan bahwa prestasi harus dapat dinilai dengan uang
hal ini didasarkan pada pandangan bahwa setiap prestasi harus mempunyai nilai
ekonomi yang dengan sendirinya akan mempunyai nilai uang.
2. Subjek Perjanjian
Timbulnya perjanjian disebabkan oleh adanya hubungan hukum kekayaan
antara dua orang atau lebih yang menduduki tempat berbeda sebagai debitur dan
kreditur.
Sesuai dengan teori dan prektek hukum, kreditur terdiri dari :
a) Individu sebagai person yang bersangkutan, yang terdiri dari :
1) natuurlijke persoon atau manusia tertentu
2) recht persoon atau badan hukum
Jika badan hukum yang menjadi subjek, perjanjian yang diikat bernama
perjanjian atas nama (verbintenis op naam) dan kreditur yang bertindak
sebagai penuntut disebut tuntutan atas nama.
b) Seorang atau keadaan tertentu mempergunakan kedudukan/hak orang lain
tertentu, contohnya seorang penyewa rumah A. penyewa bertindak atas
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

33
keadaan dan kedudukan sebagai penyewa sekalipun rumah telah dijual oleh
pemilik semula atau pemilik semula telah meninggal, perjanjian sewa
menyawa tetap berjalan.
c) Persoon yang dapat diganti, mengenai persoon yang dapat diganti berarti
penggantian kreditur telah ditetapkan dalam perjanjian.

28

Mariam Darus Badrulzaman berpendapat bahwa


....... yang dimaksud dengan subjek perjanjian adalah pihak-pihak yang
terikat dengan diadakannya suatu perjanjian, yang dapat dibedakan atas 3
golongan yakni :
1) para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri
2) para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya
3) pihak ketiga... 29
Pihak-pihak dalam perjanjian diatur secara sporadis di KUHPerdata yaitu di
dalam Pasal 1315, 1340, 1317, dan 1318.

C. Syarat Sah dan Asas-Asas Perjanjian


1. Syarat Sah Perjanjian
Ketentuan tentang syarat sah perjanjian diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata yang mengatakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat
syarat, yaitu :
a) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c) Suatu hal tertentu
d) Suatu sebab yang halal

28
29

Ibid. 11-16
Mariam Darus Badrulzaman I. Op:cit: 7

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

34
Keempat unsur tersebut selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum yang
berkembang digolongkan ke dalam :
a) Unsur subjektif, yaitu unsur pokok yang menyangut subjek atau pihak yang
mengadakan perjanjian. Unsur ini meliputi unsur kesepakatan secara bebas
dan kecakapan dari para pihak yang berjanji. Jika terjadi pelanggaran pada
unsur ini maka suatu perjanjian dapat dibatalkan.
b) Unsur objektif yaitu unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan
objek perjanjian yang meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang
merupakan objek yang diperjanjikan dan causa dari objek yang berupa
prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan. Dalam hal tidak dipenuhinya
unsur objektif ini maka perjanjian dapat dinyatakan batal demi hukum.

30

2. Asas-Asas Perjanjian
Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam bab II
buku III dengan judul tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak
atau perjanjian perjanjian dengan menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.
Perumusan yang demikian memperlihatkan bahwa suatu perjanjian adalah ;
a) Suatu perbuatan
b) Antara sekurang kurangnya dua orang
c) Perbuatan tersebut melahirkan perikatan diantara para pihak

30

Kartini Mulyadi. Op:cit: 93-94

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

35
Perbuatan di sini mengandung maksud bahwa perjanjian hanya mungkin
terjadi jika ada suatu perbuatan nyata, yang tidak terbatas dalam bentuk pikiran
atas dasar inilah kemudian dikenal adanya perjanjian konsensuil, perjanjian formil
dan perjanjian riil.
Bagian kedua dari unsur Pasal 1313 tersebut menyatakan bahwa antara
sekurang-kurangnya dua orang menunjukan bahwa suatu perjanjian tidak
mungkin dibuat sendiri. Lalu pada bagian selanjutnya dinyatakan perbuatan
tersebut melahirkan perikatan diantara para pihak mempertegas bahwa debitur
pada satu pihak sebagai pihak yang berkewajiban dan kreditur pada pihak lain
yang berhak atas pelaksanaan prestasi oleh debitur.
Dalam rangka menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang
dimiliki para pihak, sebelum perjanjian yang dibuat mengikat para pihak maka
oleh KUHPerdata diberikan berbagai asas umum yang menjadi batas serta
pedoman dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat, yaitu :
asas personalia, asas konsensualitas, asas kebebasan berkontrak, asas perjanjian
berlaku sebagai undang-undang, asas kepercayaan, asas kekuatan mengikat, asas
persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas
kepatutan. Selanjutnya mengenai asas-asas tersebut akan dijelaskan dan diuraikan
pada bagian pembahasan kedudukan pacta sunt servanda dalam jual beli secara
elektronik di bab IV.

D. Jenis-jenis Dan Hapusnya Perjanjian


1. Jenis-jenis Perjanjian
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

36
a) Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian timbal balik sering kali juga disebut dengan perjanjian bilateral
atau bisa disebut dengan perjanjian dua pihak. Perjanjian timbal balik adalah
perjanjian yang menimbulkan kewajiban-kewajiban kepada kedua belah pihak dan
hal serta kewajiban itu saling berhubungan satu dengan yang lain.
Yang dimaksud dengan mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang
lain adalah bahwa bilamana dalam perikatan yang muncul dari perjanjian tersebut,
yang satu mempunyai hak maka pihak yang lain di sana berkedudukan sebagai
pihak yang memikul kewajiban. Jadi pembagian di sini didasarkan atas perikatan
yang muncul dari perjanjian tersebut, apakah mengikat satu pihak atau kedua
belah pihak. Perjanjian timbal balik ini dapat dicontohkan dengan perjanjian jual
beli, sewa menyewa dan tukar menukar.
Selain itu ada juga yang merumuskan sebagai perjanjian yang bagi masingmasing pihak menerbitkan perikatan bagi yang lain. Perumusan seperti ini
mendasarkan pada pikiran bahwa dalam tiap-tiap perikatan selalu ada dua pihak
dimana pihak yang satu mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai
kewajiban. Syarat bahwa kewajiban pada kedua belah pihak harus mempunyai
nilai yang sama (seimbang), baik objektif maupun subjektif tidak mempengaruhi
pengelompokan perjanjian tersebut ke dalam perjanjian timbal balik. 31
b) Perjanjian Timbal Balik Tidak Sempurna
H.F.A. Vollmar berpendapat bahwa
....... dari perjanjian yang timbal balik yang tidak sempurna senantiasa
timbul suatu kewajiban pokok bagi satu pihak sedangkan mungkin juga
pihak yang lainnya adalah wajib untuk melakukan sesuatu tanpa bahwa di
31

J.Satrio II. 1995. Hukum Perikatan: Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti: 43-45

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

37
situ dengan tegas ada prestasi-prestasi yang satu sama lain saling seimbang,
misalnya si penerima pesan senantiasa adalah wajib untuk melaksanakan
pesan yang dikenakan dan diterima, tetapi atas pundak orang yang memberi
pesan hanyalah meletakan kewajiban-kewajiban apabila si penerima pesan
telah mengeluarkan biaya-biaya atau olehnya telah diperjanjikan
upah. 32
Perjanjian timbal balik tidak sempurna pada dasarnya adalah perjanjian
sepihak karena kewajiban pokoknya hanya ada pada salah satu pihak saja. Tetapi
dalam hal-hal tertentu dapat timbul kewajiban-kewajiban pada pihak lain,
misalnya perjanjian pemberian kuasa (lastgeving) tanpa upah. 33
c) Perjanjian cuma-cuma
KUHPerdata dalam Pasal 1314 telah memberikan perbedaan defenisi antara
perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban, yaitu :
suatu persetujuan dibuat cuma-cuma atau atas beban
suatu persetujuan dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana
pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa
menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri
suatu persetujuan atas beban adalah suatu persetujuan yang mewajibkan
masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak
berbuat sesuatu
Redaksi kata memberikan keuntungan pada Pasal 1314 seperti tersebut di
atas sebenarnya lebih tepat kalau diganti dengan kata prestasi, sebab tidak menjadi
soal apakah pada akhirnya prestasi itu menguntungkan atau tidak. 34
Dalam hal perjanjian cuma-cuma ini Mariam Darus berpendapat bahwa
perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah
satu pihak saja, contoh dari perjanjian cuma-cuma ini yaitu hibah, pinjam pakai
cuma-cuma, penitipan barang cuma-cuma.
32

33
34

H.F.A. Vollmar. 1984. Pengantar Studi Hukum Perdata: Diterjemahkan Oleh I.S.
Adiwimarto. Jakarta: CV Rajawali: 130
J.Satrio II. Op:cit 45
Ibid. 31-32

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

38
Termasuk dalam perjanjian cuma-cuma ini adalah perjanjian-perjanjian
dimana ada prestasi pada kedua belah pihak tetapi prestasi yang satu adalah lebih
kecil atau tidak seimbang, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa prestasi
dimaksudkan agar terjadi suatu kontra prestasi terhadap pihak lain.

d) Perjanjian Atas Beban


Defenisi perjanjian atas beban yang ada dalam Pasal 1314 KUHPerdata
dianggap lebih mengarah kepada perjanjian timbal balik, untuk itu para sarjana
telah memberikan perumusan lain tentang perjanjian atas beban yaitu :
Perjanjian atas beban yaitu persetujuan dimana terhadap prestasi yang satu
selalu ada kontraprestasi pihak lain, dimana kontraprestasinya tidak semata-mata
merupakan pembatasan atas prestasi yang satu atau hanya sekedar menerima
kembali prestasinya sendiri.
Beberapa hal yang dapat diperhatikan dari defenisi di atas yaitu :
1) Kata terhadap yang satu mencerminkan bahwa prestasi yang satu
mempunyai hubungan dengan prestasi yang lain.
2) Yang kontra prestasinya bukan merupakan pembatasan atas prestasi yang
lain dapat dicontohkan dengan hibah bersyarat dimana satu pihak bersedia
memberikan hibah (prestasi) asal si penerima hibah memberikan sesuatu
kepada pemberi hibah
3) Kemudian dalam kalimat yang kontra prestasinya bukan sekedar menerima
kembali prestasinya sendiri dapat dicontohkan dengan perjanjian pinjam

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

39
pakai dimana kontra prestasinya adalah sekedar mengembalikan apa yang
dipinjam yang tak lain adalah prestasinya pihak lain itu sendiri.
Selanjutnya menurut Hofmann, kontraprestasi dapat merupakan :
1) Kontra kewajiban, artinya kewajiban yang masih harus dilaksanakan
2) Suatu prestasi yang telah dinikmati, seperti pada utang piutang dimana ada
kewajiban untuk mengembalikan uang pokok ditambah bunga, atas dasar
kredit yang telah diberikan.
3) Dipenuhinya syarat patistatif, misalnya A akan memberikan hadiah kepada B
kalau dalam waktu seminggu bisa mencarikan rumah kontrakan yang
memenuhi selera A. Sebenarnya B tidak mempunyai kewajiaban untuk
mencarikan rumah kontrakan bagi A. 35
e) Perjanjian Bernama
Perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri,
maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut diatur dan dibatasi nama oleh
pembentuk undang-undang berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi seharihari. Perjanjian khusus terdapat dalam bab V sampai dengan bab XVIII
KUHPerdata. 36
Nama-nama yang dimaksud adalah jual beli, sewa menyewa, perjanjian
pemborongan, perjanjian wesel, perjanjian asuransi dan lain-lain. Dan disamping
undang-undang memberikan nama tersendiri, undang-undang juga memberikan
pengaturan khusus atas perjanjian-perjanjian bernama. Dari contoh-contoh

35
36

Ibid. 39-41
Mariam Darus Badrulzaman II. 2001 Kompilasi Hukum Perikatan: Dalam Rangka
Memperingati Memasuki Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti. Op:cit 67

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

40
terseburt nampak bahwa perjanjian bernama tidak hanya terdapat di dalam
KUHPerdata saja tetapi juga dalam KUHD bahkan dalam undang-undang
tersendiri. Jadi yang penting dalam perjanjian bernama yaitu perjanjian tersebut
telah daitur dalam undang-undang atau telah mendapat pengaturan khusus dalam
undang-undang.
f) Perjanjian Tidak Bernama
Pasal 1319 KUHPerdata menyebutkan dua kelompok perjanjian yang oleh
undang-undang diberikan suatu nama khusus yang kemudian disebut perjanjian
bernama (nominaatcontracten) dan perjanjian yang dalam undang-undang tidak
dikenal dengan suatu nama tertentu yang dikenal dengan perjanjian tidak bernama
(innominaat contracten).
Perjanjian tidak bernama merupakan perjanjian di luar perjanjian bernama
yang tidak diatur dalam KUHPerdata tetapi terdapat dalam masyarakat. Jumlah
perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan
pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerja sama, perjanjian
pemasaran, perjanjian pengelolaan. Terjadinya perjanjian ini di dalam praktek
adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak (partij otonomie).
Bahkan dalam kehidupan sehari-hari ada perjanjian yang mempunyai nama
yang sama dengan yang disebutkan dalam undang-undang tetapi dalam
masyarakat diberikan arti yang lain. Misalnya oleh masyarakat kontrak dan
perjanjian yang pada prinsipnya sama diartikan sebagai perjanjian tertulis yang
berlaku untuk jangka waktu tertentu. 37

37

J.Satrio II. Op:cit 148

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

41
g) Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat,
mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain,
menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya
hak milik dari suatu benda dari penjual kepada pembeli. Fase ini baru merupakan
kesepakatan (konsensuil) dan harus diikuti dengan penyerahan (perjanjian
kebendaan).

h) Perjanjian Kebendaan (zakelijk)


Perjanjian kebendaan merupakan perjanjian dengan mana seorang
menyerahkan haknya atas suatu benda kepada pihak lain yang membebankan
kewajiban (oblige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain
(levering). Penyerahan itu sendiri merupakan perjanjian kebendaan. Dalam hal
jual beli benda tetap maka perjanjian jual belinya disebutkan perjanjian jual beli
sementara (voorlopig koopcontract). Untuk jual beli benda-benda bergerak maka
perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaan jatuh bersamaan. 38
Perjanjian kebendaan dimaksudkan untuk mengoperkan atau mengalihkan
benda (hak atas benda) disamping untuk menimbulkan, mengubah atau
menghapuskan hak-hak kebendaan. Hal lain yang perlu diingat yaitu bahwa
peralihan, perubahan dan penghapusan hak-hak kebendaan tidak semata-mata

38

Mariam Darus Badrulzaman II. Op:cit. 67-68

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

42
didasarkan atas sepakat saja, tetapi undang-undang sering kali menyaratkan
bentuk sepakat tertentu misalnya tertulis membuat akta atau didaftarkan.
Sehubungan dengan hal tersebut maka ada dua kelompok pendapat para
sarjana yaitu kelompok yang menganggap hanya dengan sepakat saja sudah
menimbulkan akibat hukum kebendaan atau telah terjadi perjanjian kebendaan.
Sedangkan kelompok yang lain menganggap bahwa ada perjanjian kebendaan
kalau dalam sepakat sudah tersimpul adanya kehendak untuk menimbulkan akibat
kebendaan, timbulnya akibat hukum itu tidak cukup dengan sepakat saja. 39
i) Perjanjian Konsensuil
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara
para pihak saja sudah cukup untuk timbulnya perjanjian yang bersangkutan.
Sedangkan Mariam Darus berpendapat bahwa perjanjian konsensuil adalah
perjanjian dimana diantara kedua belah pihak telah tercapai persetujuan kehendak
untuk mengadakan perikatan. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah
mempunyai kekuatan mengikat.40
j) Perjanjian Rill
Perjanjian rill adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang menjadi
pokok perjanjian telah diserahkan. Contohnya perjanjian utang piutang, pinjam
pakai, penitipan barang. Perjanjian jual beli menurut KUHPerdata pada asasnya
merupakan perjanjian konsensuil, tetapi perjanjian jual beli tanah menurut hukum
agraria merupakan perjanjian riil karena mendasarkan pada hukum adat yang
bersifat riil.
39
40

J.Satrio II. Op:cit 57-58


Mariam Darus Badrulzaman II. Op:cit. 68

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

43
Sebuah kesepakatan dianggap belum cukup untuk menimbulkan perjanjian
riil. Bahkan pada perjanjian riil sepakat mempunyai dua fungsi yaitu sebagai
unsur dari pada perjanjian riil dan unsur lainnya dapat menimbulkan perjanjian
yang berdiri sendiri.
k) Perjanjian Liberatoir
Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian yang membebaskan orang dari
keterikatannya dari suatu kewajiban tertentu, jadi perjanjian liberatoir atau
perjanjian yang menghapuskan perikatan yaitu perjanjian antara dua orang atau
pihak yang maksudnya atau isinya adalah untuk menghapuskan perikatan yang
ada diantara mereka. 41
Tidak terlalu jauh berbeda dengan defenisi di atas Vollmar berpendapat
bahwa sebuah perjanjian disebut perjanjian liberatoir kebalikan dari yang
obligatoir apabila itu mengenai perjanjian-perjanjian yang dari itu tidak terutama
timbul kewajiban-kewajiban malah dari itu dihapuskan kewajiban-kewajiban yang
ada 42. Yang dapat dicontohkan dari perjanjian liberatoir yaitu novasi dan
pembebasan utang.
l) Perjanjian Pembuktian
Perjanjian pembuktian adalah perjanjian dimana para pihak menetapkan
alat-alat bukti apa yang dapat atau dilarang digunakan dalam hal terjadi
perselisihan antara para pihak. Di dalamnya dapat pula ditetapkan kekuatan
pembuktian yang bagaimana yang akan diberikan oleh para pihak terhadap satu
alat bukti tertentu.
41
42

J.Satrio II. Op:cit. 49-54


H.F.A. Vollmar. Op:cit. 134

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

44
Ada yang menamakan perjanjian pembuktian sebagai perjanjian yang
berkaitan dengan hukum acara. Karena sebagai bagian dari suatu perjanjian yang
lebih luas perjanjian pembuktian bermanfaat dalam pelaksanaannya dalam suatu
proses perkara.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan pembuktian perjanjian pembuktian
adalah :
1. Memudahkan pembuktian dan karenanya menghindari proses perkara yang
berkepanjangan
2. Membatasi

atau

menyimpangi

ketentuan

undang-undang

tentang

pembuktian. 43
m) Perjanjian untung-untungan
Dapat dikatakan bahwa hampir setiap perjanjian bermaksud menguntungkan
atau merugikan para pihak sebagai akibat dari pada peristiwa yang masih tidak
pasti dan baru akan terjadi di kemudian hari. Hal yang istimewa dari perjanjian
untung-untungan adalah bahwa prestasi-prestasi timbal balik tidak akan seimbang
antara yang satu dengan yang lain, sedangkan pihak-pihak justru mengaharapkan
ketidaksamaan nilai dari pada prestasi-prestasinya.
Perjanjian untung-untungan bersifat timbal balik yaitu bahwa bagi kedua
belah pihak timbul kewajiban meskipun dengan syarat yang konsuil atau
kebetulan, dengan catatan bahwa kewajiban-kewajiban tersebut telah dimasukan
ke dalam daya berlakunya syarat yang konsuil tersebut dan bukan hanya
merupakan tambahan, unsur untung-untungan harus dominan itu merupakan

43

J.Satrio II. Op:cit. 59-62

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

45
bagian yang esensial dari perjanjian. 44 Perjanjian untung-untungan dapat
dicontohkan dengan perjanjian asuransi.
n) Perjanjian Publik
Perajanjian publik merupakan perjanjian yang sebagian atau seluruhnya
dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah
pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan
atasan dan bawahan (subrodinated) jadi tidak berada dalam kedudukan yang sama
(co-ordinated) misalnya perjanjian ikatan dinas. 45
o) Perjanjian Campuran (contarctus sui generis)
Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur
perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa)
tetapi juga menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan.
Terhadap perjanjian campuran ini ada berbagai paham diantaranya :

1) teori kombinasi atau kumulasi


Teori ini berpendapat bahwa unsur-unsur perjanjian dipisah-pisahkan,
kemudian untuk masing-masing diterapkan ketentuan perjanjian bernama yang
cocok untuk unsur tersebut, atau dengan kata lain ketentuan mengenai perjanjian
khusus diterapkan secara analogi sehingga unsur dari setiap perjanjian khusus
tetap ada (contractus kombinasi). Dalam teori ini kesulitan akan timbul bila
ketentuan perjanjian tersebut bertentangan satu sama lain.
2) teori absorbsi
44
45

H.F.A. Vollmar. Op:cit. 408-409


J.Satrio II. Op:cit. 63

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

46
Paham ini menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah
ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menguntungkan. Paham ini
melihat terlebih dahulu unsur mana dalam perjanjian tersebut yang paling
menonjol lalu diterapkan peraturan perjanjian yang sesuai dengan unsur-unsur
yang paling dominan tersebut, di sini unsur yang lain dikatakan seolah-olah
terhisap oleh unsur yang pokok atau dominan. 46
p) Perjanjian Sepihak
Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada
salah satu pihak saja, sedang pada pihak yang lainnya hanya ada hak saja. Pada
tindakan hukum sepihak untuk timbulnya akibat hukum yang dikehendaki yang
bertindak cukup satu orang saja, tetapi dalam perjanjian sepihak karena ia
merupakan perjanjian maka ia harus didasarkan sepakat dan untuk itu paling
sedikit harus ada dua pihak. Contoh perjanjian sepihak yaitu hibah, kuasa tanpa
upah, penitipan barang cuma-cuma, dan lain-lain. 47

q) perjanjian Untuk Menetapkan Kedudukan Hukum


Dalam perjanjian untuk menentukan kedudukan hukum para pihak sepakat
untuk menetapkan dan mengetahui kedudukan hukum masing-masing. Perjanjian
ini tidak dimaksudkan untuk menciptakan hak dan kewajiban baru, hanya
dimaksudkan untuk menghapuskan ketidakpastian mengenai adanya atau isinya
suatu hubungan hukum (hak dan kewajiban para pihak).

46
47

Mariam Darus Badrulzaman II. Op:cit. 69


J.Satrio II. Op:cit. 42-43

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

47
Dengan perjanjian seperti itu maka para pihak telah melepaskan haknya
untuk atas dasar kekeliruan atau kesalahan, baik sekarang telah diketahui, atau
dikemudian hari akan diketahui, menggunakan tuntutan atas dasar kesesatan
(dwaling). Karena hanya menetapkan dan menegaskan saja perjanjian ini bersifat
deklaratif, dan karenanya ada yang berpendapat bahwa perjanjian seperti ini
bukanlah perjanjian sebagaima yang dimaksud dalam Pasal 1313 KUHPerdata. 48
r) Perjanjian formil
Ada kalanya undang-undang mensyaratkan bahwa disamping sepakat
perjanjian harus dituangkan dalam suatu bentuk atau disertai dengan formalitas
tertentu. Undang-undang terkadang menentukan bahwa perjanjian tertentu baru
dapat dikatakan sah bila dituangkan dalam bentuk akta autentik atau tertulis,
contohnya yaitu pemberian kuasa untuk memasang hipotik, perjanjian pendirian
PT dan perjanjian pertanggungan. 49
2. Hapusnya Perjanjian
Pasal 1381 KUHPerdata menyebut sepuluh cara hapusnya suatu perikatan,
cara-cara tersebut adalah :
a) pembayaran
b) penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c) pembaharuan utang
d) perjumpaan utang atau kompensasi
e) percampuran utang
f) pembebasan utang
48
49

Ibid. 62-63
Ibid 50-51

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

48
g) musnahnya barang yang terutang
h) kebatalan atau pembatalan
i) berlakunya suatu syarat batal
j) lewatnya waktu
Sepuluh cara yang telah disebutkan di atas dianggap belum lengkap, karena
juga masih ada cara-cara yang belum disebutkan, misalnya berakhirnya suatu
ketetapan waktu (termijn) dalam suatu perjanjian atau meninggalnya salah satu
pihak. 50
Pasal 1381 mengatur berbagai cara hapusnya perikatan-perikatan untuk
perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang dan cara yang ditunjukan
pembentuk undang-undang tersebut tidaklah bersifat membatasi pihak-pihak
untuk menciptakan berbagai cara lain untuk menghapuskan perikatan tersebut.
Lima cara pertama yang tersebut dalam Pasal 1381 tersebut menunjukan
bahwa kreditur tetap menerima prestasi dari debitur, sedangkan cara keenam yaitu
pembebasan utang mengandung pengertian bahwa kreditur tidak menerima
prestasi dan secara sukarela melepaskan haknya atas prestasi tersebut, kemudian
empat cara terakhir mempunyai maksud bahwa kreditur tidak menerima prestasi
karena perikatan tersebut gugur atau dianggap telah gugur.
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI SOFTWARE SECARA
ELEKTRONIK

50

Subekti. Op:cit. 72

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

49
A. Pengertian Umum Jual Beli Menurut KUHPerdata
Dalam KUHPerdata pengaturan tentang jual beli dijumpai dalam buku III
Bab V. Bab kelima merupakan bagian khusus dari hukum perikatan yang disebut
dengan perjanjian bernama. Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa bagian
hukum yang mengatur hal jual beli ini masuk bagian hukum yang lebih luas yaitu
hukum perjanjian, dan perjanjian diartikan sebagai suatu perhubungan hukum
mengenai harta benda kekayaan-kekayaan antara dua pihak dalam mana satu
pihak berjanji atau dianggap berjanji akan melaksanakan satu hal atau tidak
melakukan satu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan perjanjian
itu.

51

1. Defenisi
Defenisi dari jual beli dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1457 dan 1458
KUHPerdata. Pasal 1457 KUHPerdata antara lain menyatakan bahwa jual beli
adalah persetujuan yang mengikat pihak penjual untuk berjanji menyerahkan
suatu barang/benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli
mengikat diri berjanji untuk membayar harga.

Defenisi tersebut di atas akan menimbulkan dua kewajiban yaitu :


a) Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli

51

Wirjono Prodjodikoro. 1974. Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu.


Cet 6. Bandung: Sumur: 13

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

50
b) Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibelinya kepada
penjual.
Selanjutnya Pasal 1458 KUHPerdata menentukan bahwa persetujuan jual
beli dianggap sudah berlangsung apabila mereka telah menyetujui dan bersepakat
tentang keadaan benda dan harga barang tersebut sekalipun barangnya belum
diserahkan dan uangnya belum dibayarkan. 52
Yang menjadi unsur pokok (esensilia) dan saling terikat dalam perjanjian
jual beli adalah barang dan harga. Sesuai dengan asas konsensualisme maka
perjanjian jual beli yang sah dilahirkan pada detik tercapainya sepakat atau
persesuaian kehendak diantara pihak-pihak mengenai barang dan harga. Sifat
konsensuil dari perjanjian jual beli telah ditegaskan dalam Pasal 1458 yang telah
disebutkan di atas.
Namun pernyataan bahwa adanya persamaan kehendak sebenarnya adalah
kurang tepat yang tepat adalah yang mereka kehendaki adalah sama dalam
kebalikannya, misalnya yang satu ingin melepaskan hak milik atas suatu barang
asalkan diberikan sejumlah uang tertentu sebagai gantinya, sedangkan yang
lainnya ingin memperoleh hak milik atas barang tersebut dan bersedia
memberikan sejumlah uang kepada pemilik barang. 53
Selanjutnya hal lain yang perlu diketahui dari jual beli ini yaitu tentang apa
yang diatur dalam Pasal 1475 KUHPerdata yang menyatakan bahwa penyerahan
(levering) ini adalah penyerahan (overdracht) barang oleh penjual ke arah
kekuasaan dari pihak pembeli. Bila persetujuan jual beli hanya mendasarkan diri
52
53

M. Yahya Harahap.Op:cit. 18
Idris Zainal.Op:cit 6-8

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

51
pada ketentuan dalam Pasal 1457 maka barang belum berpindah hak miliknya
kepada si pembeli barang, pasal tersebut hanya menyebutkan salah satu unsur jual
beli yaitu kewajiban penjual untuk menyerahkan barang.
Hal tersebut ditegaskan lagi dalam Pasal 1459 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa pemindahan hak milik ini baru akan terjadi bila barangnya
telah diserahkan kepada pembeli dimana penyerahan tersebut mengikuti ketentuan
dalam Pasal 612, 613, dan 616 KUHPerdata, yang masing-masing mengatur
tentang penyerahan nyata, jual beli atas tunjuk dan penyerahan secara hukum.
Kemudian

Pasal

584

KUHPerdata

menyebutkan

beberapa

cara

memindahkan hak milik diantaranya juga disebut penyerahan barang sebagai


akibat dari satu persetujuan atau perbuatan hukum yang bermaksud memindahkan
hak milik atas suatu barang dari tangan seseorang ke tangan orang lain. 54
2. Objek Jual Beli
Dalam Pasal 1332 KUHPerdata diterangkan bahwa barang-barang yang bisa
diperniagakan saja yang boleh dijadikan objek persetujuan asalkan benda itu
sudah ada atau tidak gugur pada saat persetujuan jual beli dibuat maka jual beli
dianggap sah. Kemudian apa yang harus diserahkan dalam persetujuan jual beli
adalah sesuatu yang berwujud benda atau barang yang dapat dijadikan objek harta
benda atau harta kekayaan dan tidak hanya terbatas pada benda yang berwujud
tetapi juga yang tidak berwujud. 55
Menurut Wirjono Prodjodikoro, Pasal 1457 KUHPerdata memakai istilah
zaak atau benda untuk dapat menentukan apa yang dapat menjadi objek jual beli
54
55

Wirjono Prodjodikoro. Op:cit. 13-14


M.Yahya Harahap.Op:cit. 182

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

52
dan menurut Pasal 499 KUHPerdata zaak adalah barang atau hak yang dapat
dimiliki, ini berarti bahwa yang dapat dijual dan dibeli itu tidak hanya barang
yang dimiliki, melainkan juga hak atas suatu barang yang bukan hak milik.
Benda-benda yang diperuntukan guna kepentingan umum harus dianggap
sebagai barang-barang diluar perdagangan seperti barang-barang tidak bergerak
milik negara misalnya jalan raya, pantai, sungai, pulau, pelabuhan dan berbagai
bangunan yang diperlukan untuk pertahanan negara, hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 521 dan 523 KUHPerdata.
Kemudian adapun beberapa pasal yang berkaitan dengan dengan objek jual
beli ini yaitu :
a) Pasal 1333 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa syarat agar dapat menjadi
objek suatu persetujuan yaitu harus tertentu, paling sedikit tentang jenisnya.
b) Pasal 1334 KUHPerdata ayat (1) barang-barang yang seketika belum ada
dapat menjadi objek persetujuan yang dapat berarti absolut atau relatif
contohnya padi yang belum dipanen (absolut) barang yang masih milik orang
lain (relatif).
3. Subjek Jual beli
Dalam jual beli ada dua subjek yaitu si penjual dan si pembeli yang
mempunyai berbagai hak dan kewajiban yang bersesuaian dengan sifat timbal
balik. Subjek yang berupa orang atau manusia harus memenuhi syarat sahnya
perjanjian. Untuk orang belum dewasa harus bertindak orang tua atau walinya
sedangkan untuk orang-orang yang tidak sehat pikirannya harus bertindak seorang

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

53
pengawas, untuk orang yang berada dalam keadaan palit yang bertindak adalah
kurator.56

B. Pengertian Umum Software


1. Defenisi Software
Perlu dibedakan antara pengertian piranti lunak (software) dengan program
komputer, dimana satu software dapat terdiri dari beberapa program komputer dan
program komputer ini sendiri adalah berisi seperangkat perintah kepada perangkat
keras komputer untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Suatu program
menurut tempat penyimpanannya biasanya dibedakan atas program yang melekat
pada perangkat keras processor komputer yang disebut firmware ataupun
microcode, sedangkan program komputer yang disimpan di luar processor dalam
suatu media penyimpanan tersendiri umumnya disebut software.
Program komputer adalah instruksi yang berupa kode-kode numerik (0 dan
1) yang berada dalam memory komputer untuk memberitahukan komputer
pekerjaan apa yang harus diselesaikan. Komputer tidak dapat berpikir dan hanya
mampu mengerjakan sesuai instruksi yang diberikan padanya. 57
Sumber lain menyatakan bahwa
...... software adalah sarana yang memberitahukan hardware apa yang
harus dikerjakannya, berbeda dengan hardware, software adalah sesuatu
yang abstrak dia hanya dapat dilihat dari apa yang dilakukannya terhadap
hardware, software dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu system operasi dan
program aplikasi. System operasi adalah software yang bertugas mengontrol
dan mengkoordinasikan penggunaan hardware untuk berbagai aplikasi
untuk bermacam-macam penggunaan. Sedangkan program aplikasi adalah

56
57

Wirjono Prodjodikoro. Op:cit. 16-20


Edmon Makarim I.Op:cit.70-72

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

54
software yang menentukan bagaimana sumber daya digunakan untuk
menyelesaikan masalah user. 58
Kemudian dalam sebuah artikel lain, dikatakan bahwa
..... masyarakat sering tertukar antara pengertian software dan aplikasi
secara sederhana software dapat diartikan sebagai segala jenis program yang
digunakan untuk mengoperasikan komputer dan peralatannya sedangkan
software terbagi menjadi dua yaitu :
a) operating system yaitu software yang digunakan untuk mengoperasikan
komputer, misalnya Microsoft Windows,Linux,Novel Network, dan lainlain
b) applications yaitu program yang dioperasikan dalam sebuah lingkungan
operating system untuk keperluan tertentu misalnya programming
(misalnya visual basic), office work (misalnya word, acces,) dan
gamming... 59

Sedangkan Abdul Kadir dalam bukunya Pengenalan Sistem Informasi


menyatakan bahwa komputer tidak akan berguna tanpa keberadaan perangkat
lunak (software). Komputer bekerja atas instruksi, sekumpulan instruksi inilah
yang dikenal dengan sebutan program atau program komputer, secara lebih umum
program komputer inilah yang disebut dengan perangkat lunak 60
Dan dalam rezim HaKI (hak atas kekayaan intelektual) Indonesia yaitu
Menurut Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk
bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan
media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer
bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang
khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.

