Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Masa perkembangan tercepat dalam kehidupan anak terjadi pada masa

balita. Anak umur bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok umur yang
rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2011).
Gangguan kesehatan yang terjadi pada masa balita dapat mempengaruhi proses
tumbuh kembang, khususnya jika gangguan tersebut terjadi pada saluran
pencernaan yang mempunyai peranan penting dalam penyerapan nutrisi yang
diperlukan untuk menunjang tumbuh kembang. Salah satu penyakit infeksi pada
saluran pencernaan yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan beban global terutama di negara berkembang seperti Indonesia
adalah diare.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih
dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai
dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada
anak balita, terutama pada 3 tahun pertama, dimana seorang anak balita bisa
mengalami 1-3 episode berat (Simatupang 2004). Survei Kesehatan Nasional
tahun 2006 menempatkan diare pada posisi tertinggi kedua sebagai penyakit
paling berbahaya pada balita. Diare dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap
tahun di negara-negara berkembang (Kemenkes RI, 2010). Penyakit diare
merupakan salah satu masalah kesehatan di negara berkembang, terutama di
Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit diare bersifat endemis
1

juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan diikuti korban yang
tidak sedikit. Untuk mengatasi penyakit diare dalam masyarakat baik tata laksana
kasus maupun untuk pencegahannya sudah cukup dikuasai. Akan tetapi
permasalahan tentang penyakit diare masih merupakan masalah yang relatif besar
(Sudaryat, 2010).
Penyakit diare merupakan masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia.
Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan
penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Menurut WHO dan
UNICEF, terjadi sekitar 2 milyar kasus penyakit diare di seluruh dunia setiap
tahun. Dari semua kematian anak balita karena penyakit diare, 78% terjadi di
wilayah Afrika dan Asia Tenggara. (Kemenkes, 2013). Berdasarkan data yang
disajikan SDKI 2012 dari 16.380 anak yang disurvey sebanyak 14% balita
mengalami diare. Data dari profil kesehatan di Indonesia pada tahun 2000-2010
terlihat kenaikan insiden diare. Tahun 2000 Insiden Rate (IR) penyakit diare
301/1000 penduduk, tahun 2003 meningkat menjadi 374/1000 penduduk, tahun
2006 juga mengalami peningkatan menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010
adalah 411/1000 penduduk (SDKI 2012).
Hasil survei morbiditas diare menunjukan penurunan angka kesakitan
penyakit diare yaitu dari 423 per 1.000 penduduk pada tahun 2006 turun menjadi
411/1.000 penduduk pada tahun 2010. Jumlah penderita pada KLB diare tahun
2012 menurun secara signifikan dibandingkan tahun 2011 dari 3.003 kasus
menjadi 1.585 kasus pada tahun 2012. KLB diare terjadi di 15 provinsi dengan
penderita terbanyak terjadi di Sumatera Selatan, Sumatera Barat,dan Sumatera
Utara masing-masing sebanyak 292, 274 dan 241 penderita (Profil Kesehatan
Indonesia 2012).
2

Pada tahun 2012 angka kesakitan diare pada semua umur sebesar 214 per
1.000 penduduk dan angka kesakitan diare pada balita 900 per 1.000 penduduk
(Kajian Morbiditas Diare 2012). Menurut Riskesdas 2013, insiden diare (= 2
minggu terakhir sebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar 3,5% (kisaran
provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi
3,3%-10,2%). Sedangkan period prevalence diare (>2 minggu-1 bulan terakhir
sebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar 7%. Pada tahun 2013 terjadi 8
KLB yang tersebar di 6 Propinsi, 8 kabupaten dengan jumlah penderita 646 orang
dengan kematian 7 orang (CFR 1,08%). Sedangkan pada tahun 2014 terjadi 6
KLB Diare yang tersebar di 5 propinsi, 6 kabupaten/kota, dengan jumlah
penderita 2.549 orang dengan kematian 29 orang (CFR 1,14%) (Profil Kesehatan
Indonesia 2014).
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan
besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit),
malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya.
Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun secaraklinis adalah diare
yang disebabkan infeksi dan keracunan (Depkes.2011).
Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat menentukan
kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan
pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga sikap dan perilaku
menjadi sehat. Pada balita yang belum dapat menjaga kebersihan dan menyiapkan
makanan sendiri, kualitas makanan dan minuman tergantung pada ibu sebagai
pengasuh utama. Perilaku ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah makanan
sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang cara pengolahan dan penyiapan

