BAB II
KAJIAN PUSTAKA
11
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh,
kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun.12 Ada
beberapa
jenis
Mikobakterium
seperti
Mycobacterium
africanus,
penyakit
tuberkulosis
disebabkan
oleh
Bakteri
12
13
kemudian
setelah
timbul
peradangan
4) Malaise
14
Dahak
penderita
harus
diperiksa
dengan
pleura,
selaput
otak,
selaput
jantung
15
Berdasarkan
Hasil
Pemeriksaan
Dahak
3 spesimen
16
17
2.1.1.4
2.1.1.5
18
2.1.1.7
pencegahan
adalah
upaya
kesehatan
yang
19
interaksi
dari
ketiga
unsur
tersebut
(Notoatmodjo, 2007).
Upaya pencegahan dan pemberantasan tuberkulosis secara
efektif diuraikan sebagai berikut:
1) melenyapkan sumber infeksi,
2) penemuan penderita sedini mungkin;
3) isolasi
penderita
sedemikian
rupa
selama
masa
Program Penanggulangan TB
Strategi Direct Observed Treatment Short-Course (DOTS)
adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan
kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan
penularan TB dan dengan demikian menurunkan insiden TB di
20
terbaik
dalam
pencegahan
penularan
TB.
Dengan
21
2007).
Bakteri
Mycobacterium
tuberculosis
22
pejamu
adalah
manusia
yang
mempunyai
23
paru
lebih
banyak
terjadi
pada
laki-laki
kebiasaan
merokok
sehingga
memudahkan
24
25
pengobatan.
Hal
ini
mengakibatkan
penelitian
Theresia
Novitasari
tahun
2015
pekerjaan
didasarkan
pada
merupakan
tingkat
penyebab
pekerjaan.
tertentu
Hasil
yang
penelitian
26
seseorang
dalam
mencari
pengobatan,
27
28
nafsu
makan
dan
perubahan
dalam
proses
29
tersebut
mencakup
meningkatnya
kerentanan
30
TB
paru,
akan
berupaya
untuk
mencegah
31
penelitian
bahwa
Theresia
ada
Novitasari
hubungan
antara
tahun
2015
pengetahuan
32
b. Kelembaban Rumah
Indikator kelembaban udara dalam rumah sangat erat
dengan kondisi ventilasi dan pencahayaan rumah. Bila kondisi
suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan
berdampak pada cepat lelah saat bekerja dan tidak cocok untuk
istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu dingin akan tidak
menyenangkan
dan
pada
orang
orang
tertentu
dapat
33
yang
tidak
mencukupi
akan
menyebabkan
34
matahari
dapat
membunuh
bakteri-bakteri
sinar
matahari
memiliki
hubungan
yang
35
36
Usia = 51-60 tahun (53%), Jenis Kelamin = laki-laki (56%), Pekerjaan = tidak
bekerja (62%).
Hasil penelitian Iriyanti tahun 2015 menunjukkan ada hubungan antara
pengetahuan (P=0,047; OR=2,100), sikap (P=0,033; OR=2,217), perilaku
(P=0,023; OR=2,344), kelembaban (P=0,314), lantai (P=0,125), suhu udara
(P=0,137), ventilasi (P=0,491), pencahayaan sinar matahari (P=0,470) dan
kepadatan penghuni rumah (P=0,174) dengan penyakit TB Paru di Puskesmas
Jati Rahayu Kota Bekasi.
Hasil penelitian Elisa S. Korua tahun 2014 ini menunjukan jumlah pasien
rawat jalan di RSUD Noongan didominasi oleh Laki-laki dan range umur paling
banyak adalah 15-55 tahun (73,8%). Dan hasil dari kepadatan hunian yang
memenuhi syarat 8m/kapita dengan total 58 responden. Jumlah pasien rawat
jalan di RSUD Noongan yang menderita TB Paru (BTA+) sebesar (62,3%). Ada
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian TB Paru pada pasien rawat jalan
di RSUD Noongan dengan p=0,01.