58

Konsep
Dasar
Perangkat
Komputer:
Komponen
Sistem
Komputer.
http://bebas.vsm.org/v06/kuliah/sistemoperasi
59
Yulian F. Hendriyana dan Dicky Wahyu P. Operating System bukanlah Aplikasi!!!.
http://www.infolinux.co.id/sections.php?op=viewarticle&artid=11
60
Abdul Kadir. 2003. Pengenalan Sistem Operasi. Yogyakarta: Andi. 15
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

55
Dari beberapa pendapat tentang software di atas maka penulis sampai pada
satu kesimpulan yaitu bahwa perangkat lunak (software) dan program komputer
adalah sesuatu yang sama yaitu sama-sama sebagai media yang dapat menjadikan
komputer khususnya hardware dapat bekerja, perbedannya hanya terletak pada
ruang lingkupnya dimana software berbicara tentang program komputer sebagai
bagian yang umum sedangkan program komputer adalah bersifat lebih khusus
atau merupakan bagian dari software itu sendiri. Dan kemudian dalam skripsi ini
selanjutnya akan digunakan istilah software dan program komputer secara
bergantian.
a). Kategori Perangkat Lunak
Seperti telah disebutkan sebelumnya secara teknis program komputer
dibedakan atas program komputer sistem dan program komputer aplikasi, namun
Abdul Kadir menyebut perangkat lunak terbagi atas program aplikasi dan program
sistem, program sistem atau sering disebut dengan perangkat lunak pendukung
(support software) merupakan program yang digunakan untuk mengontrol sumber
daya komputer. Program sistem dapat dikelompokan menjadi :
1) Program pengendalian sistem, merupakan program yang mengendalikan
pemakaian perangkat keras, perangkat lunak dan data komputer selama
program ini dijalankan, contoh program pengendalian sistem ini adalah sistem
operasi.
2) Program pendukung sistem, adalah program yang mendukung operasi
manajemen dan pemakaian sistem komputer dengan menyediakan bermacam-

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

56
macam layanan. Termasuk dalam kelompok ini adalah program layanan
utilitas, pemantau kerja sistem, dan pemantau keamanan.
3) Program pengembangan sistem, yaitu program yang diwujudkan untuk
membantu pemakaian dalam membuat/mengembangkan program, misalnya
kompiler dan interpreter.

b). Berbagai Perangkat Lunak.


Ada berbagai macam jenis perangkat lunak, baik yang merupakan jenis
program aplikasi atau sistem operasi, yang dapat digunakan dan diterapkan dalam
sistem komputer diantaranya Spreadsheet, word processor, Program presentasi,
image processing, DBMS, Web Browser, utilitas, perangkat lunak multimedia,
dan Open source software
Juga dikenal software suite dan paket terintegrasi. Software suite adalah
kumpulan beberapa program yang dikemas menjadi satu misalnya Microsoft
office yang terdiri dari sejumlah program seperti Microsoft word, Microsoft excel,
dan Microsoft acces. Kelemahan program ini yaitu selain pemborosan juga akan
memakan ruang harddisk yang sangat besar karena ikut terinstalnya program yang
tidak diperlukan. Kelemahan tersebut mendorong para vendor perangkat lunak
menciptakan paket terintegrasi (integrated packed) yang berupa sebuah program
yang menggabungkan beberapa fungsi dari sejumlah program seperti pengolahan
kata, pengolahan lembar kerja, manajemen basis data, dan sebagainya, sehingga
hanya menghabiskan biaya dan ruang harddisk data yang relative kecil.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

57
Berkaitan dengan biaya untuk mendapatkan perangkat lunak maka dapat
dikelompokan menjadi perangkat lunak komersial, shareware, dan freeware
1). Perangkat lunak komersial
Perangkat lunak komersial adalah perangkat lunak yang harus dibeli kalau
pemakai bermaksud menggunakannya. Pemakai dapat melakukan percobaan
terlebih dahulu kalau vendor menyediakan versi trial dalam jangka waktu tertentu
misalnya 30 hari dan versi trial tersebut tidak akan dapat digunakan setelah habis
masa cobanya.
2). Shareware
Shareware adalah perangkat lunak yang biasa digunakan oleh pemakai
dengan tujuan untuk dievaluasi selama masa tertentu tanpa membayar sama
sekali, dan jika sesudah masa tersebut berlalu dan pemakai tetap bermaksud
menggunakannya maka ia perlu membayar kepada pembuat perangkat lunak
tersebut. Berbeda dengan versi trial, shareware tidak memiliki masa kadaluwarsa
dan tersedia layanan untuk konsultasi, manual cetak, pemutakhiran versi baru
secara gratis dan pemberian bonus perangkat lunak lainnya.
3). Freeware
Freeware adalah perangkat lunak yang dapat dipakai oleh siapapun tanpa
perlu membayar sama sekali, kecendrungan yang terjadi sekarang adalah gratis
tidak hanya terbatas pada biner tetapi juga kode sumber dari perangkat lunak
tersebut.61

61

Ibid. 242-245

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

58
2. Kedudukan Software Dalam Sistem Hukum Indonesia
a). Kedudukan Software dalam KUHPerdata
Secara eksplisit KUHPerdata tidak ada mengatur tentang bagaimana
ketentuan dari sebuah perangkat lunak/software/program komputer, akan tetapi
jika permasalahan lebih dipersempit tentang bagaimana kedudukan software
dalam KUHPerdata maka sekali lagi walaupun tidak ada disebutkan secara tegas
dalam pasal-pasalnya, ketentuan dalam buku II KUHPerdata tentang kebendaan
dapat dijadikan sebagai rujukan.
Namun sebelum kita mengkaji lebih jauh tentang pengaturan hukum benda
terhadap software, maka ada baiknya jika terlebih dahulu diuraikan secara sekilas
tentang apa yang dimaksud dengan benda dalam KUHPerdata.
Dalam diktat hukum perdatanya, T.Darwini telah menyarikan pendapat dari
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan bahwa di dalam hukum perdata, benda lazim
disebut sebagai objek hak (zaak) berhadapan dengan subjek hak, yaitu badan
pribadi (persoon). Pengertian benda adalah pertama-tama tertuju pada barang
yang berwujud yang dapat ditangkap dengan panca indera, tetapi barang yang
tidak berwujud dapat termasuk dalam benda juga.
Dari isi Pasal 499 KUHPerdata dapat pula diketahui pengertian benda yaitu
segala sesuatu yang dapat dimiliki atau yang dapat menjadi objek hak milik.
Ketentuan tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa segala apa yang
dapat dimiliki manusia itulah benda dengan demikian yang tidak dapat dimiliki
misalnya laut, bulan bintang dan lain sebagainya bukanlah benda.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

59
Tetapi kalau kita membaca ketentuan Pasal 580 dan 511 KUHPerdata akan
memberikan gambaran yang berbeda, zaak (benda) di sini bukan hanya barang
yang berwujud saja tetapi juga bunga, penilangan, dan penagihan, hak pakai hasil,
hak pakai atas kebendaan bergerak, sero-sero, andil, dan obligasi, disini zaak
dalam arti bagian dari pada harta kekayaan.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa zaak (benda) dalam sistem hukum
perdata mempunyai dua arti :

1) Barang yang berwujud


2) Bagian dari pada harta kekayaan, termasuk dalam hal ini adalah barang
berwujud dan beberapa hak tertentu sebagai barang tak berwujud. 62
Kemudian menurut sistem hukum perdata barat sebagaima diatur dalam
KUHPerdata benda dapat dibedakan atas :
1) Barang-barang berwujud dan barang-barang tidak berwujud.
2) Barang-barang bergerak dan barang-barang tidak bergerak.
3) Barang-barang yang dapat dipakai habis dan dan barang-barang yang tidak
dapat dipakai habis.
4) Barang-barang yang sudah ada dan barang-barang yang masih akan ada.
5) Barang-barang yang ada dalam perdagangan dan barang-barang di luar
perdagangan.

62

T.Darwini. 2007. Hukum Perdata. Fakultas Hukum USU: Medan: 13

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

60
6) Barang-barang yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi. 63
Setelah sedikit uraian tentang benda dalam KUHPerdata ada baiknya
bahasan kita alihkan kembali pada pengertian dari software, seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa software adalah sarana yang memberitahukan
hardware apa yang harus dikerjakan berbeda dengan hardware, software adalah
sesuatu yang abstrak ia hanya dapat dilihat dari apa yang dilakukan terhadap
hardware. Sebagai hasil pemikiran intelektual dari pembuat program, maka
program komputer adalah diakui sebagai suatu karya cipta yaitu karya dari
perwujudan cipta rasa dan karsa.
Objek perlindungan sebuah program komputer adalah serangkaian kode
yang mengisi instruksi-instruksi dan bahasa yang tertulis ini dirancang untuk
mengatur microprocessor agar dapat melakukan tugas sederhana yang
dikehendaki secara tahap demi tahap serta untuk menghasilkan hasil yang
diinginkan dan dalam instruksi inilah terlekat ekspresi dari pembuat program.
Perlindungan yang layak yang diberikan oleh hukum terhadap program
komputer ini adalah perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual yang
dimaksudkan untuk melindungi inovasi di dalam program komputer tersebut. 64
Kemudian untuk lebih memastikan bagaimana kedudukan software dalam
sistem hukum perdata, setelah sedikit uraian tentang benda dan software maka
akan diulas pendapat dari Mahadi dan Pitlo yaitu :
1) Mahadi, dalam kaitannya dengan uraian di atas Prof. Mahadi mengemukakan
pandangannya
63
64

Ibid. 20-21
Edmon Makarim I. Op:cit. 256

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

61
...... bahwa buah pikiran hasil otak manusia (menslijk idean
voontbrengselen van de menslijk geest ) dapat pula menjadi hak absolut.
Walaupun buah pikiran bukan merupakan benda material (stoffelijk
voorwerp) ia bukan hak subjektif dalam bidang hukum kekayaan (nocheen
subyektif vermogensraht), jadi ia tidak dapat termasuk dalam rumusan Pasal
499 KUHPerdata, akan tetapi jika buah pikiran itu dapat diwujudkan dalam
bentuk benda nyata, maka buah pikiran itu dapat dilindungi sebagai hak
kekayaan intelektual dan dengan demikian tercakup pengertian benda
menurut Pasal 499 KUHPerdata. 65
2) Pitlo,Sedangkan menurut Pitlo yang telah diterjemahkan oleh Mahadi
menyatakan
...... bahwa serupa seperti hak tagih, hak immateril tidak mempunyai
benda sebagai objek. Juga seperti hak tagih hak immatertil termasuk ke
dalam hak-hak yang disebut dalam Pasal 499 KUHPerdata. Oleh karena itu
hak immaterial itu sendiri bukan benda, tetapi hak atas buah pikiran adalah
benda, suatu penemuan tidak dapat kita gadaikan, tetapi hak oktroi dapat,
sero-sero dalam suatu perseroan terbatas dapat kita alihkan dengan hak hasil
sero-sero itu dapat kita gadaikan, aturan-aturan tentang penyerahan, tentang
pengadaan dan lain-lain hak immaterial maskipun terdapat dalam undangundang khusus adalah bagian dari hukum benda, untuk hal-hal yang tidak
diatur dalam undang-undang khusus itu harus kita pergunakan aturan-aturan
yang dibuat untuk benda 66

Jadi semakin jelas bahwa jika mengacu pada pendapat Pitlo maka software
sebagai bagian dari hak milik intelektual termasuk dalam cakupan Pasal 499
KUHPerdata, jadi ia termasuk benda tepatnya benda tidak berwujud, kalaupun
ternyata hal tersebut tidak diatur dalam peraturan khusus, maka peraturan yang
dibuat untuk hukum benda dapat diterapkan terhadapnya. 67
Pasal 503 KUHPerdata membagi benda atas benda berwujud dan benda
tidak berwujud. Benda tidak berwujud ini dalam Pasal 499 KUHPerdata disebut

65

O.K. Saidin. 2006. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property
Rights). Ed. Revisi 5. Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada: 224-225
66
Ibid. 226
67
Ibid
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

62
hak, contohnya hak tagih, hak guna usaha, hak tanggungan dan hak kekayaan
intelektual. Baik benda berwujud atau tidak berwujud dapat menjadi objek hak,
apalagi bila ikut serta dimanfaatkan oleh pihak lain melalui mekanisme lisensi.
Hak atas benda berwujud disebut dengan hak absolut atas suatu benda sedangkan
hak atas benda tidak berwujud disebut hak absolut atas suatu hak.

68

b) Software Dalam HaKI


Berbicara mengenai kedudukan software atau perangkat lunak dalam sistem
hak kekayaan intelektual Indonesia, pasti juga akan berbicara tentang masalah
perlindungan terhadap perangkat lunak atau program komputer itu sendiri. Objek
perlindungan sebuah program komputer adalah serangkaian kode yang mengisi
instruksi-instruksi dan bahasa-bahasa yang tertulis, ini dirancang untuk mengatur
microprocessor agar dapat melakukan tugas-tugas sederhana yang dikehendaki
secara tahap demi tahap serta untuk menghasilkan hasil yang diinginkan dan
dalam instruksi inilah terlihat ekspresi pembuat program.
Perlindungan yang layak diberikan oleh hukum terhadap program komputer
ini adalah perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, yang dimaksudkan
untuk melindungi inovasi di dalam program komputer tersebut.69
Perlindungan terhadap perangkat lunak sebaiknya diberikan dalam bentuk
tahap demi tahap dari jenis-jenis perangkat lunak. Lucas berpendapat bahwa
perangkat lunak bisa dilihat dari dua sudut pandang kalau seorang beranggapan
bahwa instruksi dari program komputer itu merupakan diri dari pembuat program

68

Abdul Karim Muhammad. 2001. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual.
Bandung: P.T Citra Aditya Bakti: 3
69
Edmon Makarim I.Op:cit. 256

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

63
komputer maka ia dapat menganggap program komputer sebagai karya litertatur
yang berada di dalam cakupan hak cipta. Sedangkan kalau tidak hanya melihat
dari tampilan aplikasinya, maka bisa dianggap ada langkah inventif dalam
program komputer itu, hal ini menjadi sangat penting untuk menguji program dan
masalah yang dipecahkan oleh program itu.
Barking menyebut adanya tiga tahap esensial dalam hal perlindungan
terhadap perangkat lunak yaitu :
1) perlindungan terhadap algoritma pemrograman
2) perlindungan paten dan hak cipta terhadap program komputer
3) perlindungan terhadap kode objek program
Sehubungan dengan itu WIPO juga telah mengidentifikasi bahwa bahanbahan yang termasuk dalam software komputer adalah :
1) materi-materi pendukung (flowchart,deskripsi tertulis program)
2) dokumentasi tentang bagaimana menggunakan program (users guide)
3) untaian perintah (listing program) itu sendiri
4) tampilan look and field dari program tersebut
Ada dua elemen penting dari sebuah program komputer yaitu :
1) the underlying process dan sistem dari operasi algoritma
2) serangkaian instruksi yang menjelaskan proses secara detail
Elemen yang pertama dapat dipersamakan dengan proses atau sistem
sehingga dapat dilindungi oleh paten, dan elemen yang kedua merupakan ekspresi

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

64
dari serangkaian instruksi yang dituangkan dalam bentuk tertulis yang dilindungi
oleh hak cipta. 70
Dari uraian di atas jelas bahwa keberadaan sebuah perangkat lunak
(software) dilindungi keberadaannya oleh hak kekayaan intelektual khususnya hak
cipta dan hak paten, adanya perlindungan terhadap perangkat lunak tersebut tentu
disebabkan karena adanya suatu aturan hukum baik dalam bentuk pasal-pasal atau
ketentuan lainnya yang mengatur tentang kedudukan dan software tersebut dalam
produk UU hak cipta maupun paten yang ada.
Atas dasar itulah pada bagian berikut penulis akan mencoba untuk
memaparkan bagaimana kedudukan software dalam

peraturan tentang hak

kekayaan intelektual yang berlaku di Indonesia, khususnya yang tertuang dalam


Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang kemudian
disebut dengan UUHC dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
Namun karena menurut hemat penulis akan terlalu luas dan dikhawatirkan akan
mengurangi dan mempengaruhi isi dari skripsi ini, maka penulis tidak akan
menguraikan secara gamblang dan mendalam tentang paten dan hak cipta tetapi
akan langsung membahas tentang kedudukan dari software tersebut.
1) Software dan Hak Cipta
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan

70

Ibid.259

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

65
yang berlaku. Yang dimaksud dengan hak ekslusif di sini adalah bahwa tidak
seorang pun yang diperbolehkan untuk mengumumkan, memperbanyak atau
menyewakan ciptaanya tersebut tanpa izin penciptanya.
Di dalam pengertian hak cipta terdapat dua unsur penting sebagai hak yang
dimiliki oleh pencipta yaitu :
a) Hak ekonomis (economic rigts), hak ekonomis adalah hak yang dimiliki oleh
seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Hak
ekonomis yang diberikan oleh undang-undang Indonesia antara lain hak untuk
memperbanyak, hak untuk adaptasi, hak untuk distribusi, hak untuk
pertunjukan dan hak untuk display, hak-hak ekonomis tersebut termasuk di
dalamnya terminologi dan ruang lingkupnya selalu berbeda pada tiap negara.
b) Hak moral (moral rigts). Hak moral adalah hak khusus serta kekal yang
dimiliki si pencipta atas hasil ciptaannya, dan hak itu tidak dipisahkan dari
penciptanya, hak moral ini dapat meliputi hak pecipta atau ahli waris untuk :
1) Menuntut kepada pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap
dicantumkan pada penciptanya
2) Memberi persetujuan terhadap perubahan atau nama samaran pencipta
3) Menuntut seseorang yang tanpa persetujuan meniadakan nama pencipta
yang tercantum pada ciptaannya.
Hak cipta memberikan perlindungan terhadap ekspresi dari sebuah ide dan
bukan melindungi idenya itu sendiri, maksudnya yaitu hak cipta tidak
memberikan perlindungan apabila ide tersebut masih dalam bentuk gagasan, jadi
di sini hak cipta tersebut sudah harus dalam bentuk nyata.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

66
Indonesia saat ini telah meratifikasi konvensi internasional di bidang hak
cipta yaitu Berne Convention tanggal 7 Mei 1997 dengan Keppres No. 18 Tahun
1997 pada tanggal 15 September 1997. Dengan berlakunya Berne Convention
tersebut berarti sebagai konsekwensinya Indonesia harus melindungi ciptaan dari
seluruh negara anggota Berne Convention.
Dalam Berne Convention terdapat ketentuan dimana untuk program
komputer dilindungi oleh hak cipta hal ini dikarenakan anggapan bahwa hak cipta
adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. 71
Mengenai program komputer ini, setidaknya ada beberapa pasal dalam
UUHC Indonesia yang mengaturnya yaitu :
a) Pasal 1 angka 8 tentang defenisi program komputer.
b) Pasal 2 ayat (2).
c) Pasal 12 ayat (1) huruf a,
d) Pasal 12 ayat (1) huruf i tentang ciptaan yang dilindungi termasuk database
dan hasil pengalihwujudan.
e) Pasal 15
f) Pasal 72 ayat (3)
Selain itu yang perlu dicatat disini adalah ketentuan lain dalam UUHC
Indonesia juga berlaku terhadap program komputer sepanjang tidak disebutkan

71

Ibid. 257-259

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

67
sebaliknya oleh undang-undang atau peraturan yang berlaku karena pada dasarnya
seperti yang telah disebutkan sebelumya bahwa program komputer adalah bagian
dari hak cipta maka aturan-aturan dalam UUHC berlaku juga terhadap program
komputer.72
Terdapat dua jenis perlindungan terhadap program komputer yaitu program
yang dilengkapi kode sumber (source code) dan yang tidak dilengkapi kode
tersebut. Untuk yang dilengkapi kode sumber, maka apabila ada dua program
komputer yang memiliki kode sumber yang sama, salah satunya merupakan
peniruan terhadap yang lain dimana kesamaan tersebut diukur berdasarkan
persamaan secara kualitatif sehingga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak
cipta. Sedangkan pada segmen tidak adanya kode sumber, maka pelanggaran hak
cipta hanya terjadi apabila terdapat peniruan struktur organisasi dari sebuah
software. 73
2) Paten Terhadap Program Komputer
Walaupun pada dasarnya menerapkan algoritma, keberadaan software
seharusnya dilindungi oleh hak paten, namun pada kenyataannya tidak semua
negara setuju dan menerapkan konsep tersebut dalam sistem hak kekayaan
intelektual di negaranya. Saat ini masalah paten perangkat lunak masih merupakan
objek yang kontroversial. USA dalam beberapa kasus hukum di sana mengijinkan
paten untuk software dan metode bisnis, sementara di Eropa software dianggap

72

Paten, Merek dan Hak Cipta perlindungan hak cipta atas program komputer.
http://hukumonline.com/klinik detail. asp?id=4211
73
PatenProgram Komputer Tidak Berlaku, Pembuat Software Lebih Bebas.
http://www.bppt.go.id/index.php?option=comcontent&task=view&id=1460&itemid=30.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

68
tidak dapat dipatenkan, meski beberapa invensi yang menggunakan software
masih dapat dipatenkan. 74
Saat ini belum ada konsensus mengenai defenisi dari paten perangkat lunak
yang diterima secara universal. Hal ini terjadi karena sering klaim untuk sebuah
paten mengandung elemen yang melarang implementasi paten tersebut dalam
berbagai media (misalnya invensi dapat diimplementasikan berupa rangkaian
elektronik, namun dapat pula diimplementasikan sebagai perangkat lunak),
sehingga sulit untuk ditarik garis batas yang jelas antara apa yang termasuk paten
perangkat lunak dan apa yang bukan.
Pendukung paten perangkat lunak mempunyai argumen antara lain :
a) Perlindungan

invensi

perangkat

lunak

akan

mendorong

investasi

pengembangan perangkat lunak.


b) Paten akan membuat invensi menjadi pengetahuan umum sehingga dapat
mendidik panemu lainnya.
c) Perbedaan antara perangkat lunak dan bukan perangkat lunak adalah artifisial,
keduanya membutuhkan investasi.
d) Jika perangkat lunak dianggap tidak dapat dipatenkan maka akan ada banyak
tipe invensi lainnya yang akan kehilangan proteksi paten.
e) Organisasi mempunyai hak untuk melindungi kekayaan intelektual yang
dimilikinya.
Penolakan terhadap paten perangkat lunak mempunyai argumen antara lain :

74

Paten: Subjek yang dapat dipatenkan. http://id.wikipedia.org/wiki/paten

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

69
a) Dalam praktek dalam sejarah, paten tidak pernah diperlukan untuk mendorong
invensi dalam pengembangan perangkat lunak.
b) Perangkat lunak secara fundamental adalah tentang pengembangan sistem dan
bukan merupakan gagasan individual.
c) Dalam praktek sebagian besar paten yang diberikan tidak memasukan langkah
invensi yang signifikan.
d) Penggunaan jalur hukum adalah sangat mahal, lambat dan tidak dapat
diprediksi.
e) Paten perangkat lunak meningkatkan resiko bisnis yang menghambat
investasi. 75
Selain Amerika Serikat, Austarlia adalah contoh negara lain yang
memberikan paten terhadap program komputer, sedangkan Indonesia sendiri
sampai sekarang memposisikan diri sebagai negara yang kontra terhadap paten
perangkat lunak. Disatu sisi hal ini bagus karena kita dapat memakai aneka
teknologi dari Amerika, Jepang dan negara lain secara gratis (misalnya kompresi
MP3) di sisi lain juga buruk karena misalnya jika anda ikut lomba inovasi
software atau lomba lain yang membuat anda membuat ide software anda ke
publik, maka ide tersebut tidak dilindungi. 76
Sikap Indonesia yang demikian secara otomatis menyebabkan UU Paten
Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tidak
mengenal kedudukan atau pengaturan software dalam ketentuan pasal-pasalnya.
Dalam penjelasan umum pada bagian penyempurnaan, UU Paten Indonesia telah
75
76

Paten Perangkat Lunak. http://id.wikipedia.org/wiki/paten_perangkat lunak.


http://blog.compactbyte.com//ip=234.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

70
menjelasakan bahwa invensi tidak mencakup : (1) kreasi estetika, (2) skema, (3)
aturan dan metode untuk melakukan kegiatan : a. yang melibatkan kegiatan
mental, b. permainan, c. bisnis, (4) aturan dan metode mengenai program
komputer, (5) presentasi mengenai suatu informasi
Dalam bagian penjelasan tersebut undang-undang paten menegaskan bahwa
program komputer tidak dapat dipatenkan, maka perlindungan hukum atas paten
program komputer pihak asing yang dijalankan di Indonesia tidak dapat dilakukan
dengan menggunakan UU paten. Namun sedikitnya ada dua alasan mengapa
teknologi/invensi program komputer tidak dapat dengan sembarangan untuk
dibajak, yaitu :
a) Pembajakan suatu teknologi untuk kepentingan komersial, mengindikasikan
adanya kegiatan usaha yang curang dan beritikad buruk yang dilarang secara
pidana dan perdata.
b) Setiap invensi pada dasarnya merupakan suatu ciptaan yang dilindungi oleh
kaidah-kaidah hukum hak cipta.77
Setidaknya ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan mengapa
pemerintah menandaskan Indonesia tidak pernah mengenal perlindungan hak
paten terhadap program komputer, yaitu :
a) Agar pengembangan peranti lunak lebih bebas dalam pengembangan produk
baru.
b) Suatu program komputer dianggap merupakan suatu wujud inovasi sehingga
hanya bisa mendapatkan hak cipta, merek, rahasia dagang dan desain industri.
77

Paten MP3 dan Perlindungannya di Indonesia. 28-11-2006.


http://www.ipcenter.ui.org/artikel.php?artikelid=46.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

71
c) Pemberian hak paten terhadap perangkat lunak dianggap dapat mengancam
kelangsungan gerakan open source karena membatasi novasi pengembangan
dalam menciptakan aplikasi.
d) Berpotensi menghambat gerakan IGOS (Indonesia government open source) 78
Walaupun pengaturan dari software ini tidak dikenal dalam UU paten
Indonesia, namun ada baiknya sebagai penambah wawasan, penulis akan uraikan
sekilas tentang paten tersebut.
Menurut Pasal 1 ayat (1) UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, paten adalah
hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil inovasinya di
bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
Kemudian invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu
kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa
produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses
(Pasal 1 ayat (2)). Sedangkan inventor adalah seorang yang secara sendiri atau
beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke
dalam kegiatan yang menghasilkan invensi (Pasal 1 ayat (3)).
Tidak semua invensi bisa dilindungi dengan paten, ada persyaratan yang
harus dipenuhi agar suatu invensi dapat dilindungi oleh paten, persyaratan
tersebut adalah baru atau mempunyai sifat kebaruan, melibatkan langka-langkah
inventif dan dapat diterapkan dalam industri.

78

Paten Program Komputer Tidak Berlaku, Pembuat Software Lebih bebas. Loc:cit.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

72
3) Rahasia Dagang Dalam Program Komputer
Besarnya kepentingan pihak produsen program komputer terhadap tidak
tersebar luasnya source code dari program komputer yang mereka jual membuat
produsen-produsen tersebut mengupayakan berbagai cara untuk melindungi
kepemilikan tunggal atas source code atas program komputer tersebut. Salah satu
cara adalah melindungi program komputer tersebut dengan rahasia dagang. 79
Pada dasarnya perlindungan rahasia dagang tersebut bertujuan untuk
memacu pengusaha dalam pengembangan bisnisnya, dengan jaminan oleh hukum
bahwa ia berhak mengambil manfaat seluas-luasnya atas informsi rahasia yang
dimilikinya tanpa harus menyebarluaskan hal itu kepada masyarakat, seperti
halnya

dalam

perlindungan

HaKI

lainnya

yang

membutuhkan

syarat

pengungkapan informasi yang bersangkutan.


Ada 6 prinsip yang umumnya berlaku di hampir semua negara dalam hal
rahasia dagang ini, prinsip itu adalah :
a) Untuk memperoleh perlindungan hukum informasi tersebut tidak boleh
diketahui secara umum.
b) Tergugat berhutang kepada penggugat berupa kewajiban merahasiakan suatu
informasi
c) Adanya penggunaan informasi tanpa izin oleh tergugat
d) Penggunaan informasi tanpa ijin tersebut telah mengakibatkan kerugian pada
si penggugat, dimana kerugian tersebut harus bersifat komersial.

79

Edmon Makarim I. Op:cit. 83

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

73
e) Dalam kondisi tertentu, pengungkapan informasi yang bersifat rahasia untuk
kepentingan umum dibenarkan.
f) Bentuk ganti rugi ditetapkan oleh pengadilan. 80
Contoh-contoh informasi yang relevan dengan komputer yang dinilai
menjadi pokok permasalahan kerahasiaan meliputi :
a) Ide-ide untuk suatu sistem perangkat lunak maupun perangkat lunak yang
baru atau telah dikembangkan.
b) Rincian dari sistem komputer yang telah ada yang mungkin diketahui oleh
analis atau programmer komputer atau bahkan pihak pengguna sistem
tersebut.
c) Daftar para pelanggan atau para ahli sub kontraktor dan informasi yang
terkait, misalnya pelayanan apa saja yang mereka berikan dan bagaimana
kredibilitas mereka
d) Suatu strategi perusahaan untuk riset dan pengembangan di masa depan baik
di bidang produksi atau pemasaran.
Dalam hal program komputer ini setidaknya ada beberapa hal yang dapat
dikemukakan yaitu :
a) Sesuai dengan kontrak dan perjanjian yang telah disepakati dalam
melaksanakan

tugasnya

seorang

programmer

diwajibkan

menjaga

kerahasiaannya atau manfaat rincian bisnis kliennya.

80

Ibid. 263-264

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

74
b) Seorang analis komputer dibebankan kewajiban menjaga kerahasiaan apabila
ia mendiskusikan ide-idenya dengan organisasi bisnis, berkaitan dengan
pemanfaatan komersial dari ide-ide tersebut.
c) Programmer-programmer dan analis-analis komputer akan diperbolehkan
menggunakan tekhnik-tekhnik dan skill-skill pemrograman yang telah mereka
kuasai telah menjadikan bagian dari skill dan pengalaman mereka kecuali ada
diperjanjikan lain.
d) Syarat yang membatasi seorang programmer komputer untuk tidak bekerja
pada perusahaan software yang lain dalam jangka waktu tertentu adalah
dibenarkan selama dianggap wajar.
e) Kewajiban menjaga kerahasiaan ini juga berlaku terhadap hacker komputer
dimana apabila dengan sengaja ia mengakses file-file rahasia misalnya source
code, sementara ia mengetahui bahwa ada kemungkinan kuat file/informasiinformasi tersebut bersifat sangat rahasia, maka ia dapat dituntut karena
pelanggaran kerahasiaan. 81
Sementara di Indonesia, ketentuan tentang rahasia dagang ini diatur dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, yang pada
dasarnya walaupun tidak ada mengatur tentang program komputer, namun
prinsip-prinsip yang dianutnya tidak terlalu jauh berbeda dengan apa yang telah
diuraikan sebelumnya. Pada dasarnya objek dari rahasia dagang ini dapat
dilindungi oleh paten atau hak cipta, namun ketakutan akan peniruan dan
perubahan ke arah publik domain (hak menjadi milik umum) mengakibatkan

81

David I. Bainbride. Op:cit. 48-52

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

75
pemilik teknologi atau informasi bisnis yang bernilai ekonomis cendrung
didaftarkan sebagai rahasia dagang.
Batasan pengertian rahasia dagang secara normatif dirumuskan sebagai
informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis,
mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan jika
kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang. Jika dicermati unsur-unsur yang
termaktub dalam defenisi di atas, yaitu :
a) Merupakan informasi yang tidak diketahui umum.
b) Informasi itu meliputi bidang yang tidak diketahui umum
c) Mempunyai nilai ekonomis yang berguna bagi dunia usaha
d) Dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya
Dasar filosofis perlindungan informasi yang dirahasiakan adalah karena
informasi tersebut diperoleh oleh pemiliknya dengan jerih payah, memerlukan
keahlian khusus, menghabiskan banyak waktu dan biaya. 82
Seperti

telah

disebutkan

sebelumnya

bahwa

sebuah

program

komputer/perangkat lunak/software eksistensinya dilindungi oleh hak kekayaan


intelektual seperti hak cipta, hak paten dan merek, bahkan ada pendapat yang
menyatakan sebagai sebuah hasil inovasi sebuah program komputer dapat
dilindungi dengan rahasia dagang, disain industri, dan merek.
Namun pada kenyataanya bila lingkup bahasan kita sempitkan pada
pengaturan program komputer dalam sistem hak kekayaan intelektual di

82

O.K. Saidin. Op:cit.451-453

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

76
Indonesia terlihat hanya UU tentang hak cipta yang mengatur dan menyebutkan
tentang program komputer walaupun hanya terbatas pada beberapa pasal saja.
Di luar itu, UU tentang hak kekayaan intelektual lainnya minus hak paten,
seperti rahasia dagang dan hak merek sepertinya memandang sebuah program
komputer sebagai sebuah objek sehingga aturan-aturan dalam undang-undang
tersebut tidak mengatur secara khusus tentang program komputer melainkan akan
memberikan perlindungan dan pengaturan apabila objek tersebut memenuhi
unsur-unsur dan syarat-syarat untuk itu.

3. Software Sebagai Objek Jual Beli


Pada pembahasan tentang jual beli sebelumnya telah ditegaskan bahwa
selain harga, barang merupakan unsur esensial dari suatu perjanjian jual beli.
Tanpa adanya barang mustahil ada jual beli. Barang atau benda dalam persetujuan
jual beli berkedudukan sebagai objek yang tidak hanya terbatas pada benda
berwujud tetapi juga yang tidak berwujud.
Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Wirjono Prodjodikoro yang
menyatakan bahwa Pasal 1457 KUHPerdata memakai istilah zaak atau benda
untuk dapat menentukan apa yang dapat menjadi objek jual beli dan menurut
Pasal 499 KUHPerdata zaak adalah hak atau benda yang dapat dimiliki, ini berarti
bahwa yang dapat dijual dan dibeli itu tidak hanya barang yang dimilki,
melainkan juga hak atas suatu barang yang bukan hak milik. 83

83

Wirjono Prodjodikoro. Op:cit. 19

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

77
Berkaitan dengan hal tersebut, jika bahasan kita alihkan pada pertanyaan
dapatkah software dijadikan sebagai objek jual beli, maka untuk menjawabnya
ada baiknya kita sedikit membahas tentang hak-hak yang melekat pada software
itu sendiri yaitu hak kebendaan dan hak kekayaan immaterial.
a) Hak Kebendaan
Program komputer atau perangkat lunak secara umum dapat kita
kategorikan sebagai sebuah karya cipta dan oleh karenanya mendapat
perlindungan hak cipta. Hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 12 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC). Sama halnya
dengan hak cipta lainnya, sebagai bagian dari hak cipta terhadap software juga
melekat hak kebendaan.
Dalam bahasa Belanda hak kebendaan ini disebut zakelijk recht. Prof.
Soedewi Masjchoen Sofwan memberikan rumusan tentang hak kebendaan yaitu
hak mutlak atas suatu benda dimana hak itu memberikan suatu kekuasaan
langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.
Ada beberapa ciri pokok yang membebankan hak kebendaan ini dengan hak
relatif atau hak perorangan, yaitu :
1) Merupakan hak mutlak, dapat dipertahankan terhadap siapapun juga
sedangkan hak relatif hanya dapat dipertahankan oleh orang tertentu saja.
2) Mempunyai droit de suit atau hak yang mengikuti yaitu hak yang mengikuti
dimanapun dan di tangan siapapun benda itu berada
3) Mempunyai sifat droit de preference (hak mendahulukan)
4) Adanya yang dinamakan hak kebendaan
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

78
5) Kemungkinan untuk dapat memindahkan hak itu dapat secara sepenuhnya
dilakukan. 84
Dalam beberapa hal dapat terjadi bahwa hak perorangan mempunyai ciri-ciri
sebagaimana yang terdapat pada hak kebendaan misalnya terhadap hak sewa yang
mempunyai hak mengikuti bendanya (droit de suit) juga sifat droit de preference.
Dari rumusan Pasal 1 UUHC Indonesia yang mengatakan bahwa hak cipta
adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaanya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut undang-undang yang berlaku.
Kemudian rumusan ini kita kaitkan dengan sedikit uraian tentang hak kebendaan
di atas maka dapat dikatakan bahwa dalam software sebagai bagian dari hak cipta
juga melekat hak kebendaan.
Hal ini menunjukan bahwa hak cipta termasuk di dalamnya software hanya
dapat dimiliki oleh pencipta atau penerima hak, hanya namanya yang disebut
sebagai pemegang hak yang boleh menggunakan hak cipta dan ia dilindungi
dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang menggangu atau
menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh aturan hukum.
Kemudian mengenai hak kebendaan dan hak cipta ini Prof. Mahadi
berpendapat
...... hak cipta memberikan hak untuk menyita benda yang diumumkan
bertentangan dengan hak cipta itu serta perbanyakan yang tidak
diperbolehkan, dengan cara dan dengan memperhatikan ketentuan yang
ditetapkan untuk penyitaan benda bergerak, baik untuk menuntut
penyerahan benda tersebut mejadi miliknya ataupun untuk menuntut suatu
84

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan. 1981. Hukum Perdata: Hukum Benda. Yogyakarta:
Liberty: 24

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

79
benda itu dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipakai lagi. Hak
cipta tersebut juga memberikan hak yang sama untuk penuntutan dan
penyitaan terhadap jumlah uang tanda masuk yang dipungut untuk
menghadiri ceramah, pertunjukan, atau pementasan yang melanggar hak
cipta....