makanan yang sehat dan bersih. Sehingga dengan pengetahuan ibu yang baik
diharapkan dapat mengurangi angka kejadian diare pada anak balitanya (Slamet,
2006).
Sikap ibu yang negatif terhadap kejadian diare pada balitanya biasanya
didasarkan atas pengetahuan yang kurang dimiliki ibu tentang penanganan diare
secara cepat dan tepat. Sebagaimana diketahui bahwa dalam upaya pembentukan
sikap harus didasarkan atas adanya pemahaman yang lebih mendalam dari
individu atas suatu objek dan begitu pula pada ibu dalam rangka pencegahan atau
penanganan diare haruslah dilandasi dengan pengetahuan tentang diare.
Kurangnya sikap positif yang dimiliki oleh ibu terhadap diare akan memberikan
dampak pelaksanaan upaya penanganan diare secara adekuat yang tentunya akan
berdampak pada penurunan status kesehatan balita yang lebih rendah yaitu
mengalami dehidrasi (Rauf et al.2013).
Penyakit diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan. Banyak
faktor yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi pendorong terjadinya
diare yaitu faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Diare pada anak
merupakan masalah yang sebenarnya dapat dicegah dan ditangani. Terjadinya
diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor perilaku yang menyebabkan
penyebaran kuman, terutama yang berhubungan dengan interaksi perilaku ibu
dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan dimana anak tinggal. Faktor perilaku
yang menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan resiko terjadinya diare
yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada bulan pertama kehidupan,
tidak mencuci bersih botol susu anak, penyimpanan makanan yang salah,
menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan pada saat

memasak, makan, sebelum menyuapi anak, sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, dan tidak membuang tinja dengan benar. Faktor lingkungan
yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi
dengan perilaku manusia (Assiddiqi, 2009).
Salah satu kebijakan pemerintah untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat diare adalah melaksanakan tata laksana penderita diare yang
terstandar baik di sarana kesehatan atau masyarakat. Salah satu strateginya adalah
meningkatkan tata laksana diare di tingkat rumah tangga secara tepat dan benar.
Dalam tingkat rumah tangga, ibu mempunyai peranan penting dalam
penanggulangan diare pada seorang balita. Keberhasilan seorang ibu dalam
melakukan perawatan pada anak dengan diare dapat mencegah terjadinya
dehidrasi akibat diare (Tambunan, 2015).
Mauliku dan Wulansari (2008) menyatakan, hasil penelitiannya bahwa dari
87 responden yang diteliti, diperoleh data bahwa ibu yang mempunyai balita dan
menderita diare sebanyak 49 orang (56,3%), ibu yang pengetahuannya kurang
sebanyak 52 orang (59,8%), ibu yang mempunyai sikap positif sebanyak 46 orang
(52,9%) dan ibu yang mempunyai perilaku baik sebanyak 44 orang (50,6%).
Sedangkan penelitian yang telah dilakukan Purbasari (2009), Tingkat pengetahuan,
sikap, dan perilaku responden mayoritas adalah cukup, nilai untuk masing-masing
yaitu sebanyak 33 orang (48.5 %) responden, 57 orang (83.8 %) responden, dan 47
orang (69.1 %) responden.

Balita merupakan istilah yang berasal dari kependekan kata bawah lima
tahun. Istilah ini cukup populer dalam program kesehatan. Balita merupakan
kelompok usia tersendiri yang menjadi sasaran program KIA (Kesehatan Ibu dan
Anak) di lingkup Dinas Kesehatan. Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh

dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya. Periode
tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa ini pertumbuhan
dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan kemampuan
berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan
sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya (Supartini, 2004).
Rumah Sakit Angkatan Udara (RSAU) dr. Esnawan Antariksa yang
terletak di dalam Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur. RSAU
merupakan Rumah Sakit Pemerintah tipe B dibawah naungan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) Angkatan Udara khususnya Dinas Kesehatan Angkatan Udara
(Dinkes AU) yang sudah terakreditasi PARIPURNA oleh tim Komite Akreditasi
Rumah Sakit (KARS) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes
RI). RSAU dr.Esnawan Antariksa juga merupakan rumah sakit rujukan tingkat II
yang selain merawat anggota TNI, Pegawai Negeri Sipil (PNS) beserta
keluarganya juga menerima pasien swasta maupun pasien Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) mandiri dan BPJS Badan Usaha.
Dengan catatan kasus diare yang tercatat pada tahun 2015 sebanyak 115,
dan pada satu tahun tersebut setiap bulannya mengalami peningkatan kasus yang
tercatat di ruang perawatan anak di RSAU dr.Esnawan Antariksa yang terdiri dari
pasien di luar anggota keluarga militer sehingga terdapat berbagai macam
kalangan pasien, maka penulis merasa perlu dilakukan penelitian tentang
Hubungan antara Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Ibu Terhadap
Kejadian Diare Pada Balita Di RSAU dr.Esnawan Antariksa Jakarta Timur Tahun
2016
1.2.