Hasil penelitian Rikha Nurul Pertiwi tahun 2011 ini, beberapa faktor risiko
yang berhubungan dengan kejadian TB Paru adalah riwayat kontak penderita TB
Paru serumah (=0,001) dan lingkungan pekerjaan responden (=0,024). Dari
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa riwayat kontak penderita TB Paru
serumah dan lingkungan pekerjaan merupakan faktor risiko kejadian TB Paru di
Kecamatan Semarang Utara.
37
Hasil penelitian Siti Nurjanah tahun 2013 menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara keberadaan sumber penularan dengan kejadian suspek TB Paru
( P= 0,005; OR= 2,364; CI 95%= 1,721-3,247).
Berdasarkan hasil penelitian Putra Yasa tahun 2013 menunjukan bahwa
variabel yang merupakan faktor risiko determinan terhadap kejadian tuberkulosis
paru adalah faktor ventilasi rumah (OR: 3,495; 95%CI: 1,47-8,32), kelembaban
(OR: 3,819; 95%CI: 1,61-9,08), pencahayaan (OR: 4,100 95%CI: 1,66-10,13),
suhu rumah (OR: 5,431; 95%CI: 1,90-15,39), dan status gizi (OR: 4,833; 95%CI:
2,26-10,32).
Hasil penelitian Theresia Novitasari tahun 2015 menunjukan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan (P=0,049; OR=3,059), pendidikan (P=0,0163;
OR=3,750), kepadatan hunian (P=0,028; OR=3,431), dan pencahayaan hunian
(P=0,030; OR=3,333) dengan Penyakit TB Paru di Rumah Sakit Marinir
Cilandak.
Hasil penelitian I Ketut Sujana tahun 2014 menunjukan bahwa ventilasi,
pencahayaan sinar matahari dan kepadatan penghuni rumah memiliki hubungan
yang signifikan dengan kejadian penyakit TB Paru dengan nilai odds ratio (OR)
ventilasi = 9,048 , pencahayaan sinar matahari = 11,4 dan kepadatan penghuni
rumah = 14,929. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
ventilasi, pencahayaan sinar matahari dan kepadatan penghuni dengan kejadian
penyakit TB Paru di Wilayah Kerja PT Puskesmas Mengwi I.
Hasil penelitian Ryan Arvisza Falletehan tahun 2014 pada penderita TB paru
ditemukan lebih banyak adalah perokok (25,7%), sedangkan bukan penderita TB
38
paru lebih banyak ditemukan adalah bukan perokok (30,0%). Hasil uji statistik
antara perilaku merokok dengan kejadian TB paru dengan Chi square diperoleh
nilai p=0,027, yang berarti terdapat hubungan yang bermakna. Maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara perilaku merokok dan kejadian
kejadian TB paru dilakukan di BBKPM Surakarta dimana angka kejadian TB
paru lebih tinggi pada kelompok perokok yaitu (25,7%).
Hasil penelitian Faris Muaz tahun 2014 dari hasil analisis multivariat,
variabel yang paling berpengaruh dengan kejadian TB Paru BTA Positif Di
Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang adalah penghasilan (OR=
6,575), jenis kelamin (OR= 4,772), pekerjaan (OR= 3,272), dan imunisasi BCG
(OR= 3,041).
Hasil penelitian Putra Yasa tahun 2013 menunjukkan bahwa variabel yang
berpengaruh dengan kejadian TB Paru di Puskesmas Karang Taliwang Kota
Mataram Provinsi NTB adalah ventilasi rumah (OR: 3,495; 95%CI: 1,47-8,32),
kelembaban (OR: 3,819; 95%CI: 1,61-9,08), pencahayaan (OR: 4,100 95%CI:
1,66-10,13), suhu rumah (OR: 5,431; 95%CI: 1,90-15,39), dan status gizi (OR:
4,833; 95%CI: 2,26-10,32).
2.3 Kerangka Teori
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyakit TB Paru di Puskesmas wilayah Kecamatan
Cipayung Kota Jakarta Timur tahun 2016 dengan pendekatan teori Teori John
Gordon tahun 1950 yang dikutip oleh Azrul Azwar (1999) mengemukakan
39
bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
bibit penyakit (agent), pejamu (host), dan lingkungan (environment).
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Faktor Penyebab Penyakit (Agent)
Mycobacteriun tuberculosis
Penderita
Penyakit TB