Pandangan Prof. Mahadi tersebut semakin jelas menujukan bahwa software


sebagai bagian dari hak cipta berada dalam ruang lingkup hukum kebendaan
sebab disamping mempunyai sifat mutlak juga hadir sifat droit de suit..
b) Hak Kekayaan Immateriil
Hak kekayaan immaterial adalah suatu hak kekayaan yang objek haknya
adalah benda-benda tidak berwujud. Jika kita hendak memastikan tempat dan
kedudukan software apakah telah melekat hak kekayaan immaterial maka ada
baiknya kita lihat rumusan Pasal 499 KUHPerdata dimana pasal tersebut
memberikan batasan tentang rumusan benda yaitu menurut paham UU yang
dinamakan benda adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai
menjadi objek kekayaan (property) atau hak milik yang pada akhirnya
menempatkan hak cipta termasuk software sebagai hak yang merupakan bagian
dari benda. Hak cipta menurut rumusan ini dapat dijadikan objek hak milik karena
itu ia memenuhi kriteria Pasal 499 KUHPerdata, si pemegang hak cipta dapat
menguasai sebagai hak milik. 85
Program komputer yang terekam dalam keeping CD room, dilindungi
sebagai hak cipta atas benda berwujud, benda materiil dalam terminologi Pasal

85

Saidin.Op:cit. 50-53

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

80
499 KUHPerdata dirumuskan sebagai barang dan yang dirumuskan sebagai hak
adalah hak cipta sebagai benda immaterial. 86
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas kiranya sudah terjawab
sudah pertanyaan dapat tidaknya sebuah software dikategorikan sebagai objek jual
beli, karena dari uraian-uraian tersebut telah terbentang fakta-fakta, diantaranya
yaitu :
1) Program komputer sebagai karya cipta
2) Pada program komputer dilengkapi dilekati hak kebendaan dan hak immateriil
3) Khusus hak immateriil, sesuai dengan pendapat Pitlo dikutip Prof. Mahadi
dalam buku Pitlo yang mengatakan :
.serupa dengan hak tagih, hak immaterial tidak mempunyai benda
berwujud sebagai objek .
Hak milik immateril termasuk kedalam hak-hak yang disebut dalam Pasal 499
KUHPerdata. Oleh sebab itu hak milik immateriil itu sendiri dapat menjadi
objek dari suatu hak benda. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa hak benda
adalah hak absolut atas suatu benda tetapi ada hak absolut yang objeknya
bukan benda berwujud, itulah apa yang disebut dengan nama hak
milik...
Kemudian O.K Saidin berpendapat bahwa hak kekayaan immateriil secara
sederhana dapat dirumuskan bahwa semua benda tidak dapat dilihat atau diraba
dan dapat dijadikan sebagai objek hak kekayaan.
Dari ketiga fakta tersebut terutama melekatnya hak immateriil pada software
maka dapat dikatakan bahwa telah terpenuhi syarat untuk dapat menjadi objek jual
beli yaitu :
1) Dapat dijadikan sebagai objek harta benda atau harta kekayaan yang tidak
hanya terbatas pada benda berwujud tetapi juga tidak berwujud
86

Ibid.55-56

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

81
2) Barang atau hak yang dapat dimiliki
c) Software Sebagai Benda Bergerak
Tidak berbeda dengan hak milik lainnya hak cipta sebagai hak kekayaan
immateriil disamping mempunyai fungsi tertentu, juga mempunyai sifat atau ciri
tertentu juga. Dalam hal sifatnya Pasal 3 UUHC Indonesia menyatakan bahwa hak
cipta dianggap sebagai benda bergerak.
O.K Saidin berpendapat bahwa
perkataan dianggap pada Pasal 3 UUHC tersebut memberikan kesan
bahwa sebenarnya sulit untuk membedakan dan memberi tempat apakah hak
cipta itu termasuk benda bergerak atau tidak bergerak, untuk menggologkan
suatu benda bergerak atau tidak bergerak maka harus diukur arti penting dari
penggolongan tersebut.

Sesuai dengan penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2002 maka
penyerahan hak cipta tidak dapat dilakukan dengan penyerahan nyata karena ia
mempunyai sifat manunggal dengan penciptanya dan bersifat tidak berwujud.
Sifat yang manunggal itu pula yang menyebabkan hak cipta tidak dapat
digadaikan karena jika ia digadaikan maka itu berarti si pencipta harus ikut pula
beralih tangan kepada kreditur.
Mengenai penggolongan hak cipta ke dalam benda bergerak ini O.K. Saidin
menambahkan bahwa hak cipta lebih tepat jika digolongkan ke dalam benda tidak
bergerak dengan beberapa alasan diantaranya yaitu :
1) Hak cipta mempunyai sifat manunggal dengan penciptanya
2) Pemindahan hak cipta harus dilakukan secara tertulis baik dengan maupun
tanpa akta

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

82
3) Selanjutnya secara tersirat dalam ketentuan Pasal 4 UUHC dikenal
pemindahan hak atas ciptaan yang terdaftar diharuskan untuk dicatat dalam
daftar umum ciptaan, hal ini memberi kesan bahwa hak cipta itu dalam
pengalihan haknya sama dengan pengalihan hak atas tanah sebagai benda
tidak bergerak
4) Dalam penjelasan umum UHC Indonesia dikatakan bahwa sistem pendaftaran
yang dianut oleh UU ini sama dengan yang digunakan dalam pendaftaran
merek dan tanah. 87

C. Jual Beli Software Secara Elektronik


Sebelum kita membahas lebih jauh tentang sub judul jual beli software
secara elektronik ini, agar tidak menimbukan kebingungan nantinya dan agar
tercipta kesamaan konsepsi, maka ada baiknya kita pahami dulu pengertian dari
jual beli, transaksi dan perdagangan.
Kamus besar bahasa Indonesia kontemporer telah memberikan pengertian
bahwa :
1) Transaksi adalah perjanjian jual beli antara dua pihak dalam perdagangan,
transaksi akan dilakukan jika sudah ada kesepakatan harga.
2) Perdagangan berarti pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan
membeli barang dengan maksud untuk memperoleh uang atau jasa. 88
Sedangkan pengertian jual beli seperti telah disebutkan sebelumya
merupakan persetujuan yang mengikat pihak penjual untuk berjanji menyerahkan
87
88

Ibid. 65-67
Peter Salim, Yenny Salim. 2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta:
Modern english Press

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

83
suatu barang/benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli
mengikat diri berjanji untuk membayar harga.
Terlihat bahwa pada dasarnya terdapat kesamaan maksud antara jual beli,
transaksi, dan perdagangan dimana ketiganya merupakan kegiatan memindahkan
hak atas suatu barang atau jasa dengan melibatkan penjual dan pembeli sebagai
subjeknya.
Dengan konsepsi yang demikian dan karena dasar pengertian yang sama
sekiranya tidak perlu menjadi masalah dan akan dapat dipahami jika pada
pembahasan berikutnya penulis menggunakan istilah jual beli, transaksi atau
bahkan perdagangan untuk menggambarkan suatu peristiwa penyerahan hak atas
suatu barang antara penjual dan pembeli.

1. Jual Beli Software Secara Elektronik Dan E-Commerce


Sebelum berbicara lebih jauh tentang jual beli software secara elektronik dan
e-commerce, ada baiknya sedikit penulis uraikan terlebih dahulu tentang hal-hal
yang berkaitan dengan sub bahasan tersebut dimana mau tidak mau harus dibahas
dan diuraikan agar terdapat gambaran jelas mengenai pola hubungan antara jual
beli software secara elektronik dengan e-commerce. Adapun hal-hal yang ingin
diuraikan tersebut adalah tentang masalah e-commerce itu sendiri, jenis-jenis
hubungan hukum e-commerce, jual beli software secara elektronik, pengalihan
hak atas software, jual beli software komputer, lisensi atas software, serta
mengenai shrinkwrap dan clickwrap contract.
a). E-Commerce
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

84
Defenisi e-commerce sangatlah beragam, bergantung dari perspektif atau
kacamata

yang

memanfaatkanya,

sebuah

konsorsium

bisnis

bernama

commercenet mendefenisikan e-commerce sebagai penggunaan jejaring komputer


(komputer yang saling terhubung) sebagai sarana pencipta relasi bisnis. Tidak
puas dengan defenisi tersebut commerceNet menambahkan bahwa di dalam ecommerce terjadi proses pembelian dan penjualan jasa atau produk antara dua
belah pihak melalui internet atau pertukaran dan distribusi informasi antara dua
pihak dalam satu perusahaan dengan menggunakan intranet. Secara sederhana
Association For Electronic Commerce mendefinisikan e-commerce sebagai
mekanisme bisnis secara elektronik. 89
Belum ada satu pendefinisian yang baku tentang istilah e-commerce namun
dari sudut pandang keilmuan keberadaan suatu pendefenisian terhadap satu istilah
adalah sangat diperlukan agar dapat secara jelas memberikan suatu batasan
ataupun lingkup pengertian yang tepat mengenai hal yang dibicarakan.
Berdasarkan UNCITRAL model law on electronic commerce with guide to
enectments 1996, 90 dinyatakan bahwa
..... The term commercial should be given a wide interpretation so as to
cover matters arising all relationship of a commercial nature whether
contractual or not. Relationship of a commercial nature include, but are not
limited to the following transactions; any trade transaction for the supply or
exchange of goods or services, distribution agreement, commercial
representetions or agency, factoring, leasing, construction of works,
consulting, engineering, licensing, investment, financing, banking,
insurance, exploitation agreement or concession, joint venture, and other
forms of industrial or business cooperation, carriage of goodsor passengers
by air, sea, rail or road....

89

Richardus Eko Indrajit. 2001. E-Commerce: Kiat Dan Strategi Bisnis Di Dunia Maya.
Jakarta: P.T Elex Media Komputindo: 1
90
http://www.un.or.at/uncitral/english/text/electcom/ml-ec.htm
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

85
Terlepas dari berbagai jenis defenisi yang ditawarkan dan dipergunakan
oleh berbagai kalangan, terdapat kesamaan dimana e-commerce memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1) Terjadinya transaksi antara kedua belah pihak.
2) Adanya pertukaran barang, jasa atau informasi, dan
3) Internet

merupakan

medium utama

dalam

proses

atau

mekanisme

perdagangan tersebut. 91
Berdasarkan ruang lingkup aktivitasnya maka dalam praktek bisnis yang
berkembang, dikenal dua perbedaan yaitu:
1) Electronic business adalah ditujukan untuk lingkup perdagangan dalam arti
luas.
2) Electronic commerce adalah ditujukan untuk lingkup perdagangan/perniagaan
yang dilakukan secara elektronik termasuk :
a) Perdagangan via internet (internet commerce).
b) Perdagangan dengan fasilitas web internet (web commerce).
c) Perdagangan dengan sistem pertukaran data terstruktur secara elektronik
(electronic data interchange).
Beberapa prinsip utama dalam UNCITRAL model law on electronic
commerce adalah bahwa :
1) Segala informasi elektronik dalam bentuk data elektronik dapat dikategorikan
memiliki akibat hukum keabsahan atau kekuatan hukum.

91

Richardus Eko Indrajit. Op:cit. 2

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

86
2) Dalam hukum mengharuskan adanya suatu informasi dalam bentuk tertulis
maka suatu data elektronik dapat memenuhi syarat untuk itu (Pasal 6
UNCITRAL).
3) Tanda tangan elektronik merupakan tanda tangan yang sah.
4) Dalam hal kekuatan pembuktian dari data bersangkutan maka data massage
memiliki kekuatan pembuktian. 92
b). Jenis-jenis Hubungan Hukum E-Commerce
Jenis-jenis e-commerce yang paling banyak dikenal adalah jenis business to
business (b to b) dan bussines to customer (b to c), tetapi selain itu juga terdapat
beberapa jenis lainnya. Adapun jenis-jenis dari e-commerce tersebut adalah :
1) Customer to customer, merupakan transaksi dimana individu saling menjual
barang antara satu dengan yang lain, contohnya E-bay
2) Customer to business, yaitu transaksi yang memungkinkan individu menjual
barang pada perusahaan, misalnya Priceline.com
3) Customer to goverment, adalah transaksi dimana individu dapat melakukan
transaksi dengan pemerintah, misalnya pembayaran pajak.
4) Bussines to bussines (b to b), adalah transaksi antara perusahaan (baik pembeli
dan penjual adalah perusahaan), biasanya telah terjadi hubungan yang cukup
lama dan saling mengetahui serta pertukaran informasi di dasarkan atas
kebutuhan dan kepercayaan.
5) Business to customer (b to c), adalah transaksi antara pengusaha dengan
konsumen pada transaksi jenis ini, informasi disebarkan secara umum dan

92

Edmon Makarim I. Op:cit. 225-226

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

87
konsumen yang berinisiatif melakukan transaksi, produsen harus siap
menerima respon dari konsumen tersebut. Biasanya sistem yang digunakan
adalah web sebagai sistem yang telah umum dipakai di kalangan
masyarakat.93
Itulah gambaran sekilas dari e-commerce, mengingat sangat luas dan
kompleksnya pembahasan dari e-commerce ini maka menurut hemat penulis
mustahil untuk menuangkan keseluruhannya dalam skripsi ini, sehingga dianggap
sudah cukuplah uraian yang terbatas tersebut untuk dijadikan sebagai pegangan
dan dasar pemahaman tentang e-commerce itu sendiri.
Adapun jual beli software yang ingin dibahas dalam skripsi ini merupakan
jual beli software berjenis b to c yang menggunakan fasilitas web internet.
c) Pengalihan Hak Atas Software
Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UUHC, terhadap software sebagai sebuah
karya cipta yang padanya melekat hak cipta maka si pencipta atau pemegang hak
dapat mengalihkan untuk seluruhnya atau sebagian hak cipta tersebut kepada
orang lain dengan jalan pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau sebabsebab lain yang dibenarkan undang-undang, dan tentunya tidak terkecuali dengan
jual beli.
Hal ini membuktikan bahwa hak cipta itu merupakan hak yang dapat
dimiliki, dapat menjadi objek pemilikan dan hak milik. Oleh karenanya terhadap
hak cipta itu berlaku syarat pemilikan baik mengenai cara penggunaan maupun
cara pengalihan haknya. 94
93
94

Ibid. 227-228
O.K.Saidin.Op:cit.111

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

88
Namun hal lain yang perlu dicatat dalam pengalihan hak atas program
komputer ini yaitu menurut O.K Saidin apa yang diredaksikan dalam Pasal 3 ayat
(2) UHC Indonesia tersebut harus disempurnakan dengan menambahkan kata-kata
dengan mengingat ketentuan dalam pasal pada akhir kalimat Pasal 3 tersebut,
dikarenakan dengan didasarkan atas beberapa alasan yaitu :
1) Dengan sifatnya yang manunggal dengan pencipta, mengalihkan hak cipta
secara sebagian adalah tidak mungkin dapat dilakukan.
2) Apabila tidak ditambahkan kata dengan mengingat ketentuan Pasal 2
tersebut pengertian hibah atau warisan akan memberi kesan peralihan hak
secara demikian itu memberi arti pelepasan secara mutlak kepada si penerima
hak berikut dengan hak moralnya, artinya si penerima akan memakai namanya
sendiri dan si pencipta akan ikut melepaskan hak moralnya. 95
d) Jual Beli Software Komputer
Dengan membeli sebuah PC atau dapat penulis tambahkan dengan membeli
satu paket compact disk (CD) software bukan berarti mengakibatkan pemilikan
atas PC atau CD tersebut juga secara otomatis memiliki perangkat lunaknya,
karena sesuai dengan konsepsi HaKI kepemilikan atas barang bukanlah
kepemilikan atas objek hak immaterilnya sebagai intangible aset, hal ini
dibuktikan dengan perlunya lisensi penggunaan perangkat lunak untuk
menjalankan PC (personal computer), contohnya lisensi program aplikasi
perkantoran microsoft office.

95

Ibid. 68-69

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

89
Contoh lainnya jika kita membeli sebuah lukisan bukan berarti kita boleh
menghapus coretan nama pelukisnya, menambah atau mengurangi hal tertentu
dalam lukisan.
Hak moral akan selalu melekat pada objek ciptaan, dimana yang menjadi
fokus hukumnya adalah integritas hubungan antara pencipta dengan ciptaannya
sehingga sebenarnya istilah jual beli putus terhadap kreasi intelektual merupakan
istilah umum dari para pedagang dan bukan merupakan suatu istilah hukum.
Yang dimaksud dengan jual beli putus di sini adalah jual beli barangnya
bukan lisensi atau karya intelektualnya, istilah tersebut adalah untuk menerangkan
bahwa pemindahan hak yang diperjanjikan adalah beralihnya hak ekonomis atas
karya ciptaan bukan kepemilikan atas hak intelektualnya. 96
Dalam hal jual beli software ini kita perlu memperhatikan ketentuan
penjelasan Pasal 3 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang
menyatakan pengalihan hak cipta harus dilakukan secara tertulis baik dengan
maupun tanpa akta riil dengan tidak dibenarkan secara lisan dan tentu hal ini
berlaku juga terhadap program komputer. Jadi bila ketentuan tersebut dikaitkan
dengan pendapat Prof. Subekti yang menyatakan bahwa perkataan kontrak lebih
sempit dari perjanjian karena diajukan kepada perjanjian/persertujuan tertulis,
maka akan terdapat kesingkronan pengertian kontrak dan pengalihan hak cipta
yang harus dilakukan secara tertulis, dan ini juga sesuai dengan fakta yang ada
bahwa pengalihan hak atas sebuah software lebih dikenal dengan istilah kontrak
software (software contract).
96

Edmon Makarim II. 19/5/2005. Apakah Menjebol Program Pengunci (Locking Software)
Tidak Bertentangan Dengan Hukum. http://www.lkht.net/artikel lengkap.php?id=56

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

90
Dari beberapa literatur yang penulis baca banyak versi mengenai pembagian
kontrak-kontrak atas software ini, seperti misalnya Edmon Makarim dan Deliana
menyatakahn bahwa :
...... dalam konteks pengembangan dan atau pembuatan konstruksi sistem
informasi, maka berdasarkan komponennya terdapat beberapa macam
perikatan yakni :2. perjanjian yang berkenaan dengan perangkat lunak
(software contract) baik untuk software yang dibuat secara khusus
berdasarkan pesanan si pengguna jasa (bespake/customized software)
maupun yang telah dibuat umum oleh para vendor dalam bentuk paket-paket
aplikasi ataupun teori yang telah beredar umum.
Kemudian dengan mengutip tulisan Peter Knight dan J.Fitzsimons,
Edmon Makarim dan Deliana menyatakan bahwa secara garis besar
sebagai pengetahuan umum dapat disebutkan beberapa perjanjian yang
berkenaan dengan bisnis komputerisasi ataupun multimedia yang tengah
berkembang dewasa ini yang dikategorikan berdasarkan atas komponenkomponen yang mendasarinya, yakni antara lain :2. Software contract :
(1) Software development agreement, (ii) software licence agreement,
mencakup end user single CPU licence agreement atau public licence
agreement. (iii) software maintance agreement (iv) escrow agreement (v)
assignment of copyright (vi) software distribution agreement. 97
Sedangkan David I Bainbridge menyebutkan
...... bentuk-bentuk khusus kontrak yang berkaitan dengan perangkat lunak
hanya terbatas pada :
1) Kontrak-kontrak untuk penulisan perangkat lunak komputer
2) Lisensi-lisensi perangkat lunak off the shelf
3) Perjanjian-perjanjian antara pengarang perangkat lunak dan
penerbit... 98

e). Lisensi Atas Software


Dalam proses jual beli software permasalahan lisensi adalah bagian yang
tidak dapat dipisahkan dan sangat urgen, karena sebagai bagian dari hak cipta
dalam sebuah software melekat hak moral dan hak immateril yang tidak dapat
dialihkan begitu saja melalui proses jual beli. Mungkin dalam jual beli software
97
98

Edmon Makarim I. Op:cit. 220-221


David I Bainbridge.Op:cit.93

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

91
kita dapat memiliki suatu paket perangkat lunak berisi CD (compact disc) dan
tuntunan manualnya, namun pembeli tidak dapat memiliki hak objek
immaterilnya karena itulah maka umumnya kontrak atau perjanjian yang bersifat
mengalihkan software akan menggunakan mekanisme lisensi tersebut.
Pihak pemilik hak cipta dapat menyerahkan (mangalihkan) hak cipta
tersebut kepada orang lain dan penyerahan ini harus dibedakan dengan lisensi.
Dalam suatu penyerahan, pemilik hak cipta mengalihkan atas seluruh haknya
kepada orang lain, sedangkan lisensi adalah suatu ijin yang diberikan kepada
orang lain dan memberikan kekuasaan kepadanya untuk melakukan suatu yang
spesifik dalam menggunakan atau memanfaatkan hak cipta tersebut.
Lisensi-lisensi biasanya bersifat kontraktual dimana pihak yang menerima
lisensi akan memberikan bayaran lisensi atau royalti sebagai imbalan dari ijin
tersebut. Lisensi ini sendiri dapat dibagi atas lisensi yang bersifat ekslusif dan non
ekslusif. Perbedaan antara lisensi eksusif dan non ekslusif ini dapat dicontohkan
dengan pengarang perangkat lunak memberikan suatu lisensi eklusif kepada
penerbit yang memberikan kepada penerbit hak tunggal untuk memproduksi
salinan-salinan perangkat lunak serta untuk memasarkannya, penerbit menjual
perangkat lunak tersebut melalui dealer yang memberikan lisensi non ekslusif
kepada para pelanggannya. Jadi dealer adalah perantara yang bertindak atas nama
penerbit guna menghasilkan kontrak (perjanjian lisensi) antara penerbit dan
pemakai. Lisensi dapat diberikan secara ekslusif dalam pengertian bahwa pihak
penerbit perangkat lunak tidak dapat memberikan lisensi serupa kepada pihak lain

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

92
tetapi yang paling lazim lisensi itu adalah tidak ekslusif, sehingga penerbit
perangkat lunak akan bebas untuk memberikan lisensi itu kepada pihak lain. 99
Lisensi selalu bersifat non ekslusif kecuali diperjanjikan lain artinya jika
tidak ada perjanjian lain, pemegang hak cipta tetap boleh melaksanakan sendiri
atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk melaksanakan
perbuatan hukum mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Ketentuan
tentang lisensi ini diperlukan untuk memberikan landasan pengaturan bagi praktek
perlisensian di bidang hak cipta paten dan merek. 100
Hal penting lainnya yang perlu ditelaah dalam lisensi ini adalah mengenai
waktu berakhir serta ruang lingkupnya yaitu :
1) Adakalanya lisensi tidak menyebutkan kapan berakhirnya karena lisensi tidak
harus untuk jangka waktu yang ditentukan atau harus ada semacam ketentuanketentuan untuk berakhirnya waktu lisensi. Namun dalam hal tidak ada
penyebutan yang tegas tentang berakhirnya waktu lisensi maka lisensi tersebut
akan bertahan selama hak cipta tetap ada pada perangkat lunak.
2) Karena lisensi semata-mata hanya ijin untuk melakukan sesuatu dan tidak
memberikan suatu kepentingan pemilikan terhadap perangkat lunak, maka
perjanjian lisensi seyogyanya memuat hal-hal yang dianggap penting dan
dapat mempengaruhi terhadap kelangsungan perjanjian lisensi itu sendiri
sehingga dapat meminimalkan sengketa yang mungkin dapat terjadi dan
nantinya diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.

99

Ibid.20
O.K. Saidin.Op:cit. 99

100

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

93

Hal-hal yang dapat dimuat dalam perjanjian lisensi antara lain mengenai ;
1) Pengalihan software kepada pihak ketiga, akan tetapi apabila aspek ini tidak
dimuat, maka lisensi tersebut dapat dialihkan dengan memperhatikan keadaankeadaan tertentu.
2) Salinan-salinan back up program, perjanjian-perjanjian lisensi harus
menyebutkan tentang salinan-salinan back up dan biasanya kontrak
menyatakan bahwa klien dapat membuat sejumlah salinan program-program
untuk tujuan back up.
Identitas para pihak dalam perjanjian lisensi perlu dibahas, perusahaan yang
memproduksi perangkat lunak dan mendistribusikan paket tersebut adalah lisensor
yaitu pihak yang memberikan lisensi, sedangkan dealer adalah agen perusahaan
perangkat lunak dan bertugas untuk menghasikan kontrak antara lisensor dengan
lisensce. Biasanya perjanjian lisensi akan memuat suatu syarat yang menyatakan
bahwa perusahaan perangkat lunak tidak akan terikat oleh segala sesuatu yang
dinyatakan oleh pihak dealer pada saat negosiasi pra kontrak. 101 Jual beli software
secara elektronik yang berjenis b to c dan menggunakan fasilitas web internet
merupakan jual beli software yang hanya menawarkan lisensi-lisensi perangkat
lunak off the shelf yang sifat lisensinya adalah non ekslusif.
f). Clickwrap/Shrinkwrap
Belanja software saat ini dapat dilakukan dengan dua pilihan, bisa
mendatangi toko komputer di pusat perbelanjaan atau dapat membelinya secara

101

David I. Bainbridge. Op:cit. 137-138

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

94
online melalui internet, tetapi bila ingin membeli software melalui internet akan
dijumpai keterangan-keterangan yang disampaikan oleh produsen software di
layar komputer yang antara lain menyatakan dengan menekan tombol yes berarti
kita telah menyetujui syarat dan ketentuan dalam perjanjian.
Keadaan yang hampir mirip juga akan terjadi jika pembelian dilakukan
langsung di toko, melalui telepon atau faximili, dimana pada bagian penutup
kemasan akan ditemukan kalimat yang menyatakan dengan membuka paket ini
berarti kita telah sepakat dan setuju dengan ketentuan perjanjian. Keteranganketerangan seperti itu disebut dengan clickwrap/shrinkwrap agreement. 102
Suatu shrinkwrap kontrak adalah suatu kontrak dalam mana seorang
pedagang menawarkan penggunaan produknya dengan syarat-syarat yang
menyertai produk tersebut. Sedangkan suatu clickwrap contract adalah suatu
online shrinkwrap contract untuk pengadaan barang-barang digital ataupun suatu
clickwrap trought contract. Suatu clickwrap contract menghindari terjadinya
suatu permasalahan yang dapat ditimbulkan oleh shrinkwrap contract, oleh karena
para pelanggan diminta untuk menyatakan kehendak untuk terikat oleh syarat
kontrak di dalam clickwrap contract sebelum produk khusus atau pelayanan
tertentu dapat dimuat/diambil dari internet.103
Pernyataan kehendak ini dapat berupa penerimaan dan penolakan terhadap
kontrak dan isinya, dengan harapan pelanggan tidak perlu mencari alasan bahwa
ia telah membeli produk atau jasa tanpa diberikan kesempatan untuk membaca
syarat-syarat dari kontrak tersebut.
102
103

Iman Sjahputra. Op:cit. 78


O.K. Saidin. Op:cit. 536

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

95
Selain shrinkwarp, clickwrap adalah metode lain untuk mendapatkan
software, akan tetapi tidak seperti srinkwrap yang bersifat manual, clickwrap
menggunakan media elektronik untuk mengalihkannya. Jadi proses peralihan
software tidak lagi didominasi dan dimonopoli cara konvensional yang harus
mempertemukan para pihak tetapi juga dapat dilakukan dengan menggunakan
teknologi informasi tanpa harus face to face tentunya setelah terms of conditions
yang disyaratkan disetujui.
Setelah membaca dan memahami uraian-uraian di atas, khususnya mengenai
jual beli software, e-commerce, clickwrap dan shrinkwrap maka akan didapati
benang merah antara jual beli software secara elektronik dan e-commerce yaitu
dalam e-commerce sebagai media elektronik lazim dan halal dipraktekan
pengalihan software melalui proses jual beli atau dengan kata lain jual beli
software secara elektronik merupakan salah satu bagian dari banyak dan luasnya
lapangan e-commerce.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jual beli software secara elektronik
merupakan bagian dari transaksi secara elektronik dimana transaksi tersebut
sangat berperan dalam e-commerce dan semua aktivitas di dalamnya harus
memperhatikan ketentuan hukum yang terkait dengannya.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yang perlu ditambahkan di sini
adalah mengenai syarat-syarat yang menyertai ketika software yang sudah dibeli
akan dipakai dan harus diturutinya beberapa hal yang dapat meliputi larangan
untuk melakukan sesuatu dan jaminan terbatas (limited liability) dari produsen

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

96
software atas produk yang dijualnya, dan inilah yang disebut dengan perjanjian
lisensi.
Dalam hal perjanjian lisensi ini walaupun pemakai software tidak menyadari
adanya lisensi pemakaian yang disyaratkan oleh produsen dan merasa tidak
pernah memberikan penerimaan atas perjanjian tersebut, bukan berarti konsumen
software tersebut dapat mengingkari perjanjian ini sebab sejak awal maksud dan
tujuan dari pembelian dan penggunaannya adalah untuk kepentingan pemakaian
sehingga sudah patut tunduk dan patuh terhadap ketentuan-ketentuan yang
diajukan oleh sebuah pabrikan software.
Seandainya konsumen tidak setuju dengan terms of conditions yang
disampaikan produsen, walaupun syaratnya tertera dalam paket maka pembeli
mempunyai hak untuk mengembalikan paket software tersebut melalui toko yang
menjualnya, terutama jika ada kerusakan atau kefatalan dalam pemakaian
software tersebut, penjual atau produsen diwajibkan untuk menerima kembali
produk yang dijualnya dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 104

2. Kewajiban Para Pihak Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik


Bila ingin membahas mengenai kewajiban para pihak dalam jual beli
software secara elektronik mau tidak mau juga akan membicarakan mengenai
pihak-pihak yang terkait dalam jual beli itu sendiri. Proses jual beli yang tidak
sesederhana dalam jual beli konvensional pada umumnya berakibat pada tidak

104

Iman Sjahputra. Op:cit. 10-11

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

97
terbatasnya para pihak yang terkait dalam jual beli hanya pada penjual dan
pembeli akan tetapi juga akan melibatkan pihak-pihak lainnya.
Dimungkinkan karena luasnya lingkup kajian e-commerce, terdapat
heterogenitas konsepsi mengenai pihak-pihak yang terkait dan terlibat dalam suatu
proses jual beli secara elektronik, ada pendapat yang hanya membatasi para pihak
hanya pada penjual, pembeli dan ISP saja yang terikat dalam e-commerce. Namun
tidak sedikit yang meluaskan cakupannya dengan mengikut sertakan pihak bank
dan jasa pengiriman di dalammnya.
Seperti apa yang ditulis oleh Prof Mariam Darus Badrulzaman dalam
bukunya Kompilasi Hukum Perikatan hal 285-294, dimana secara implisit akan
terdapat gambaran bahwa dalam e-commerce para pihak yang ada di dalamnya
dapat dibagi berdasarkan jenis kontraknya, yaitu :
a. Jenis kontrak B to B, pihak-pihaknya yaitu : ISP, merchant, pengembang,
profesional website develover, pihak ketiga (misalnya sponsor), operator
virtual mall, pengusaha kartu kredit dan pemililk perangkat lunak.
b. Jenis kontrak B to C, pihak-pihak yang akan terlibat yaitu : e-merchant dan ecustomer
Adanya perbedaaan pendapat mengenai pihak-pihak yang dapat terkait
dalam sebuah proses jual beli sofware secara elektronik bukan tidak mungkin
akan dapat menimbulkan kebingungan. Untuk itu berikut ini akan coba penulis
paparkan uraian tentang asas kepribadian yang penulis kutip dari buku Hardijan
Rusli dengan judul Hukum Perjanjian Indonesia Dan Common Law. Cet-1.
Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. 1992. hal 41-42 yang diharapakan dapat
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