Rumusan Masalah

Kejadian diare pada balita dapat terjadi dikarenakan adanya faktor-faktor


yang berhubungan terhadap kejadian diare selain infeksi, banyak faktor yang
secara langsung maupun tidak langsung menjadi pendorong terjadinya diare yaitu
faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Ibu adalah seseorang yang sangat
dekat dengan balita sehingga diperlukan pengetahuan, sikap serta perilaku yang
baik dalam menjaga balita setiap harinya, terutama saat balita sedang sakit atau
terinfeksi suatu penyakit. Tubuh balita masih sangat rentan terhadap unsur asing
karena balita belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang memadai. Pada usia
ini, anak masih rawan dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun
rohani. Sehingga, jika ibu tidak hati-hati dengan kebersihan dirinya sendiri, secara
tidak langsung ibu memberikan media penyakit pada tubuh balita. Misalnya saja,
setelah kerja seharian ibu lupa mencuci tangan dan langsung menimang balita.
Secara tidak langsung kuman atau apapun yang menempel pada tangan akan
berpindah pada tubuh balita. Jika tangan ibu mengandung kuman atau bakteri,
maka balita akan mudah terinfeksi suatu penyakit (Sudarmoko, 2011).
Diare pada balita merupakan masalah yang sebenarnya dapat dicegah dan
ditangani. Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor perilaku
yang menyebabkan penyebaran kuman, terutama yang berhubungan dengan
interaksi perilaku ibu dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan dimana anak
tinggal. Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan
resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada
bulan pertama kehidupan, tidak mencuci bersih botol susu anak, penyimpanan
makanan yang salah, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci

tangan pada saat memasak, makan, sebelum menyuapi anak, sesudah buang air
besar, sesudah membuang tinja anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
Dengan catatan kasus diare yang tercatat pada tahun 2015 sebanyak 115,
dan pada satu tahun tersebut setiap bulannya mengalami peningkatan kasus yang
tercatat di ruang perawatan anak di RSAU dr.Esnawan Antariksa yang terdiri dari
pasien di luar anggota keluarga militer sehingga terdapat berbagai macam
kalangan pasien, Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada
Hubungan antara Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Ibu Terhadap Kejadian
Diare Pada Balita Di RSAU dr.Esnawan Antariksa Jakarta Timur Tahun 2016
Adapun pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ibu terhadap
2.

kejadian diare pada balita di RSAU dr.esnawan antariksa jakarta timur?


Apakah ada hubungan antara sikap dengan perilaku ibu terhadap kejadian
diare pada balita di RSAU dr.esnawan antariksa jakarta timur?

1.3.

Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Menganilisis hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku
ibu terhadap kejadian diare pada balita di rsau dr.esnawan antariksa jakarta
timur tahun 2016
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare
pada balita di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa,
Jakarta Timur Tahun 2016.
b. Diketahuinya hubungan antara sikap ibu dengan kejadian diare
pada balita di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa,
Jakarta Timur Tahun 2016.
c. Diketahuinya hubungan antara umur ibu dengan kejadian diare
pada balita di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. EsnawanAntariksa,
Jakarta Timur Tahun 2016.

d. Diketahuinya hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian


diare pada balita di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan
Antariksa, Jakarta Timur Tahun 2016.
e. Diketahuinya hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian diare
pada balita di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa,
Jakarta Timur Tahun 2016.
f. Diketahuinya hubungan antara perilaku ibu dengan kejadian diare
pada balita di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa,
Jakarta Timur Tahun 2016.
1.4.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan setelah penelitian ini selesai adalah agar hasil
yang didapatkan dapat bermanfaat dalam pengembangan program
kesehatan dan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan. Beberapa
manfaat diantaranya :

1.4.1 Manfaat Teoritis


Memberikan bahan masukan dan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya
khususnya penelitian yang berhubungan dengan hubungan antara
pengetahuan dan sikap ibu dengan perilaku ibu terhadap kejadian diare
pada balita.
1.4.2 Manfaat Bagi Keilmuan
a. Terjadinya kerjasama dan sebagai ajang promosi antara institusi
pendidikan dengan Rumah Sakit Angkatan Udara dr.Esnawan,
Jakarta Timur.
b. Dapat dijadikan refrensi atau bacaan bagi penelitian selanjutnya.

1.4.3 Manfaat Praktis


Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan lebih lanjut guna
menurunkan jumlah angka kejadian diare pada balita di Rumah Sakit
Angkatan Udara dr.Esnawan, Jakarta Timur.

10

Anda mungkin juga menyukai