98
memberikan gambaran tentang pembagian pihak-pihak yang dapat terkait dalam
suatu perjanjian pada umumnya atau perjanjian jual beli software secara
elektronik pada khususnya.
...... Asas Kepribadian
Asas kepribadian selain diatur dalam dalam Pasal 1340 KUHPerdata
juga diatur dalam Pasal 1315 KUHPerdata yang menentukan bahwa tiada
seorang pun dapat mengikat dirinya atas nama sendiri atau meminta
ditetapkannya suatu janji melainkan untuk dirinya sendiri. Bila Pasal 1340
menentukan tentang tidak bolehnya pihak ketiga mencampuri urusan dalam
perjanjian pihak-pihak lain, maka dalam Pasal 1315 ditentukan bahwa para
pihak perjanjian tidak boleh melepaskan tanggung jawabnya dari perikatan
yang dibuatnya.
Pasal 1340 KUHPerdata menyatakan tentang ruang lingkup
berlakunya perjanjian hanyalah antara pihak-pihak yang membuat perjanjian
saja. Ruang lingkup ini hanyalah terbatas pada para pihak dalam perjanjian
itu saja. Jadi pihak ketiga (pihak di luar perjanjian) tidak dapat ikut
menuntut suatu hak berdasarkan perjanjian itu. Ruang lingkup perjanjian ini
dikenal sebagai prinsip privity of contract atau asas kepribadian.
Pasal 1340 KUHPerdata selanjutnya menyatakan bahwa perjanjianperjanjian tidak dapat merugikan kepada pihak ketiga pula kecuali untuk hal
yang diatur dalam Pasal 1317 KUHPerdata. Pasal 1317 memperbolehkan
untuk meminta ditetapkannya suatu janji.
Doktrin privity of contract ini banyak ditemukan dalam putusanputusan hakim di negara-negara common law, misalnya dalam kasus Dunlop
Pneumatic Co.Ltd. VS Selfridge & Co.Ltd. [1915] AC 847 kasus ini adalah
sebagai berikut : sebuah pabrik ban telah menentukan harga jual tertentu
yang harus ditaati oleh para distributornya karena tercantum dalam kontrak
atau perjanjian antara pabrik ban itu dengan para distributornya, pabrik ban
itu juga mengikat para distributornya agar juga mengikat para penjual eceran
ban untuk menjual dengan harga jual yang telah ditetapkan, tetapi salah satu
penjual ban eceran menjual ban di bawah harga yang ditetapkan. Lalu pabrik
ban itu menuntut penjual eceran tersebut telah melakukan wanprestasi.
Tuntutan itu tidak dapat dibenarkan dengan alasan mereka bukanlah para
pihak dalam perjanjian atau tidak ada privity of contract.
Pasal 1340 KUHPerdata selanjutnya menyatakan bahwa perjanjianperjanjian tidak dapat merugikan kepada pihak ketiga dan tidak dapat
menguntungkan pihak ketiga pula kecuali untuk hal yang diatur dalam Pasal
1317 KUHPerdata. Pasal 1317 memperbolehkan untuk meminta
ditetapkannya suatu perjanjian guna kepentingan pihak seorang (pihak
ketiga), bila perjanjian atau pemberian tersebut memuat ketentuan seperti
itu. Ketentuan untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan
pihak ketiga tidak dapat ditarik kembali jika pihak ketiga itu telah
menyatakan menerimanya.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

99
Pengecualian dari prinsip privity of contract terdapat dalam Pasal
1317 KUHPerdata yaitu janji untuk kepentingan pihak ke-3, sebenarnya
memberikan sesuatu atau menyerahkan haknya kepada pihak ketiga, jadi
pihak ketiga itu merupakan subjek hak yaitu yang dapat mempunyai hak
atau benda.
Akan tetapi mengenai pengecualian dari privity of contract tersebut
harus juga memperhatikan keputusan (arrest) Hoge Raad (mahkamah agung
Belanda) 26 Juni 1914 yang menafsirkan kalimat : minta ditetapkannya
suatu janji adalah sebagai menuntut suatu hak untuk diri sendiri atau hak
pribadinya itu sendiri. Jadi dengan kata lain bila dalam perjanjian itu
seorang tidak mempunyai sesuatu hak berdasarkan perjanjian yang
dibuatnya maka orang tersebut tidak dapat membuat perjanjian untuk orang
ketiga.
Kemudian mengenai tuntutan pemenuhan janji untuk kepentingan
pihak ketiga Hoge Raad menentukan arrest bahwa hanya pihak ketiga yang
telah menyatakan kehendaknya akan menerima janji tersebut dapat menuntut
pemenuhannya, sedangkan orang yang meminta ditetapkannya suatu janji
bagi pihak ketiga tidak dapat menuntut lagi pelaksanaan pemenuhan
perjanjian itu kecuali dalam perjanjian telah ditetapakan bahwa hak
menuntut itu tetap diberikan kepada pihak perjanjian itu.
Ketentuan tentang dibolehkannya janji untuk pihak ketiga juga dapat
ditemukan dalam putusan hakim common law seperti dalam kasus Trident
General Insurance VS McNice Bros.Pty.Ltd. Dalam kasus ini terdapat
perjanjian asuransi yang menyangkut penanggungan terhadap umum
sehubungan dengan pekerjaan konstruksi pabrik. Polis asuransi itu terkenal
dengan nama polis blue circle adalah untuk menanggung tertanggung atas
tanggung jawab tertanggung terhadap pihak ketiga (atau terhadap orang
yang tidak bekerja pada tertanggung) bila terjadi kecelakaan berhubungan
dengan pekerjaan konstruksi tersebut terhadap kasus ini kemudian
pengadilan banding New South Wales mengabulkan tuntutan kontraktor
yang pada kenyataannya bukan pihak dalam perjanjian.
Adapun alasan bagi keputusan tersebut adalah dalam hal suatu pihak
ketiga disebut atau dicakup dalam suatu polis asuransi sebagai pihak yang
tertanggung maka pihak ketiga tersebut dapat menuntut pelaksanaan
asuransi walaupun bukan sebagai pihak dalam perjanjian asuransi.itu ..105
Kemudian dalam masalah yang sama Prof. Mariam Darus Badrulzaman
berpendapat
..... bahwa yang dimaksud dengan subjek perjanjian adalah pihak-pihak
yang terikat dengan diadakannya suatu perjanjian, yang dapat dibedakan
atas 3 golongan yakni :
1) Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri
105

Hardijan Rusli. Hukum Perjanjian Indonesia Dan Common Law. Cet-1. Jakarta. Pustaka
Sinar Harapan. 1992. hal 41-42

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

100
2) Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya
3) Pihak ketiga 106
Pihak-pihak dalam perjanjian diatur secara sporadis di KUHPerdata yaitu di
dalam Pasal 1315, 1340, 1317, dan 1318.
Atas dasar uraian dari asas kepribadian tersebut yang didukung oleh
beberapa pasal dalam KUHPerdata, maka penulis sampai pada satu kesimpulan
bahwa pada dasarnya dalam sebuah perjanjian apakah itu perjanjian yang bernama
atau tidak bernama pihak yang terkait di dalamnya dapat dibagi atas pihak
pertama (kreditur), pihak kedua (debitur) dan pihak ketiga. Dengan mengacu
pada pembagian tersebut, maka dalam sebuah proses jual beli software secara
elektronik penulis juga akan membagi para pihak atas tiga kelompok besar yaitu :
pihak pembeli/konsumen/customer, pihak penjual/produsen/pengusaha/merchant,
dan pihak ketiga yang dapat meliputi ISP, pihak penyedia jasa keuangan dan jasa
pengiriman
Terlepas dari itu semua ada satu hal yang pasti jika berbicara mengenai
kegiatan jual beli software yaitu selain beberapa pihak yang telah disebutkan di
atas

maka

akan

juga

melibatkan

dan

mengikutsertakan

pihak

produsen/pabrikan/vendor di dalamnya, untuk itu pada uraian selanjutnya penulis


akan mencoba untuk menguraikan pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian jual
beli tersebut disertai dengan penjelasan mengenai kewajiban yang mengikutinya.
a). Pihak Penjual/merchant/pengusaha
Penjual merupakan pihak yang menawarkan produk melalui internet oleh
karena itu seorang penjual wajib memberikan informasi secara benar dan jujur
106

Mariam Darus Badrulzaman I. Op:cit: 7

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

101
atas produk yang ditawarkan kepada pembeli atau konsumen. Di samping itu
penjual juga harus menawarkan produk yang diperkenankan oleh undang-undang,
maksudnya barang yang ditawarkan tersebut bukan barang yang bertentangan
dengan peraturan undang-undang, tidak rusak ataupun mengandung cacat
tersembunyi, sehingga barang yang ditawarkan tersebut adalah barang yang layak
untuk diperjualbelikan. Dengan demikian transaksi jual beli tidak menimbulkan
kerugian bagi siapapun yang membelinya.
Karena Indonesia belum memiliki perangkat yang khusus mengatur tentang
transaksi elektronik maka ada baiknya kita tinjau ketententuan KUHPerdata dan
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen untuk melihat seberapa
jauh kewajiban yang dibebankan kepada pengusaha atau penjual dalam
menjalankan usahanya.
Kewajiban dari penjual dapat dijumpai pada Pasal 1474 KUHPerdata yang
pada pokoknya mewajibkan penjual untuk :
1) Menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli
2) Memberi tanggungan atau jaminan bahwa barang yang dijual tidak
mempunyai sangkutan apapun baik berupa tuntutan atau pembebanan.
Namun untuk menguraikan tentang kewajiban dari pihak merchant di sini
penulis tidak akan berdasarkan pada aturan dalam KUHPerdata karena telah ada
Undang-undang konsumen yang merupakan lex specialis yang ada mengatur
tentang hal tersebut.
Dalam UU Perlindungan Konsumen mengenai kewajiban dari pelaku usaha
diatur dalam Pasal 7 yang terdiri dari :
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

102
1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan
dan pemeliharaan.
3) Memberlakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur dan tidak
diskriminatif.
4) Menjamin

mutu

barang

dan/atau

jasa

yang

diproduksi

dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standard mutu yang berlaku.


5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa dan juga memberikan garansi atas barang yang dibuat
dan/atau diperdagangkan.
6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian.
Apabila transaksi jual beli dilakukan dengan sistem pesanan maka pelaku
usaha atau penjual harus menyepakati kesepakatan yang telah dibuat dengan
konsumen atau pembeli sehingga tidak melampaui batas waktu yang telah
diperjanjikan. Bagi para pelaku usaha atau penjual yang menawarkan produknya
melalui suatu iklan, tidak diperkenankan mengelabui konsumen mengenai
kualitas, kwantitas, bahan, kegunaan, harga barang atau jasa, jaminan/garansi atas
barang dan/atau jasa, dan tidak diperbolehkan memberikan informasi yang salah
mengenai barang dan/atau jasa yang ditawarkan termasuk resiko pemakaian serta
hal lain yang dianggap melanggar etika periklanan.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

103
Dalam jual beli software secara elektronik sangat terbuka kemungkinan
rahasia-rahasia konsumen diketahui oleh pihak merchant, terutama rahasia-rahasia
mengenai credit card dari pembeli dan hal ini sangat rawan untuk disalahgunakan.
Mengenai hal ini pasal 2:16 UPPICs mengatur tentang kewajiban menjaga
kerahasiaan sebagai salah satu prinsip dalam kontrak komersial internasional
(UNIDROIT).
Ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa para pihak pada dasarnya tidak
wajib menjaga rahasia, tetapi ada informasi yang memiliki sifat rahasia sehingga
perlu dirahasiakan dan dimungkinkan adanya kerugian yang harus dipulihkan.
Apabila tidak ada kewajiban yang disepakati para pihak pada dasarnya tidak wajib
untuk memperlakukan bahwa informasi yang mereka pertukarkan sebagai hal
yang rahasia. Dengan kata lain, apabila para pihak bebas menentukan fakta mana
yang relevan dengan transaksi yang sedang dinegosiasi, informasi tersebut
dianggap bukan rahasia, yakni informasi yang pihak lain dapat membukanya
kepada orang ketiga atau dapat menggunakannya untuk kepentingan sendiri
walaupun kontrak tidak berhasil dibuat 107. Berdasarkan hal tersebut dapatlah
penulis katakan bahwa informasi kartu kredit yang konsumen berikan kepada
merchant dapat dikategorikan sebagai informasi yang bersifat rahasia dan sudah
menjadi kewajiban dari merchant untuk menjaga kerahasiaannya.
b). Pihak Pembeli/Konsumen
Adapun mengenai kewajiban dari pihak konsumen seperti yang tercantum
dalam Pasal 5 UU Perlindungan Konsumen meliputi :

107

Mariam Darus Badrulzaman II. Op:cit. 186-187

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

104
1) Kewajiban untuk membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan
keselamatan.
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Sementara itu kewajiban dari pembeli yang terdapat dalam ketentuan
KUHPerdata yaitu :
1) Kewajiban membayar harga (Pasal 1513 KUHPerdata). Pembeli harus
menyelesaikan pelunasan harga bersama dengan penyerahan barang. Pembeli
yang menolak melakukan pembayaran berarti telah melakukan perbuatan
melawan hukum
2) Adapun tempat dan saat pembayaran apabila tidak ditentukan lain dalam
perjanjian pada prinsipnya bersamaan dengan tempat dan saat penyerahan
barang.
3) Hak menunda pembayaran, hak menangguhkan atau menunda pembayaran
terjadi karena adanya gangguan yang dialami oleh pembeli atas barang yang
dibelinya sehingga pembeli benar-benar terganggu untuk menguasai barang
tersebut, gangguan tersebut misalnya hak hipotik pihak ketiga yang masih
melekat pada barang.
Hak menunda pembayaran ditujukan untuk melindungi pembeli dari
kesewenangan penjual yang tidak bertanggung jawab, hak menangguhkan
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

105
pembayaran akibat gangguan berakhir sampai ada kepastian lenyapnya ganguan.
Kemudian karena tidak ada diatur dalam undang-undang, maka analogi Pasal
1500 KUHPerdata dapat digunakan dalam hal jika yang tergangu hanya sebagian
saja maka pembeli dapat memilih untuk melakukan pembatalan jual beli atau jual
beli jalan terus dan menangguhkan pembayaran hanya untuk sejumlah harga
bagian yang terganggu saja.
Jika pembeli tidak melunasi pembayaran atau menangguhkan pembayaran
tanpa alasan maka menurut Pasal 1517 KUHPerdata penjual dapat menuntut
pembatalan jual beli. Keingkaran melakukan pembayaran telah menempatkan
pembeli dalam keadaaan lalai, dimana keadaan lalai tersebut merupakan dasar
hukum untuk menempatkan seseorang dalam keadaan wanprestasi.
Kemudian dalam hal jual beli barang bergerak jika dalam persetujuan
ditetapkan jangka waktu pembeli mengambil barang tetapi tidak ditepati pembeli,
jual beli dengan sendirinya batal tanpa memerlukan teguran lebih dahulu dari
penjual. 108
Namun dalam perdagangan secara elektronik terkhusus dalam jual beli
software secara elektronik pada dasarnya aturan-aturan dalam KUHPerdata
tentang kewajiban dari pembeli tersebut tidak dapat sepenuhnya diterapkan
misalnya kita ambil contoh dalam hal penundaan pembayaran, dengan penerapan
standard kontrak oleh merchant mustahil pembeli dapat meminta penundaan
pembayaran atau pembayaran yang sebagian, karena sifat dari perjanjian baku
yang take it or leave it.

108

M.Yahya Harahap. Op:cit. 201-202

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

106
c). Pihak ketiga.
Perjanjian jual beli software secara elektronik merupakan bagian dari ecommerce yang multi aspek. Dalam e-commerce terdapat banyak pihak yang
terkait di dalamnya. Misalnya ISP, jasa pengiriman, jasa keuangan dan lain-lain.
Mengenai bentuk kewajiban dari banyaknya pihak yang terkait dalam
sebuah proses jual beli secara elektronik, ada baiknya kita tinjau kembali apa yang
diuraikan sebelumya mengenai asas kepribadian, yang antara lain menyatakan
pada dasarnya sesuatu yang berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu
sendiri, asas ini merupakan asas pribadi (Pasal 1315 j.o Pasal 1340). Para pihak
tidak dapat mengadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga kecuali dalam apa
yang disebut janji guna pihak ketiga (Pasal 1317).
Menurut Pasal 1340 ayat terakhir KUHPerdata, persetujuan-persetujuan
tidak dapat membawa rugi atau manfaat kepada pihak ketiga selain yang diatur
dalam pasal 1317 KUHPerdata. Dengan demikian asas seseorang tidak dapat
mengikatkan diri selain atas nama sendiri mempunyai suatu kekecualian yaitu
dalam bentuk yang dinamakan janji untuk pihak ketiga.

109

Jadi bila mengacu pada ketentuan tentang asas kepribadian tersebut maka
pihak ketiga yang tidak ada tercantum dan terikat dalam sebuah perjanjian jual
beli software secara elektronik tidak mempunyai kewajiban dan bebas dari
tuntutan untuk ikut memenuhi isi perjanjian yang ada kecuali ada klusul dalam
perjanjian baku tersebut yang menyatakan tentang hak dan kewajiban dari pihak
ketiga. Misalnya dalam hal pengiriman software setelah jual beli berlangsung

109

Mariam Darus Badrulzaman I. Op:cit 71-72

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

107
sementara dalam perjanjian antara penjual dan pembeli tidak ada disebutkan
kewajiban dari perusahaan pengiriman untuk menanggung kerugian yang diderita
oleh konsumen apabila terjadi keterlambatan pengiriman, maka perusahaan jasa
pengiriman tersebut tidak dapat diminta pertanggungjawabannya atas wanprestasi
yang telah terjadi.
Jadi dapat disimpulkan pihak ketiga baru dapat dituntut untuk memenuhi
kewajibannya apabila keberadaannya, kewajiban atau hak-haknya terdapat dalam
klausul kontrak, pihak ketiga telah menyatakan menerima terhadap klausul
kontrak tersebut, kemudian apabila tidak diperjanjikan lain hanya pihak ketiga
yang dapat meminta pemenuhan prestasi.
Untuk sedikit memahami bagaimana bentuk kewajiban dari pihak ketiga
dalam sebuah proses jual beli software melalui internet berikut ini akan coba
penulis uraikan mengenai kewajiban dari ISP (internet service provider).
ISP adalah pemilik ruang elektronik yang kemudian disebut dengan
website/keybase yang terdiri dari site yang satu dan lain dapat dibedakan, untuk
mengembangkan saluran internet ini ISP dipasarkan ke masyarakat untuk akses ke
internet dengan menggunakan usaha pengembang/penyalur

jasa internet

(internetdienstverlener).
Pengembang ini disebut intellegent agent dari ISP yang akan mempermudah
tugas-tugasnya, misalnya akses terhadap infrastruktur yang diperlukan antara lain
pemeliharaan

(maintenance)

perangkat

lunak,

mengudarakan

site

serta

infrastruktur teknis lainnya. Pengembang (intellectual agent) adalah pelaku bisnis


yang mengadakan kontrak langsung dengan ISP.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

108
ISP dan agent harus online selama 24 jam setiap hari selama 7 hari
perminggu agar dapat dikunjungi para calon konsumen (customer), ISP dan Agen
pada tanggal tertentu harus mengudara bersama situsnya untuk memenuhi janji
terhadap investor.
Batas penyedia jasa ISP atau agen tidak dibedakan secara tegas, di dalam
doktrin ditemukan bermacam-macam jenis penyedia jasa diantaranya yaitu : acces
provider, value added service provider, internet service provider, extranet service
provider. 110
Masing-masing internet acces provider memiliki kebijakan sendiri yang
mereka terangkan kepada pelanggannya sebelum mereka menandatangani
perjanjian. Terdapat perbedaan-perbedaan yang signifikan antara perjanjian yang
dibuat antara on-line service provider seperti Compuserve dan America Online,
yang memiliki jaringan sendiri di samping menyediakan akses kepada internet,
dan internet service provider seperti Uunet dan PSInet yang lebih berorientasi
komersial.
Akses kepada internet dapat diakhiri seketika oleh acces provider yang
bersangkutan apabila terjadi pelanggaran syarat-syarat perjanjian. Di samping
syarat-syarat perjanjian tersebut terdapat pula ketentuan-ketentuan yang
menyangkut sopan santun berkomunikasi melalui internet yang disebut netiquette,
yaitu code of conduct dari internet. Aturan-aturan netiquette dipatuhi secara
sukarela oleh kebanyakan pengguna internet, karena mereka telah memahami dan
menyetujui bahwa mereka mefasilitasi penggunaan yang efesien dari jasa-jasa

110

Ibid. 285-286.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

109
internet dan meminimalkan kesulitan-kesulitan yang timbul dari penyalahgunaan
internet. Nettiquette telah menjadi penting terutama sejak hukum yang tradisional
belum disesuaikan terhadap masalah-masalah baru yang timbul berkaitan dengan
internet dan jasa-jasa internet yang baru.
Internet acces provider dapat pula menghentikan akses terhadap internet
apabila terjadi pelanggaran atas netiquette, seperti mengirimkan banyak sekali
brosur atau surat yang merupakan junk e-mail ke mana-mana. Dalam praktek
adalah biasa dilakukan oleh pihak yang merasa terganggu untuk lengsung
menghubungi internet acces provider dan meminta agar internet acces provider
tersebut memutuskan hubungan si pengganggu apabila gangguan-gangguan
tersebut terjadi. 111

3. Mekanisme Transaksi Jual Beli Software Secara Elektronik


Berbeda dengan jual beli secara konvensional yang umumnya bersifat
sederhana, dalam transaksi jual beli secara elektronik agar dapat terjadi suatu jual
beli dapat berjalan maka pembeli dan penjual harus mengikuti mekanisme
transaksi yang terdiri dari sistem dan syarat transaksi yang harus dipenuhi, untuk
itu pada bagian ini penulis akan mencoba untuk menguraikan tentang sistem
transaksi dan syarat-syarat yang dimaksud.
a). Sistem Transaksi elektronik.
Dalam transaksi secara elektronik (e-commerce) dikenal beberapa sistem
yang berlaku diantaranya yaitu :
1) Order belanja dengan order form
111

Ibid.338-339

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

110
2) Order belanja dengan kereta dorong
3) Order belanja dengan e-mail
4) Order belanja via e-mai
Dari keempat sistem transaksi secara elektronik yang dikenal tersebut,
sistem yang lazim digunakan oleh merchant dalam proses jual beli software
melalui internet yang berbasiskan web yaitu sistem order belanja dengan kereta
dorong. Untuk itu pada pembahasan berikutnya penulis akan membatasi
penjelasan hanya pada sistem order belanja dengan kereta dorong.
1). Order Belanja dengan kereta dorong
Kereta dorong (shopping cart) merupakan sebuah software di sebuah situs
web yang mengijinkan seorang customer melihat-lihat toko dan kemudian
memilih item-item untuk diletakan dalam kereta dorong untuk kemudian
membelinya saat melakukan check out, software ini akan melakukan
penjumlahan terhadap aplikasi pajak penjualan, biaya transportasi pengapalan
barang (jika ada) dan jumlah serta harga total dari barang yang dibeli. Contoh dari
aplikasi ini adalah smart shopping cart.
Dalam sistem order belanja dengan kereta sorong, setelah memasukan itemitem yang telah menjadi pilihan ke dalam keranjang, pembeli dapat memeriksa
barang-barang yang ada dalam keranjang untuk melihat harga atau mengganti
sebuah item dengan item lain. Penggantian item tersebut adalah dengan memberi
tanda cek pada item yang ingin dihapus dan kemudian menekan tombol delet.
2). Syarat Berbelanja Online

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

111
Agar seseorang dapat berbelanja secara online ada beberapa hal yang perlu
dipahami dan dipenuhi oleh konsumen yaitu memiliki payment account dan
passport
a). Payment Account
Payment account harus dimiliki seorang customer yang ingin berbelanja
secara online. Banyak jenis dan tipe payment account (rekening pembayaran)
yang ditawarkan oleh merchant misalnya credit card, e-check, e-money, telephone
billing system dan sebagainya, dengan memiliki persyaratan ini akan dapat terjadi
hubungan antara merchant dan customer karena di sinilah terjadi transaksi di
antara kedua komponen tersebut. Seperti halnya transaksi secara nyata di mana si
pembeli membayar atas barang yang dijual tetapi dilakukan melalui media
elektronik secara online.
Untuk dapat memiliki payment account maka customer harus mendaftarkan
diri ke bank yang menyediakan fasilitas untuk mendapatkan payment account
yang dapat diterima secara internasional misalnya credit card.
b). Memiliki Passport
Sebagian besar transaksi yang dilakukan di internet melibatkan banyak
orang yang terkait di dalamnya, yang terdiri dari orang-orang atau pelaku-pelaku
yang berada di wilayah yang berbeda-beda yang dipisahkan oleh benua dan
negara. Untuk melindungi customer maupun merchant dari kecurangan maka
sebagian besar situs e-commerce setelah transaksi dinyatakan diterima selanjutnya

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

112
customer diminta untuk mengirimkan salinan bukti identitas diri berupa passport
yang merupakan identitas yang diakui secara internasional. 112
3). Sistem Transaksi Jual Beli Software Melalui Internet
Di dunia maya biasanya konsumen melakukan banyak hal, dua yang utama
diantarnya adalah melihat produk-produk atau jasa-jasa yang diiklankan oleh
perusahaan melalui websitenya (online ads), kedua adalah mencari data atau
informasi tertentu yang dibutuhkan berhubungan dengan proses transaksi bisnis
dagang (jual beli) yang akan dilakukan.
Jika tertarik dengan produk atau jasa yang ditawarkan, konsumen dapat
melakukan transaksi perdagangan dengan dua cara:
1. Pertama adalah secara konvensional (standard orders) seperti yang selama ini
dilakukan, baik melalui telepon, faximile, atau langsung datang ke tempat
penjualan produk atau jasa terkait.
2. Kedua adalah melakukan pemesanan secara elektronik (online orders) yaitu
dengan menggunakan perangkat komputer yang dapat ditemukan di mana
saja.
Berdasarkan

pesanan

tersebut,

penjual

produk

atau

jasa

akan

mendistribusikan barangnya kapada konsumen melalui dua jalur (distribution).


Bagi perusahaan yang melibatkan barang secara fisik perusahaan akan
mengirimnya melalui kurir ke tempat pemesan berada. Jalur kedua adalah jalur
yang menarik karena disediakan bagi produk atau jasa yang dapat digitalisasi
(diubah menjadi sinyal digital), misalnya produk-produk semacam teks, gambar
112

Apa Dan Bagaimana E-Commerce. 2002. Yogyakarta. Andi Semarang. Wahana


Komputer. 114-115

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

113
video, termasuk di dalamnya software dapat dikirimkan melalui jalur internet
tanpa perlu dikirimkan secara fisik.
Selanjutnya melalui internet dapat dilakukan aktivitas pasca pembelian,
yaitu pelayanan purna jual melalui jalur konvensional, seperti telepon, e-mail,
chating dan lain-lain. Dari instruksi tersebut diharapkan konsumen dapat datang
kembali dan melakukan pembelian produk atau jasa di kemudian hari. 113
Pada dasarnya dalam jual beli software secara elektronik memiliki bentuk
yang sama dengan sistem jual beli secara elektronik pada

umumya yang

berbasiskan internet dan menggunakan media website seperti misalnya yang


ditawarkan oleh Microsoft, Walmart, Amazon dan merchant-merchant lainnya
baik yang hanya bersifat sebagai penyalur atau langsung sebagai produsen. Untuk
memahami lebih jelas mengenai mekanisme jual beli software secara elektronik
tersebut, yang di dasarkan atas pengamatan penulis maka berikut ini akan uraikan
mekanisme tersebut yang akan dibagi dalam beberapa tahap diantaranya tahap
penawaran, penerimaan, pembayaran, pengiriman dan tahap layanan purna jual.
a). Tahap Penawaran
Seperti telah diuraikan pada pembahasan-pembahasan sebelumnya bahwa
berbeda dengan jual beli konvensional dimana pihak pembeli dan penjual dapat
menjadi penawar namun dalam jual beli secara elektronik hanya penjual yang
dapat menjadi pihak penawar, dan ini berlaku juga dalam jual beli software secara
elektronik.

113

Richardus Eko Indrajit. Op:cit. 7-8

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

114
Hal tersebut dapat kita lihat jika misalnya kita mengunjungi website
Microsoft, Amazon, atau beberapa situs lokal yang meyediakan layanan penjualan
software. Di halaman website tersebut pembeli diberi kesempatan untuk melihatlihat produk pajangan merchant dengan deskripsi produk yang sangat sederhana
(umumnya dimiliki oleh situs-situs lokal) sampai yang lengkap dan sangat
komplit (umumnya dimiliki oleh situs-situs perusahaan besar internasional).
Tapi jika diperhatikan dan dibandingkan akan di dapat gambaran keadaan
bahwa di satu website selain software, merchant juga menawarkan produk-produk
lain seperti misalnya dalam website Amazon.com dan Walmart.com, sedangkan di
website lain misalnya Microsoft.com hanya akan di tawarkan software sebagai
barang dagangannya, menurut hemat penulis keadaan ini lebih disebabkan
perbedaan sifat merchant itu sendiri yang vendor (misalnya Microsoft) dan
supliyer (misalnya amazon).
b). Tahap Penerimaan.
Penawaran dan penerimaan saling terkait untuk menghasilkan suatu
kesepakatan. Dalam menentukan suatu penawaran dan penerimaan dalam
cybersystem ini digantungkan pada keadaan dari cybersystem tersebut.
Penerimaan dapat dinyatakan melalui website, electronic mail (surat elektronik)
atau juga melalui electronic data interchange.
Penjual biasanya bebas untuk menentukan suatu cara penerimaan misalnya
ia menentukan bahwa dalam hal penjualan melalui website atas barang
dagangannya, penawaran dapat ditujukan pada halaman dari e-mail addres calon
pembelinya. Jelas dalam hal ini penerimaan melalui e-mail

cukup karena

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

115
penawaran ini dikirimkan pada e-mail tertentu sehingga sudah jelas hanya
pemegang e-mail itulah yang dituju. Akan tetapi jika penawaran dilakukan
melalui website atau newsgrup, dapat dianggap bahwa penawaran tersebut
ditujukan untuk khalayak ramai. Dengan demikian setiap orang yang berminat
dapat membuat kesepakatan dengan penjual yang menawarkan. Dan ini terjadi
pada praktek perdagangan software secara online yang dilakukan oleh beberapa
merchant, mereka menggunakan media website yang ditujukan untuk khalayak
ramai guna menjaring pembeli yang berniat membeli software mereka.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, dalam transaksi e-commerce melalui
website khususnya jual beli software digunakan sistem belanja kereta sorong
(shoping cart), dimana biasanya pengunjung/calon pembeli akan memilih barang
tertentu yang ditawarkan oleh penjual. Jika memang calon pembeli tertarik,
shoping cart akan menyimpan terlebih dahulu barang yang calon pembeli
inginkan sampai calon pembeli yakin akan pilihannya, setelah yakin dengan
pilihannya calon pembeli akan memasuki tahap pembayaran. Metode pembayaran
ini akan di bahas pada sub bab berikutnya. Dengan menyelesaikan tahap transaksi
ini, pengunjung toko online telah melakukan penerimaan/acceptence sehingga
telah terciptalah kontrak online.
c). Tahap Pembayaran.
Ada berbagai macam bentuk pembayaran yang digunakan dalam suatu
sistem transaksi secara elektronik. Namun bentuk pembayaran yang digunakan di
internet umumnya bertumpu pada sistem keuangan nasional, tetapi ada juga

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

116
beberapa yang mengacu kepada keuangan lokal. Klasifikasi mekanisme
pembayaran dapat dibagi menjdi lima mekanisme utama, yaitu sebagai berikut :
a) Transaksi model ATM, transaksi ini hanya melibatkan institusi finansial dan
pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau mendeposit
uangnya dari account masing-masing.
b) Pembayaran dua pihak tanpa perantara, transaksi dilakukan langsung antara
dua pihak tanpa perantara menggunakan uang nasionalnya.
c) Pembayaran dengan perantara pihak ketiga, umumnya proses pembayaran
yang menyangkut debit, kredit maupun cek masuk dalam kategori ini. Ada
beberapa metode pembayaran yang dapat digunakan, yaitu :
1) Sistem pembayaran kartu kredit online
2) Sistem pembayaran check online.
Sistem pembayaran dengan kartu kredit adalah sistem pembayaran yang
digunakan dalam pembelian software di beberapa merchant online seperti
Walmart, Amazon, Microsoft dan beberapa merchant lokal.
d). Layanan purna jual.
Untuk memberikan kepuasan pada pelanggan umumnya merchant
memberikan layanan purna jual kepada konsumennya, bentuk layanan purna jual
ini ada bermacam-macam, dari yang paling sederhana yaitu hanya terbatas pada
layanan pengiriman sampai kepada layanan penyediaan jalur khusus melalui
telepon atau e-mail kepada konsumen untuk dapat berkomunikasi kepada
merchant berkaitan dengan produk yang dibeli.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

117
Mengenai pengiriman, pengiriman dapat dilakukan dengan cara dikirim
sendiri atau menggunakan jasa pengiriman lainnya atau dengan menggunakan
makanisme download secara langsung. Biaya pengiriman biasanya dihitung dalam
pembayaran, atau bahkan sering kali dikatakan pelayanan gratis terhadap
pengiriman karena sudah termasuk biaya penyelenggaraan pada sistem tersebut. 114

D. Hubungan Antara Jual Beli Umumnya Dengan Jual Beli Secara


Elektronik
Transaksi jual beli atau perdagangan secara elektronik melalui internet (ecommerce) juga merupakan perjanjian jual beli yang sama dengan perjanjian jual
beli secara konvensional yang biasa dilakukan masyarakat hanya saja terletak
pada perbedaan media yang digunakan. Pada transaksi e-commerce kesepakatan
atau perjanjian yang tercipta adalah melalui online karena menggunakan media
elektronik yaitu internet.
Hampir sama dengan perjanjian jual beli umumnya perjanjian jual beli
online juga akan terdiri dari penawaran dan penerimaan sebab suatu kesepakatan
selalu diawali dengan adanya penawaran oleh salah satu pihak dan penerimaan
oleh pihak lain. 115
1). Penawaran
Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua
atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk
dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan dan
114
115

Edmon Makarim I. Op:cit. 260-263


Ibid. 228

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

118
siapa yang harus melaksanakan. Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada
kesepakatan mengenai hal-hal tersebut maka salah satu atau lebih pihak dalam
perjanjian akan menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk pernyataan mengenai
apa yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan berbagai macam persyaratan
yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh para pihak,
pernyataan yang disampaikan itu dikenal dengan nama penawaran.
Jadi penawaran itu berisikan kehendak dari salah satu atau lebih pihak dalam
perjanjian yang disampaikan kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh
persetujuan dari lawan pihaknya tersebut pihak lawan dari pihak yang melakukan
penawaran selanjutnya harus menentukan apakah ia harus menerima penawaran
tersebut. Apabila tawaran tersebut diterima maka tercapailah kesepakatan,
sedangkan jika pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran tidak
menyetujui penawaran yang disampaikan tersebut maka ia dapat mengajukan
penawaran balik yang memuat ketentuan-ketentuan yang dianggap dapat dipenuhi
atau sesuai dengan kehendaknya yang dapat dilaksanakan atau diterima olehnya,
dalam hal yang demikian maka kesepakatan belum tercapai.
Keadaan tawar menawar ini akan terus berlanjut sehingga pada akhirnya
kedua belah pihak mencapai kesepakatan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi
dan dilaksanakan oleh para pihak dalam perjanjian tersebut. Saat penerimaan yang
paling akhir dari rangkaian penawaran atau tawar menawar yang diajukan oleh
para pihak adalah saat tercapainya kesepakatan. Hal ini adalah benar untuk

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

119
perjanjian konsensuil dimana kesepakatan dianggap terjadi pada saat penerimaan
dari penawaran yang disampaikan terakhir. 116
Dalam perjanjian konsensuil seperti yang tersebut di atas secara prinsip telah
diterima bahwa saat tercapainya kesepakatan adalah saat penerimaan dari
penawaran yang terakhir disampaikan. Hal tersebut secara mudah dapat kita temui
jika para pihak yang melakukan penawaran dan permintaan bertemu secara fisik
sehingga para pihak mengetahui secara pasti kapan penawaran yang disampaikan
diterima dan disetujui oleh pihak lainnya.
Kondisi yang berbeda akan ditemui dalam sebuah proses jual beli melalui
internet dimana walaupun tetap terdiri dari penerimaan dan penawaran namun
para pihak di dalamnya tidak bertemu secara fisik. Dalam transaksi e-commerce
khususnya

to

yang

dapat

melakukan

penawaran

hanyalah

merchant/produsen/penjual yang mengajukan produk dan jasa pelayanan dengan


memanfaatkan website, dan tidak disediakan mekanisme penawaran balik oleh
pembeli yang tidak setuju atas penawaran yang dilakukan penjual sebagaimana
halnya apabila para pihak bertemu secara fisik atau dengan kata lain penawaran
bersifat satu arah.
Para penjual menyediakan semacam storefront yang berisikan katalog
produk dan pelayanan yang diberikan dan para pembeli seperti berjalan-jalan di
depan toko-toko dan melihat barang-barang di depan etalase. Keuntungan jika
berbelanja di depan toko online adalah kita dapat melihat dan berbelanja kapan
saja dan dimana saja tanpa dibatasi oleh jam buka toko.

116

Kartini Muljadi. Op:cit. 95-96

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

120
Dalam website tersebut biasanya disampaikan barang-barang yang
ditawarkan, harganya, nilai rating, atau poll otomatis tentang barang itu yang diisi
oleh pembeli sebelumnya, spesifikasi tentang barang dan menu produk lain yang
berhubungan, penawaran ini terbuka bagi semua orang, semua orang yang tertarik
dapat melakukan windows shopping di toko online dan jika tertarik transaksi
dapat dilakukan. 117

2). Penerimaan
Penerimaan dan penawaran saling terkait untuk menghasilkan suatu
kesepakatan. Dalam menentukan suatu penawaran dan penerimaan di dalam
cybersystem digantungkan pada keadaan dari cybersystem tersebut, penerimaan
dapat dinyatakan melalui website, electronic mail (surat elektronik) atau juga
melalui electronic data interchange. Suatu cara penerimaan biasanya bebas
ditentukan oleh penjual baik melalui e-mail yaitu penawaran dikirimkan kepada email tertentu yang dituju atau melalui website/newsgrup yang penawarannya
ditujukan untuk khalayak ramai sehingga setiap orang yang berminat dapat
membuat kesepakatan dengan penjual yang menawarkan.
Dalam transaksi e-commerce melalui website, biasanya penerimaan atas
tawaran akan ditindaklanjuti oleh pembeli/calon pembeli dengan memilih barang
tertentu yang ditawarkan oleh penjual ,kemudian shopping cart akan menyimpan

117

Edmon Makarim. Op:cit. 228-229

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

121
terlebih dahulu barang yang calon pembeli inginkan sampai calon pembeli yakin
akan pilihannya, setelah yakin calon pembeli akan memasuki tahap pembayaran.
Dengan menyelesaikan tahap transaksi ini maka dengan demikian pengunjung
toko online telah melakukan penerimaan/acceptance dan dengan demikian telah
terciptalah kontrak online. 118
Suatu penawaran dan penerimaan tawaran dapat dinyatakan dalam bentuk
data massage, dan suatu kontrak tidak dapat ditolak keabsahan dan kekuatan
hukumnya jika data-data tersebut digunakan sebagai format dari kontrak. Pihakpihak yang melakukan offer dan acceptance dikatakan sebagai anginator yaitu
sebagai pihak yang melakukan pengiriman data dan pihak yang menerima disebut
sebagai addreses.
Bila kita bandingkan proses penawaran, penerimaan hingga terjadinya atau
terciptanya kontrak online dalam transaksi jual beli secara elektronik
dibandingkan dengan penawaran, penerimaan hingga terjadinya kesepakatan dan
perjanjian dalam perjanjian jual beli umumnya, maka akan terdapat perbedaan
bahwa sesuai dengan asas konsensualisme maka dalam perjanjian jual beli pada
umumnya hanya dengan adanya kesepakatan para pihak maka perjanjian jual beli
telah terjadi. Berbeda dengan jual beli secara elektronik bila kita mengacu pada
proses yang mewajibkan terselesaikannya tahap-tahap transaksi agar dapat terjadi
perjanjian atau kesepakatan maka setidaknya menurut pandangan KUHPerdata
sebuah perjanjian jual beli secara elektronik tidak cukup terikat pada asas atau
perjanjian konsensuil tetapi lebih mengarah kepada suatu perjanjian formil dimana

118

Ibid. 229-230

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

122
kesepakatan baru terjadi dan ada pada saat formalitas yang disyaratkan telah
terpenuhi dan perjanjian riil yang menyatakan lahirnya kesepakatan adalah saat
dimana pihak lawan yang disyaratkan untuk melakukan suatu perbuatan rill telah
melakukan tindakan atau perbuatan riil yang disyaratkan.

BAB IV
TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN TERHADAP TANGGUNG JAWAB
PARA PIHAK ATAS WANPRESTASI YANG TERJADI DALAM JUAL
BELI SOFTWARE SECARA ELEKTRONIK

A. Pengertian Perjanjian Secara Elektronik


Kehadiran sebuah sistem informasi elektronik di tengah-tengah kehidupan
manusia ternyata membawa banyak sekali perubahan paradigma paper based
dalam melakukan kegiatan transaksi, arsip, pembuatan perjanjian dan lain
sebagainya, dicoba untuk digeser menjadi elektronic based. Hal ini dilakukan

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

123
bukan hanya karena mengikuti perubahan teknologi saja akan tetapi juga karena
dengan sistem elektronik diyakini akan terjadi efesiensi biaya sekitar 30%. 119
Keberadaan ketentuan hukum mengenai perikatan melalui sistem elektronik
sebenarnya akan tetap valid kerena ia akan mencakup atau mengakui semua media
yang digunakan untuk melakukan perjanjian misalnya transaksi, baik dengan
media kertas (paper based) maupun dengan media elektronik (electronic based).
Namun dalam prakteknya sering kali disalahpahami oleh masyarakat bahwa yang
namanya perjanjian misalnya dalam hal transaksi dagang harus dilakukan secara
hitam di atas putih, sebenarnya hal tersebut adalah dimaksudkan agar perjanjian
tersebut lebih mempunyai nilai kekuatan pembuktian, jadi fokusnya bukanlah
formil kesepakatannya melainkan meteriil hubungan hukum itu sendiri.
Sebagaimana diredaksikan dalam RUU Informasi dan Transaksi Elektronik
(RUU ITE) yang menyatakan bahwa .. kontrak elektronik adalah perjanjian
yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya (Pasal 1
angka 18), maka online kontrak sebenarnya lebih ditujukan dalam lingkup
perjanjian yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan
(networking) dari sistem informasi berbasiskan komputer (computer based
information system) dengan sistem komunikasi yang berdasarkan atas jaringan
dan jasa telekomunikasi (telecomunication based) yang selanjutnya difasilitasi
oleh keberadaan jaringan komputer global internet (network of networks). 120
1. Legalitas Transaksi

119

Kepastian Hukum Atas Sistem Elektrionik. Rendy W Prasetio. 31/7/2004.


http://www.lkht.net/artikel lengkap.php?id=18
120
Edmon Makarim II. Loc:cit
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

124
Seperti telah disinggung sebelumya perjanjian dalam transaksi elektronik
(electronic commerce) sebenarnya tidak berbeda dengan perjanjian pada
umumnya hanya saja pejanjian melalui dunia maya dilakukan melalui media
elektronik, syarat sahnya perjanjian pun dilakukan dengan proses penawaran
hingga terjadi kesepakatan, perbedaan yang sederhana salah satunya hanya pada
tanda tangan tinta basah yang selama ini digunakan dalam menandai telah
adanya kesepakatan para pihak dalam perdagangan konvensional diganti dengan
tanda tangan digital (digital signatur), yaitu suatu prosedur teknis untuk menjamin
bahwa para pihak tidak bisa memungkiri keberadaannya sebagai subjek hukum
yang terikat dalam perjanjian transaksi elektronik artinya fungsi digital signatur
tersebut dapat menjadi dasar sahnya suatu perjanjian yang merupakan sumber
perikatan bagi para pihak walaupun secara fisik para pihak tadi tidak bertemu.
Berdasarkan UNCITRAL model law electronic commerce 1996, ada dua
aspek yang dapat digunakan sebagai tanda keabsahan serta pengakuan terhadap
suatu kontrak elektronik yaitu : writing required dan signature required
a. Writing required (tulisan yang dikehendaki atau dibutuhkan)
Bentuk tulisan menurut ketentuan Pasal 5 dalam model hukum secara eksplisit
memberikan nilai legal yang sama kepada transmisi atau dokumen elektronik
seperti halnya dalam bentuk tertulis. Penyamaan nilai legal antara transmisi
elektronik dengan bentuk tertulis ini dimaksudkan untuk mempermudah posisi
transmisi ini sehingga dapat digunakan sebagai alat yang nyata dalam
pembuktian dan sebagai salah satu pendekatan yang relatif paling mudah
sebagai solusi yang ditawarkan.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

125
b

Signature required (tanda tangan yang dikehendaki)


Tanda tangan dalam model hukum secara eksplisit memberi solusi teknis yang
pas dan sama nilai legalnya dengan tanda tangan tradisional, yang dalam
maksud-maksud tertentu para pihak dapat menyetujui jika mereka mau. 121
Kemudian apabila permasalahan legalitas perjanjian secara elektronik ini

kita kaitkan dengan legalitas perjanjian yang ada diatur dalam KUHPerdata maka
suatu perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi empat syarat yang
terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, selanjutnya untuk melihat lebih jelas pola
hubungan antara legalitas perjanjian secara elektronik dengan apa yang diatur
dalam Pasal 1320 tersebut maka akan diuraikan lebih lanjut di bawah ini.
a). Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Suatu kesepakatan akan selalu diawali dengan adanya suatu penawaran oleh
satu pihak dan akan dilanjutkan dengan adanya tanggapan berupa penerimaan
oleh pihak lain dan kesepakatan tidak akan terjadi kalau penawaran tersebut tidak
ditanggapi atau direspon oleh pihak lainnya.
Dalam sebuah perjanjian secara elektronik kita ambil contoh kontrak dagang
elektronik (e-commerce) maka kesepakatan dalam transaksi melalui e-commerce
tidak akan diberikan secara langsung melainkan melalui media elektronik dalam
hal ini adalah internet, berbeda dengan perjanjian jual beli secara langsung dimana
kesepakatan akan dapat dengan mudah diketahui.
Dalam sebuah makanisme e-commerce proses terciptanya penawaran dan
penerimaan dapat menimbulkan keragu-raguan tentang kapan terciptanya suatu
121

Aspek Hukum Perjanjian Perdagangan Dalam Transaksi Elektronik (electronic


http://www.umy.ac.id/hukum/download/aspek
hukum
transaksi
commerce).
elektronik.pdf

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

126
kesepakatan. Negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa
telah memberikan garis petunjuk kepada para negara anggotanya dengan
memberikan sistem 3 klik. Cara kerja sistem 3 klik ini adalah :
Pertama, setelah calon pembeli melihat di layar komputer adanya penawaran dari
calon penjual (klik pertama), maka si calon pembeli memberikan penerimaan
terhadap penawaran tersebut (klik kedua), dan kemudian masih disyaratkan
peneguhan dan persetujuan dari calon penjual kepada pembeli perihal diterimanya
penerimaan dari calon pembeli (klik ketiga).
Sistem tiga klik ini jauh lebih aman dari pada sistem dua klik yang berlaku
sebelumnya, sebab dalam sistem dua klik penjual dapat mengelak dengan
mengatakan kepada calon pembeli bahwa ia tidak pernah menerima penerimaan
dari calon pembeli dan ini tentunya akan merugikan calon pembeli.
Dalam hukum Indonesia belum ada ketentuan semacam ini, tidak ada
kewajiban dari penjual untuk melakukan konfirmasi kepada pembeli yang akan
merugikan pembeli karena pembeli tidak mengetahui apakah pesanannya telah
diterima atau belum dan jika terjadi wanprestasi akan sulit untuk menghitung
kapan terjadinya wanprestasi.
b). Kecakapan untuk membuat sesuatu perikatan
Masalah kedewasaan adalah merupakan bagian pokok dalam menentukan
apakah seorang itu cakap atau tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum.
Dalam sistem hukum Indonesia khususnya dalam KUHPerdata masalah
kecakapan dan kedewasaan telah diatur dengan jelas.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

127
Berbeda dengan dunia nyata dalam dunia maya (cyber) sangat sulit untuk
menentukan seorang yang melakukan pejanjian telah dewasa atau tidak berada di
bawah pengampuan, mengingat proses penawaran dan penerimaan tidak secara
langsung dilakukan akan tetapi melalui media virtual yang rawan penipuan, dalam
hal ini jika yang melakukan transaksi adalah orang yang tidak cakap maka pihak
yang dirugikan dapat menuntut agar perjanjian tersebut dibatalkan. 122
c). Suatu hal tertentu
Hal tertentu menurut undang-undang adalah prestasi yang menjadi pokok
perjanjian yang bersangkutan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling
sedikit harus ditentukan jenisnya, undang-undang tidak mengharuskan barang
tersebut sudah ada atau belum di tangan debitur pada saat perjanjian dibuat dan
jumlahnya juga tidak perlu disebutkan asal saja kemudian dapat dihitung atau
ditetapkan.
Ada barang tertentu yang tidak boleh diperjualbelikan dalam transaksi ecommerce seperti halnya memperjualbelikan hewan, kemudian ada barang-barang
yang tidak dapat dijual melalui kesepakatan online karena adanya kendala-kendala
misalnya jual beli tanah yang harus dituangkan dalam akta yaitu akta PPAT,
untuk saat ini pembuatan akta itu tidak dimungkinkan dibuat secara online dan
harus dilakukan secara langsung (tatap muka).
d). Suatu sebab yang halal

122

Edmon Makarim I. Op:cit. 234-236

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

128
Sebab yang halal adalah isi dari perjanjian dan bukan sebab para pihak
mengadakan perjanjian, isi perjanjian tersebut haruslah sesuai dengan undangundang dan tidak berlawanan dengan kesusilaan baik dan ketertiban umum.
2. Kedudukan Perjanjian Baku Dalam Online Contract
Terms of conditions atau terms of use adalah contoh dari penerapan dari
praktek klausula baku dalam perjanjian secara elektronik yang biasanya dipakai
dalam transaksi jual beli melalui internet, penggunaan klausula baku sebagaimana
kita ketahui dalam kebanyakan transaksi di cyber space menyebabkan konsumen
tidak memiliki pilihan lain selain tinggal mengklik icon yang menandakan
persetujuan atau apa yang dikemukakan produsen dalam websitenya tanpa adanya
posisi yang cukup fair bagi konsumen untuk menentukan isi klausul.
Namun seperti telah diketahui dalam transaksi e-commerce tidak akan ada
proses tawar menawar seperti pada transaksi jual beli di pasar secara langsung.
Barang dan harga yang ditawarkan terbatas dan telah ditentukan oleh penjual, jika
pembeli tidak setuju atau tidak sepakat maka pembeli bebas untuk tidak
meneruskan transaksi. Selanjutnya pembeli dapat mencari website atau toko
online lainnya yang lebih sesuai dengan keinginannya.
Bahkan pada keadaan tertentu transaksi e-commerce sebagai suatu perjanjian
juga dapat dibatalkan. Pembeli yang telah menyepakati barang dan harga masih
punya kesempatan untuk membatalkan perjanjian jual beli dengan fasilitas
cancel on order tetapi dengan catatan barang belum masuk pada tahap
pengiriman. 123

123

Ibid.237

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

129
Mekanisme yang demikian juga dapat diterapkan dan dipakai konsumen
dalam menghadapi fenomena klausula baku yang ditawarkan oleh produsen atau
penjual, setelah membaca term of use tersebut yang dapat meliputi berbagai
macam hal seperti tentang cara pembayaran, ketentuan garansi, pengiriman
ataupun pilihan hukum, maka pilihan ada pada pembeli apakah akan menyetujui
atau akan meninggalkannya.
Lazimya format kontrak yang digunakan di lingkungan masyarakat
elektronik adalah kontrak baku yang biasa dinamakan take it or leave it contract.
Kontrak baku ini selalu dipersiapkan oleh pihak kreditur secara sepihak. Di dalam
kontrak itu lazim dimuat syarat-syarat yang membatasi kewajiban kreditur, syaratsyarat itu dinamakan eksonerasi klausules atau ezxemption clause yang
memberikan dua alternatif diterima atau ditolak. 124

B. Kedudukan Pacta Sunt Servanda Dalam Jual Beli Secara Elektronik


E-commerce terletak dalam bidang hukum perdata, sebagai sub sistem dari
hukum perjanjian, maka e-commerce memiliki asas-asas yang sama dengan
hukum perjanjian, seperti : asas kebebasan berkontrak, asas konsensual, asas
itikad baik, asas keseimbangan, asas kepatutan, asas kebiasaan, asas ganti rugi,
asas keadaan memaksa (force majeur), asas kepastian hukum, asas kepercayaan
(vertrouwensbeginsel), asas kekuatan mengikat, asas persamaan hukum, asas
keseimbangan, asas kepatutan, asas internasional (global), asas yurisdiksi di

124

Mariam Darus Badrulzaman II. Op:cit. 285

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

130
dalam dunia maya, asas informasi, asas kerahasiaan, asas pengamanan, asas
standart kontrak, asas elektronik, asas domain, asas kuasa, asas penyerahan. 125
1. Asas-Asas Perjanjian
Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam bab II
buku III dengan judul tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak
atau perjanjianperjanjian dengan menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.
Perumusan yang demikian memperlihatkan bahwa suatu perjanjian adalah ;
d) Suatu perbuatan
e) Antara sekurang kurangnya dua orang
f) Perbuatan tersebut melahirkan perikatan diantara para pihak
Perbuatan di sini mengandung maksud bahwa perjanjian hanya mungkin
terjadi jika ada suatu perbuatan nyata, yang tidak terbatas dalam bentuk pikiran
atas dasar inilah kemudian dikenal adanya perjanjian konsensuil, perjanjian formil
dan perjanjian riil.
Bagian kedua dari unsur Pasal 1313 tersebut menyatakan bahwa antara
sekurang-kurangnya dua orang menunjukan bahwa suatu perjanjian tidak
mungkin dibuat sendiri. Lalu pada bagian selanjutnya dinyatakan perbuatan
tersebut melahirkan perikatan diantara para pihak, mempertegas bahwa debitur
pada satu pihak sebagai pihak yang berkewajiban dan kreditur pada pihak lain
yang berhak atas pelaksanaan prestasi oleh debitur.

125

Ibid. 282

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

131
Dalam rangka menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang
dimiliki para pihak, sebelum perjanjian yang dibuat mengikat para pihak maka
oleh KUHPerdata diberikan berbagai asas umum yang menjadi batas serta
pedoman dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat, yaitu :
asas personalia, asas konsensualitas, asas kebebasan berkontrak, asas perjanjian
berlaku sebagai undang-undang, asas kepercayaan, asas kekuatan mengikat, asas
persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas
kepatutan.
a) Asas Personalia
Asas personalia diatur dan dicantumkan dalam ketentuan Pasal 1315
KUHPerdata, yang berbunyi :
pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri
atau minta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri.
Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian
yang dibuat oleh seorang dalam kapasitasnya sebagai individu subjek hukum
pribadi hanya berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri (asas personalia),
namun lebih jauh dari itu ketentuan Pasal 1315 juga memberikan kewenangan
bertindak dari seorang yang membuat atau mengadakan perjanjian. Kewenangan
yang dimaksud yaitu kewenangan bertindak sebagai individu pribadi sebagai
subjek hukum pribadi yang mandiri yang memiliki kewenangan bertindak untuk
dan atas nama dirinya sendiri.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

132
Dengan kapasitas kewenangan tersebut bila dikaitkan dengan lapangan
perikatan, maka harta kekayaan yang dimiliki oleh orang pribadi tersebut akan
terikat dalam perikatan, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata.
Apabila orang perorangan tersebut melakukan tindakan hukum dalam
kapasitasnya yang berbeda yaitu tidak untuk kepentingan dirinya sendiri, maka
kewenangan tersebut harus disertai dengan bukti-bukti. Pada umumnya sesuai
dengan asas personalia yang diberikan oleh Pasal 1315 KUHPerdata, maka
masalah kewenangan bertindak seorang sebagai individu dapat kita bedakan
dalam :
1. Untuk dan atas nama serta bagi kepentingan diri sendiri
2. Sebagai wakil dari pihak tertentu, mengenai perwakilan ini dapat dibedakan
ke dalam
a) Kewenangan sebagai wakil badan hukum dalam hubungannya dengan
pihak ketiga.
b) Perwakilan yang ditetapkan oleh hukum, misalnya bentuk kekuasaan
orang tua dan kurator.
3. Sebagai kuasa dari orang atau pihak yang memberikan kuasa.
b) Asas Konsensualitas
Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata merupakan dua pasal yang didalamnya
terdapat ketentuan mengenai asas konsensualisme. Dalam ketentuan Pasal 1320
KUHPerdata penyebutannya tegas sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata
ditemukan dalam istilah semua yang menunjukan bahwa setiap orang diberi

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

133
kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will) yang dirasa baik untuk
menciptakan perjanjian.

126

Asas konsensualisme memperlihatkan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian


yang dibuat secara lisan oleh dua orang atau lebih telah mengikat dan melahirkan
kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian, segera setelah pihakpihak tersebut mencapai kesepakatan atau konsensus. Ini berarti pada prinsipnya
perjanjian itu tidak memerlukan formalitas atau disyaratkan harus adanya tindakan
nyata tertentu.
Asas konsensualitas merupakan ketentuan umum yang melahirkan
perjanjian konsensuil, sebagai pengecualian asas konsensualitas ini terdapat pada
perjanjian formil dan perjanjian riil, karena dalam dua perjanjian tersebut
kesepakatan saja belum mengikat para pihak yang berjanji.

127

c) Asas Kebebasan Berkontrak


Karena mempunyai hubungan yang erat dengan asas konsensualisme dan
asas pacta sunt sevanda, maka asas kebebasan berkontrak ini juga menempatkan
Pasal 1320 KUHPerdata sebagai dasar hukumnya, asas kebebasan berkontrak
mendapatkan dasar eksistensinya dalam rumusan angka 4 Pasal 1320
KUHPerdata.
Dengan asas kebebasan berkontrak ini para pihak yang membuat dan
mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan
yang melahirkan kewajiban apa saja selama dan sepanjang prestasi yang
dilakukan tersebut bukanlah suatu yang terlarang yaitu suatu prestasi yang
126
127

Ibid. 87
Kartini Muljadi. Op:cit. 34-36

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

134
mewajibkan salah satu pihak untuk melanggar undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum.

128

Mariam Darus berpendapat bahwa sepakat mereka yang mengikatkan diri


adalah asas esensial dari hukum perjanjian asas ini dinamakan juga asas otonomi
konsensualisme yang menentukan (raison detre het bestaandwaarde) adanya
perjanjian. Asas konsensualisme yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata
mengandung arti kemauan (will) para pihak untuk saling berpartisipasi dan
mengikatkan diri. Kemauan itu membangkitkan kepercayaan (vertrouwen) bahwa
perjanjian itu dipenuhi, asas kepercayaan ini merupakan nilai etis yang bersumber
pada moral.
Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting dalam
hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas sebagai
pancaran dari hak asasi manusia. Kebebasan pendapat berlatar belakang pada
paham individualisme yang secara embrional lahir pada jaman yunani dan
berkembang pesat pada jaman reinaissance, melalui ajaran-ajaran Hugo de Groot,
Thomas Hobbes, John Locke, dan Rosseau dan puncak perkembangannya tercapai
dalam priode setelah revolusi Perancis. 129
d) Asas Perjanjian Berlaku Sebagai Undang-undang
Asas yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata ini menyatakan bahwa
semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya
persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak atau oleh karena alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu
persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik
128
129

Ibid. 45-47
Mariam Darus Badrulzaman II. Op:cit.87

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

135

Prof. Subekti. SH menyimpulkan bahwa Pasal 1338 mengandung suatu asas


kebebasan dalam membuat perjanjian atau menganut sistem terbuka. Dengan
menekankan pada perkataan semua, maka pasal tersebut seolah-oleh berisikan
suatu pernyataan kepada masyarakat tentang diperbolehkannya membuat
perjanjian apa saja (asalkan dibuat secara sah ) dan perjanjian itu akan mengikat
mereka yang membuatnya seperti suatu undang-undang
Istilah semua dalam ayat 1 mengandung pengertian bahwa perjanjian yang
dimaksud bukan hanya perjanjian bernama tetapi juga meliputi perjanjian tidak
bernama. Dan dalam istilah semua tersebut terdapat atau terkandung asas partij
outonomie.
Kemudian istilah secara sah menunjukan bahwa perbuatan perjanjian harus
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Semua persetujuan yang dibuat
menurut hukum atau secara sah (Pasal 1320) adalah mengikat sebagai undangundang terhadap para pihak merupakan suatu realisasi asas kepastian hukum.

130

Sebagai perikatan yang dibuat dengan sengaja atas kehendak para pihak
secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah disepakati dan disetujui oleh para
pihak harus pula dilaksanakan. Suatu prestasi untuk melaksanakan suatu
kewajiban selalu memiliki dua unsur penting.
1) Pertama berhubungan dengan tanggung jawab hukum atas pelaksanaan
prestasi tersebut oleh debitor (schuld), dalam hal ini ditentukan siapa debitur

130

Ibid.82

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

136
yang berkewajiban untuk melaksanakan prestasi tanpa mempersoalkan apakah
pemenuhan kewajiban tersebut dapat dituntut oleh kreditur.
2) Hal kedua berkaitan dengan pertanggungjawaban pemenuhan kewajiban tanpa
memperhatikan siapa debiturnya (haftung).
Dalam konteks yang demikian berarti suatu perjanjian tanpa haftung adalah
perjanjian yang tidak dapat dipaksakan pelaksanaanya oleh kreditor (perikatan
alamiah), perjanjian yang dapat dipaksakan pelaksanaannya adalah ibarat
pelaksanaan undang-undang oleh negara.
Di luar perikatan alamiah setiap kreditur yang tidak memperoleh
pelaksanaan kewajiban dapat atau berhak melaksanakan pelaksaannya dengan
meminta bantuan pada pejabat negara yang berwenang, yang akan memutuskan
dan menentukan sampai berapa jauh wanprestasi telah terjadi, semuanya dengan
jaminan harta kekayaan debitur sebagaimana diatur dalam Pasal 1131. 131
e) Asas Kepercayaan (Vertrouwensbeginsel)
Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan
kepercayaan diantara kedua pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang
janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa
adanya kepercayaan itu maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para
pihak. Dengan kepercayaan ini kedua belah pihak mengikatkan dirinya dan untuk
keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.
f) Asas Kekuatan Mengikat

131

Kartini Muljadi. Op:cit. 59-61

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

137
Bahwa dalam perjanjian terkandung asas kekuatan mengikat, tentunya para
pihak dalam perjanjian itu tidak hanya semata-mata terbatas pada apa yang
diperjanjikan, tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki
oleh kebiasaan, kepatutan, serta moral, demikianlah sehingga asas-asas moral,
kepatutan, dan kebiasaan mengikat para pihak.
g) Asas Persamaan Hukum
Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada
perbedaan walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, bangsa,
dan sebagainya. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan
mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia
ciptaan tuhan.
h) Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki para pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian
itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur
mempunyai kekuasaan untuk menuntut prestasi dan bila diperlukan dapat
menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur.
Namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu
dengan itikad baik. Dapat dilihat disini bahwa kedudukan kreditur yang kuat dapat
diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik.
Dalam KUHPerdata realisasi dari asas keseimbangan ini dapat dilihat dalam
Pasal 1338 ayat (3) yang mengatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik, hal ini memberi perlindungan kepada debitur sehingga
kedudukan antara debitur dan kreditur menjadi seimbang.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

138
i) Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum.
Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai
undang-undang bagi para pihak.
j) Asas Moral
Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana satu perbuatan sukarela dari
seorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestrasi dari
pihak debitur, juga hal ini terlihat dalam zaawaarneming dimana seorang yang
melakukan sesuatu perbuatan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan
mempunyai

kewajiban

(hukum)

untuk

meneruskan

dan

menyelesaikan

perbuatannya juga.
Faktor-faktor

yang

memberikan

motifasi pada

yang

bersangkutan

melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai


panggilan dari hati nurani
Asas moral ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata yang
berbunyi :
suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat
perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.

k) Asas Kepatutan
Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata, asas kepatutan ini
berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Asas kepatutan harus

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

139
dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga
oleh rasa keadilan dalam masyarakat.132
2. Pacta Sunt Servanda Dalam Perdagangan Internasional
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam UNIDROID dapat diterapkan dalam
sebuah proses jual beli software secara elektronik, karena prinsip-prinsip
UNIDROIT

merupakan

prinsip-prinsip

umum

bagi

kontrak

komersial

internasional yang bisa diterapkan dalam aturan hukum nasional atau dapat
dipakai oleh para pembuat kontrak untuk mengatur transaksi-transaksi komersial
internasional sebagai pilihan hukum.
Dalam UNIDROIT atau UPICCs prinsip hukum kontrak mengikat sebagai
undang-undang merupakan perwujudan dari prinsip kebebasan berkontrak yang
terdiri dari :
a) Kebebasan menentukan isi kontrak
b) Kebebasan menentukan bentuk kontrak
c) Kontrak mengikat sebagai undang-undang
d) Aturan

memaksa

internasional

dan

(mandatory
tujuan

rules)

sebagai

prinsip-prinsip

perkecualian

UNIDROIT

yang

sifat
harus

diperhatikan dalam penafsiran kontrak.133


UPICCs menentukan prinsip bahwa kontrak yang dibuat berdasarkan kata
sepakat para pihak mengikat mereka yang membuatnya. Pasal 1.3 menyatakan
bahwa :

132
133

Mariam Darus Badrulzaman II. Op:cit. 87-89


Ibid. 159

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

140
A contract validly entered into is binding upon the parties. It can only be
modified or terminated in accordance with its terms or by agreement or as
otherwise provided in these principles
Prinsip Pacta Sunt Servanda merupakan prinsip dari hukum kontrak. Sifat
mengikat dari persetujuan kontraktual mangandung arti bahwa apabila suatu
persetujuan yang telah dibuat (ditandatangani) oleh para pihak maka persetujuan
itu tidak boleh dilanggar dengan alasan yang tidak sah menurut hukum.
Ketentuan-ketentuan tambahan mengenai syarat sahnya kontrak dapat ditemukan
dalam aturan-aturan nasional atau internasional yang berlaku yang bersifat
memaksa (mandatory).
Suatu akibat wajar dari adanya prinsip pacta sunt servanda adalah bahwa
suatu kontrak dapat diubah dan diakhiri kapan saja apabila para pihak menyetujui
demikian. Sebaliknya apabila suatu perubahan atau pengakhiran kontrak tanpa
melalui persetujuan para pihak tentu perbuatan itu akan bertentangan dengan
prinsip

mengikatnya

kontrak

sebagai

undang-undang

kecuali

apabila

pengakhiran tersebut sesuai dengan syarat yang telah disepakati bersama diantara
para pihak sendiri.
Suatu kontrak dapat saja tidak hanya menimbulkan terikatnya para pihak
yang menandatangani saja akan tetapi dapat juga menimbulkan akibat terhadap
pihak ketiga. Misalnya seorang penjual dapat mempunyai kewajiban kontraktual
untuk melindungi integritas fisik benda tidak hanya terhadap pembeli, tetapi juga
terhadap orang-orang yang menyertainya di tempat penjualan. Demikian juga
penerima barang dari sebuah perusahaan cargo berhak untuk menggugat
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

141
pengangkut atas wanprestasi oleh pengangkut yang terikat kontrak dengan
pengirim. 134

C. Wanprestasi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik


1. Wanprestasi Dalam KUHPerdata
Suatu perjanjian yang sah secara yuridis adalah merupakan perikatan dan hal
ini berarti kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian itu bila tidak dipenuhi
dapat dipaksakan pelaksanaannya. Bila terdapat pihak yang berkewajiban
(debitur) yang tidak memenuhi kewajiban (wanprestasi atau breanch of contract),
maka pihak yang berhak (kreditur) dapat menuntut melalui pengadilan agar
debitur memenuhi kewajibannya atau mengganti biaya, biaya rugi dan bunga
(Pasal 1236 dan 1242 KUHPerdata).
Debitur dianggap wanprestasi atau berprestasi buruk bila :
a) Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya, atau
b) Melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana mestinya, atau
c) Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat (dalam hal ini waktu
adalah hal yang penting), atau
d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Dalam praktek kadang-kadang sukar menentukan apakah seseorang sudah
atau belum memenuhi prestasinya.
Misalnya dalam hal jual beli software, seorang penjual software dalam
klausul jual beli telah menentukan bahwa waktu garansi adalah selama setahun

134

Ibid. 162-163

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

142
dengan catatan bahwa setelah jangka waktu 6 (enam) bulan setelah pembelian
ternyata terdapat komplain atas produk tersebut, maka biaya perbaikan
ditanggungkan sebanyak 50 % kepada konsumen. Lalu terjadi kondisi bahwa
terdapat komplain dari konsumen atas kerusakan software yang diajukan setelah 7
(tujuh) bulan produk tersebut dibeli yang berarti biaya perbaikan menjadi
tanggungan pembeli sebesar 50%,. Jadi dalam hal ini pihak penjual mempunyai
prestasi memperbaiki software tersebut, akan tetapi bila pihak penjual telah
memeriksa software lalu memperbaikinya tetapi masih terdapat kerusakan yang
tidak dapat ditemukan penyebabnya. Apakah dalam hal ini tukang tersebut
dianggap belum atau telah memenuhi prestasinya?
Sebagaimana diketahui bahwa prestasi tukang itu dapat sebagai kewajiban
(janji) atau sebagai syarat (condition). Dan hal ini membawa akibat hukum yang
berbeda dalam hal belum terpenuhinya prestasi penjual, yaitu sebagai berikut :
a) Dalam hal prestasi penjual itu adalah kewajiban (janji) maka penjual dapat
dituntut untuk memenuhi kewajibannya tersebut baik dengan atau tanpa ganti
rugi, atau pembeli sebagai kreditur membatalkan perjanjian sehingga penjual
tidak dapat menuntut pembayaran atas pekerjaan yang dilakukannya
berdasarkan perjanjian (kecuali berdasarkan kwasi kontrak).
b) Dalam hal prestasi tukang itu adalah sebagai syarat (condition) maka penjual
itu tidak dapat menuntut pembayaran bila dianggap belum terpenuhinya
prestasi dari tukang itu.
Kenyataan bahwa penjual itu telah berbuat banyak untuk memenuhi
prestasinya walaupun masih ada sedikit kekurangan. Bila dianggap belum
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

143
memenuhi prestasinya maka hal ini akan dirasakan sangat tidak adil. Sebaliknya
hal itu akan akan dirasakan memenuhi keadilan apabila penjual tersebut dianggap
telah memenuhi prestasinya, karena pada kenyataannya penjual itu telah
melakukan banyak dan kekurangannya hanyalah kecil atau sedikit. Masalahnya
adalah menentukan bagaimana suatu prestasi adalah merupakan prestasi yang
banyak dan kekurangannya hanyalah sedikit atau prestasinya adalah kecil saja.
Sehubungan dengan hal itu, maka section 241 Restatement Second
memberikan patokan untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu telah
memenuhi prestasi secara pokok atau belum, sebagai berikut:

Suatu perbuatan adalah belum merupakan pemenuhan prestasi secara materi


(material performance) dalam hal :
a) Pihak yang menderita akan kehilangan keuntungan yang diharapkan.
b) Pihak yang menderita akan mendapatkan penggantian selayaknya atas bagian
dari keuntungan yang hilang.
c) Pihak yang gagal memenuhi atau menawarkan pemenuhan akan kena denda.
d) Terdapat kemungkinan pihak yang memenuhi atau menawarkan pemenuhan
akan memperbaiki kegagalannya dengan mempertimbangkan semua keadaan
termasuk memastikan secara beralasan.
e) Kelakuan dari pihak yang gagal melakukan atau menawarkan pemenuhan
sesuai dengan itikad yang baik dan usaha yang adil. 135

135

Hardijan Rusli. Op:cit.132-133

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

144

C. Wanprestasi Dalam Transaksi E-Commerce


Transaksi e-commerce merupakan perjanjian jual beli juga seperti yang
dimaksud oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Karena ia
merupakan suatu perjanjian, ia melahirkan juga apa yang disebut sebagai prestasi,
yaitu kewajiban dari satu pihak untuk melaksanakan hal-hal yang ada dalam
perjanjian.
Adanya

prestasi

memungkinkan

terjadinya

wanprestasi atau

tidak

dilaksanakannya prestasi/kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh


kontrak kepada pihak-pihak tertentu. Dalam sebuah proses jual beli secara
elektronik terdapat dua teori yang didasarkan pada penerimaan untuk menentukan
apakah seseorang telah melakukan wanprestasi, yaitu :
1). Postal Acceptance Rule
Pendapat hukum ini antara lain menyatakan bahwa ketika syarat-syarat
dalam term of conditions yang ditentukan penjual dalam sebuah situs telah
disetujui oleh pembeli, maka dengan menekan tombol send pembeli telah
menandakan persetujuan terhadap ketentuan perjanjian yang ditawarkan oleh
penjual dalam internet. Pendapat hukum ini disebut juga dengan teori kantor pos.
Secara praktis teori ini mengandung pengertian bahwa dengan surat di
tangan kantor pos, pembeli dianggap telah melepaskan tanggung jawabnya dan
apabila suatu saat terdapat keadaan dimana penjual mengatakan surat atau pesan
melalui e-mail belum diterima sehingga barang yang dipesan pembeli belum dapat

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

145
dikirim maka pihak pembeli dapat menuntut pihak penjual bertanggung jawab
karena telah melakukan wanprestasi.
2.) Acceptance Rule
Pendapat yang kedua menyatakan bahwa kata sepakat dalam transaksi
internet terjadi pada saat surat pesanan suatu produk melalui e-mail diterima oleh
penjual atau informasi telah ada di bawah kontrol penjual. Pendapat hukum ini
berpedoman, walaupun pembeli telah memenuhi segala terms of conditions dalam
suatu transaksi jual beli melalui internet, misalnya telah melakukan pembayaran,
hal ini bukan merupakan jaminan penjual akan mengirimkan produknya karena
pengiriman e-mail oleh pembeli harus diterima terlebih dahulu dan telah berada di
bawah kontrol pihak penjual.
Dengan demikian seandainya pesan atau surat (e-mail) hilang di perjalanan,
tanggung jawab tidak dapat dibebankan kepada pihak penjual karena adanya
wanprestasi atau tidak dipenuhinya kewajiban baru dapat ditentukan saat apakah
penjual telah menerima pesan e-mail. Dalam pendapat kedua ini pihak pembeli
mempunyai hak untuk mengecek apakah informasi atau keterangan e-mail
tersebut benar-benar telah diterima atau tidak oleh pihak penjual. 136
Yang ada dan terjadi dalam praktek jual beli software secara elektronik yang
digunakan untuk menentukan bagaimana suatu wanprestasi telah terjadi adalah
dengan menggunakan teori acceptance rule
Kemudian adapun wanprestasi yang dilakukan oleh penjual (merchant)
dalam transaksi e-commerce, yaitu sebagai berikut :

136

Zulfi Chairi. Loc:cit

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

146
1). Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
Dalam transaksi e-commerce, penjual atau merchant mempunyai kewajiban
untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli dan kewajiban untuk
menanggung kenikmatan tentram dan menanggung cacat-cacat tersembunyi.
Jika penjual tidak melaksakan kedua kewajibannya tersebut penjual dapat
dikatakan wanprestasi. Dalam jual beli software secara elektronik wanprestasi ini
dapat dicontohkan dengan sebuah perusahaan memesan program aplikasi kantor
microsoft office terbaru melalui

toko online microsoft.com, Microsoft

menjanjikan mengantar pesanan pembeli berupa satu paket software microsoft


office generasi terbaru dalam waktu satu minggu setelah pesanan diterima.
Apabila pembeli memesan software tersebut pada tanggal 12 Juli 2001,
seharusnya software tersebut sampai di tempat pembeli pada tanggal 19 Juli 2001.
merchant dapat melaksanakan kewajibannya tersebut tepat pada waktunya, akan
tetapi, ternyata pihak Microsoft hanya mengirim satu paket software Microsoft
Office generasi lama yang sama dengan yang telah dimiliki oleh perusahaan.
Dengan demikian pihak Microsoft telah melakukan wanprestasi.
Banyak penjual toko online di Indonesia belum mengatur secara rinci
mengenai jadwal pengiriman dan waktu yang diperlukan untuk mengirim barang.
Berbeda dengan merchant yang ada di luar negeri seperti Amazon.com yang
merinci lamanya pengiriman barang dan biaya yang dikeluarkan. Amazon juga
membedakan antar pesanan yang diantar ke daerah di dalam Amerika dengan
pesanan yang diantar ke luar Amerika sehingga mudah untuk membuat
pernyataan wanprestasi karena jelas jangka waktunya.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

147
2). Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan.
Contoh dari aplikasi wanprestasi ini adalah pembeli memesan satu paket
software anti virus pada Walmart.com. pada saat memesan tersebut, yang pembeli
lihat adalah sebuah gambar di layar monitor yang menampilkan satu paket
software anti virus McAfee yang dalam deskripsinya dikatakan dapat
memusnahkan virus brontok, warm dan trojan. Akan tetapi, ternyata paket
software yang sampai adalah paket software AVG yang hanya dapat mengatasi
virus trojan. Bukan paket software McAfee seperti yang ada pada gambar di layar
monitor.
Dengan demikian jelas sekali bahwa merchant telah melakukan wanprestasi
karena melaksanakan prestasinya dengan tidak sebagaimana mestinya.
3). Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
Untuk wanprestasi jenis ini sebenarnya mirip dengan wanprestasi bentuk
pertama. Jika barang pesanan datang terlambat, tetapi tetap dapat dipergunakan,
hal ini dapat digolongkan sebagai prestasi yang terlambat. Sebaliknya jika
prestasinya

tidak

dapat

dipergunakan

lagi,

digolongkan

sebagai

tidak

melaksanakan apa yang diperjanjikan


Misalnya pembeli memesan buku dari toko Sanur.com. Pesanan yang
seharusnya hanya memerlukan waktu pengiriman selama satu minggu ternyata
baru tiba pada minggu yang kedua. Hal ini jelas menunjukan bahwa penjual telah
wanprestasi. Akan tetapi karena barangnya masih dapat dipergunakan,

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

148
wanprestasi ini digolongkan sebagai prestasi yang terlambat dan bukan tidak
melakukan pretasi. 137
Tidak dapat dipungkiri bahwa transaksi yang menggunakan media
elektronik khususnya internet adalah transaksi yang sulit ditentukan kapan
terjadinya. Untuk dapat mengatakan bahwa seseorang telah melakukan
wanprestasi, maka perlu ditinjau mengenai syarat-syarat terjadinya kontrak antara
para pihak, mengenai hal ini ada beberapa ajaran :
a) Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada
saat kehendak pihak penerima dinyatakan misalnya dengan menulis surat.
b) Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi
pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima
tawaran.
c) Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang
menawarkan sebenarnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.
d) Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu
terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak
yang menawarkan. 138
4). Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
Untuk wanprestasi yang terakhir ini, contohnya penjual yang berkewajiban
tidak menyebarkan kepada umum identitas dan data diri dari pembeli dan ternyata
penjual melakukannya. Ini merupakan contoh dari wanprestrasi terhadap pembeli
yang menggunakan pembayaran kartu kredit.
137
138

Edmon Makarim I.Op:cit 270-271


Mariam Darus Badrulzaman II. Op:cit 296

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

149
Masalah hukum lain yang berhubungan dengan pembayaran dengan
menggunakan charge card atau credit card yang pada dasarnya tidak menjadi
monopoli pedagang ialah yang menyangkut pertanyaan apakah pemegang kartu
(card holder) mempunyai hak untuk membatalkan pembayaran yang telah
dilakukan dengan meminta supaya perusahaan penerbit kartu (card issuer) tidak
melaksanakan pembayaran atas tagihan yang dilakukan oleh pedagang yang
menerima pembayaran dengan kartu itu, dalam undang-undang dan yurisprudensi
Indonesia kondisi ini belum diatur.
Namun di Inggris, masalah ini sudah terjadi dengan adanya case law
sehubungan dengan putusan perkara American Express Limited V McCluskey
yang diputus oleh High Court pada 7 Mei 1986. berdasarkan putusan ini
ditetapkan ketentuan yang menentukan bahwa:
the cardholder had no right to stop the amount of transaction being
charge to his account, one the card had been used for the purchase of goods or
services there came into being a charge incurred on the card wich could no be
stoped. 139

D. Tanggung Jawab Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Secara
Elektronik.
Akhirnya pembahasan sampai kepada permasalahan pokok dari skripsi ini
yaitu mengenai tanggung jawab atas wanprestasi yang terjadi dalam jual beli
secara elektronik yang nantinya juga akan mengarah kepada pembahasan dari

139

Ibid.351

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

150
permasalahan mengenai tanggung jawab para pihak atas wanprestasi yang terjadi
dalam jual beli software secara elektronik.
Tanggung jawab adalah kewajiban dalam melakukan tugas tertentu,
tanggung jawab timbul karena telah diterima wewenang, seperti wewenang
tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu (interpersonal relationship)
antara pemberi wewenang dan penerima wewenang, tanggung jawab seimbang
dengan wewenang. 140
Hubungan hukum yang terjadi antara pihak penyedia barang dan/atau jasa
dengan pihak konsumen atau pembeli pada akhirnya melahirkan suatu hak dan
kewajiban yang mendasari terciptanya suatu tanggung jawab. Suatu tanggung
jawab pada prinsipnya sama yaitu merupakan bagian dari konsep kewajiban
hukum. Norma dasar kemudian merumuskan kewajiban untuk mengikuti
peraturan hukum dan mempertanggungjawabkan kewajiban untuk mengikuti
aturan-aturan hukum tersebut.
Perjanjian tidak terkecuali perjanjian jual beli software secara elektronik
adalah sesuatu yang sangat berkaitan dengan tanggung jawab sebab perjanjian
yang dibuat akan menimbulkan atau menciptakan hubungan hukum. Sebuah
perjanjian mempunyai atau berisikan suatu tujuan bahwa pihak yang satu akan
memperoleh prestasi dan pihak yang lain berhak atas pemenuhan prestasi atau
kewajiban.
Mengingat hubungan para pihak dalam transaksi bisnis melalui internet atau
lebih dikenal dengan e-commerce sepatutnya tidak hanya melibatkan pelaku usaha

140

Ensiklopedia Umum. 1973. loc:cit.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

151
dan konsumen saja, melainkan juga pihak ketiga seperti penyedia jasa keuangan,
jasa pengiriman ataupun provider. Meskipun terdapat perjanjian pendukung lain
demi kelancaran proses transaksi namun yang lebih disorot di sini adalah
kedudukan masing-masing pihak, mencakup tanggung jawab para pihak yang
timbul akibat hak dan kewajibannya yang tercipta dari hubungan hukum dalam
dunia cyber tersebut.
Untuk menjawab siapa-siapa saja yang dapat diminta pertanggung jawaban
dan bagaimana pertanggungjawabanya apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli
software secara elektronik, maka perlu diuraikan satu persatu dalam uraian di
bawah ini.
1. Tanggung Jawab Pihak Pembeli atau Konsumen.
Walaupun pada dasarnya dalam sebuah proses jual beli melalui internet,
tidak terkecuali proses jual beli sofware secara elektronik kedudukan seorang
pembeli atau konsumen adalah lemah, namun bukan berarti hal tersebut dapat
melepaskan pembeli dari tanggung jawab akibat perbuatan-perbuatan yang
dilakukannya pada saat atau setelah perjanjian berlangsung baik berupa tindakan
wanprestasi ataupun perbuatan melawan hukum.
a). Tanggung jawab pembeli dalam konsep perbuatan melawan hukum
dan wanprestasi
Apabila kita tinjau kembali apa yang menjadi mekanisme dalam sebuah
proses jual secara elektronik kemudian kita kaitkan dengan aturan dalam
KUHPerdata maka secara sekilas dapat kita lihat bahwa mustahil seorang pembeli
dapat melakukan wanprestasi mengingat perjanjian jual beli melalui internet baru
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

152
akan terjadi apabila pembeli telah melakukan tahap pembayaran dan merchant
telah menyatakan penerimaannya terhadap pembayaran tersebut, atau dengan kata
lain selama pembeli belum atau tidak melakukan pembayaran secara penuh maka
jual beli secara elektronik belumlah terjadi.
Dalam ketentuan KUHPerdata dan dalam praktek jual beli secara
konvensional seorang pembeli dimungkinkan untuk mengajukan pembatalan
pembayaran namun dalam jual beli secara elektronik yang berhubungan dengan
pembayaran dengan menggunakan charge card atau credit card yang pada
dasarnya tidak menjadi monopoli pedagang ialah yang menyangkut pertanyaan
apakah pemegang kartu (card holder) dengan berbagai alasan mempunyai hak
untuk membatalkan pembayaran yang telah dilakukan dengan meminta supaya
perusahaan penerbit kartu (card issuer) tidak melaksanakan pembayaran atas
tagihan yang dilakukan oleh pedagang yang menerima pembayaran dengan kartu
itu, dalam Undang-undang dan yurisprudensi Indonesia kondisi ini belum diatur.
Namun seperti telah disebutkan sebelumnya di Inggris, masalah ini sudah
terjadi dengan adanya case law sehubungan dengan putusan perkara American
Express Limited V McCluskey yang diputus oleh High Court pada 7 Mei 1986.
berdasarkan putusan ini ditetapkan ketentuan yang menentukan bahwa pemegang
kartu tidak mempunyai hak untuk membatalkan pembayaran. 141
Akan tetapi bila kita melihat praktek yang ada dalam jual beli secara
elektronik tentunya tidak hanya terbatas pada jual beli software secara elektronik
maka pada dasarnya pembatalan pemesanan bukan merupakan hal yang haram,

141

Hardijan Rusli. Loc.cit

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

153
dianggap melanggar hukum atau merupakan tindakan wanprestasi, dengan catatan
merchant yang bersangkutan menyediakan fasilitas cancel and order maka
tindakan tersebut adalah legal.
Kalau kita melihat konsepsi dari perbuatan melawan hukum dan wanprestasi
maka kalaupun terjadi pembatalan perjanjian maka hal tersebut bukanlah
merupakan suatu perbuatan wanprestasi akan tetapi merupakan suatu perbuatan
melawan hukum karena sebelumnya belum ada perjanjian baik yang berbentuk
lisan ataupun tulisan antara penjual dan pembeli mengenai ketentuan dari
pembayaran.
Walaupun mustahil seorang pembeli melakukan wanprestasi dalam tahaptahap awal transaksi, namun perjanjian jual beli software secara elektronik yang
menurut KUHPerdata merupakan perjanjian tidak bernama, dengan mekanisme
3 klik tetap dapat membebankan tanggung jawab kepada pembeli akibat
wanprestasi atau perbuatan melawan hukum yang dilakukannya.
Dengan dasar sistem 3 klik tersebut yang termasuk juga di dalamnya
mekanisme clickwrap dan shrinkwrap, maka dalam sebuah proses jual beli
sofware

secara

elektronik

seorang

pembeli

baru

dapat

diminta

pertanggungjawabannya atas wanprestasi yang telah diperbuatnya apabila ia telah


membuka kemasan paket software atau menjalankan dan mendownload program
yang telah dibelinya, karena dalam tahap tersebut telah ditentukan secara jelas
dalam satu atau beberapa klausul tentang hal yang boleh, tidak boleh, dilarang,
atau diwajibkan terhadap suatu program komputer yang akan dan telah digunakan
oleh pembeli. Ketentuan inilah yang disebut dengan ketentuan lisensi yang
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

154
membedakan dengan perjanjian-perjanjian standart lainnya misalnya terms of use
dalam suatu proses jual beli software secara elektronik yang umumnya tidak
menyebutkan secara jelas tentang kewajiban-kewajiban dari pembeli dan hanya
memuat tentang kewajiban-kewajiban dari pihak merchant yang cendrung
terbatas.
Dengan telah adanya perjanjian lisensi yang telah disepakati oleh pembeli
tersebut walaupun sifatnya adalah perjanjian standar maka telah ada hubungan
hukum dari para pihak karena suatu perjanjian yang sah secara yuridis adalah
merupakan perikatan dan hal ini berarti kewajiban-kewajiban yang timbul dari
perjanjian itu bila tidak dipenuhi dapat dipaksakan pelaksanaannya. Bila terdapat
pihak yang berkewajiban (debitur) yang tidak memenuhi kewajiban (wanprestasi
atau breanch of contract), maka pihak yang berhak (kreditur) dapat menuntut
melalui pengadilan agar debitur memenuhi kewajibannya atau mengganti biaya,
biaya rugi dan bunga (Pasal 1236 dan 1242 KUHPerdata).
Atau secara sederhana dapat dikatakan suatu perjanjian lisensi dalam jual
beli software secara elektronik akan melahirkan kewajiban dari pihak debitur
untuk memenuhi prestasi dan hak dari kreditur untuk menuntut pemenuhan
prestasi juga termasuk kewajiban dari debitur untuk bertanggung jawab memenuhi
tuntutan dari kreditur misalnya tuntutan ganti rugi atas wanprestasi yang telah
dilakukan debitur.
b). Tanggung jawab pembeli dalam UU Hak Cipta dan UU
Perlindungan Konsumen

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

155
Umumnya produk software yang dipasarkan secara elektronik melalui
jaringan internet adalah diproduksi untuk pengguna akhir dengan perjanjian
lisensinya merupakan and user licence agreement, hal ini menyebabkan umumnya
bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh pihak pembeli adalah melakukan sesuatu
yang

dalam perjanjian

dilarang

untuk

dilakukan

yaitu

dalam

bentuk

memperbanyak atau menggandakan program dengan tujuan bukan untuk sekedar


sebagai back up atau program cadangan melainkan telah ditujukan untuk tujuan
komersil yang dalam klausul perjanjian lisensi adalah jelas-jelas dilarang.
Namun dengan telah adanya produk perundang-undangan yang khusus
mengatur tentang hak cipta yang telah ada hampir di setiap negara maka pada
prakteknya jarang sekali terjadi tuntutan atas perbuatan pembeli yang merugikan
pelaku usaha dalam jual beli software didasarkan atas perbuatan wanprestasi
melainkan didasarkan atas perbuatan melawan hukum. Jadi yang menjadi
pertanyaan bagaimana tanggung jawab pihak pembeli apabila tuntutan tersebut di
dasarkan atas tindakan wanprestasi ?.
Untuk melihat bagaimana tanggung jawab pihak pembeli apabila terjadi
wanprestasi dalam jual beli software secara elektronik maka disebabkan belum
adanya produk undang-undang Indonesia yang mengatur tentang transaksi jual
beli secara elektronik terkhusus transaksi jual beli software secara elektronik
maka setidaknya ada 3 (tiga) produk undang-undang yang ada yang dapat kita
gunakan sebagai acuan yaitu ; UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan KUHPerdata sendiri.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

156
Jual beli software secara elektronik dapat dikatakan sebagai bentuk khusus
dari perjanjian jual beli yang diatur dalam buku ke-3 KUHPerdata dan
dikategorikan sebagai perjanjian tidak bernama akan tetapi ketentuan hukum
perjanjian tetap dapat diberlakukan dan diterapkan terhadapnya. Namun
mengingat jual beli software secara elektronik merupakan bentuk hubungan antara
pembeli dan penjual dan berdasarkan atas asas lex specialis derogat lex generalis
maka cukup arif bila ditinjau bagaimana aturan dalam hukum konsumen untuk
melihat sejauh mana tanggung jawab pembeli atas wanprestasi yang telah ia
perbuat.
Kemudian bila diamati ketentuan-ketentuan dalam UU Konsumen tersebut
maka tidak akan ditemui aturan khusus mengenai tanggung jawab pembeli atas
wanprestasi yang diperbuatnya dalam jual beli software secara elektronik, bahkan
Undang-undang tersebut lebih menitik beratkan pengaturan terhadap tanggung
jawab akibat suatu perbuatan melawan hukum dan umumnya yang diatur adalah
tanggung jawab dari pelaku usaha. Ditambah lagi dalam penjelasannya dikatakan
antara lain bahwa UU tentang Perlindungan Konsumen tidak mengatur tentang hal
yang berkaitan dengan hak cipta sebab telah tersedia produk undang-undang yang
mengatur tentang hak cipta.
Ketika kita membuka Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta
sebagai satu-satunya undang-undang hak kekayaan intelektual yang secara jelas
mengatur tentang software, maka jawaban dari pertanyaan bagaimana tanggung
jawab pihak pembeli atas wanprestasi dalam jual beli software secara elektronik

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

157
juga

tidak

akan dijumpai karena di

sana

hanya

disebutkan tentang

pertanggungjawaban pidana sebagai sanksi atas suatu perbuatan melawan hukum.


Jadi dapat dikatakan bahwa secara implisit baik UU Perlindungan
Konsumen maupun UU tentang Hak Cipta mengembalikan kepada mekanisme
yang ada dalam perjanjian yang keberadaanya diatur dalam KUHPerdata buku ke3 tentang perikatan untuk mengatur tentang bagaimana tanggung jawab bagi pihak
pembeli atas wanprestasi yang terjadi dalam jual beli software secara elektronik.
Kemudian tentang bagaimana bentuk tanggung jawab yang diatur dalam
KUHPerdata tersebut akan diuraikan pada bagian lain dari bab ini.
2. Tanggung Jawab Pihak Penjual
Pada jual beli jarak jauh misalnya antar negara kecurangan akan mungkin
sering terjadi, kecurangan-kecurangan tersebut dapat menyangkut keberadaan
penjual, barang yang dibeli dan purchase order, serta harga barang dan
pembayaran oleh pembeli, kecurangan yang menyangkut keberadaan penjual
misalnya bahwa penjual, yaitu virtual store adalah fiktif, sedangkan yang
menyangkut barang misalnya barang yang dikirim salah alamat, barang terlambat
dikirim, cacat atau rusak dan lain-lain. Sedangkan yang menyangkut purchase
order misalnya pembayaran oleh pembeli disangkal kebenaranya oleh penjual,
penjual hanya mengakui bahwa jumlah barang yang dipesan kurang dari yang
tercantum dalam purchase order yang dikirimkan secara elektronik, atau harga
per unit dari barang yang dipesan oleh pembeli dikatakan lebih tinggi dari harga
yang dicantumkan dalam purchase order.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

158
Berbagai permasalahan tersebut juga dapat terjadi dalam sebuah proses jual
beli software secara elektronik. Dari berbagai permasalahan yang timbul tersebut,
adapun masalah yang akan dibahas disini yaitu mengenai tanggung jawab dari
penjual apabila terjadi permasalahan yang khusus menyangkut wanprestasi yang
dilakukan oleh penjual yang dapat meliputi barang yang dikirim salah alamat,
terlambat, atau mengandung cacat.
a). Ganti Rugi Berupa Jaminan Yang diberikan Penjual Kepada
Pembeli.
Dalam jual beli software secara elektronik baik yang melalui pihak ketiga
misalnya suplier (contohnya Amazon.com dan Walmart.com) atau langsung
melalui website vendor yang bersangkutan (misalnya Microsoft.com) umumnya
tanggung jawab merchant apabila terjadi wanprestasi maka akan dituangkan
dalam berbagai macam bentuk jaminan. Untuk itu pada sub bab ini, akan dibahas
mengenai ganti rugi dan jaminan (warranty) yang diberikan oleh penjual tersebut.
Wanprestasi menimbulkan hak bagi pihak lain untuk menuntut ganti rugi
kepada pihak lawannya. Konsep ganti rugi yang terdapat dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata Indonesia adalah :
1) biaya
2) kerugian (dalam arti sempit)
3) bunga
Atau sering juga dalam literatur dan praktik hukum, suatu ganti rugi dapat
dibagi ke dalam :
1) ganti rugi
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

159
2) pelaksanaan kontrak tanpa ganti rugi
3) pelaksanaan kontrak dengan ganti rugi

4) pembatalan kontrak dengan ganti rugi


5) pembatalan kontrak
Pada prinsipnya, kerugian yang harus diberikan oleh debitur dalam hal
adanya wanprestasi terhadap suatu kontrak adalah kerugian berupa kerugian yang
benar-benar dideritanya dan kehilangan keuntungan yang sedianya harus dapat
dinikmati oleh kreditur. Ganti rugi yang dimintakan hanya sebatas kerugian dan
kehilangan keuntungan yang merupakan akibat langsung dari wanprestasi
tersebut.
Dalam praktek transaksi e-commerce, terdapat jaminan-jaminan dari para
penjual untuk memberikan ganti rugi. Biasanya jaminan tersebut diberikan berupa
ganti rugi jika barang terlambat atau tidak sesuai dengan pesanan atau rusak pada
saat pengiriman. Jaminan-jaminan ini diberikan secara berbeda-beda oleh setiap
penjual/merchant. Jarang sekali terdapat merchant yang memberikan jaminan
kepada konsumen secara memadai. Hal ini terjadi terutama pada merchant
Indonesia karena biasanya jaminan tersebut dibuat justru hanya untuk melindungi
kepentingan penjual saja.
Mengenai jaminan dari merchant ini bila dikaitkan dengan jual beli software
secara elektronik dapat kita ambil contoh amazon.com sebagai merchant yang
memberikan jaminan yang cukup memadai bagi konsumennya. Amazon.com
memberikan jaminan kepada pembeli atau konsumen dengan return policy.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

160
Return policy menyebutkan jika dalam 30 hari sejak menerima pesanan,
konsumen atau pembeli dapat mengembalikan barang yang dibeli jika barang
yang dibeli tersebut berupa buku, music cd, DVD, video game, software dan
barang lainnya yang masih dalam keadaan baik. Pengembalian pesanan tersebut
akan diikuti dengan pengembalian pembayaran secara penuh (full refund).
Untuk penjual (merchant) yang ada di Indonesia, dapat dicontohkan dengan
kakilima.com hanya akan memberikan jaminan atas kerusakan kiriman yang
berupa gifts, toys ataupun tas jika kerusakan tersebut terjadi selama proses
pengiriman. Jangka waktu pelaporannya pun tidak disebutkan hanya disebutkan
secepat-cepatnya. Dan ganti rugi yang diberikan oleh Kakilima.com juga sangat
terbatas sekali, kakilima.com hanya memberikan ganti rugi berupa barang yang
rusak dengan barang yang baru, untuk biaya pengiriman kembali tidak diganti dan
untuk kasus-kasus semacam ini kakilima hanya memberikan penggantian berupa
barang dan bukan uang dalam jangka waktu satu bulan.
Karena terbatasnya bentuk ganti rugi yang diberikan membuat konsumen
tidak dapat berbuat apa-apa, terlihat di sini jaminan yang diberikan oleh penjual
justru bertujuan untuk memberikan jaminan bagi dirinya sendiri dan bukan
pembeli. Ganti rugi yang sudah baku seperti ini mau tidak mau atau suka tidak
suka harus dipenuhi oleh konsumen . Tidak ada tawar menawar dalam hal ini. Jika
memang konsumen tidak setuju ia dapat membatalkan pesanannya.
Pada beberapa situs belanja online biasanya juga menyediakan fasilitas
lainnya yang menjamin bahwa barang yang dipesan tidak akan salah atau tidak

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

161
sampai, yaitu dengan fasilitas order tracking. Dengan order tracking ini pembeli
dapat mengetahui barang pesanannya sedang melalui proses apa.
Bahkan apabila ternyata pembeli ingin mengubah atau membatalkan
pesanan, hal itu dimungkinkan selama barang belum masuk pada tahap
pengiriman dengan menggunakan fasilitas cancel and order atau pembeli bisa
juga melacak sampai tahap mana barang tersebut dalam proses pengiriman yaitu
dengan fasilitas shipping tracking. 142
b).Expressed Warranty dan Implied Warranty
Pada janis kerugian produk yang dikonsumsi, pembeli dapat mengajukan
tuntutan berdasarkan adanya kewajiban/penjual atau produsen untuk menjamin
kwalitas produk. Tuntutan itu dapat berupa pengembalian barang sambil menuntut
kembali harga pembelian atau penukaran dengan barang yang baik mutunya.
Jaminan terhadap kulitas produk dapat dibedakan atas dua macam, yaitu
expressed warranty dan implied warranty.
Expressed warranty atau jaminan secara tegas adalah suatu jaminan atas
kwalitas produk yang dinyatakan oleh penjual atau distributornya secara lisan dan
tulisan. Dengan adanya expressed warranty ini. Berarti produsen atau penjual
bertanggung jawab untuk melaksanakan kewajibannya untuk menjamin mutu
barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standard mutu yang berlaku terhadap kekurangan dan kerusakan dalam
produk yang dijualnya. Dalam hal demikian, konsumen dapat mengajukan
tuntutannya berdasarkan adanya wanprestasi dari pihak penjual.

142

Edmon makarim I. Op:cit 272-274

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

162
Pembebanan tanggung jawab terhadap penjual yang berdasarkan pada
adanya kontrak tersebut membuat ruang lingkup menjadi terbatas yaitu hanya
timbul diantara pihak-pihak

yang mengadakan kontrak dan pihak lain yang

menjadi korban dari suatu produk cacat/rusak tidak akan terlindungi atau
berdasarkan hubungan privity of contract
Sementara itu, implied warranty adalah jaminan berasal dari undang-undang
atau bentuk hukum lain. misalnya kewajiban penjual untuk menanggung cacat
tersembunyi pada barang yang dijual meskipun ia tidak mengetahui adanya cacat
itu, kecuali jika di dalam keadaan yang demikian telah minta diperjanjikan bahwa
ia tidak diwajibkan menanggung sesuatu apapun (Pasal 1506 KUHPerdata).
Menurut Pasal 1504 KUHPerdata penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat
tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tidak sanggup
untuk pemakaian yang dimaksudkan atau yang demikian mengurangi pemakaian
itu sehingga seandainya pembeli mengetahui cacat itu ia sama sekali tidak akan
membelinya selain dengan harga yang lebih murah.
Apabila penjual telah minta diperjanjikan untuk tidak menanggung sesuatu
apapun dalam hal adanya cacat tersembunyi dalam barang yang dijual, hal ini
berarti bahwa adanya cacat tersembunyi pada barang itu menjadi resiko pembeli
sendiri. Jadi jaminan yang diberikan dalam implied warranty adalah jaminan
tentang pemilikan, jaminan tentang kelayakan dan jaminan bahwa yang dijual
cocok untuk dipasarkan. Namun penerapan prinsip ini kemudian menjadi masalah

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

163
dari pihak pembeli yaitu untuk membuktikan kesalahan dari pihak pelaku
usaha. 143
Jadi berdasarkan uraian di atas, wanprestasi dan tuntutan wanprestasi dari
pembeli dalam sebuah jual beli software secara elektronik dapat terjadi tidak
hanya karena pihak penjual telah melakukan wanprestasi terhadap klausa-klausa
yang ada dalam terms of use atau perjanjian lisensi, melainkan juga dapat
mencakup wanprestasi karena misalnya adanya ketidaksesuaian kwalitas antara
produk software yang dipakai dengan yang telah dijamin oleh pihak penjual yang
tertuang dalam iklan, deskripsi produk ataupun dalam keterangan pemakaian.
Kemudian kalau kita melihat apa yang menjadi aturan main dalam perjanjian
jual beli software secara elektronik maka apabila terjadi wanprestasi oleh pihak
penjual maka jaminan yang berlaku dan bentuk tanggung jawab yang dibebankan
kepada penjual merupakan bentuk dari expressed warranty. Akan tetapi
berdasarkan ketentuan implied warranty pihak penjual tidak dapat lepas begitu
saja atas tanggung jawab terhadap hal-hal yang tidak ada diatur dan disebutkan
dalam perjanjian (baik yang berbentuk terms of use atau perjanjian lisensi) yang
dianggap dapat merugikan pihak pembeli, akan tetapi mekanisme untuk
mengadakan tuntutan ganti rugi bukanlah berdasar pada wanprestasi melainkan
atas dasar perbuatan melawan hukum.
Dalam ketentuan klausula baku yang ada dalam sebuah proses jual beli
software secara elektronik biasanya bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh
pihak penjual kepada pembeli apabila terjadi wanprestasi yaitu hanya terbatas

143

Ibid. 365-368

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

164
pada penggantian barang yang telah dibeli dengan produk yang serupa tanpa
disertai dengan ganti rugi atas kerugian-kerugian yang diderita oleh pembeli atau
keuntungan yang mungkin didapat pembeli apabila wanprestasi tidak terjadi yang
dalam konsepsi ganti rugi dalam aturan KUHPerdata disebut dengan ganti rugi
tanpa disertai dengan biaya dan bunga.
c). Contractual liability
Walaupun dalam hal jual beli software khususnya dalam hal tanggung jawab
pihak penjual atas wanprestasi yang terjadi dalam jual beli software secara
elektronik, UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak
mempunyai kapasitas untuk mengaturnya, namun karena ketiadaan peraturan dan
literatur yang khusus mengatur tentang hal tersebut maka kiranya tanggung jawab
yang dikenal dalam UUPK (undang-undang perlindungan konsumen) tersebut
dapat digunakan sebagai refrensi dalam mengklasifikasikan dan menentukan
bagaimana tanggung jawab pihak penjual atas wanprestasi yang terjadi dalam jual
beli software secara elektronik.
Bentuk-bentuk tanggung jawab dari pelaku usaha yang terdapat dalam
UUPK adalah sebagai berikut:
1) Contractual liability
Dalam hal terdapat hubungan perjanjian (privity of contract) antara pelaku
usaha dengan konsumen mengenai barang dan/atau jasa, maka tanggung jawab
pelaku usaha di sini di dasarkan atas contractual liability (pertanggungjawaban
kontraktual). Dengan demikian yang dimaksud dengan contractual liabiity adalah
tanggung jawab perdata atas dasar perjanjian atau kontrak dari pelaku usaha atas
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

165
kerugian yang dialami konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
dihasilkan atau memanfaatkan jasa yang diberikan.
2) Product liability
Dalam hal tidak terdapat hubungan perjanjian (no privity of contract) antara
pelaku usaha dengan konsumen, tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada
product liability atau pertanggungjawaban produk. Product liability adalah
tanggung jawab perdata secara langsung (strict liability) dari pelaku usaha atas
kerugian

yang

dialami

konsumen

akibat

menggunakan

produk

yang

dihasilkannya. Ketentuan ini terdapat dalam ketentuan Pasal 19 UU No. 8 Tahun


1999 tentang Perlindungan Konsumen yang

menyatakan pelaku usaha

bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang yang dihasilkan atau
diperdagangakan. Selain strict liability yang merupakan pertanggungjawaban
langsung terdapat tortius liability dalam pertanggungjawaban produk (product
liability) yaitu tanggung jawab yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum,
dengan unsur-unsur :
a) unsur perbuatan melawan hukum
b) unsur kesalahan
c) unsur kerugian
d) unsur hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian
yang timbul.
Dalam hal pembuktian, pembuktian unsur kesalahan bukan merupakan
beban konsumen lagi, tetapi justru merupakan beban yang harus ditanggung oleh
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

166
pihak pelaku usaha untuk membuktikan ia tidak bersalah. Hal ini diatur dalam
Pasal 28 UUPK yang menyatakan pembuktian terhadap ada atau tidaknya unsur
kesalahan dalam gugatan ganti rugi dalam Pasal 19 UUPK yang berupa
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen adalah merupakan tanggung
jawab pelaku usaha.
3) Profesional Liability
Dalam hal terdapat hubungan perjanjian (privity of contract) antara pelaku
usaha dengan konsumen, dimana pelaku usaha dalam hal ini sebagai pemberi jasa
tidak terukur sehingga merupakan perjanjian ikhtiar yang didasarkan atas itikad
baik, tanggung jawab pelaku usaha didasarkan pada tanggung jawab profesional
dimana tanggung jawab profesional ini menggunakan tanggung jawab langsung
(strict liability) dari pelaku usaha atas kerugian yang dialami konsumen akibat
memanfaatkan atau menggunakan jasa yang diberikannya. Sebaliknya ketika
hubungan perjanjian (privity of contract) merupakan prestasi yang terukur
sehingga merupakan perjanjian hasil, tanggung jawab pelaku usaha di dasarkan
pada pertanggungjawaban profesional yang menggunakan tanggung jawab perdata
atas perjanjian/kontrak dari pelaku usaha sebagai pemberi jasa atas kerugian yang
dialami konsumen sebagai akibat memanfaatkan atau menggunakan jasa yang
diberikan.
4) Criminal liability
Mengenai hubungan pelaku usaha dengan negara dalam memelihara
keamanan masyarakat (konsumen) tanggung jawab pelaku usaha di dasarkan atas
pertanggungjawaban pidana (criminal liability). Dalam hal pembuktian,
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

167
pembuktian yang dipakai adalah pembuktian terbalik yaitu menjadi tanggung
jawab pelaku usaha. 144

Jika dikaitkan bentuk-bentuk tanggung jawab tersebut dengan perjanjian jual


beli software secara elektronik maka apabila terjadi tuntutan pembeli atas dasar
wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penjual maka tanggung jawab yang timbul
adalah hanya terbatas pada contractual liability karena hanya akan terbatas pada
apa yang telah ditentukan dalam perjanjian.
Akan tetapi tetapi yang perlu diingat di sini bahwa bukan berarti pihak
penjual dapat melepaskan tanggung jawab atas perbuatan-perbuatan lainnya yang
dapat merugikan dan/atau membahayakan pihak pembeli dengan alasan tidak ada
diatur dalam perjanjian. Dalam hal ini pihak penjual tetap dapat diminta
pertanggungjawaban namun pertanggungjawaban dimaksud bukanlah atas dasar
tuntutan wanprestasi melainkan berdasarkan tuntutan pidana atau atas dasar
perbutan melawan hukum.
3.Tanggung Jawab Pihak Ketiga Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik
Transaksi e-commerce tentunya tidak dapat dipisahkan dari peranan
komputer dan perangkatnya. Karena komputer merupakan suatu alat yang punya
keterbatasan, perlu dikaji juga sejauh mana peranan dari sistem komputer itu
sendiri, jika ternyata suatu transaksi tidak berjalan dengan lancar karena kesalahan
teknis.

144

Ibid. 371-377

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

168
Sebagai suatu alat komputer tidak dapat disalahkan jika ternyata karena
kesalahan program atau perangkatnya, suatu transaksi tidak dapat berjalan
sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan suatu kerugian. Tanpa ada yang
menjalankan atau tanpa ada yang memprogram, sebuah komputer tidak akan dapat
bekerja. Oleh karena itu yang dapat dimintakan suatu pertanggungjawaban jika
sebuah komputer atau server tidak bekerja dengan baik adalah pihak yang
menjalankan program komputer tersebut atau pihak yang menyediakan jasa
pelayanan. Namun dalam hal tertentu sepatutnya yang bertanggung jawab adalah
pihak yang mengembangkan/membuat program komputer tersebut sebagai
product liability sekiranya terdapat cacat tersembunyi dalam program tersebut.
Untuk melakukan transaksi electronic commerce setidaknya terdapat dua
pihak, yaitu pembeli (konsumen) dan penjual (merchant). Sebagai suatu perjanjian
jual beli, terdapat kemungkinan terjadinya wanprestasi. Wanprestasi dapat terjadi
karena pembeli tidak melakukan kewajibannya atau pihak penjual tidak
melakukan kewajibannya. Akan tetapi, jika ternyata wanprestasi tersebut terjadi
karena kesalahan teknis, misalnya server down sehingga pesan tidak sampai,
pihak ketiga dapat diminta pertanggungjawabannya. Dalam transaksi e-commerce,
pihak yang dimaksud itu adalah penyedia jasa layanan (provider).
Mengapa pihak ketiga dapat dimintakan pertanggungjawaban ? hal ini
dikarenakan antara pihak ketiga, yaitu provider dengan penjual (merchant)
terdapat suatu perjanjian tersendiri. Provider itu sendiri mempunyai tugas yang
terkadang banyak, yaitu tidak hanya mengakses internet tetapi dapat juga menjadi
web designer. Tugas dan tanggung jawab provider tergantung dari perjanjian
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

169
antara merchant dan provider. Tugas utama dari provider adalah memberikan
layanan penyediaan akses internet 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Akan tetapi
semuanya tergantung perjanjian antara kedua belah pihak. Oleh karena itu
merchant harus memperhatikan isi perjanjian itu dengan seksama.
Tanggung jawab provider untuk pelayanan yang tidak sempurna tidak diatur
secara pasti. Akan tetapi teori perjanjian dan kerugian dapat dipergunakan untuk
menuntut provider ke pengadilan. 145 Kemudian untuk mengetahui bagaimana
teori perjanjian dan kerugian dimaksud, maka akan penulis uraikan pada bahasan
tersendiri.
Akan tetapi yang perlu dicatat di sini adalah dalam sebuah proses jual beli
software secara elektronik pihak-pihak yang terlibat di dalamnya tidak hanya akan
terbatas pada pihak pembeli dan penjual dan ISP saja tetapi juga akan melibatkan
pihak-pihak lainya yang dalam hal ini dapat kita sebut sebagai pihak ketiga.
Karena kompleksnya lapangan transaksi jual beli melalui internet (e-commerce)
menyebabkan kompleks jugalah pihak ketiga yang terkait di dalamya yang dalam
hal ini dapat meliputi juga penyedia jasa keuangan, penyedia jasa pengiriman.
Berdasarkan asas kepribadian atau prinsip privity of contract yang dalam
KUHPerdata diatur dalam Pasal 1340, 1315 dan 1317, maka dalam hal ini pihak
ketiga yang dimaksud tetap dapat dimintakan tanggung jawabnya atas wanprestasi
yang telah dilakukan selama hal itu ada diatur dalam perjanjian.
4.Perjanjian Baku Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik

145

Ibid.265-266

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

170
Dalam dunia usaha sering ditemukan klausula baku yang menempatkan
posisi tidak seimbang antara pelaku usaha dan konsumen, yang pada akhirnya
melahirkan suatu perjanjian yang tidak selalu menguntungkan salah satu pihak,
dalam hal ini konsumen atau mungkin boleh jadi menjadi tidak sah berdasarkan
Pasal 1320 KUHPerdata.
Dikatakan bersifat baku karena baik perjanjian maupun klausula tersebut
tidak mungkin untuk dinegosiasikan atau ditawar-tawar oleh pihak lainnya yang
dalam hal ini adalah konsumen (take it or leave it) sehingga jelas
ketidakseimbangan kedudukan dalam perjanjian baku dan cendrung merugikan
konsumen.
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan seringkali dilakukan oleh
pelaku usaha untuk melepaskan beban tanggung jawab yang seharusnya
ditanggung oleh mereka. Umumnya dikenal dengan pencantuman klausula
eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Prinsip tanggung jawab ini
sangat merugikan konsumen bila ditentukan secara sepihak oleh perlaku usaha.
Klausula baku merupakan sesuatu yang lazim dalam sebuah proses jual beli
secara elektronik tidak terkecuali dalam jual beli software secara elektronik.
Namun sesuai dengan permasalahan dalam skripsi ini akan timbul pertanyaan
yang berkaitan dengan klausula baku tersebut yaitu apakah dengan dasar klausula
baku seseorang dapat dituntut telah melakukan tindakan wanprestasi.
a). Perjanjian baku dalam UUPK dan KUHPerdata
UUPK tidak merumuskan defenisi tentang perjanjian baku tetapi
memberikan defenisi tentang klausula baku, yaitu : setiap aturan atau ketentuan
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

171
dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara
sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau
perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Pencantuman klausula baku dibolehkan oleh UUPK dengan ketentuan yang
diatur dalam Pasal 18 UUPK sebagai berikut.
1) Pelaku usaha dilarang membuat atau mencantumkan klusula baku pada setiap
dokumen atau perjanjian apabila :
a) Menyatakan pengalihan tanggung jawab
b) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli oleh konsumen.
c) Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli konsumen.
d) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
e) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual
beli jasa.
f) Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
peraturan baru, tambahan lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
dibuat

sepihak

oleh

pelaku

usaha

dalam

masa

konsumen

memanfaatkan jasa yang dibelinya.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

172
2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya
sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya
sulit dimengerti.
3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen
atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayatayat di atas dinyatakan batal demi hukum.
4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan
UU Perlindungan Konsumen.
Sebagai tambahan mengenai klausula baku ini terdapat aturan dalam
Konvensi Roma 1980 Pasal 5 ayat (2) yang menegaskan bahwa dalam kontrak
bisnis-konsumen, pilihan hukum yang dibuat di dalam kontrak tidak dapat
menghilangkan hak-hak konsumen atas perlindungan hukum yang seharusnya ia
peroleh dari hukum perlindungan konsumen dari negara tempat ia memiliki
kediaman tetap.
Sejalan dengan ketentuan yang terkandung dalam Konvensi Roma 1980
tersebut, berlaku asas bahwa hukum yang dipilih para pihak dalam sebuah kontrak
tidak dapat mengesampingkan kaidah-kaidah memaksa (mandaory laws) dari
negara lain yang memiliki closest connection dengan kontrak.
Sebagai contoh apabila seorang konsumen Indonesia yang secara digital
menutup kontrak dengan sebuah vendor Amerika Serikat di internet, misalnya dan
di dalam kontrak terdapat klausula choice of law ke arah hukum Amerika Serikat,

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

173
hal ini tidak dapat mengesampingkan hak konsumen Indonesia itu atas
perlindungan yang diberikan oleh UU Perlindungan Konsumen. 146
Sedangkan dalam ketentuan Pasal 1493 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa kedua belah pihak diperbolehkan dengan persetujuan-persetujuan
istimewa, memperluas atau mengurangi kewajiban-kewajiban yang ditetapkan
dalam undang-undang, dimana mereka diperbolehkan mengadakan persetujuan
bahwa si penjual tidak akan diwajibkan menanggung suatu apapun.
Hal tersebut hanya dimungkinkan jika kedua belah pihak dalam pembuatan
perjanjian/kontrak berada dalam posisi yang seimbang, artinya tidak ada
penekanan dari pihak (umumnya) pelaku usaha terhadap ketentuan tertentu
kepada konsumen. Pada era perdagangan bebas sekarang ini tampaknya pelaku
usaha dapat dengan mudah membuat aturan tertentu (seperti terms and conditions
dalam suatu website) yang berisikan pembatsan tanggung jawab. Acuan yang
digunakan adalah prinsip take it or leave it contract.
Dalam masalah perjanjian baku ini kiranya juga perlu dilihat kaitannya
dengan asas kebebasan berkontrak atau freedom of contract yang di negara
common law, dikenal dengan istilah laissez faire yang pengertiannya secara garis
besar seperti dituangkan oleh Jassel M.R. yaitu seorang dewasa yang waras
mempunyai hak kebebasan berkontrak sepenuhnya dan kontrak-kontrak yang
dibuat secara bebas dan atas kemauan sendiri adalah dianggap mulia/kudus dan
harus dilaksanakan oleh pengadilan dan kebebasan berkontrak ini tidak boleh
dicampuri sedikitpun.

146

Ibid. 378-380

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

174
Asas kebebasan berkontrak di Amerika bahkan dijamin dalam konstitusi
Amerika pada Artikel 1 section 10 (1) yang terkenal dengan doktrin pelarangan
pembatasan transaksi dagang (the restraint of trade doctrine) yang intinya adalah
melarang negara-negara bagian Amerika untuk membuat undang-undang yang
ikut mencampuri atau merusak kewajiban-kewajiban dari perjanjian-perjanjian. 147
Jadi dapat dikatakan bahwa pada dasarnya keberadaan perjanjian baku
dalam sebuah proses jual beli software secara elektronik adalah dibenarkan
selama sejalan dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
b). Kejelasan klausula baku
Hal lain yang kiranya perlu dikemukakan dalam masalah perjanjian baku ini
adalah mengenai kejelasan dari isi perjanjian baku itu sendiri yaitu dalam hal
tanggung jawab terhadap klausula baku apabila kurang dimengerti oleh pihak
debitur misalnya karena perbedaan bahasa, karena dalam praktek di Indonesia
umumnya standart kontrak yang digunakan dalam jual beli software secara
elektronik umumnya menggunakan bahasa asing.
Walaupun dalam UUPK mengenai masalah kejelasan dari sebuah klausula
baku telah diatur, namun pengaturan yang ada di sana hanya terbatas pada
larangan untuk membuat suatu perjanjian baku yang sulit dimengerti tanpa
disertai dengan bagaimana ketentuan hukum dari klausula baku yang dianggap
tidak jelas tersebut. Untuk itu kiranya apa yang diatur dalam UNIDROIT atau
UPICCs sebagai perangkat hukum dalam perdagangan internasional dapat
digunakan sebagai refrensi.

147

Hardijan Rusli. Op:cit. 38

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

175
Pasal 4.6 UPICCs mengatur contra proferentem rule yang menyatakan
bahwa jika syarat-syarat kontrak yang diajukan oleh salah satu pihak tidak jelas,
maka penafsiran yang berlawanan dengan pihak tersebut harus di dahulukan.
Satu pihak harus bertanggung jawab atas rumusan syarat kontrak, baik
karena ia telah merancang sendiri kontrak itu maupun karen ia telah mengajukan
syarat-syarat tersebut. Misalnya dengan menggunakan syarat-syarat baku yang
telah dipersiapkan lebih dahulu pihak pembuat seyogyanya menanggung resiko
atas ketidakjelasan rumusan yang dibuatnya itu. Hal ini merupakan alasan
mengapa pasal ini menentukan bahwa jika syarat-syarat kontrak yang diajukan
oleh salah satu pihak tidak jelas maka diberikan prefensi yang berlawanan dengan
pihak yang membuat syarat baku tersebut. Cara pemberlakuan aturan ini akan
bergantung pada hal-hal berikut ini :
1) Keadaan dari kasus yang dihadapi
2) Sifat kekurangan syarat kontrak yang merupakan pokok objek lebih lanjut
antara para pihak
3) Pembenaran untuk menafsirkan syarat itu yang melawan pihak pembuat
klausula baku tersebut.
Demikian pula apabila terjadi ketidakcocokan bahasa dapat menimbulkan
masalah dalam pelaksanaan kontrak komersial tersebut. Pasal 4.7 UPICCs
menentukan bahwa apabila kontrak dibuat dalam dua atau lebih versi bahasa yang
keduanya berlaku, apabila terjadi ketidakcocokan diantara kedua versi tersebut,
prioritas penafsiran digunakan menurut versi asli dari kontrak tersebut.148

148

Mariam Darus badrulzaman II. Op;cit. 205-206

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

176

5. Ganti Rugi (Remedies)


Dalam setiap perjanjian debitur wajib bertanggung jawab melakukan
kewajiban sesuai dengan isi perjanjian termasuk di dalamnya kewajiban dari
debitur untuk bertanggung jawab terhadap tuntutan kreditur akibat terjadinya
wanprestasi..
Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H. berpendapat bahwa :
....... hak-hak yang dimiliki kreditur apabila terjadi ingkar janji yaitu :
a) Hak menuntut pemenuhan perikatan (nokamen)
b) Hak menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan itu bersifat
timbal balik menuntut pembatalan perikatan (outbinding)
c) Hak menuntut ganti rugi (schade vergoeding)
d) Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
e) Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti
rugi.. 149
Sedangkan menurut J. Satrio,S.H.
....... akibat-akibat hukum berupa tuntutan dari kreditur dapat menimpa
debitur apabila debitur tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya. Tuntutan
dari kreditur ini dapat berupa :
a) pertama-tama sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1236 dan 1243
KUHPerdata bahwa dalam hal debitur lalai untuk memenuhi
kewajibannya kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian
yang berupa ongkos-ongkos kerugian dan bunga. Akibat hukum seperti
ini menimpa debitur baik dalam perikatan untuk memberikan sesuatu
untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu.
b) Selanjutnya Pasal 1237 KUHPerdata mengatakan bahwa sejak kreditur
lalai maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggung jawab debitur.
c) Yang ketiga ialah kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbal balik
maka berdasarkan Pasal 1266 kreditur berhak untuk menuntut
pembatalan perjanjian dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi
tetapi kesemuanya itu tidak mengurangi hak dari kreditur untuk tetap
menuntut pemenuhan prestasi. 150
Masih dalam hal akibat dari wanprestasi ini Subekti berpendapat
149
150

Mariam Darus Badrulzaman I. Op:cit. 26


J.Satrio I. Op:cit. 144

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

177
....... bahwa terhadap kelalaian atau kealpaan si berhutang (debitur)
diancam dengan beberapa sanksi atau hukuman, hukuman atau akibat-akibat
yang tidak enak bagi debitur yang lalai tadi ada 4 (empat) macam, yaitu :
a) Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat
dinamakan dengan ganti rugi
b) Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian
c) Peralihan resiko
d) Pembayaran biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di muka
hakim. 151

Pasal 1236 KUHPerdata

mengatur tentang perikatan-perikatan untuk

memberikan sesuatu, menetapkan : Si berhutang (debitur) adalah berwajib


memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada si berpiutang (kreditur), bila ia
telah membawa dirinya dalam keadaan tidak mampu untuk meyerahkan
kebendaan atau telah tidak merawatnya sepatutnya guna menyelamatkannya.
Pasal 1239 KUHPerdata yang mengatur tentang perikatan-perikatan untuk
berbuat sesuatu untuk tidak berbuat sesuatu juga menentukan: Tiap-tiap
perikatan untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu bila si berhutang
(debitur) tidak memenuhi kewajibannya mendapatkan penyelesaiannya dalam
kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi, dan bunga.
Berdasarkan Pasal 1236 dan 1239 KUHPerdata ini, maka bila terdapat
debitur yang wanprestasi atau berprestasi buruk, debitur itu wajib memberikan
ganti biaya, rugi dan bunga. Penggantian biaya, rugi dan bunga ini disebut sebagai
ganti rugi atau dalam bahasa Inggris disebut remedies.
Prof. Subekti. SH. menjelaskan tentang arti biaya, rugi dan bunga sebagai
berikut :

151

Idris Zainal. Op:cit. 49-50

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

178
a) Biaya adalah segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah
dikeluarkan oleh salah satu pihak.
b) Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur
yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.
c) Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah
dibayangkan atau dihitung oleh kreditur dan kerugian ini dalam bahasa Inggris
dinamakan expection damages. Bila besarnya tuntutan ganti rugi didasarkan
pada suatu ketentuan dalam perjanjian maka ganti rugi dinamakan
stipulated/liquidated damages.
Sedangkan tuntutan ganti rugi yang didasarkan pada keuntungan yang
didapatkan tergugat (debitur) atas batalnya perjanjian karena wanprestasi itu
disebut restitution damages. Penggantian biaya dan rugi dalam bahasa Inggris
dijadikan satu dengan sebutan reliance damages yaitu penggantian bagi
pengeluaran atau kerugian yang terjadi karena batalnya perjanjian itu, reliance
damages dapat dituntut bila keuntungan transaksi atau expection damages tidak
terbukti. 152
a). Pembatalan rescission hanya bagi perjanjian timbal balik (bilateral)
Perjanjian jual beli software secara elektronik dalam KUHPerdata
merupakan salah satu bentuk perjanjian tidak bernama, namun dalam hal ini dapat
dikategorikan sebagai perjanjian timbal balik karena akan menimbulkan
kewajiban-kewajiban kepada kedua belah pihak.

152

Hardijan Rusli.Op:cit. 133-134

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

179
Pasal 1267 KUHPerdata menyatakan Pihak terhadap siapa perikatan tidak
dipenuhi dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan akan
memaksa pihak lain untuk memenuhi perjanjian atau ia akan menuntut
pembatalan perjanjian disertai penggantian biaya, rugi dan bunga.
Berdasarkan Pasal 1267 KUHPerdata ini, maka kreditur diberikan hak untuk
memilih apakah akan menunutut pemenuhan atau pembatalan perjanjian dengan
penggantian biaya, kerugian dan bunga. Pasal ini adalah merupakan pengecualian
dari Pasal 1338 bagian kedua yang menyatakan bahwa perjanjian tidak dapat
ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak. Penggantian
biaya, rugi dan bunga bisanya disebut sebagai ganti rugi saja.
Pasal 1267 KUHPerdata ini merupakan bagian dari ketentuan-ketentuan
tentang perjanjian bersyarat dan Pasal 1267 ini kiranya dimaksudkan bagi
perjanjian timbal balik dimana masing-masing pihaknya mempunyai kewajiban.
Pasal 1267 ini adalah pasal yang diperuntukan untuk perjanjian timbal balik
dan bukan untuk perjanjian unilateral atau cuma-cuma dan karena itu kreditur
dalam perjanjian timbal balik dapat menuntut :
1) Pemenuhan perjanjian secara murni, atau
2) Pemenuhan perjanjian secara ganti rugi, atau
3) Pembatalan, saja
4) Pembatalan dengan ganti rugi.
Dalam perjanjian yang bukan perjanjian timbal balik melainkan perjanjian
yang unilateral atau cuma-cuma, maka kreditur tidak perlu serta tidak dapat

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

180
menuntut pembatalan

(Pasal 1338 bagian akhir KUHPerdata), tetapi cukup

menuntut :
1) Pemenuhan perjanjian secara murni
2) Pemenuhan perjanjian secara penggantian biaya, rugi dan bunga.
Dalam sistem common law, penuntutan pembatalan (pembatalan menurut
Pasal 1267 KUHPerdata) disebut rescission, yang menurut Black Laws Dictionary
adalah mencabut, tidak melakukan, menghindarkan, atau membatalkan suatu
kontrak teristimewa, tidak melakukan suatu kontrak karena perbuatan dari salah
satu pihak.
Hak membatalkan (rescission) adalah hak untuk membatalkan suatu kontrak
atas kejadian dari beberapa macam perbuatan yang merupakan wanprestasi oleh
salah satu pihak dalam perjanjian. Dalam suatu perjanjian umumnya terdapat
ketentuan tentang macam-macam perbuatan yang harus dilakukan oleh masingmasing pihak. Dari macam-macam perbuatan itu ada perbuatan yang dinyatakan
maupun karena tersirat bahwa perbuatan itu bila tidak dipenuhi atau dilakukan
akan menyebabkan pihak lawannya akan kehilangan keuntungan yang diharapkan
oleh pihak lawan itu. Perbuatan ini merupakan perbuatan yang sebagai condition
(syarat) dan bila perbuatan itu tidak dilakukan oleh debiturnya maka kreditur
dapat meminta pembatalan atas perikatan tersebut, kecuali diperjanjikan
sebaliknya oleh para pihak.
Selain itu ada juga perbuatan yang bila tidak dilakukan tidak akan
menyebabkan pihak lawannya kehilangan keuntungan yang diharapkan dan
perbuatan itu disebut sebagai warranty. Perbuatan warranty ini bila tidak
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

181
dilakukan oleh debitur tidak akan menimbulkan hak bagi kreditur untuk
membatalkan perikatannya kecuali para pihak menentukan sebaliknya. Tetapi
banyak juga perbuatan-perbuatan yang tidak dapat dikategorikan sebagai
conditonal atau warranty dan untuk perbuatan seperti ini tergantung dari keadaan
khusus masing-masing, kecuali para pihak telah menentukan perbuatannya
sebagai conditional atau warranty 153.
b). Somasi
Penuntutan penggantian biaya, rugi dan bunga dapat dilakukan terhadap
pihak yang tidak memenuhi kewajiban atau terhadap pihak yang wanprestasi.
Bagi kewajiban yang berupa tidak berbuat sesuatu tidaklah diperlukan peringatan
terlebih dahulu karena selama tidak ada pelanggaran atau wanprestasi, maka
selama itu pula dianggap debitur memenuhi kewajibannya. Jadi karena dianggap
debitur telah memenuhi kewajibannya, maka tidak diperlukan lagi tegoran atau
peringatan.
Bagi perikatan dengan prestasi tidak berbuat sesuatu ini debitur sejak
pertama kali dalam memenuhi kewajibannya, sedangkan bagi perikatan dengan
prestasi memberi sesuatu atau berbuat sesuatu, debitur belum memenuhi
kewajibannya. Sehubungan dengan hal tersebut bagi debitur dengan prestasi tidak
berbuat sesuatu bila berbuat berlawanan dengan perikatannya, maka karena
pelanggarannya itu saja debitur wajib mengganti biaya, rugi dan bunga.

153

Ibid.134-137

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

182
Sedangkan penggantian biaya, rugi dan bunga oleh debitur dengan prestasi
memberikan sesuatu atau berbuat sesuatu dapat dituntut bila ada wanpretasi
dengan pembuktian (Pasal 1242 KUHPerdata) :
1) Ada teguran atau peringatan pernyataan lalai (somasi) dan debitur tetap
melalaikannya, atau
2) Karena kelalaian secara hukum (mora ex re), yaitu kelalaian yang terjadi
karena adanya tenggang waktu yang fatal atau tenggang waktu yang tidak
dapat diperpanjang.
Somasi diperlukan bukan saja untuk dapat menentukan penggantian biaya,
rugi dan bunga tetapi juga diperlukan untuk terjadinya peralihan resiko kepada
debitur yang kewajibannya memberikan sesuatu (Pasal 1237 dan 1238
KUHPerdata).
Sommasi menurut putusan hoge raad tanggal 19 Desember 1892 dapat
berupa :
a. Surat resmi atau otentik dari juru sita
b. Surat biasa
Sommasi tidak dapat dilakukan secara lisan dan hal ini sesuai dengan pasal
1238 KUHPerdata yang menyatakan : dengan surat perintah atau dengan sebuah
akta sejenis itu. Sommasi harus menyebutkan waktu tertentu untuk tenggang
waktu pelaksanaan perjanjian karena bila tidak ada maka debitur dianggap belum
lalai. Menurut putusan HR 24 April 1931 sommasi dari kreditur tidak diperlukan
bila ada surat pengakuan dari debitur itu sendiri bahwa ia sudah dalam keadaan
lalai atau telah menolak untuk melakukan prestasi.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

183
Hal ini dalam common law disebut sebagai anticipotary breach yaitu
wanprestasi yang terjadi karena salah satu pihak secara jelas atau tersirat
menunjukan maksud untuk tidak terikat oleh kontrak itu. Anticipotary breach
mungkin disebabkan oleh karena pihak tersebut tidak mungkin lagi atau tidak mau
memenuhi prestasinya. Wanprestasi ini mungkin terjadi dalam bentuk
mengabaikan kontrak atau ada petunjuk bahwa pihak tersebut hanya akan
memenuhi prestasinya secara tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan. 154

c). Peralihan Risiko


Sommasi diperlukan tidak hanya untuk penuntutan penggantian biaya, rugi
dan bunga tetapi juga untuk terjadinya peralihan resiko. Pasal 1238 KUHPerdata
menyatakan bahwa debitur dianggap lalai bila :
1) Telah menerima teguran (sommasi) dan masih tidak memenuhi prestasinya.
2) Melampaui batas waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian itu sendiri
Pernyataan lalai juga dibutuhkan sehubungan dengan peralihan resiko yang
ditentukan dalam Pasal 1237 KUHPerdata yang berbunyi : Dalam hal adanya
perikatan untuk memberikan sesuatu kebendaan tertentu benda itu semenjak
perikatan dilahirkan adalah atas tanggungan si kreditur. Jika si debitur lalai akan
menyerahkannya maka semenjak saat kelalaian kebendaan adalah tanggungan
debitur.

154

Ibid. 137-139

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

184
Pasal 1237 dan 1238 KUHPerdata ini terdapat dalam bagian yang mengatur
tentang perikatan-perikatan untuk memberikan sesuatu. Sesungguhnya resiko atas
suatu benda hanya terdapat dalam perikatan untuk memberikan sesuatu sedangkan
perikatan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, tidak mempunyai masalah
dengan resiko atas suatu benda.
Pengertian memberikan sesuatu tidaklah dapat diartikan sebagai perjanjian
yang sepihak saja (atau cuma-cuma saja) sebagaimana ditafsirkan oleh para ahli
hukum, karena Pasal 1237 ini berlaku juga bagi perjanjian bilateral maupun
unilateral sepanjang prestasi dari debiturnya adalah memberikan sesuatu.
Pasal 1237 KUHPerdata bagian pertama menentukan bahwa resiko atas
benda tertentu dalam perikatan memberikan sesuatu adalah atas tanggungan atau
beban kreditur. Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan
karena suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak. Adapun pengertian dari
Pasal 1237 KUHPerdata tersebut adalah :
1) Bagian pertama yang menentukan bahwa dalam perikatan untuk memberikan
sesuatu kebendaan tertentu maka resiko atas benda itu ditanggung oleh pihak
yang berhak/berpituang (kreditur) sejak perikatan lahir.
2) Bagian

kedua

yang

menentukan

bahwa

bila

pihak

yang

berkewajiban/berhutang (debitur) lalai akan menyerahkan, maka resiko atas


benda itu ditanggung oleh debitur sejak kelalaian itu.
Makna kata-kata benda tertentu dalam Pasal 1237 KUHPerdata tersebut
harus diartikan sudah dapat dan mau diserahkan oleh debitur sehingga
penanggungan resiko menjadi sebagai berikut :
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

185
1) Resiko ditanggung oleh kreditur bila benda tertentu itu sudah dapat diserahkan
pada saat terjadinya perikatan atau debitur sudah mampu dan mau
menyerahkan benda tersebut. Dalam hal ini adalah layak dan adil bila suatu
benda yang dibeli dan telah diserahkan kepada pembeli maka benda itu
merupakan tanggungan dari si pembeli tersebut.
2) Resiko ditanggung oleh debitur bila benda tertentu itu belum dapat diserahkan
pada saat terjadinya perikatan dan sudah tentu resiko akan beralih lagi kepada
kreditur bila debitur sudah dapat dan mau menyerahkan benda tersebut.
Ketentuan dalam Pasal 1237 ini adalah merupakan ketentuan yang harus
dijadikan pegangan/patokan bagi semua perjanjian dan karena itu semua masalah
yang mengatur resiko haruslah ditafsirkan sejiwa dengan Pasal 1237 ini.
Misalnya ketentuan dalam Pasal 1460 KUHPerdata yang melalui surat
edaran No.3 Tahun 1963 oleh Mahkamah Agung dinyatakan tidak berlaku lagi,
yang menyatakan: Jika kebendaan yang dijual itu berupa suatu barang yang
sudah ditentukan maka barang itu sejak saat pembelian adalah atas tanggungan
dari si pembeli (kreditur) meskipun penyerahan belum dilakukan dan si penjual
berhak menuntut harganya.
Pasal 1460 ini menentukan resiko atas benda yang sudah tertentu dalam hal
ini sama dengan Pasal 1237 KUHPerdata. Prof. Subekti memandang bahwa Pasal
1460 ini penuh dengan keganjilan. Dan Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro. SH.
berpendapat bahwa Pasal 1460 ini sebagai peraturan yang tidak adil. Prof.
Subekti. SH, memberikan komentarnya atas Pasal 1460 KUHPerdata itu sebagai
berikut : Memang itu tidak adil sebab bukankah si pembeli lemari (dalam sistem
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

186
BW) belum pemilik. Ia baru seorang calon pemilik dan baru menjadi pemilik pada
saat barang itu diserahkan kepadanya (di rumahnya). Dan selama barang belum
diserahkan kepada pembeli, bila si penjual jatuh pailit maka barang itu masih
termasuk dalam harta kekayaan (boedel) si penjual.
Yurisprudensi Belanda sudah mengambil jalan menafsirkan pasal 1460 ini
secara sempit ditunjukan pada perkataan barang tertentu yang harus diartikan
sebagai barang yang dipilih dan ditunjuk oleh si pembeli, dengan pengertian tidak
dapat lagi ditukar dengan barang lain. dengan membatasi berlakunya Pasal 1460
ini, maka keganjilan sudah berkurang. Pembeli yang sudah menunjuk sendiri
barang yang dibelinya sudah dianggap seolah-olah menitipkan barangnya sampai
barangnya diantar ke rumahnya.
Prof. Subekti. SH., menyimpulkan bahwa selama belum dilever mengenai
barang dari macam apa saja resikonya masih harus dipikul oleh penjual yang
masih merupakan pemilik sampai pada saat barang itu secara yuridis diserahkan
kepada pembeli. 155

E.Mekanisme Penyelesaian Sengketa


Berbelanja atau melakukan transaksi di dunia maya melalui internet
termasuk di dalamnya transaksi atas sebuah software, sangat berbeda dengan
berbelanja atau melakukan transaksi di dunia nyata, kenyataan ini telah
menimbulkan keragu-raguan mengenai hukum dan yuridiksi hukum yang
mengikat para pihak yang melakukan transaksi.

155

Ibid. 139-142

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

187
Namun dalam hal ini penulis setuju dengan apa yang dikemukakan oleh
Sutan Remy Syahdeini yang menyatakan bahwa :
...penulis tidak dapat menerima pandangan yang demikian itu, dunia
maya di mana transaksi-transaksi e-commerce berlangsung adalah memang
dunia yang lain dari dunia nyata tempat kita sesungguhnya hidup karena
tempat kita bernafas dan merasakan kenikmatan dan kesakitan jasmaniah
adalah di dunia nyata dan bukan di dunia maya, akan tetapi di dunia maya di
mana manusia dapat berinteraksi di antara sesamanya dan dapat melakukan
berbagai perbuatan hukum tidak mustahil manusia melakukan perbuatanperbuatan hukum yang melanggar hak hukum dari orang lain, oleh sebab itu
di dunia maya perlu ada hukum dan perlu pula hukum tersebut dapat
ditegaskan apabila dilanggar. Tanpa adanya hukum di dunia maya dan tanpa
dapat ditegakan hukum itu apabila dilanggar sudah barang tentu akan
menimbulkan keadaan yang kacau (chaos), persis seperti apabila hal itu
terjadi di dunia nyata...156

Apabila timbul suatu perselisihan menyangkut suatu transaksi e-commerce


diantara orang-orang atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia dan
transaksi itu berlangsung di Indonesia sedangkan untuk transaksi itu para pihak
sebelumnya tidak membuat perjanjian dia antara mereka, maka masih mudah bagi
hakim untuk menentukan atau bagi para pihak untuk melakukan kesepakatan di
kemudian hari setelah timbulnya perselisihan itu, agar perselisihan itu
diselesaikan menurut hukum Indonesia.
Namum akan timbul banyak masalah apabila transaksi itu dilakukan di
dunia maya melibatkan dua atau lebih pihak yang berkedudukan di dua negara
yang berbeda, akan sulit menentukan hukum mana yang berlaku mengingat
transaksi yang terjadi di cyberspace tidak mengenal batas negara, sehingga sulit

156

Mariam Darus Badrulzaman II. Op:cit 338

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

188
menentukan di negara mana peristiwa hukum itu terjadi. 157 Keadaan ini juga
terjadi dalam jual beli software secara elektronik.
1).Hukum Yang Berlaku
Untuk dapat menyelesaikan suatu kasus maka sangat penting untuk
diketahui hukum mana yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Maka
mengenai hukum yang berlaku di dunia maya Sutan Remy Syahdeini menyatakan
penulis berpendapat bahwa oleh karena interaksi dan perbuatanperbuatan hukum di dunia maya adalah sesungguhnya interaksi antar sesama
manusia dari dunia nyata dan apabila terjadi pelanggaran hak atas perbuatan
hukum melalui atau di dunia maya itu adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh oleh manusia dari dunia nyata dan hak yang dilanggar adalah
hak dari manusia dari dunia nyata, maka hukum yang berlaku dan harus
diterapkan adalah hukum dari dunia nyata.... 158

Sementara itu, karena baik itu UUPK atau UU Hak Cipta yang ada tidak ada
mengatur tentang praktek jual beli software secara elektronik yang melibatkan
tidak hanya pihak yang berada dalam satu yurisdiksi, maka dalam hal ini untuk
menentukan hukum yang berlaku antara para pihak adalah berdasarkan atas
perjanjian yang telah disepakati. Dalam hal ini kita ambil contoh apa yang
dilakukan oleh Amazon.com yang menambahkan suatu klausula yang berbunyi
bahwa segala transaksi yang terjadi dengan Amazon.com berlaku the laws of
state of Washington . Dengan demikian konsumen yang berasal dari negara
manapun yang melakukan transaksi dengan Amazon.com tunduk pada hukum
negara bagian Washington.
Oleh karena itu, jika gugatan ditujukan pada penjual (merchant), atau pihak
lainnya yang berada di luar negeri maka gugatan diajukan ke negara yang
157
158

Ibid. 355-356
Ibid 338

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

189
bersangkutan dengan menggunakan instrumen hukum perdata internasional,
seperti perjanjian atau yurisprudensi.
Dalam pandangan hukum perdata internasional mengenai masalah
penentuan hukum yang berlaku dalam suatu perjanjian, pertama-tama dilihat dari
maksud para pihak yang berjanji, kecuali untuk perjanjian kerja yang berlaku
adalah hukum di mana pekerjaan itu dilakukan dan juga perjanjian mengenai
benda tetap yang berlaku adalah hukum dimana benda itu berada..
Penentuan hukum mana yang berlaku atas suatu perjanjian dapat dilakukan
dengan 4 (empat) cara yaitu :
a) Secara tegas dalam perjanjian itu, yaitu terdapat ketentuan (klausul) yang
menentukan hukum mana yang berlaku atas perjanjian tersebut.
b) Secara diam-diam, bila tidak terdapat ketentuan (klausa) tentang penentuan
hukum mana yang berlaku, maka dapat secara tegas atau diam-diam
menyatakan tentang hukum mana yang akan diberlakukan.
c) Secara anggapan atau dugaan, bila tidak ada ketentuan yang tegas atau diamdiam

maka dilihat apakah ada unsur-unsur atau ketentuan yang dapat

merupakan dasar untuk menduga/menganggap bahwa perjanjian itu tunduk


pada suatu hukum tertentu.
d) Secara hipotesis yaitu berdasarkan pilihan atau ketentuan hakim sendiri.
Prof. Dr. S. Gautama. S.H. tidak setuju dengan penentuan hukum yang
berlaku berdasarkan cara ketiga dan keempat, beliau menyetujui penentuan
hukum yang berlaku atas suatu perjanjian hanya berdasarkan secara tegas atau
secara diam-diam saja. Pakar hukum ini memberikan contoh tentang pilihan atau
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

190
penentuan hukum yang berlaku secara diam-diam yaitu dengan cara melihat
keadaan dalam kontrak dan sekitar kontrak itu yang dapat disimpulkan tentang
kehendak dari para pihak memilih hukum yang berlaku atas perjanjian itu, seperti
adanya klausul untuk menyimpang dari Pasal 1266 KUHPerdata.
Pasal 1266 ini menentukan bahwa dalam suatu perjanjian timbal balik bila
salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya maka pihak yang dirugikan dapat
meminta pembatalan perjanjian kepada hakim atau dengan kata lain pembatalan
tidak terjadi secara otomatis, melainkan harus dimintakan kepada hakim. Lalu
dengan mencantumkan ketentuan untuk mengabaikan Pasal 1266 ini maka para
pihak menginginkan pembatalan secara hukum atau langsung, begitu terjadi
wanprestasi, berdasarkan keadaan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
maksud pihak secara diam-diam atau tegas adalah memilih hukum Indonesia. 159
Namun, jika telah ditentukan di dalam klausula perjanjian e-commerce
mengenai pilihan hukum, seperti yang dilakukan oleh Amazon.com, hukum
pilihan itulah yang akan menyelesaikan. Akan tetapi jika ternyata tidak
dicantumkan mengenai hal ini, hukum yang berlaku dapat ditentukan berdasarkan
teori-teori yang ada, yaitu sebagai berikut :

a). Teori kotak pos (mail box theory)


Menurut teori ini suatu kontrak atau perjanjian terjadi pada saat jawaban
yang berisikan penerimaan dimasukan ke dalam kotak pos. Dalam hal transaksi e-

159

Hardijan Rusli. Op:cit. 19-20

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

191
commerce hukum yang berlaku adalah hukum dimana pembeli mengirimkan
pesanan melalui komputernya. Teori ini mempunyai kelemahan sebab ada
kemungkinan pihak lawan tidak menerima pesanannya atau terlambat menerima
pesanan tersebut. Oleh karena itu diperlukan konfirmasi dari pihak penjual.
b). Acceptance Theorie (teori penerimaan)
Menurut teori ini hukum yang berlaku adalah hukum di mana pesan dari
pihak yang menerima penawaran tersebut disampaikan. Dalam transaksi ecommerce hukum yang berlaku menurut teori ini adalah hukum si penjual.
c).Proper law of the contract
Menurut teori ini hukum yang berlaku adalah hukum yang mempunyai titiktitik pertalian yang paling banyak, atau hukum yang paling sering dipergunakan
pada saat pembuatan perjanjian. Misalnya bahasa yang dipergunakan adalah
bahasa Jepang, mata uang yang dipakai dalam transaksi yen, arbitrase yang
dipergunakan arbitrase Jepang, maka yang menjadi pilihan hukumnya adalah
hukum Jepang .
d).The most characteristic connection
Dilihat dari teori ini, hukum yang berlaku adalah hukum pihak mana yang
melakukan prestasi yang paling karakteristik atau yang paling banyak. 160

2.Pilihan Pengadilan

160

Edmon Makarim I. Op:cit. 277-278

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

192
Dalam menentukan pilihan hukum perlu juga diperhatikan pengadilan mana
yang akan mengadilinya, karena bila yang mengadilinya bukan pengadilan yang
mamakai hukum yang dipilih itu, maka kemungkinan juga akan mendapat
kesulitan jika hakim pada pengadilan itu menganggap hukum asing sebagai suatu
fakta bukan sebagai suatu hukum.
Pada negara-negara anglo saxon hukum luar negeri dianggap sebagai suatu
fakta hal ini berarti hukum asing itu perlu didalilkan dalam surat gugatannya.
Sedangkan pada negara-negara eropa kontinental hukum luar negeri dianggap
sebagai suatu hukum pula. Yang berarti tidak perlu pembuktian dalam pemakaian
hukum asing, bahkan hakim harus pula menggunakannya secara ex officio karena
jabatan, termasuk pula jika tidak didalilkan dan tidak dibuktikan oleh para pihak.
Dalam hal ini terdapat istilah curia just novit yang artinya hakim tidak hanya
dianggap mengetahui undang-undang tetapi juga mengetahui bagaimana
menerapkan UU tersebut.161
Dalam transaksi e-commerce mengenai pilihan pengadilan apabila terjadi
sengketa dan seperti halnya pilihan hukum hal tersebut dapat diatasi apabila para
pihak dapat menentukan di dalam perjanjian di antara mereka pengadilan mana
yang mereka pilih, untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin akan timbul.
Para pihak dapat pula menentukan di dalam perjanjian bahwa sengketa yang
mungkin timbul diselesaikan oleh suatu badan arbitrase, baik arbitrase
institusional maupun arbitrase ad hoc. Klausul dalam perjanjian yang mengatur
tentang hal ini disebut arbitration provisions atau klausul arbitrase. 162
161
162

Hardijan Rusli. Op:cit. 20


Mariam Darus Badrulzaman II. Op:cit. 357

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

193
3. Arbitrase dan Mediasi
Kewajiban dalam suatu perjanjian bila tidak dipenuhi dapat dipaksakan
dengan meminta bantuan hakim. Begitu pula bila terdapat ketidaksamaan
pendapat atau perbedaan pendapat yang berhubungan dengan perjanjian itu maka
para pihak juga dapat meminta bantuan hakim untuk menentukan mana yang
benar, akan tetapi pada dasarnya, penyelesaian perkara di luar pengadilan atas
dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan atau dengan
kata lain penyelesaian perkara di luar pengadilan tetap diperboehkan hanya atas
dasar arbitrase dan perdamaian (baik melalui mediator atau tidak). Seperti telah
disebutkan sebelumnya maka penyelesaian perkara di luar pengadilan misalnya
melalui arbitrase juga dibenarkan dalam praktek, untuk itu pada pembahasan
berikutnya akan diuraikan mengenai hal tersebut.
a). Arbitrase
Perkataan arbitrase berasal dari kata Arbitrare (latin) yang berarti kekuasaan
untuk menyelesaikan sesuatu berdasarkan kebijaksanaan, jadi arbitrase ini
sebenarnya adalah merupakan lembaga peradilan oleh hakim partikulir atau
swasta (partculiere rechtspraak). Arbitrase menurut Prof. R. Subekti. SH. Adalah
penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim yang
berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk kepada atau mentaati putusan
yang diberikan oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau tunjuk
tersebut.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

194
Perkara yang dapat diselesaikan melalui lembaga arbitrase ini adalah perkara
yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum
dagang (Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990). 163
Prof. Mr. Dr. S. Gautama menyatakan bahwa ketentuan Mahkamah Agung
adalah seperti yang dicantumkan dalam Model Law UNCITRAL tentang Arbitrase
Internasional yaitu hanya menyangkut perkara commercial contracts.
Manfaat dari penyelesaian perkara melalui arbitrase adalah :
1) Hakim (partikulir) adalah pilihan para pihak dan sudah tentu merupakan orang
yang ahli dalam masalahnya.
2) Proses cepat apabila dibandingkan dengan peradilan negara karena putusannya
bersifat final dan mengikat.
3) Pengadilannya tidak terbuka untuk umum karena itu masalahnya dapat
dirahasiakan
4) Putusan arbitrase dapat dilaksanakan di luar negeri.
Bagi putusan arbitrase asing (di luar negeri) bila ingin dilaksanakan di
Indonesia

harus

dilakukan

dengan

cara

mendaftarkannya

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

(deponir)

di

(Pasal 5 ayat 1 Peraturan

Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990). Pengiriman berkas permohonan harus


disertai dengan :
1) Asli putusan atau turunan putusan arbitrase asing yang telah diotentifikasi
beserta naskah terjemahan resminya.

163

Hardijan Rusli. Op:cit. 142-145

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

195
2) Asli perjanjian atau turunan perjanjian yang menjadi dasar putusan arbitrase
asing yang telah diotentifikasi, beserta naskah terjemahan resminya.
3) Keterangan dari perwakilan diplomatik Indonesia di negara mana putusan
arbitrase asing tersebut diberikan, yang menyatakan bahwa negara pemohon
terikat secara bersama-sama dengan negara Indonesia dalam suatu konvensi
internasional perihal pengakuan serta pelaksanaan suatu putusan arbitrase asing
atau terikat secara bilateral dengan negara Indonesia.
4) Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat lalu mengirim berkas permohonan
eksekusi arbitrase asing itu ke Panitera/Sekertaris Jenderal Mahkamah Agung
untuk memperoleh exequatur dalam waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya
permohonan tersebut. 164
Putusan arbitrase asing hanya diakui serta hanya dapat dilaksanakan di
Indonesia apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Putusan itu adalah putusan suatu badan arbitrase ataupun arbiter perseorangan
di suatu negara yang terikat dalam suatu konvensi internasional perihal
pengakuan serta pelaksanaan putusan arbitrase asing atau terikat secara
bilateral dengan Indonesia.
2) Putusan itu adalah putusan dalam bidang hukum dagang
3) Putusan itu tidak bertentangan dengan kepentingan umum
4) Telah memperoleh exequatur dari Mahkamah Agung. 165

164
165

Ibid
Ibid.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

196
Masalah perjanjian yang timbal balik bila tidak ingin diadili oleh pengadilan
negeri melainkan ingin diadili secara arbitrase dapat dinyatakan oleh para pihak
dengan cara :
1) Membuat suatu perjanjian tersendiri yang khusus menyatakan keinginan para
pihak tersebut untuk menyerahkan masalahnya diadili secara arbitrase.
Perjanjian khusus ini yaitu perjanjian yang dibuat setelah perjanjian pokoknya
disebut sebagai akta kompromis.
2) Mencantumkan dalam perjanjian pokoknya yaitu suatu bagian atau klausul
yang berisi tentang keinginan para pihak untuk menyerahkan masalah yang
timbul dari perjanjian tersebut diselesaikan secara arbitrase, klausul ini disebut
klausul arbitrase.
Dalam hal suatu perjanjian terdapat klausul arbitrase maka pengadilan
negeri akan menolak untuk mengadili masalah perjanjian tersebut karena hal ini
merupakan kompetensi mutlak dan hakim karena jabatannya harus menyatakan
dirinya tidak berwenang untuk mengadili perkara perjanjian yang di dalamnya
terdapat klausul arbitrase.
Dalam suatu peradilan secara arbitrase dapat dipilih hukum materialnya
adalah hukum Indonesia sedangkan ketentuan dan prosedur arbitrasenya adalah
menurut

BANI ataupun ICC (international chamber of commerce) Paris.

Peradilan arbitrase menurut ICC Paris berarti yang menyelenggarakan bukan


BANI tetapi ICC Paris yang penyelenggaraannya tidak harus di Paris, karena
arbitrase menurut ICC Paris dapat diselenggarakan sesuai dengan pilihan tempat

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

197
oleh para pihak dalam perjanjian, begitu pula pemilihan domisili (klausula
domisili) adalah tidak mempengaruhi.
b). Perdamaian (baik memakai mediator atau tidak)
Menurut Indonesisch Reglement atau RIB=reglement Indonesia baru, yang
merupakan hukum acara perdata, kedua belah pihak yang berperkara selama
persidangan berlangsung dapat berdamai dan bila tercapai perdamaian tersebut
maka hakim akan membuat akta perdamaian. Seperti halnya putusan arbitrase
putusan perdamaian ini adalah final dan mengikat.
Perdamaian yang dicapai dengan ikut sertanya pihak ketiga yang netral
disebut sebagai mediasi yang menurut Black Law Dictionary adalah proses
pemecahan masalah yang tidak formal oleh partikelir, dimana mediator sebagai
pihak ketiga yang netral menolong para pihak yang bersengketa untuk berdamai.
Mediasi ini berbeda dengan arbitrase karena dalam mediasi masalah para
pihak itu tidak diadili, melainkan para pihak itu sendiri yang saling berdamai, jadi
fungsi mediator seolah-olah hanya sebagai pengkoordinir dari pertemuan para
pihak dalam sengketa agar mereka mencapai perdamaian.
Masalah dalam mediasi adalah bila suatu putusan arbitrase merupakan
putusan yang disamakan dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka
perdamaian yang dicapai para pihak dalam mediasi merupakan putusan yang tidak
berkekuatan hukum tetap. Untuk mengatasi hal itu maka sebaiknya permufakatan
yang dicapai dalam mediasi agar merupakan putusan yang berkekuatan hukum
tetap sebaiknya diserahkan ke hakim pengadilan negeri untuk dijadikan sebagai
putusan perdamaian.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

198
4. Alat Bukti
Pada transaksi konvensional segala sesuatunya dilaksanakan dengan
menggunakan dokumen kertas (paper based transaction) apabila terjadi sengketa
diantara pihak yang bertransaksi maka dokumen-dokumen kertas itulah yang akan
diajukan sebagai bukti oleh masing-masing pihak. Hal ini berbeda sekali dengan
transaksi e-commerce yang paperless transaction, dokumen yang dipakai
bukanlah paper document melainkan digital document.
Namun sumber atau outentifikasi dari bukti yang diterima oleh suatu sistem
telematik

dari

sistem

telematik

yang

lain

sulit

dipastikan

mengenai

otentifikasinya. Metode pengamanan dengan menerapkan cryptograph sistem


bermaksud menjawab masalah tersebut, namun di Indonesia belum ada aturan
hukum yang mendukung hal tersebut. 166 Akan tetapi berdasarkan ketentuan yang
diatur dalam UNCITRAL pada dasarnya digital document tersebut tetap dapat
dijadikan sebagai alat bukti.

166

Mariam Darus Badrulzaman II. Op:cit. 344

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

199

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Mengingat di Indonesia belum ada suatu produk undang-undang yang
mengatur tentang transaksi secara elektronik khususnya jual beli software
secara elektronik maka agar tidak terjadi kokosongan dan ketiadaan hukum
yang mengatur sehingga pada akhirnya dapat berakibat pada chaos dan
kekacauan, terhadap transaksi jual beli software secara elektronik tersebut
dapat diberlakukan aturan perundangan yang telah ada, berlaku serta relevan.
Namun aktivitas jual beli software secara elektronik tidak dapat didasarkan
hanya pada satu bentuk undang-undang saja karena mustahil dapat menjawab,
mengatasi, dan mengakomodasi masalah yang mungkin timbul dari perjanjian
jual beli software secara elektronik yang sifatnya kompleks. Jadi dapat
dikatakan bahwa suatu proses jual beli software secara elektronik harus
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

200
dipayungi oleh beberapa produk perundang-undangan dan dalam persfektip
nasional produk perundang-undangan dimaksud meliputi : KUHPerdata, UU
Hak Cipta dan UU Paten, serta UU Perlindungan Konsumen.
2. Transaksi elektronik termasuk juga di dalamnya jual beli software secara
elektronik merupakan transaksi yang menggunakan media elektronik sebagai
perantaranya. Media elektronik di sini dapat meliputi telepon, faximile, atau
internet. Media internet yang berbasiskan web merupakan metode yang paling
lazim dan jamak digunakan dalam jual beli software secara elektronik.
Walaupun pada dasarnya jual beli software secara elektronik memiliki
kesamaan dengan jual beli konvensional pada umumnya yaitu sama-sama
melalui proses penawaran dan penerimaan namun pada prakteknya bentuk
jual beli software secara elektronik memiliki perbedaan dengan jual beli pada
umumnya, bentuk yang berbeda tersebut dapat meliputi :
a) Kedudukan pihak penawar dan pihak penerima yang permanen, tidak
dapat saling berganti kedudukan selam proses jual beli berlangsung seperti
halnya dalam proses jual beli konvensional.
b) Sifat jual beli yang tidak face to face mengakibatkan bukan hanya pihak
penjual dan pembeli yang akan terlibat dalam jual beli tetapi juga akan
melibatkan pihak ketiga.
c) Tidak seperti sistem jual beli konvensional yang mengenal pembayaran
secara langsung dan tidak langsung (uang giral dan uang kartal), dalam
jual beli software secara elektronik yang dikenal hanya pembayaran secara
tidak langsung.
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

201
d) Dalam jual beli software secara elektronik pembatalan pembelian bersifat
terbatas yaitu hanya diperbolehkan ketika barang belum sampai pada tahap
pengiriman.
e) Kemungkinan terjadi benturan aturan hukum dalam jual beli software
secara elektronik akan lebih besar dibandingkan dengan jual beli pada
umumnya karena jangkauan internet yang dapat melewati batas yurisdiksi.
3. Sesuai dengan asas kepribadian, dalam praktek jual beli software secara
elektronik terdapat 3 (tiga) pihak yang terkait di dalamnya yaitu pihak penjual,
pihak pembeli dan pihak ketiga. Baik pihak pembeli, pihak penjual, maupun
pihak ketiga tanpa terkecuali harus bertanggung jawab apabila mereka
melakukan wanprestasi atas perjanjian yang telah disepakati.
Adapun bentuk tanggung jawab tersebut bila kita mengacu pada KUHPerdata
dapat meliputi :
a) Pertama-tama sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1236 dan 1243
KUHPerdata bahwa dalam hal debitur lalai untuk memenuhi kewajibannya
kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian yang berupa
ongkos-ongkos kerugian dan bunga. Akibat hukum seperti ini menimpa
debitur baik dalam perikatan untuk memberikan sesuatu untuk melakukan
sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu.
b) Selanjutnya Pasal 1237 KUHPerdata mengatakan bahwa sejak kreditur
lalai maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggung jawab debitur.
c) Yang ketiga ialah kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbal balik maka
berdasarkan Pasal 1266 kreditur berhak untuk menuntut pembatalan
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

202
perjanjian dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi tetapi kesemuanya
itu tidak mengurangi hak dari kreditur untuk tetap menuntut pemenuhan
prestasi.
Sedangkan dalam praktek jual beli software secara elektronik walaupun pada
dasarnya bentuk tanggung jawab akibat wanprestasi yang dibebankan kepada
para pihak tidak jauh berbeda dengan apa yang diatur dalam KUHPerdata,
namun karena sistem jual beli softwrae secara elektronik dalam prakteknya
menggunakan perjanjian standart maka dapat dikatakan kadar tanggung jawab
akibat terjadinya wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak adalah tidak
seimbang, dimana penjual disatu pihak hanya dibebankan kewajiban berupa
jaminan penggantian barang apabila ia melakukan wanprestasi, sedangkan di
pihak pembeli setelah ia menyetujui klausula baku yang tertuang dalam term
of use dan perjanjian lisensi, tidak hanya dapat dibebankan tanggung jawab
yang dikenal dalam hukum perdata misalnya ganti rugi tetapi juga tanggung
jawab pidana.
Kemudian mengenai tanggung jawab pihak ketiga bila pihak ketiga tersebut
melakukan wanprestasi, maka sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang
diatur dalam Pasal 1340, 1315 dan 1317 maka pihak ketiga baru dapat diminta
pertanggung jawaban apabila dalam perjanjian antara penjual dan pembeli
terdapat klausula yang menyatakan bahwa pihak ketiga dapat diminta
pertanggungjawaban apabila ia melakukan tindakan wanprestasi atau dengan
kata lain hal tersebut telah diatur dalam perjanjian.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

203
Akan tetapi dalam prakteknya pihak ketiga hanya akan berhubungan dengan
penjual sehingga apabila ia melakukan wanprestasi maka tuntutan tanggung
jawab hanya ada pada pihak penjual yang didasarkan atas perjanjian yang
telah disepakati diantara mereka.
4. Seperti halnya perjanjian jual beli secara elektronik pada umumnya jual beli
software secara elektronik juga memungkinkan terjadinya hubungan hukum
antara dua atau lebih pihak yang berbeda sistem hukum yang dianutnya, baik
karena kewarganegaraan, domisili atau hal lainnya. Adanya perbedaan sistem
hukum ini memungkinkan timbulnya sengketa mengenai hukum dan
pengadilan mana yang berkompeten menyelesaikan permasalahan yang timbul
diantara para pihak.
Untuk mengatasi hal tersebut, dalam praktek jual beli software secara
elektronik pihak penjual atau merchant telah melengkapi klausul-klausul
dalam terms of use atau perjanjian lisensi yang mereka buat dengan klausula
pilihan hukum dan pilihan pengadilan.
Dan apabila ternyata sengketa diantara para pihak terjadi sementara pilihan
hukum dan pilihan pengadilan belum ditentukan maka prinsip-prinsip dalam
hukum perdata internasional dapat digunakan sebagai acuan.

B. Saran.
1. Agar tidak menimbulkan kerancuan dan kebingungan di masyarakat, maka
diperlukan kejelasan atas sifat software sebagai benda bergerak atau tidak
bergerak dalam kedudukannya sebagai objek jual beli. Kejelasan konsepsi ini
agar dapat lebih berkekuatan hukum dapat dilakukan dengan melakukan revisi
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

204
terhadap UU Hak Cipta sebagai undang-undang yang mengatur tentang
software, namun dengan tetap mempertahankan software sebagai kekayaan
intelektual yang tidak dapat dipatenkan.
2. Jual beli software secara elektronik dalam praktek umumnya menggunakan
media internet dengan fasilitas web internet. Merchant yang menawarkan
software melalui internet ini baik yang berada di dalam negeri maupun di luar
negeri sama-sama menggunakan sistem kereta dorong dalam transaksinya.
Namun kepada merchant lokal, diharapkan dapat menambah fasilitas-fasilitas
pelayanannya agar dapat menyamai fasililitas-fasilitas yang diberikan oleh
merchant luar negeri, sehingga nantinya dapat meningkatkan daya saing.
Selain itu, Untuk masyarakat awam mekanisme jual beli software secara
elektronik merupakan sesuatu yang amat rumit. Untuk itu agar dapat
menjangkau seluruh lapisan masyarakat diperlukan penyederhanaan, terutama
dalam tahap pembayarannya.
3. Agar dapat tercapai kedudukan yang seimbang antara penjual dan pembeli
dalam sebuah klausula baku, maka diharapkan kepada pihak penjual sebagai
pihak yang menyusun klausula baku tersebut untuk memberikan bagian yang
sama atas hak dan kewajiban bagi pembeli dan penjual.
4. Sebagai bagian dari e-commerce, jual beli software secara elektronik juga
memungkinkan akan melibatkan dua atau lebih pihak yang berbeda negara
dan yurisdiksi hukum, untuk itu diperlukan UU yang khusus mengatur tentang
transaksi jual beli secara elektronik. Dan bila perlu untuk kemudian dapat

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

205
ditindaklanjuti dengan pembentukan UU tentang transaksi jual beli secara
elektronik yang dapat berlaku secara global dan universal.
Walaupun UU yang ada pada dasarnya tetap dapat menyelesaikan persoalanpersoalan yang timbul akibat dari transaksi secara elektronik, namun karena
UU tersebut mempunyai sifat yang terbatas pada yurisdiksi nasional dan
umumnya sudah tua maka hanya terbatas pada kasus-kasus tertentu saja UU
tersebut dapat digunakan.
5. Mengingat asas-asas yang dikenal dalam KUHPerdata, khususnya asas pacta
sunt servanda dan asas kebebasan berkontrak juga dikenal dan dapat
diterapkan dalam jual beli software secara elektronik, maka agar pihak
pembeli dapat paham dan mengerti tentang isi perjanjian yang telah
disetujuinya, dituntut kepada pihak penjual untuk menyediakan redaksi
perjanjian yang tidak hanya menggunakan satu bahasa.

KEPUSTAKAAN

A. Buku-buku
Apa Dan Bagaimana E-Commerce. 2002. Yogyakarta. Andi Semarang. Wahana
Komputer.
Badrulzaman, Maryam Darus, dkk. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan: Dalam
Rangka Memperingati Memasuki Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
_____ 1996. KUH Perdata Buku II Hukum Perikatan Dengan Penjelasan.
Bandung: Alumni.
Bainbride, David I. 1993. Komputer dan Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

206
Chairi, Zulfi. 2005. Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli Melalui Internet.
Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Darwini, T. 2007. Hukum Perdata. Fakultas Hukum USU: Medan
Ensiklopedia Umum. 1973. Jakarta: Penerbit Kanisius
Harahap, M.Yahya. 1986. Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni.
Indrajit, Richardus Eko. 2001. E-Commerce: Kiat Dan Strategi Bisnis Di
Dunia Maya. Jakarta: P.T Elex Media Komputindo.
Kadir, Abdul. 2003. Pengenalan Sistem Operasi. Yogyakarta: Andi.
Makarim, Edmon. 2004. Kompilasi Hukum Telematika. Ed 1. cet2. Jakarta:
Raja Grafindo.
Muhammad, Abdul Karim. 2001. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan
Intelektual. Bandung: P.T Citra Aditya Bakti.
Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2003. Seri Hukum Perikatan:
Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, ed1. cet1. Jakarta: PT Raja
Grafindo.
Prodjodikoro, Wirjono. 1974. Hukum Perdata Tentang
Persetujuan Tertentu. Cet 6. Bandung: Sumur.

Persetujuan-

Rajaq, Abdul dan Bachrul Ulum. 2003. Cara Praktis Menguasai Komputer:
Aplikasi Perkantoran. Surabaya: Indah.
Rusli, Hardijan. Hukum Perjanjian Indonesia Dan Common Law. Cet-1.
Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. 1992.
Saidin, O.K.. 2006. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual
Property Rights). Ed. Revisi 5. Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada.
Salim, Peter dan Yenny Salim. 2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer.
Jakarta: Modern english Press.
Satrio, J. 1993. Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. Bandung:
Alumni.
_____ 1995. Hukum Perikatan: Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti: 43-45

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

207
Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press): 50-52
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. 1981. Hukum Perdata: Hukum Benda.
Yogyakarta: Liberty.
Subekti. 1970. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT Pembimbing Masa
Syahputra, Iman. 2002. Problematika Hukum Internet Indonesia. Jakarta:
Prehalindo.
Syahrani, Ridwan. 1992. Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata.
Bandung: Alumni.
Vollmar, H.F.A. 1984. Pengantar Studi Hukum Perdata: Diterjemahkan Oleh
I.S. Adiwimarto. Jakarta: CV Rajawali.
Zainal, Idris. 1996. Segi-Segi Hukum Pada Perjanjian Jual Beli. Medan: FH
USU.

B. Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce (1996) with additional article 5
bis as adopted in 1998 and guide to enactment.
RUU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

C. Media Internet

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

208
Aspek Hukum Perjanjian Perdagangan Dalam Transaksi Elektronik
(electronic commerce). http://www.umy.ac.id/hukum/download/aspek
hukum transaksi elektronik.pdf
Edmon Makarim. 19/5/2005. Apakah Menjebol Program Pengunci (Locking
Software)
Tidak
Bertentangan
Dengan
Hukum.
http://www.lkht.net/artikel lengkap.
Hendriyana, Yulian F. dan Dicky Wahyu P. Operating System bukanlah
Aplikasi!!!. http://www.infolinux.co.id.
http://www.un.or.at/uncitral/english/text/electcom/ml-ec.htm
Konsep Dasar Perangkat Komputer: Komponen Sistem Komputer.
http://bebas.vsm.org/v06/kuliah/sistemoperasi
Paten

MP3
dan
Perlindungannya
http://www.ipcenter.ui.org/artikel.

di

Indonesia.

28-11-2006.

Paten, Merek dan Hak Cipta perlindungan hak cipta atas program
komputer. http://hukumonline.com/klinik detail.
Paten Perangkat Lunak. http://id.wikipedia.org/wiki/paten_perangkat lunak.
http://blog.compactbyte.com
Paten Program Komputer Tidak Berlaku, Pembuat Software Lebih Bebas.
http://www.bppt.go.id/index.php
Paten: Subjek yang dapat dipatenkan. http://id.wikipedia.org/wiki/paten
Rendy W Prasetio. 31/7/2004. Kepastian Hukum Atas Sistem Elektrionik.
http://www.lkht.net/artikel lengkap.
Rosewitha Irawaty. Product Liability dan Perlindungan Konsumen Tanggung
Jawab Pelaku Usaha. http://www.lkht.net/artikel lengkap.

Fave Chayo Saputra : Tinjauan Hukum Perjanjian Terhadap Tanggung Jawab Para Pihak Atas Wanprestasi
Yang Terjadi Dalam Jual Beli Software Secara Elektronik, 2007.
USU Repository 2009

Anda mungkin juga menyukai